Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

74
(FIVE YEARS 37)

H-INDEX

2
(FIVE YEARS 0)

Published By "Research, Development And Innovation Agency, Ministry Of Environment And Forestry"

2579-5511, 2579-6097

2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 105-120
Author(s):  
Fahriya Puspita Sari ◽  
◽  
Nissa Nurfajrin Solihat ◽  
Muhammad Sholeh ◽  
Lucky Risanto ◽  
...  

Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat, Indonesia yang mempunyai fungsi vital sebagai sumber air. Pengolahan air sungai Citarum sebelum disalurkan ke masyarakat diperlukan untuk menghilangkan pengotor karena kandungan pengotor pada air sungai Citarum melebihi batas ambang yang dipersyaratkan untuk air konsumsi. Saat ini proses penjerapan atau adsorpsi merupakan proses yang umum digunakan pada perusahaan pegolahan air karena efektifitasnya. Pada penelitian ini, efektifitas lima agen penjerap yaitu silika, andisol, hidroton, antrasit, karbon aktif telah dievaluasi dengan perbedaan rasio padatan dan larutan, dan waktu kontak. Setelah pengolahan, kekeruhan dan logam berat dalam air dianalisa. Karakteristik permukaan, gugus fungsi, dan luas permukaan dari kelima agen penjerap dianalisa masing-masing menggunakan FE-SEM (Field Emission - Scanning Electron Microscopes), FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), dan analisa luas permukaan BET (Brunauer-Emmett-Teller). Hasil analisa menunjukan bahwa masing-masing andisol dan LECA menurunkan kekeruhan dari air citarum dari 21.3 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) menjadi 1.23 dan 2.52 NTU setelah waktu kontak 10 menit. Karbon aktif membutuhkan waktu 10 menit lebih lama untuk menurunkan kekeruhan menjadi 2.26 NTU akan tetapi karbon aktif memiliki luas permukaan yang paling tinggi yaitu 548.310 (m2/g). Luas permukaan berkaitan dengan hasil FE-SEM dimana karbon aktif memiliki pori yang teratur dan berukuran besar. Pada umumnya, andisol, LECA, dan karbon aktif telah berhasil menurunkan kekeruhan air Sungai Citarum yang berkaitan dengan luas permukaan partikelnya.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 155-170
Author(s):  
Baharinawati W. Hastanti ◽  
◽  
Arina Miardini

Penilaian indeks kerentanan longsor sangat diperlukan dalam upaya pengurangan risiko bencana. Kerentanan bencana tanah longsor di Kecamatan Banjarmangu dihitung berdasarkan hasil perhitungan indeks kerentanan pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Bencana. Penilaian kerentanan bencana tanah longsor menggunakan variabel kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan. Nilai indeks kerentanan dinyatakan dalam skala numerik dari 0 sampai 1 bergantung pada intensitas longsor yang terjadi. Hasil penilaian indeks kerentanan longsor berkisar antara 0,37-0,91 dengan rincian 12,78% dari total luas wilayah tergolong sangat tinggi (Desa Kesenet dan Kalilunjar), 57,86% tinggi (Jenggawur, Beji, Sijenggung, Sipedang, Banjarmangu, Rejasari, Sigeblog, Paseh dan Kendaga), 15,32% Sedang (Pekandangan, Banjarkulon dan Sijeruk), 14,02% Rendah (Majatengah, Gipit, dan Prendengan). Implikasi hasil penelitian ini adalah sebagai dasar pertimbangan kebijakan untuk mitigasi bencana longsor untuk meminimalkan risiko dan kerugian yang ditimbulkan. Salah satu fungsi indeks kerentanan bencana adalah menjadi peringatan (warning) dan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan tindakan penanganan bencana. Setiap daerah mempunyai indeks kerentanan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Masyarakat dengan kerentanan bencana yang tinggi dengan masyarakat kerentanan yang rendah diharapkan diperlakukan secara berbeda dalam penanganan tergantung pada tingkatan resikonya terhadap bencana tersebut. Oleh sebab itu masyarakat yang tinggal pada daerah dengan nilai kerentanan yang tinggi maka perlu meningkatkan kesiapsiagaan yang lebih tinggi terhadap terjadinya bencana longsor.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 121-140
Author(s):  
Kartika Triasary ◽  
◽  
Muhammad Yanuar Jarwadi Purwanto ◽  
Suria Darma Tarigan ◽  
◽  
...  

