Tsaqofah
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

42
(FIVE YEARS 36)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten

2622-7657, 1412-6478

Tsaqofah ◽  
2021 ◽  
Vol 19 (02) ◽  
pp. 113
Author(s):  
Ryas Basmala

This study explains how the Chinese in Surakarta have established themselves to convert to Islam. While in other big cities there are already associations to accommodate Chinese Moslem people, but in Surakarta, which is a big city, there is no forum to gather these people. This study uses four main steps of the historical method, namely: (1) heuristics, (2) source criticism, (3) interpretation, and (4) historiography. The result of this research is that the Chinese descent converted to Islam due to three reasons, the first is because of marriage, the second is guidance, and the third is because they follow the religion of their parents or are Muslim since birth. Although there is no PITI (Indonesian Chinese Islamic Association) in Surakarta, in Surakarta there is an organization called Mualaf Center Soloraya, this organization can be used to add Islamic insight to people who have converted to Islam.


Tsaqofah ◽  
2021 ◽  
Vol 19 (02) ◽  
pp. 125
Author(s):  
Ani Anggrayani

Islam sangat berpengaruh dalam pemebentukan dan perkembangan masyarakat Banten. Pada masa kolonial, aspek-aspek kehidupan yang berkaitan dengan Islam telah terintegrasi.  Pribumi yang mengalami diskriminasi pendidikan dan keterpurukan umat Islam itu sendiri yang tidak mampu bangkit dari penjajah pada masa itu, menjadi alasan kuat seorang ulama Banten bernama KH. Syam’un lahir pada masa penjajahan Belanda untuk mendirikan sekolah berbasis Islam. Atas dasar tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti, bagaimana konteks Islam di Banten, bagaimana riwayat hidup pendiri Al-Khairiyah Citangkil, bagaimana modernisasi pendidikan pesantren Al-Khairiyah Citangkil Cilegon  Banten yang dilakukan oleh KH. Syam’un. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui Modernisasi Pendidikan Islam di Banten yang dilakukan oleh KH. Syam’un memalui Pesantren Al-Khairiyah Citangkil. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penulisan sejarah yaitu: Tahap Heuristik, Tahap Kritik, Tahap Interpretasi, dan Tahap Historiografi. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan yaitu: KH. Syam’un sebagai seorang ulama di Banten mendirikan pendidikan Pesantren Al-Khairiyah Citangkil Cilegon pada tahun 1916 mengunakan sistem tradisional, di tahun 1925 pesantren mengalami modernisasi dengan menggunakan sistem klasikal menggabungkan sistem pendidikan Islam dengan nonkeagamaan.


Tsaqofah ◽  
2021 ◽  
Vol 19 (02) ◽  
pp. 103
Author(s):  
Retno Sirnopati

Istilah Islam Wetu Telu masih kontroversi karena istilah tersebut dianggap buatan kolonialisme untuk mengkotak-kotak Islam yang ada di Lombok. Dengan demikian agama asli Suku Sasak perlu ditelusuri dan dikaji sehingga masyarakat lokal Lombok memahami asal usul agama dan akar budaya budayanya. Istilah Wetu Telu secara umum dipahami sebagai kepercayaan masyarakat lokal Sasak yang belum menerima pemahaman Islam secara utuh. Penjelasan tentang Wetu Telu akan diuraikan berdasarkan kepada pandangan atau pendapat dari orang dalam sendiri (insider) dan orang luar (outsider). Tulisan ini akan menguraikan tentang jejak Islam wetu telu; jejak dan perkembangannya di Gumi Sasak Lombok. Tulisan ini merupakan kajian pustaka dengan mengkaji beberapa refrensi utama dari penelitian sebelumnya tentang Islam Sasak yang berada di Pulau Lombok. Dari hasil telaah disimpulkan bahwa Wetu Telu yang dianggap sebagai kepercayaan lokal masyarakat Sasak Lombok keyakinannnya merupakan bentuk sinkretik dari kepercayaan sebelumnya (Hindu-Budha-Boda) yang sering dihadapkan pada kepercayaan Islam Waktu Lima.  Orang luar melihat hanya pada aspek terminologi yang seringkali berbeda dengan pemahaman penganut Wetu Telu itu sendiri sehingga terjadi kesalahpahaman maksud dari Wetu Telu. Adapun bagi penganut Wetu Telu, istilah tersebut hanya merupakan simbolik yang memiliki makna dan interpretasi yang luas.


