Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

65
(FIVE YEARS 46)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

2686-0252, 1979-634x

2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 136
Author(s):  
CINTYA NURIKA IRMA

<p>Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan aspek-aspek psikologis berdasarkan kajian psikologi humanistik tokoh utama dalam novel <em>Dua Garis Biru</em> karya Lucia Priandarini. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik yang digunakan adalah teknik pengumpulan data, teknik triangulasi dan teknik analisis data merujuk pada analisis interaktif Miles dan Huberman. Analisis data dilakukan dengan menandai dan menentukan teks novel, mengklasifikasikan teks novel, dan menyimpulkan hasil klasifikasi teks novel yang selaras dengan kajian psikologi humanistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh utama mampu memenuhi aspek kebutuhan humanistik. Tujuh aspek kebutuhan humanistik antara lain kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan dihargai, kebutuhan intelektual, kebutuhan estetis, dan kebutuhan mengaktualisasikan diri.</p><p> </p><p>Kata Kunci: Psikologi, Kajian Humanistik, Novel <em>Dua Garis Biru</em></p>


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 164
Author(s):  
I Putu Permana Mahardika ◽  
Dwi Mahendra Putra ◽  
Ni Made Ari Dwijayanthi ◽  
Ni Made Ayu Susanthi Pradnya Paramitha ◽  
Gek Diah Desi Sentana

<p><span lang="EN-IN">This study aims to describe the morphophonemic process that occurs as a result of the affixing process. The theory used in this research is the theory of Generative Morphology and Phonology (Schane, 1992). The results of this study indicate; (1) there is a change in sound that produces a new sound due to the meeting of two different morphemes, such as: nasal /ŋ/ becomes a homogeneous sound with preexisting obstruent sounds, such as [p, b, d, t, c , j, s, k, g] and changes in vowel sounds in the affixation process, such as changes in vowels [a, u] turning into vowels [o], [a, i] turning into vowels [e]; (2) there are additional sounds caused by the meeting of two different morphemes, such as the addition of sounds [n, y, w, l, k, t].</span></p>


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 143
Author(s):  
Nenden Nur Intan
Keyword(s):  

<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan campur kode dalam bertutur bahasa Indonesia terhadap identitas bangsa dengan menggunakan metode deskripsi kualitatif. Strategi yang digunakan adalah analisis isi, yaitu menganalisis hasil dokumen yang diberikan oleh responden mengenai tindak tutur campur kode terhadap identitas bangsa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuisioner melalui media google formulir kepada responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan campur kode dalam bertutur bahasa Indonesia. Biasanya ciri menonjolnya berupa situasi informal dan bisa juga terjadi karena keterbatasan bahasa yang tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan memasukkan unsur bahasa lain dalam tuturannya. Dari hasil penelitian, dinyatakan ada beberapa faktor terjadinya campur kode, di antaranya 1) Terjadi secara spontan. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan faktor lingkungan yang sering menggunakan campur kode, kemudian tanpa sadar diikuti. 2) Sudah menjadi kebiasaan. Masyarakat bilingual yang terbiasa menggunakan dua bahasa akan tanpa sadar mencampurkan dua unsur bahasa menjadi satu, hal tersebut terus berulang, sehingga menjadi kebiasaan. 3) Sulit menemukan arti bahasa Asing dalam bahasa Indonesia. Jika campur kode terjadi karena memang seseorang memiliki keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan memasukkan unsur bahasa lain, maka itu adalah hal yang wajar. Tetapi, lain halnya jika mengikuti pergaulan tanpa mementingkan identitas dari bahasa Indonesia itu sendiri, maka bahasa Indonesia semakin lama akan semakin memudar dan akan mengikis identitas nasional. Oleh karena itu, kita harus menjaga bahasa Indonsia agar jati diri bangsa Indonesia tidak luntur.</p>


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 149
Author(s):  
Putu Eddy Purnomo Arta ◽  
Kadek Jayanthi Riva Prathiwi ◽  
I Kadek Ruminten

<p><em>This research examines the teacher's strategy for increasing the ability to speak in Balinese. The method used is a qualitative method with a descriptive approach. The use of local languages in everyday life, especially Balinese, has declined due to lack of motivation to learn. This is reflected when speaking in Balinese. Seeing this phenomenon, then a teacher has an important role in improving students' speaking skills in accordance with the language of Bali. The purpose of this study is to improve students' speaking ability in Balinese. Through appropriate learning strategies, teachers are expected to be able to improve students' speaking skills, which are supported by the family environment. Factors that influence students' speaking skills using Balinese are internal and external factors. Hopefully, with the collaboration between family and teachers in schools in educating children, especially practicing the ability to speak in Balinese, can give birth to a child who loves his own culture, especially Balinese.</em></p>


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 175
Author(s):  
I Dewa Gede Darma Permana

