Jurnal Ecolab
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

139
(FIVE YEARS 48)

H-INDEX

2
(FIVE YEARS 1)

Published By "Research, Development And Innovation Agency, Ministry Of Environment And Forestry"

2502-8812, 1978-5860

Jurnal Ecolab ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 101-109
Author(s):  
Dewi Ratnaningsih ◽  
◽  
Retno Puji Lestari ◽  
Ernawita Nazir

Kualitas air di suatu wilayah yang merupakan salah satu indikator lingkungan dapat dievaluasi menggunakan parameter fisika, kimia, dan biologi. Indeks Kualitas Air Indonesia (IKA-INA) dapat digunakan untuk menilai kondisi kualitas air secara menyeluruh pada lokasi dan waktu tertentu. IKA-INA dihitung dengan menggunakan sepuluh (10) parameter yaitu pH, Total Dissolved Solid (TDS), Total Suspended Solid (TSS), Dissolved Oxygen (DO), Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), NO3, NH3, Total Phosphate (TP) dan fecal coliform. IKA-INA tersebut merupakan indeks kualitas air yang dapat memberikan informasi secara sederhana. Dalam pemanfaatannya, tidak semua data parameter dalam IKA-INA tersebut dapat terpenuhi karena adanya data tidak valid atau data yang hilang. Kajian ini bertujuan untuk memberi alternatif rumusan IKA-INA dengan parameter yang tidak lengkap atau jika tidak semua data dalam parameters tersebut tersedia. Metode yang digunakan dalam menyusun rumusan adalah dengan melakukan koreksi faktor bobot parameter IKA-INA terhadap parameter yang hilang dan nilai Q (nilai sub-indeks). Setelah itu dilakukan uji coba pada nilai baku mutu air dalam Peraturan Pemerintah No. 22/2021 Lampiran VI serta pada data kualitas air sungai yang mewakili kualitas baik dan buruk. Hasil uji coba menunjukkan bahwa bobot parameter terkoreksi dapat digunakan untuk penanganan parameter yang hilang dalam penilaian kualitas air dengan metode IKA-INA. Hasil IKA-INA dengan parameter hilang yang menggunakan bobot terkoreksi dan hasil IKA-INA dengan parameter lengkap mayoritas memberikan status IKA yang tidak berbeda, kecuali untuk parameter fecal coli dan parameter yang mempunyai kadar jauh berbeda terhadap kondisi air secara keseluruhan.


Jurnal Ecolab ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 111-119
Author(s):  
Bambang Hindratmo ◽  
◽  
Siti Masitoh ◽  
Retno Puji Lestari ◽  
Maulana Kusumawardhani
Keyword(s):  

Kecamatan Kepulauan Romang terletak di Kabupaten Maluku Barat Daya dengan luas wilayah 280,94 km2 dan terdiri dari tiga wilayah yaitu Desa Jerusu, Desa Hila, dan Desa Solath. Topografi Kepulauan Romang terdiri dari pegunungan yang dikelilingi lautan, dengan sumber daya alam yang melimpah dari sektor kehutanan, pertanian, kelautan, dan potensi penambangan mineral. Area Desa Hila memiliki sumber daya alam mineral yang berharga, sehingga terjadi potensi eksplorasi dan pertambangan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat pada air dan tanah di beberapa wilayah pertambangan Desa Hila, Kepulauan Romang. Pengambilan contoh uji dilakukan pada 6-12 April 2017 menggunakan metode grab sampling dan komposit di 2 (dua) titik pengambilan air Sungai Hilmat dan Drill Camp, serta 9 (sembilan) titik contoh uji tanah. Hasil analisis air sungai menunjukkan bahwa parameter logam berat (Hg, Fe, Mn, Cu, As, Cd, Co, Ni, Au, dan Zn) berada di bawah baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah PP No 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air pada lampiran untuk Kelas 1. Baku mutu masih mengacu pada peraturan yang lama karena kegiatan dilakukan sebelum dikeluarkannya PP No 22/2021. Logam dominan yang ditemukan dalam matriks tanah adalah Fe dengan konsentrasi berkisar antara 600-63900 mg/Kg. Fe merupakan mineral alamiah yang banyak terkandung di dalam tanah, kemudian disusul logam Mn, As, dan Cu dengan kisaran konsentrasi masing-masing yaitu 15-9491 mg/Kg, 10-1998 mg/Kg, dan 2,9-2978 mg/Kg.