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidurian merupakan salah satu DAS di Pulau Jawa dengan kategori sebagai DAS yang dipulihkan. Kinerja DAS Cidurian secara umum dari hulu sampai dengan hilir termasuk dalam klasifikasi kategori buruk. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji karakteristik hidrologi DAS Cidurian menggunakan model hidrologi SWAT; 2) mengkaji kinerja hidrologi berdasarkan skenario simulasi yang disusun; dan 3) menyusun strategi keberhasilan Rehabilitasi Hutan dan Lahan pada DAS Cidurian berdasarkan skenario terbaik. Berbagai skenario penggunaan lahan dan pengelolaannya diujicobakan menggunakan model SWAT (Soil and Water Assessment Tool) untuk menduga dampak penerapannya terhadap karakteristik hidrologi pada DAS Cidurian. Skenario yang diaplikasikan adalah sebagai berikut: 1) Implementasi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Banten dan Jawa Barat; 2) Implementasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan dengan penanaman penanaman vegetative dan; 3). Implementasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan penanaman vegetatif dan Konservasi Tanah dan Air secara vegetatif dan sipil teknis. Kalibrasi dan validasi dari model menunjukkan kategori memuaskan dengan nilai NSE (Nash-Sutcliffe Efficiency) 0,53 dan 0,50. Semua skenario menunjukkan peningkatan respon hidrologi dibandingkan dengan kondisi eksisting tahun 2020. Ketiganya memberikan respon limpasan permukaaan dan hasil sedimen yang menurun serta aliran lateral dan aliran dasar yang meningkat. Semua skenario ini menurunkan nilai Koefisien Aliran Tahunan (KAT) dan Koefisien Regim Aliran (KRA). Skenario penerapan kombinasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan penanaman vegetatif dan Konservasi Tanah dan Air menjadi skenario terbaik dengan nilai KAT 0,27 (kategori rendah) dan KRA 22,40 (kategori rendah).


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 141-154
Author(s):  
Prasetyo Nugroho ◽  
◽  
Hatma Suryatmojo ◽  
Giska Parwa Manikasari ◽  
Hafsa Nur Afisena ◽  
...  
Keyword(s):  

Kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki peran strategis dalam pengendalian daur air, diantaranya adalah perannya dalam mengendalikan aliran permukaan untuk meningkatkan aliran dasar (baseflow) dan menjaga fluktuasi aliran sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya aliran dasar setelah 18 tahun direhabilitasi dengan studi kasus di DTA Gajah Mungkur yang terletak di hulu DAS Bengawan Solo. Pengukuran debit aliran selama 4 bulan dilakukan di Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang dilengkapi dengan alat perekam hujan dan debit aliran otomatis. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis vegetasi, analisis debit aliran sungai, analisis hidrograf aliran dan analisis Baseflow Index. Total hujan selama penelitian yaitu 45,8 mm dengan suhu udara rata-rata 22,45˚C. Kondisi kerapatan tegakan bervariasi dari kerapatan rendah sampai dengan tinggi, dengan kerapatan pohon berkisar antara 569 - 919 pohon/ ha. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai BFI pada bulan April-Agustus 2017 yaitu 44,63%. Pertambahan umur tegakan di DTA Gajah Mungkur sampai pada umur 18 tahun diikuti dengan perubahan struktur tegakan sehingga diduga berdampak pada meningkatnya kemampuan penyangga dan pengaturan daur air kawasan.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 171-184
Author(s):  
Cut Azizah ◽  
◽  
Hidayat Pawitan ◽  
Nuraida Nuraida ◽  
Halus Satriawan ◽  
...  