<p align="center"><strong>Abstrak</strong></p><p><strong>Pendidikan susila merupakan salah satu pengetahuan yang wajib dipelajari oleh setiap manusia di dunia, tidak terkecuali suami-istri dalam kehidupan berumah tangga. Terlebih pendidikan susila merupakan salah satu pedoman dalam  membentuk keluarga yang harmonis. Dalam ajaran agama Hindu, kisah <em>Āranya Kānda Ramāyāna</em> merupakan cerita luhur yang menjadi bagian dari kitab suci Weda. Di dalamnya terdapat cerita yang menegangkan ketika Dewi Sītā sebagai istri dari Śrī Rāma, diculik oleh raksasa Ravana. Berkaca dengan hal tersebut, penelitian ini tertarik mengkaji lebih dalam mengenai kisah <em>Āranya Kānda Ramāyāna </em>tersebut, untuk menemukan pendidikan susila untuk kehidupan rumah tangga. Dalam penelitian ini, dirumuskan juga beberapa permasalahan, yaitu terkait pendidikan susila dalam kehidupan berumah tangga, kisah <em>Āranya Kānda Ramāyāna</em>, serta pendidikan susila yang terkandung didalam kisah <em>Āranya Kānda</em> <em>Ramāyāna </em>sebagai jawaban dari tantangan kehidupan berumah tangga. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif,, dan studi kepustakaan, serta menggunakan analisis data dari Miles and Huberman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, kisah <em>Āranya Kānda Ramāyāna </em>mengandung berbagai nilai-nilai etika dan moralitas baik untuk suami dan istri. Dengan mengetahui pendidikan susila tersebut, tentu bermanfaat sebagai pedoman dalam membentuk kehidupan rumah tangga yang harmonis.</strong></p><p><strong><em>Kata Kunci: Pendidikan Susila, Āranya Kānda, Rumah Tangga Harmonis</em></strong><strong><em> </em></strong></p><p> </p><p align="center"><strong><span lang="EN-IN">Abstract</span></strong></p><p><strong><em>            Moral education is one of the knowledge that must be learned by every human being in the world, including husband and wife in married life. Moreover, moral education is one of the guidelines in forming a harmonious family. In Hinduism, the story of Āranya Kānda Ramāyāna is a sublime story that is part of the Vedic scriptures. In it there is a tense story when Dewi Sītā as the wife of Śrī Rāma, was kidnapped by the giant Ravana. Reflecting on this, this study is interested in studying more deeply about the story of the Āranya Kānda Ramāyāna, to find moral education for domestic life. In this study, several problems were also formulated, namely related to moral education in married life, the story of Āranya Kānda Ramāyāna, and moral education contained in the story of Āranya Kānda Ramāyāna as an answer to the challenges of married life. By using qualitative research methods, and literature studies, and using data analysis from Miles and Huberman. The results of this study indicate that the story of Āranya Kānda Ramāyāna contains various ethical and moral values for both husband and wife. By knowing the moral education, it is certainly useful as a guide in forming a harmonious household life.</em></strong></p><strong><em>Keywords: Moral Education, Āranya Kānda, Harmonious Household</em></strong>


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 110
Author(s):  
Putu Eka Sura Adnyana

<p>Kakawin adalah salah satu karya sastra Jawa Kuno yang mengandung nilai-nilai kehidupan sangat tinggi. Istilah <em>kakawin</em> berasal dari bahasa Sanskerta yaitu <em>kawi </em>dan dalam sastra Sanskerta klasik <em>kawi </em>berarti “penyair”.<strong> </strong><em>Kakawin Nītiśāstra</em> berasal dari kata <em>Nìti </em>dan <em>śāstra</em>. <em>Nìti</em> berarti undang-undang yang mengatur negeri sedangkan <em>śāstra</em> berarti pelajaran agama atau pelajaran dharma. <em>Kakawin Nītiśāstra</em>  dikarang oleh seorang pengarang yang tidak dikenali namanya.<strong> </strong>Teori yang digunakan adalah teori semiotika model Riffaterre<strong>. </strong>Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dengan menggunakan metode simak yang dikombinasikan dengan teknik dasar catat. dilanjutkan dengan menggunakan metode dan teknik analisis data yang meliputi (1) Reduksi Data, (2) Penyajian data, dan (3) Verifikasi. Diakhiri dengan metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal. <em>Kakawin </em><em>N</em><em>ī</em><em>ti</em><em>śā</em><em>stra</em> hanya berisikan dan memuat anuprasa serta <em>sabdālaṃkara </em>yaitu <em>puspayamaka</em> dan <em>wr</em><em>ê</em><em>tantayamaka</em>, namun didalam<em> Kakawin</em><em> </em><em>N</em><em>ī</em><em>ti</em><em>śā</em><em>stra </em>tidak ditemukannya <em>sabdālaṃkara </em>yang lain seperti <em>kanciyamaka</em>, <em>padādyantayamaka</em>, <em>padantayamaka</em>.<strong> </strong>Kepemimpinan dalam teks Hindu seperti <em>kakawin Nītiśāstra </em>senantiasa berorientasi kepada tujuan hidup sekala dan niskala, jagatditha dan moksa yaitu, terpeliharanya keseimbangan hidup lahir dan batin.</p>


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 119
Author(s):  
Sakillah Sakillah ◽  
Fitri Fitri ◽  
Zulfahita Zulfahita

pertama


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 91
Author(s):  
I Putu Wiyasa