Jurnal Ecolab ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 89-100
Author(s):  
Retno Puji Lestari ◽  
◽  
M S. Nugraha ◽  
Asri Indrawati ◽  
Suryanti Suryanti ◽  
...  

Dalam dekade terakhir, peningkatan konsumsi bahan bakar fosil yang berasal dari pembangunan ekonomi yang cepat dari sektor transportasi dan kegiatan industri telah menghasilkan emisi berbagai polutan udara. Hal tersebut menyebabkan masalah lingkungan di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Deposisi asam yang diakibatkan oleh pencemaran udara masih merupakan isu wilayah di Asia. Jaringan Pemantauan Deposisi Asam di Asia Timur (EANET) yang mencakup Asia Timur Laut dan Tenggara, telah melakukan kegiatan pemantauan deposisi asam dan pengaruhnya terhadap ekosistem. Terdapat 5 (lima) lokasi pemantauan deposisi asam di Indonesia yang tergabung dalam EANET, yaitu Jakarta, Serpong, Bandung, Kototabang, dan Maros. Parameter air hujan yang dianalisis adalah pH, daya hantar listrik, Na+, K+, Ca2+, Mg2+, NH4+, Cl-, NO3-, dan SO42-. pH air hujan dapat mengindikasikan potensi terjadinya deposisi asam. Selama tahun 2015-2019, rata-rata tingkat keasaman air hujan di Jakarta, Serpong, Bandung, Kototabang, dan Maros masing-masing adalah 4,85, 5,17, 5,55, 5,23, dan 5,28. Meskipun masih terindikasi mengalami efek deposisi asam, nilai pH tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya. Potensi penyebab keasaman air hujan dapat dilihat melalui ion NO3- dan nss SO42-, sementara senyawa penetralisasinya adalah NH4+ dan nss Ca2+. Fraksi ekuivalen nitrat menunjukkan bahwa HNO3 yang lebih berpengaruh dalam terjadinya deposisi asam di Jakarta, Serpong, dan Bandung, tetapi di Kototabang dan Maros lebih disebabkan oleh H2SO4. Fraksi ekuivalen amonium di Kototabang menunjukkan bahwa peran CaCO3 lebih dominan dalam menetralisasi senyawa asam, sementara di kota-kota lainnya lebih didominasi oleh NH3. Kajian ini mengindikasikan bahwa dominasi sumber pencemaran berasal dari kegiatan antropogenik.


Jurnal Ecolab ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 145-156
Author(s):  
Sri Unon Purwati ◽  
◽  
Alfrida Esther Suoth ◽  
Melania Hanny Aryantie

Penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan setelah pemberlakuan kebijakan bertahan diri di rumah (stay at home). Kebijakan PSBB digalakkan oleh pemerintah dalam rangka menggerakkan kegiatan sektor ekonomi setelah berhenti pada masa stay at home. Dampak yang ditimbulkan adalah nyata di bidang ekonomi, namun demikian dampak yang ditimbulkan pada ketersediaan data kualitas lingkungan secara umum di Indonesia perlu diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan gambaran laboratorium pengujian parameter lingkungan dan dalam keterkaitannya dengan ketersediaan data kualitas lingkungan pada masa awal pandemi Covid-19. Obervasi ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode pengambilan contoh purposive sampling. Pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Juni 2020 dengan kuesioner secara online menggunakan 10 variabel dan diujikan kepada 114 laboratorium yang merupakan 38% dari 304 populasi laboratorium pengujian parameter kualitas lingkungan di seluruh Indonesia. Data hasil penelitian menunjukkan 87% berstatus badan hukum milik pemerintah, sebanyak 55% telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan 18% teregistrasi oleh KLHK sebagai laboratorium lingkungan. Sebesar 73% memiliki jumlah teknisi kurang dari 10 orang. Sesuai kebijakan yang berlaku maka 68% laboratorium menerapkan sistem kerja bergilir (shift) pada saat pandemi Covid-19, sebanyak 52% laboratorium ini masih melakukan analisis dan sampling dengan jumlah analis yang aktif ≥5 orang sebanyak 47%. Laboratorium yang melakukan sampling sendiri sebesar 75% dari 114 laboratorium dan didukung hanya oleh 1 jenis laboratorium yang aktif yaitu laboratorium kualitas air mencapai 55%. Sebesar 68% laboratorium tersebut masih melakukan pemantauan kualitas lingkungan rutin sebagai pelaksanaan tugas dan fungsi laboratorium pemerintah. Data pemantauan yang dihasilkan oleh laboratorium sebanyak 37% digunakan sebagai laporan tahunan dan penyusunan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) tahun 2020. Hasil penelitian ini mempresentasikan bahwa data kualitas lingkungan terutama kualitas air masih terjamin tersedia pada masa awal pandemi Covid-19. Hasil tersebut menyiratkan perlunya pedoman pengambilan sampel dan analisis sampel dalam kondisi force majeure seperti situasi pandemi.


Jurnal Ecolab ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 133-144
Author(s):  
Rita Mukhtar ◽  
◽  
Ernawita Nazir ◽  
Bambang Hindratmo ◽  
Ricky Nelson ◽  
...  

Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup (PSIKLH) merupakan salah satu instansi yang berada di kawasan Puspiptek dengan kegiatan laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi. Asesmen kualitas lingkungan di PSIKLH dilakukan mencakup kualitas udara ambien, udara emisi, air, tanah, dan sedimen periode 2018-2020. Pengambilan contoh uji dan analisis parameter mengacu pada metode Standar Nasional Indonesia dan metode lainnya yang sudah baku. Hasil asesmen dibandingkan dengan baku mutu masing-masing parameter sesuai peraturan yang ada. Konsentrasi TSP, PM10, PM2,5, SO2, NO2, dan O3 di PSIKLH hampir semua berada di bawah baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, namun ada 8 dari 28 data PM2,5 berada di atas baku mutu. Konsentrasi H2S dan NH3 berada di bawah baku mutu sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 50/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. Pada asesmen tahun 2018, konsentrasi partikulat, SO2, NOx, dan CO pada generator berada di bawah baku mutu berdasarkan PermenLH No. 21/2008. Setelah peraturan baru PP No.15/2019 dikeluarkan, konsentrasi CO dan NOx telah melebihi baku mutu tersebut. PSIKLH mengirimkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ke pihak eksternal untuk dapat diolah, sedangkan limbah cair domestik dilakukan pengolahan dan pengujian sebelum dibuang ke lingkungan. Kualitas limbah domestik parameter pH, BOD, COD, minyak lemak, TSS dan amoniak berada di bawah baku mutu berdasarkan Permen LHK No.68/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Konsentrasi tanah di PSIKLH dan sedimen sungai di sekitar Kawasan Puspiptek berada di bawah baku mutu berdasarkan Canadian Soil Quality Guidelines for the Protection Of Environmental and Human Health dan juga Canadian Sediment Quality Guidelines for the Protection of Aquatic Life in Freshwater. Pemantauan rutin dan komprehensif lingkungan kawasan perlu dilakukan untuk mengetahui sumber pencemar yang potensial mencemari kawasan Puspiptek sehingga dampak pencemaran dapat diatasi.