Daerah Aliran Sungai (DAS) mengalami peningkatan kerusakan akibat hubungan dan interferensi manusia yang berdampak pada kesetimbangan hidrologi sehingga terjadi bencana. Bencana banjir yang merupakan bencana hidrologi rutin terjadi di DAS Jambo Aye. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan karakteristik hidrologi DAS Jambo Aye terhadap potensi dan kejadian banjir di wilayah DAS Jambo Aye. Karakeristik kemiringan lereng, pergerakan tanah, analisis kelompok hidrologi tanah (HSG), Antecedent Precipitation Index (API) dan kurva limpasan digunakan sebagai indikator hidrologi untuk mengidentifikasi potensi banjir yang terjadi di DAS Jambo Aye. Analisis menunjukkan DAS Jambo Aye termasuk wilayah yang berpotensi mengalami banjir. Potensi banjir genangan terdapat di wilayah hilir yang mempunyai karakteristik lereng landai (12%), kapasitas infiltrasi sangat lambat (37,95%), nilai kurva limpasan tinggi (17%) dan tingkat kebasahan yang tinggi (26%). Banjir bandang berpotensi terjadi di wilayah hulu yang mempunyai karakteristik lereng curam, adanya pergerakan tanah dan curah hujan yang tinggi. Pengelolaan DAS perlu dilakukan di DAS Jambo Aye mengingat kejadian banjir yang sering terjadi.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 185-206
Author(s):  
Yudi Armanda Syahputra ◽  
◽  
Muhammad Buce Saleh ◽  
Nining Puspaningsih ◽  

Prediksi perubahan tutupan lahan yang baik akan menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi pembangunan di masa depan. Terdapat banyak metode dalam melakukan prediksi perubahan tutupan lahan yang tergantung pada kebutuhan data, algoritma pemodelan yang dilakukan dan output apa saja yang diperlukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji model prediksi perubahan tutupan lahan dari tahun 2007 hingga 2020 di DAS Krueng Aceh. Pendekatan yang dilakukan menggunakan penginderaan jauh dan SIG. Model Markov Chain (MC) dan Artificial Neural Network-Markov (ANN-MC) digunakan untuk memahami dinamika spatio-temporal tutupan lahan. Akurasi dari citra penginderaan jauh yang diklasifikasikan diperoleh dari hasil interpretasi visual pada citra resolusi sedang Landsat OLI tahun 2020 dengan nilai Kappa Accuracy sebesar 84%. Kedua model prediksi menggunakan data tutupan lahan tahun 2007 (T1) dan 2017 (T2) untuk membuat probability perubahan yang digunakan dalam memprediksi tutupan lahan pada tahun 2020 (T3). Validasi kedua algoritma menunjukkan korelasi yang kuat dengan peta tutupan lahan 2020, hal tersebut membuktikan kehandalan model kedua simulasi (ANN=87,81% dan MC=88,69%).


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 105-120
Author(s):  
Fahriya Puspita Sari ◽  
◽  
Nissa Nurfajrin Solihat ◽  
Muhammad Sholeh ◽  
Lucky Risanto ◽  
...  

Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat, Indonesia yang mempunyai fungsi vital sebagai sumber air. Pengolahan air sungai Citarum sebelum disalurkan ke masyarakat diperlukan untuk menghilangkan pengotor karena kandungan pengotor pada air sungai Citarum melebihi batas ambang yang dipersyaratkan untuk air konsumsi. Saat ini proses penjerapan atau adsorpsi merupakan proses yang umum digunakan pada perusahaan pegolahan air karena efektifitasnya. Pada penelitian ini, efektifitas lima agen penjerap yaitu silika, andisol, hidroton, antrasit, karbon aktif telah dievaluasi dengan perbedaan rasio padatan dan larutan, dan waktu kontak. Setelah pengolahan, kekeruhan dan logam berat dalam air dianalisa. Karakteristik permukaan, gugus fungsi, dan luas permukaan dari kelima agen penjerap dianalisa masing-masing menggunakan FE-SEM (Field Emission - Scanning Electron Microscopes), FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), dan analisa luas permukaan BET (Brunauer-Emmett-Teller). Hasil analisa menunjukan bahwa masing-masing andisol dan LECA menurunkan kekeruhan dari air citarum dari 21.3 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) menjadi 1.23 dan 2.52 NTU setelah waktu kontak 10 menit. Karbon aktif membutuhkan waktu 10 menit lebih lama untuk menurunkan kekeruhan menjadi 2.26 NTU akan tetapi karbon aktif memiliki luas permukaan yang paling tinggi yaitu 548.310 (m2/g). Luas permukaan berkaitan dengan hasil FE-SEM dimana karbon aktif memiliki pori yang teratur dan berukuran besar. Pada umumnya, andisol, LECA, dan karbon aktif telah berhasil menurunkan kekeruhan air Sungai Citarum yang berkaitan dengan luas permukaan partikelnya.


