Exploring the Use of Paradata in Predicting Nonresponse in the Indonesian Family Life Survey

Author(s):  
Hui-Peng Liew ◽  
Sheena Gardner
2019 ◽  
Author(s):  
Ni Ketut Aryastami ◽  
Endang Achadi

Abstract Background Impaired growth in children can starts during pregnancy and continue to a few years after birth. Age of 0-2 year is considered as the critical window of growth after birth. This study aimed to investigate the influence of early growth towards growth in the pre-pubertal period. Methods The study was utilizing the Indonesian Family Life Survey panel data of 1993, 1997, and 2000, covered 13 out of 27 provinces. The sample was children aged 0-2 years (year 1993), 4-6 years (1997) and 7-9 years old (2000).The data analysis was conducted using SPSS version 13.0. Results About 77% of children who were stunting at 0-2 years and continued at age 4-6 years, remained stunting at ages 7-9 years; 59.5% who were stunting at 4-6 years, remained stunting at age 7-9 years; 10% who were normal at ages 0-2 and 4-6 years become stunting at age 7-9 years, and 16% among those who were stunting at age 0-2 year become normal at age 4-6 years. Multivariate analysis showed that children who were stunting at age 0-2 years and continued until age 4-6 years have 27 times risk of becoming stunting at age 7-9 and those who were stunting at age 4-6 years have 14 times risk. On the other hand, those who were stunting at age 0-2 years but became normal at age 4-6 years, were not related to the risk of becoming stunting at later age. Conclusion Stunted at age 7-9 years is appointed by shortness at the previous period especially when it began at age of 0-2 years and extended into age of 4-6 years. Particular concern has to be carefully interpreted for the evidence of regaining height of stunted children at 0-2 years into normal height at 4-6 years.


2013 ◽  
Vol 58 (02) ◽  
pp. 1350014 ◽  
Author(s):  
KITAE SOHN

Using the Indonesian Family Life Survey, this paper elucidates the factors related to happiness in Indonesia. Some factors yield results consistent with those in the literature, but other factors such as unemployment and the female gender turn out not to be robust. Some attempts are made to purge endogeneity for past income mobility, social trust, and political environment. Also, measures with a more immediate impact on happiness are exploited for social trust and political environment. The sign of the coefficient on past income mobility is reversed once the variable has been purged of endogeneity. In addition, social trust and political environment are found to have little relationship with happiness.


2016 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 1151143 ◽  
Author(s):  
Sri Irianti ◽  
Puguh Prasetyoputra ◽  
Tri Prasetyo Sasimartoyo ◽  
Albert Lee

2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 1-12
Author(s):  
Erwin Cahyono ◽  
Wildan Syafitri ◽  
Agus Susilo

Extant studies demonstrate the vital roles of ethnicity group and culture influencing individual intention and decision to become an entrepreneur. Meanwhile, in the entrepreneurial decision, each ethnic group has different preferences regarding where to run it, at the origin or overseas. This study examines the roles of group ethnicity and culture in affecting the likelihood of an individual’s choosing entrepreneurship as their occupation using the combined data of the Indonesian Family Life Survey (IFLS) and the Population Census Report. Our findings substantiate that group ethnicity and culture significantly influence the likelihood of entrepreneurial decisions. Furthermore, using Javanese as a reference, we found the Balinese, Batak, Chinese, South Sumatran, and Minangkabau tend towards entrepreneurship. The difference is that the Balinese, Batak, Chinese, and South Sumatran tend to run their business around where they live, while the Minangkabau are overseas.


2020 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 100
Author(s):  
Nur Fitri Widya Astuti ◽  
Emy Huriyati ◽  
Susetyowati Susetyowati

Perkembangan urbanisasi dan ekonomi pada negara berkembang menyebabkan terjadinya nutrition transition. Hal ini mengakibatkan munculnya fenomena beban gizi ganda pada keluarga dimana terdapat anggota rumah tangga yang memiliki status gizi kurang dan lebih tinggal dalam satu keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan fenomena beban gizi ganda pada keluarga di Indonesia. Penelitian cross-sectional ini menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) tahun 2014 dengan jumlah sampel sebesar 6468 keluarga. Indikator beban gizi ganda keluarga ditunjukkan dengan adanya status gizi lebih dan kurang tinggal dalam satu keluarga yang diwakili oleh ibu dan anak. Analisis statistik dengan metode chi-square digunakan untuk menguji variabel yang memiliki hubungan dengan terjadinya beban gizi ganda keluarga. Hasil menunjukkan prevalensi beban gizi ganda keluarga di Indonesia adalah 8,27% dan persentase tertinggi terdapat pada regional Kalimantan dan Indonesia Timur. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian beban gizi ganda secara signififikan (p<0,05) pada keluarga di Indonesia adalah usia ibu (p = 0,001), pendidikan ibu (p = 0,022), jumlah anak (p = 0,001) dan jumlah anggota rumah tangga (p = 0,001). Penelitian lanjutan dengan metode longitudinal diperlukan untuk mengetahui prediktor beban gizi ganda pada keluarga di Indonesia sehingga dapat dirumuskan intervensi yang tepat untuk pencegahan masalah tersebut.