Jurnal Ecolab ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 121-132
Author(s):  
Muharam Syam Nugraha ◽  
◽  
Asep Saefumillah ◽  
Ardhasena Sopaheluwakan ◽  

Penggunaan transportasi umum di DKI Jakarta selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) periode April – Mei 2020 meningkatkan kualitas udara secara signifikan, dibandingkan dengan tahun 2019. Salah satu parameter yang dapat menentukan kualitas udara adalah Total Suspended Particulate (TSP). Sampel TSP dikumpulkan dari lokasi Jaringan Pemantau Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Stasiun Meteorologi Kemayoran-Jakarta dan Pos Polusi Udara Cibeureum, Puncak-Bogor menggunakan alat High Volume Air Sampler (HVAS) selama 24 jam. Periode pengambilan sampel setiap enam hari sekali mulai 14 Maret hingga 19 Mei 2020. Konsentrasi TSP ditentukan menggunakan metode gravimetri. Rata-rata konsentrasi TSP pada tiga periode sampling pertama April 2020 (menjelang dan awal berlakunya PSBB) memiliki nilai terendah di Jakarta dan Puncak-Bogor berturut-turut sebesar 80,08 mg/m3 dan 40,51 mg/m3. Tingkat potensi toksisitas ditentukan untuk mengetahui efeknya terhadap kesehatan manusia. Potensi toksisitas dihitung dengan membagi konsentrasi TSP dengan nilai baku mutu nasional sebesar 230 ug/m3. Nilai potensial toksisitas rata-rata di Jakarta dan Puncak-Bogor masing-masing sebesar 0,527 dan 0,220. Sumber asal materi partikulat diketahui dengan digunakan model pollution-rose. Sampel TSP dikarakterisasi menggunakan instrumen Scanning Electron Microscopy (SEM). Unsur yang melimpah pada permukaan partikel, secara berurutan terdiri dari O, Si, C, Na, Al, K dan Ca. Rasio komponen (Ca, C, O, Na, Al, Si, dan K) yang terdapat pada sampel TSP dari Jakarta dan Puncak-Bogor masing-masing sebesar 1,303; 1,060; 1,026; 0,995; 0,969; 0,898; dan 0,882. TSP dari Puncak-Bogor memiliki morfologi dengan bentuk cenderung tidak beraturan, sedangkan TSP dari Jakarta cenderung berbentuk bulat yang bertumpuk. Berdasarkan morfologi dan analisis kimianya, sebagian besar sumber TSP di Puncak-Bogor berasal dari alam, sedangkan TSP di Jakarta berasal dari campuran partikulat sumber antropogenik.


Jurnal Ecolab ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 77-88
Author(s):  
Yunesfi Syofyan ◽  
◽  
Retno Puji Lestari ◽  
Yuriska Andiri ◽  
Sri Endah Kartiningsi ◽  
...  