Tsaqofah ◽  
2021 ◽  
Vol 19 (02) ◽  
pp. 149
Author(s):  
Ahmad Zainuri ◽  
Fitriani Fitriani

Abstract Religious rituals during the COVID-19 pandemic are indeed different from previous times. Nowadays, it is required to use a series of conditions in running it. In various regions in carrying out many worship activities, cultural rites, religion must be limited by several provisions. In celebration, not all will attend the assembly or mosque. As for this article, the author uses a phenomenological approach methodology to map current phenomena on the surface that are different from religious activities before the outbreak of Covid-19. The result of this study is that pilgrimage to the grave has become a rite in Islamic society when approaching major holidays, making pilgrimages always a social gathering and ritual that must be carried out even though there is a pandemic. However, with this pandemic, many public cemeteries have been closed and many appeals not to come to the graves during the pandemic, especially during major holidays in Islam. So it can be concluded that the religious ritual of pilgrimage to the grave, which has taken root in the community and becomes a ritual that must be carried out when approaching a certain day, cannot be limited even with the Covid-19 pandemic. Abstrak Ritual keagamaan di masa pandemi covid-19 ini memang berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Masa hari ini dituntut untuk menggunakan serangkaian persyaratan dalam melaksanakannya. Di berbagai daerah dalam melaksanakan banyak kegiatan peribadatan, ritus budaya, agama harus dibatasi dengan beberapa ketentuan. Dalam perayaannya, memang tidak semua akan hadir dalam sebuah majelis atau masjid. Adapun pada artikel ini penulis menggunakan metodologi pendekatan fenomenologi untuk memetakan sebuah kejadian fenomena yang hari ini timbul dipermukaan yang ada sebuah perbedaan dengan kegiatan keagamaan di kala sebelum mewabahnya covid-19. Hasil daripada kajian ini ialah ziarah kubur yang sudah menjadi ritus dalam masyarakat Islam ketika menjelang hari-hari besar, menjadikan ziarah akan selalu menjadi pertemuan dan ritual keagamaan yang tetap harus dikerjakan meski pandemi. Namun, dengan adanya pandemi ini, tempat pemakaman umum banyak yang ditutup dan banyak himbauan untuk tidak datang ke makam di masa-masa pandemi, terutama ketika hari-hari besar dalam Islam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ritual keagamaan ziarah kubur yang sudah mengakar dalam masyarakat dan menjadi ritual yang wajib dikerjakan ketika menjelang hari tertentu, tidak bisa dibatasi meskipun dengan adanya pandemi Covid-19 ini.


Tsaqofah ◽  
2021 ◽  
Vol 19 (02) ◽  
pp. 91
Author(s):  
Asep Yusup Hudayat

Women, nature, ghost, and taboo are the main discourses related to magical realism in “Burak Siluman”, a novel by Moh. Ambri. In Burak Siluman, women (the main sign) were connected to the discourse of nature, ghost, and taboo. In it, women represent the suppressed desires of the lower class for wealth, position, honor wrapped in narratives of fascination, search, wandering, misfortune, and a curse. Discourses on the supernatural, half-ghost, and taboo legends in the novel are important traditional realities that are studied and seen by the workings of the concepts of magical realism in the colonial period of the Dutch East Indies. The main problem is: how does the concept of magical realism affect the construction of the world (physical and supernatural), especially related to ghost and taboo narratives in “Burak Siluman”. Thus, the main objective of this research is the interaction of the influence of magical realism on narratives construction related to women, nature, ghost, and taboo. To resolve the issue, the concept of contemporary magical realism is used from a postcolonial perspective. The results of this study is the placement of the "between" space (magic in rational) which is represented in the wandering figure is the core idea of ​​magical realism in “Burak Siluman”.


Tsaqofah ◽  
2021 ◽  
Vol 19 (02) ◽  
pp. 141
Author(s):  
Latif Kusairi ◽  
Ida Ayu Cahyani ◽  
Martina Safitry

This study is a historical study of the development of local Islam in Kaliyoso Village, Kalijambe District, Sragen Regency, Central Java. Kaliyoso was the forerunner of the spread of Islam in the northern region of Surakarta City. The teachings of Islam in Kaliyoso were first spread by a cleric descended from a local Muslim family named Kiai Abdul Jalal I (Bagus Turmudi). After paying attention to the steps of the struggle of Kiai Abdul Jalal I in developing the Islamic religion, the struggle for preaching from Kiai Abdul Jalal I was continued by the sons of Wayah Kaliyoso with an effort to establish a foundation called the Yayasan Umat Islam Kaliyoso (YAUMIKA) in 1969. This research using a historical methodology that has four main stages of historical methods, namely (1) heuristics, (2) verification, (3) interpretation, (4) historiography. The results of this study indicate that the Yayasan Umat Islam Kaliyoso (YAUMIKA) has a role and contribution in efforts to foster the Kaliyoso community towards a more advanced civilization, as well as organize Islamic community activities. This was done with the aim of spreading the religion of Islam and the welfare of the people of Kaliyoso and its surroundings.