2018 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
Author(s):  
Purwo Setiyo Nugroho ◽  
Anisa Catur Wijayanti

World Health Organization memprediksi bahwa jumlah penderita diabetes di Indonesia akan menduduki peringkat ke lima pada tahun 2025 dengan prediksi jumlah penderita sebanyak 12,4 jiwa. Indeks masa tubuh merupakan salah satu indikator obesitas dengan diabetes melitus pada penduduk Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kaitan obesitas dengan diabetes mellitus pada responden survei Indonesian Family Life Survey V. Penelitian ini merupakan penelitian analisis data sekunder Indonesian Family Life Survei V yang dilakukan dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini sejumlah 48.139 responden, namun setelah data di cleaning dengan tujuan untuk menghapus data yang missing maka didapatkan jumlah responden sebanyak 30.133 dengan kelompok penelitian berdasarkan usia diatas 15 tahun. Hasil analisis Chisquare  menyatakan bahwa terdapat hubungan antara obesitas dengan diabetes melitus dengan nilai p value 0,000 dan nilai POR 3,377; CI 95% 2,602–4,383. Dapat disimpulkan bahwa obesitas memiliki peluang untuk terjadinya sakit diabetes melitus sebesar 3,377 kali dibandingkan dengan orang yang tidak menderita obesitas. Faktor obesitas merupakan salah satu faktor prediposisi untuk meningkatkan gula darah yang merupakan sebuah indikator diabetes melitus. Secara patologi hal ini dikarenakan se-sel beta pulau Langerhans menjadi kurang peka terhadap rangsangan akibat kadar gula darah dan kegemukan (obesitas) akan menekan jumlah reseptor insulin pada sel-sel seluruh tubuh.


2017 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
Author(s):  
Eny Widyawati dan Adi Cilik Pierewan *

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan pernikahan usia dini di Indonesia. Determinan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan variabel pendidikan responden, pendidikan pasangan, pendapatan, area tempat tinggal, agama, dan religiusitas. Kajian determinan pernikahan usia dini di Indonesia menggunakan metode kuantitatif dengan varian analisis data sekunder. Penelitian ini menggunakan data sekunder Indonesian Family Life Survey (IFLS) 5 pada tahun 2015. Teknik analisis menggunakan regresi linier berganda dengan R-Studio. Variabel penelitian ini menggunakan variabel dummy. Responden yang digunakan dipilih berdasarkan usia saat pertama kali menikah di bawah usia 21 tahun yang dikategorikan sebagai pernikahan usia dini. Responden penelitian ini ada 857 orang yang tersebar pada 13 provinsi yang ada di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel dummy pendidikan responden tingkat SD,  variabel dummy pendidikan pasangan yang Tidak Sekolah, variabel dummy pendidikan pasangan tingkat SD, pendapatan rendah, dan pendapatan menegah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pernikahan usia dini di Indonesia, sedangkan variabel religiusitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pernikahan usia dini di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa pernikahan usia dini rentan terjadi pada tingkat pendidikan responden yang rendah. Tingkat pendidikan pasangan yang Tidak Sekolah dan pendidikan pasangan tingkat SD memiliki hubungan dengan pernikahan usia dini di Indonesia. Pernikahan usia dini di Indonesia juga rentan terjadi terhadap responden yang memiliki pendapatan menengah ke bawah. Religiusitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pernikahan usia dini di Indonesia, artinya bahwa semakin religius akan berpengaruh untuk menurunkan pernikahan usia dini di Indonesia. Sedangkan dummy pendidikan responden tingkat SMA, dummy pendidikan pasangan tingkat SMA, dummy tingkat pendapatan tinggi, area tempat tinggal, dan agama tidak memiliki hubungan terhadap pernikahan usia dini di Indonesia. Kata Kunci: Determinan, Pernikahan Usia Dini , Indonesia


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document