Polychlorinated biphenyls (PCBs) adalah senyawa kimia organoklorin buatan manusia yang berbahaya pada kesehatan manusia, mahluk hidup, dan lingkungan. Penggunaan PCBs telah dilarang secara internasional pada kesepakatan dunia dalam Konvensi Stockholm. Indonesia telah menandatangani Konvensi Stockholm pada tanggal 23 Mei 2001 dan meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Ratifikasi Konvensi Stockholm mengenai Bahan Pencemar Organik yang Persisten. PCBs termasuk ke dalam kelompok persistent organic pollutants (POPs) yang terdaftar dalam Konvensi Stockholm, merupakan senyawa potensial sebagai penyebab kanker, mengganggu sistem imun, syaraf, reproduksi, dan kelenjar endokrin. Laboratorium Tanah dan Limbah Padat Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup (PSIKLH) telah melakukan validasi metode pengujian 21 senyawa congener PCBs pada berbagai matriks lingkungan yaitu air, padatan (sedimen/tanah), dan biota sebagai bagian dari penyusunan rancangan metode standar. Pengukuran PCBs dalam sampel air, padatan, dan biota mengacu pada USEPA metode 8082A: Polychlorinated biphenyls (PCBs) by Gas Chromatography dan USEPA metode 3541: Automated Soxhlet Extraction. Modifikasi dilakukan dalam hal waktu pengujian yaitu proses ekstraksi dan clean up menggunakan alat otomatis (SOXTHERM® dan DEXTech ver 1.3). Dari waktu ekstraksi secara manual selama 18-20 jam dapat dipersingkat menjadi 2-3 jam, sedangkan untuk proses clean up membutuhkan waktu hanya 50 menit. Sampel dianalisis menggunakan instrumen Gas Chromatography – Electron Capture Detector (GC-ECD) Agilent 7890B dengan program temperatur GC menggunakan kolom non polar RTx5 (id 0,25 mm dan ketebalan 0,25 mm) yaitu T detektor: 300oC, T kolom 70oC, T injektor 250oC, dan mode injeksi splitless. Validasi pengujian mengacu pada kriteria yang ditetapkan dalam Prosedur Pelaksanaan, PP 19/P3KLL tentang validasi dan verifikasi metode yang meliputi penentuan limit deteksi, uji akurasi, presisi, dan reprodusibilitas. Hasil validasi contoh uji biota memenuhi syarat keberterimaan pada 21 congener dengan hasil uji akurasi RSD≤0,67 Horwitz, sementara uji presisi dan reprodusibilitas RSD≤0,5 Horwitz. Beberapa congener yang tidak memenuhi batas keberterimaan akurasi, presisi, dan reprodusibilitas untuk matriks air antara lain 2,3-diCB (5), 2,4,6-triCB (30), dan DecaCB (209), dan pada matriks padatan (sedimen/tanah) antara lain 2,2’5-triCB (18), 2,4,5-triCB (31), dan 2,2’,3,4,5-pentaCB (87). Metode ini dapat digunakan untuk pengujian PCBs untuk congener yang memenuhi syarat keberterimaan.


Jurnal Ecolab ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (1) ◽  
pp. 1-11
Author(s):  
Retno Puji Lestari, S.Si,M.Sc ◽  
Dyah Aries Tanti ◽  
Miya Riski Utari ◽  
Yuni Kartika

Jurnal Ecolab ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (1) ◽  
pp. 31-44
Author(s):  
Farah Dewi Permatasari ◽  
Suwarno Hadisusanto ◽  
Eko Haryono

Jurnal Ecolab ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (1) ◽  
pp. 53-62
Author(s):  
Annita Nurhayati

Textille industry consumes huge amount of coal to operate their boiler. At the same time, the company generated huge amount of bottom ash from the boiler operation and it is considered as hazardous waste. PT. X has been attempting to reuse bottom ash mixed with solid waste compost to generate biofuel named as biomass coal fuel (BCF) briquettes as co-fuel for boiler combustion. This study conducted two boiler combustion experiments: i) co-firing boiler operation with 90% coal and 10% of BCF, and ii) 100% of coal. The SO2 and NO2 emissions were measured from the two experiments. The emission test was carried out using the MRU Optima 7 which is  equipped by an electrochemical sensor, combined with an extraction probe to be inserted into the stack. From the emission test results, the SO­2 concentration of 100% of coal burning was 150 mg/Nm3. SO2 concentration of coal fuel with a substitution of 10% BCF was 498.8 mg/Nm3. The NO2 concentration from 100% coal combustion was 174.2 mg/Nm3 while from mixed fuel combustion was 370.3 mg/Nm3. Using BCF as an aggregate for coal combustion did not bring in lower emissions of SO2 and NO2. Emission factor for SO2 from 100% coal combustion is 6.295 g/kg while for coal fuel with a substitution of 10% BCF is 31.09 g/kg. NO2 emission factor from 100%, coal burning is 7.31 g/kg while the emission factor of NO2 in coal fuel with a substitution of 10% BCF is 23.31 g/kg.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document