Tsaqofah ◽  
2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 63
Author(s):  
Rizky Khairina ◽  
Angga Pusaka Hidayat

Tulisan ini bermaksud menjelaskan proyek budi daya cengkeh di Lampung Selatan pada masa Orde Baru. Secara lebih khusus, dibicarakan mengenai Proyek Pengembangan Cengkeh Lampung (PPCL) pada periode 1974-1987. Proyek ini dilakukan sebagai bentuk diversifikasi komoditas dari kopi menjadi cengkeh. Tanaman kopi yang sudah tidak produktif lagi diganti dengan cengkeh. Sejak lama cengkeh adalah komoditas penting. Budidaya cengkeh di Lampung dapat ditelusuri hingga akhir abad ke-19 sebagai bagian dari ekspansi penanaman yang dilakukan oleh pihak kolonial di kebun-kebun milik rakyat. Akibatnya, budi daya cengkeh cepat menyebar ke beberapa daerah di Lampung, tidak hanya di pesisir/dekat sungai melainkan di daerah-daerah bukan pesisir juga dilakukan penanaman cengkeh. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri atas tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber-sumber yang digunakan berupa arsip, buku, surat kabar, dan wawancara sejarah lisan. Melalui sumber-sumber tersebut dapat diketahui bahwa sebelum dibubarkan, budidaya cengkeh yang dilakukan dibawah koordinasi PPCL mampu meningkatkan taraf hidup petani. Akan tetapi, karena masalah tumpang tindih kepemilikan tanah dan banyaknya pemilik lahan yang menjual tanahnya, PPCL pun akhirnya bubar.


Tsaqofah ◽  
2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 17
Author(s):  
Angga Pusaka Hidayat

Penulisan sejarah semakin berkembang secara tema, objek kajian, sumber, metode,  maupun metodologi. Hadirnya kebaruan dalam penulisan sejarah menuntut pendekatan yang juga relatif baru. Penulisan sejarah sebagai representasi dari serangkaian proses penelitian sejarah sejatinya merupakan buah dari proses penafsiran atas segala jejak/bukti yang sampai pada sejarawan. Penggunaan sumber visual yang semakin berkembang di kalangan sejarawan secara bersamaan mengharuskan sejarawan memiliki perangkat untuk menafsirkan sumber tersebut. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam menginterpretasi sumber visual ini adalah pendekatan semiotika. Konsep dalam semiotika, antara lain, konsep bilateral petanda-penanda dan denotasi-konotasi sangat berguna untuk digunakan sebagai alat anlisis dan membantu menyusun eksplanasi. Berkembangnya sejarah penampilan pun menjadi jalan lain untuk penggunaan pendekatan semiotika dalam penulisan sejarah. Dimensi semiotika diharapkan mampu untuk semakin meneguhkan hakikat sejarah dalam menafsirkan, menjelaskan, dan mengerti.


Tsaqofah ◽  
2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 79
Author(s):  
Agung Pangeran Bungsu

Dakwah kultural merupakan jawaban dari pertanyaan model dakwah bagi kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk. Dakwah yang memberi perhatian pada potensi maupun kemampuan sasaran dakwah menghasilkan output yang jauh lebih baik tentunya. Seorang da’i bernama Tengku Nasruddin mengembangkan model dakwah kultural pada masyarakat suku Gayo di daerah Aceh bagian tengah. Tengku Nasruddin bergerak dan berinovasi mengembangkan kemampuan pemahaman  Al Quran hingga akhirnya melahirkan peserta didik dengan prestasi gemilang. Tulisan ini akan mencoba mengulas bagaimana dakwah yang dilakukan Tengku Nasruddin pada masyarakat suku Gayo, peran Tengku Nasruddin di tengah-tengah masyarakat serta tantangan da’i dalam pengembangan dakwah perspektif Tengku Nasruddin. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untuk melibatkan interpretasi serta pendekatan alamiah pada materi subjek. Ditemukan simpulan bahwa pengembangan dakwah kultural Tengku Nasruddin pada masyararakat suku Gayo menekankan pada nilai-nilai luhur dengan cara tidak memaksa, serta menghargai pemahaman sasaran dakwah hingga akhirnya pesan kebaikan dapat diterima.


Tsaqofah ◽  
2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
M. Kholid Muslih

يهدف هذا المقال إلى رصد ظاهرة الصلاح الديني الفردي في أوساط المجتمع الإندونيسي، التي أخذت –حسب ما توصلت إليه الدراسات - تنمو بشكل ملحوظ ومطرد من وقت إلى وقت، وإلى أي مدى تؤثر ذلك في سلوكهم الاجتماعي والسياسي، التي قيل أنه لا علاقة بينهما. هذه الدراسة التي تقوم على منهج وصفي تحليلي، قد انتهى إلى النتيجة: بأن للصلاح الديني الفردي أثر كبير في تكوين الصلاح الاجتماعي والسياسي، والعكس أيضا صحيح. وما قيل بأن نمو ظاهرة الصلاح الديني الفردي لا يؤثر في تقدم حصول الأحزاب ذات اتجاه إسلامي وطني على أصوات الناخبين، كلام عار من الصحة، بحيث أن أغلب الناخبين لأحزاب ذات اتجاه إسلامي وطني ووطني إسلامي هم المتدينون؛ مما يعني أن تقدمها يحتاج إلى مزيد من الجهد في توسيع دائرة الصلاح الديني الفردي من جهة، وتقديم مقاربة إنسانية مصلحية لجلب أوساط الغير المتدينين من جهة أخرى. 


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document