Penawaran Syahrur terhadap sikap skriptualis-literalis dan modernis-sekularis dari masyarakat Islam saat ini adalah kembali kepada Inzal (al-Qur’an), teks asli dari wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif, untuk menganalisis epistemologi ijtihad Syahrur. Hasil kajian menunjukkan bahwa, pemikrian Syahrur mengenai epistimologi bersumber dari alam materi yang berada di luar eksistensi manusia. Syahrur dalam menafsirkan ayat-ayat ahkam, masih sepakat untuk menjaga kemurnian ajaran al-Qur’an yang shalah likulli zaman wa makan. Menurut Syahrur, tumpuan kebenaran berdasarkan tiga pilar, yaitu: wahyu, akal, dan realitas. Perpaduan antara wahyu, akal dan indera akan mengahasilkan pengetahuan hukum Islam yang baru dan modern. Penawaran Syahrur, tentang teori historisitas ilmiah, hermeneutika lingustik dan dialektika Marxis, menunjukkan upaya mendekonstruksi ilmu pengetahuan yang sudah paten dalam penerapan hukum Islam. Perbedaan konsep ijtihad ushul fiqh klasik dengan konsep ijtihad Syahrur, antara lain: 1) menempatkan ijtihad pada posisi vital bagi hukum Islam modern; 2). konsep ijtihad Syahrur hanya pada tahapan menghalalkan atau mengharamkan sesuatu, karena merupakan hak prerogratif Allah; 3). konsep ijtihad Syahrur mengharuskan prestasi ilmiah dan sistem pengetahuan modern; 4). konsep ijtihad Syahrur membolehkan ijtihad terhadap seluruh teks hukum, walaupun oleh para ulama dipandang qath’i; dan 5). konsep ijtihad Syahru dapat dilakukan secara individual.