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 41-50
Author(s):  
Deffi Munadiyat Putri ◽  
◽  
Aries Kristianto ◽  

Flood is one of the most common hydro-meteorological disasters. Bengawan Solo is one of the watersheds in Indonesia that also hit by this disaster. This study discusses the flood disaster in the Bengawan Solo area in early March 2019. The purpose of this study is to conduct a discharge simulation using numerical weather model Global Forecast System (GFS) data through Integrated Flood Analysis System (IFAS) so it is possible to predict discharge in the future. There are three types of numerical weather model GFS data that have been downscale using weather research and forecasting model which differentiated based on spin-up time. The numerical weather model product is then used as rainfall data input for IFAS simulation. Based on the analysis, the flood discharge simulation using an 84-hour spin-up time has a satisfactory performance in describing the change in discharge with respect to time. This happens because numerical weather models will be better at quantifying processes that occur on a meso scale with spatial scale of 10 to 1000 km. The result of this research shows that it is possible to predict river discharge up to 84 hours before the disaster so this is can support the mitigation process for hydrometeorological disasters.


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 21-40
Author(s):  
Djati Mardiatno ◽  
◽  
Faridah Faridah ◽  
Sunarno Sunarno ◽  
Dwi Wahyu Arifudiin Najib ◽  
...  

Lake ecosystem balance is influenced by the interaction and interrelation of upstream and downstream processes of catchment. Environmental degradation upstream affects the trophic status of the lake, triggering the risk of environmental disasters. Integrated lake management is a form of governance to achieve sustainable development goals. This study aims to analyze the implementation of the Rawapening Lake management program plan spatially by considering the environmental risk conditions of the Rawapening catchment area. Semi-quantitative analysis is used to assess the level of disaster risk in Rawapening catchment area. The zoning results of environmental disaster risk areas are used as the basis for the implementation of the 2019 Rawapening lake management plan descriptively. The results showed that Rawapening catchment area has a very low, low, medium, high, and very high risk levels. Panjang Sub Watersheds, Galeh Sub Watersheds, Parat Sub Watersheds, Sraten Sub Watersheds have a high to very high risk level. The Rengas Sub Watershed, Torong Sub Watershed falls into the medium risk category. Low to very low risk levels are scattered in the Legi Sub Watershed, the Kedung Ringis Sub Watershed, and the Ringis Sub Watershed. The complexity of the problems in the agricultural, livestock, residential and industrial sectors is the main contributor to sediment and pollutants in the lake system. The integration of upstream and downstream processes is used as a consideration in conducting spatial planning for Rawapening Lake management to achieve management objectives.


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 51-68
Author(s):  
Yoga Satria Putra ◽  
◽  
Mentari Yuniar ◽  
Arie Antasari Kushadiwijayanto ◽  

Riverbank erosion is one indication of watershed damage. One of the causes is the phenomenon of tidal bores waves that occur in a river channel.The strength of tidal bores wave's can be measured based on its shear force parameter and dissipation energy. Wave shear force and dissipation energy are the parameters that play a role in a riverbank erosion process. Both of them are characterized by the Froude number (Fr) which is a function of the upstream river flow velocity (V0), the tidal bores flow velocity from the estuary (Vb), the river depth (h1), and the gravity acceleration (g). A numerical study of the phenomenon of undular tidal bores has been carried out in this article. Five undular bores simulations have been built using the open-source Computational Fluid Dynamics (CFD) software, OpenFOAM. This study aims to analyze the effect of the Froude number variations (Fr) on the magnitude of the wave shear coefficient (ϵ) and dissipation energy ( ) on undular bores cases. Five simulations of undular bores have been generated based on five Froude's numbers, Fr = 1.0, 1.1, 1.2, 1.3, and 1.4. The validation has been performed by comparing the experimental and numerical results from the scientific literature. The analysis results show that the increase in Fr has a significant effect on the increase in the ϵ and .These results indicate that the Froude number variations have influenced the wave shear coefficient and dissipation energy on the undular bores cases. Increasing the Fr values have triggered an increase in the value of ϵ linearly and exponentially. Thus, the erosion that occurs on the riverbank in the undular tidal bores phenomenon could be determined based on Froude's number.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document