<p><em>Kakawin Kumudawatī </em>adalah <em>kakawin  </em>yang mengambil tema  dari cerita <em>Tantri</em>. <em>Kakawin Kumudawati </em>menceritakan kisah sepasang angsa dan juga sepasang <em>empas</em> yang berteman baik di telaga <em>Kumudawatī</em>. <em>Kakawin </em>ini tergolong baru dan digolongkan ke dalam <em>Kakawin Minor </em>karena <em>Kakawin Kumudawatī </em>ini tergolong baru, maka sangat menarik dikaji dari segi struktur formalnya. Adapun struktrur formal <em>kakawin </em> yang akan dikaji meliputi <em>guru laghu, wrĕta, mātra, gana, canda, carik, pada, pupuh, </em>dan <em>alamkara</em>.</p><p>Analisis struktur formal <em>Kakawin Kumudawati </em>dilakukan agar dapat mengetahui keteraturan <em>Kakawin Kumudawati </em>dalam pembentukan kaidah-kaidah <em>guru-laghu, wrĕtta</em>-<em>matra, pada</em> dan <em>Gaṇa</em>. <em>Guru</em> dan <em>Laghu </em>dalam  <em>Kakawin Kumudawatī </em>terkomposisi atas tiga-tiga kelompok menjadi satu satuan yang disebut <em>gana</em>. Satuan <em>Gana </em>kemudian  disusun menjadi <em>matra</em>. Jumlah suku kata (<em>wreta</em>) dan <em>matra </em>membentuk <em>canda</em>. Dari komposisi <em>canda </em>tersebut kemudian dimasukkan kata-kata dalam bahasa Jawa Kuno membentuk <em>Kakawin Kumudawatī</em>. <em>Kakawin Kumudawati </em>menggunakan lima metrum yaitu metrum <em>Jagaddhita, Basantatilaka, Kilayumanĕdĕng, Rajani,</em> dan <em>Indrawangsa.</em></p>


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 154
Author(s):  
I Wayan Sugita

<p class="abstrak">This article aims to discuss the inheritance of the performing arts of drama gong to the next generation. As a form of qualitative research, data collection was carried out through analysis of four selected drama gong stories, namely (1) Suluh Ikang Praba; (2) Gesing Reed Beads; (3) Nila Warsiki; and (4) Jayaprana produced in 2019 – 2021. Research data were also collected through observation, document studies, and interviews with several informants who understand the performing arts of gong drama in Bali. Data analysis was carried out qualitatively by applying the theory of semiotics and Bourdeau's social practice. The results of the study indicate that the inheritance of drama gongs is very urgent: (a) to preserve drama gongs; (b) regeneration of young Balinese as supporters of the drama gong; (c) drama gongs are part of Balinese cultural identity, and (d) drama gong as a medium for educating Balinese language and culture. The inheritance of the performing arts of drama gong is carried out through a formal strategy, namely through formal education from kindergarten (PAUD) to college in part by the State Hindu University I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, and an informal strategy, namely the role of families and art-culture studios in socializing, enculturating values. cultural values in the art of performing the drama gong to the younger generation of Bali.</p>


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 100
Author(s):  
I Putu Agus Aryatnaya Giri

<p>Sastra lahir<em> </em>dari sebuah ide, lalu mengeram, berkelindan, dan tumpah menjadi gagasan<em> </em>tentang kehidupan manusia yang diidealisasikan. Jadi, sastra pada hakikatnya<em> </em>adalah ideologi yang ditawarkan sastrawan. Di sana, ada nilai-nilai yang hendak<em> </em>ditanamkan. <em>Kakawin Niti Sastra</em> sebagai salah satu produk karya sastra Hindu klasik, banyak mengandung ideologi tentang kepemimpinan, sehingga perlu dikembangkan dan disebarluaskan di kalangan masyarakat. Kepemimpinan yang ideal menurut <em>Kakawin Niti Sastra</em> dapat dilihat dari kemampuan seorang pemimpin dalam mengaplikasikan ciri-ciri atau sifat-sifat psikologis yang positif dengan indikator <em>Tri Kaya Parisudha. </em>Artinya, pemimpin yang ideal menurut <em>Kakawin Niti Sastra</em> adalah pemimpin yang mampu mengaplikasikan konsep berfikir yang baik (<em>Manacika Parisudha</em>), berkata yang baik (<em>Wacika Parisudha</em>), dan berbuat yang baik (<em>Kayika Parisudha</em>) dalam menjalankan kewajibannya. Ideologi dibalik kepemimpinan <em>Niti Sastra</em> didasarkan pada ideologi kepemimpinan pada masa Kerajaan Majapahit yakni <em>Catur Kotamaning Nrpati</em> yang merupakan salah satu sistem ide karena memberikan arah dan tujuan bagi kelangsungan kepemimpinan seseorang. Ideologi tersebut dapat diuraikan kedalam empat bagian yaitu <em>Jnana Wisesa Suddha, Kaprahitaning Praja, Kawiryan dan Wibawa.</em></p><p> </p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document