scholarly journals Keragaman Pangan dengan Status Kadarzi Keluarga di Wilayah Kerja Posyandu Sidotopo, Surabaya

2018 ◽  
Vol 2 (3) ◽  
pp. 219
Author(s):  
Samara Ika Soegeng Prakoso ◽  
Bibit Mulyana

Background: Indonesia still facing some nutritional problems that hinder its economics development. The government itself has an effort to tackle nutritional problems by establishing  a program known as Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). The family expected to understand and overcome the nutritional problems affecting its members. One of Kadarzi’s five indicator is dietary diversity. Dietary divesity can reflected dietary quality. Therefore, dietary diversity assessment is influential to improve dietary quality. Objectives: The purpose of this study was to analyze the differences in dietary diversity scores among Kadarzi household. Method: The design of the study was cross sectional. Number of sample were 34 mothers who registered in Posyandu settled in Kelurahan Sidotopo, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya. Samples were selected using simple random sampling technique. Kadarzi data were collected from KMS book. Dietary diversity was assessed using Individual Dietary Diversity Score (IDDS). The data were analyzed using independent T-test. Result: The result showed that most families were not meeting Kadarzi’s indicator (73%). There were 32.4% family categorized as low dietary diversity, 47.1% family categorized as medium dietary diversity, and 20.6% family categorized as high dietary diversity. There were a difference of dietary diversity score beetwen Kadarzi’s household nor Kadarzi’s household (p<0.001). In Kadarzi’s household the consumption of dark green leafy vegetables, other vitamin A rich fruits and vegetables, anf other fruits and vegetables are higher than non Kadarzi’s household. Conclusions: There was a significant difference in dietary diversity score beetwen Kadarzi’s household and nor Kadarzi’s household. The importance of eating diverse and some references of affordable food choice to meet dietary diversity were needed to share.ABSTRAKLatar belakang: Indonesia masih menghadapi beberapa masalah gizi yang menghambat perkembangan ekonomi. Namun pemerintah memiliki suatu upaya untuk mengatasi permasalahan gizi tersebut dengan membentuk program Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Pada program ini keluarga diharapkan mampu mengerti dan mengatasi permasalahan gizi anggotanya. Salah dari lima perilaku Kadarzi adalah makan beragam. Makan beragam merupakan salah satu perilaku yang dapat menggambarkan kualitas diet individu. Oleh karena itu penilaian keragaman pangan perlu diketahui untuk mengetahui dan meningkatkan kualitas diet individu. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan skor keragaman pangan pada keluarga sadar gizi. Metode: Penelitian observasional ini disusun dengan rancang bangun cross sectional. Sejumlah 34 sampel yang merupakan ibu balita yang terdaftar di Posyandu di wilayah Kelurahan Sidotopo, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya dipilih menggunakan teknik simple random sampling. Data Kadarzi didapatkan dari observasi kartu menuju sehat (KMS). Keragaman pangan dinilai menggunakan instrumen Individual Dietary Diversity Score (IDDS). Data dianalisis menggunakan independent T-test. Hasil: Sebagian besar keluarga masih belum menerapkan perilaku Kadarzi (73%). Sebanyak 32,4% keluarga termasuk dalam kategori skor keragaman pangan rendah, 47,1% dalam kategori sedang, dan 20,6% dalam kategori tinggi. Terdapat perbedaan skor keragaman pangan antara keluarga yang menerapkan perilaku Kadarzi dan tidak menerapkan perilaku Kadarzi (p<0,001). Pada keluarga yang menerapkan perilaku Kadarzi konsumsi sayuran hijau, sayur dan buah vitamin A, sayur dan buah yang lain lebih tinggi daripada keluarga yang tidak menerapkan Kadarzi. Kesimpulan: Terdapat perbedaan skor keragaman pangan antara keluarga yang menerapkan perilaku Kadarzi dan tidak menerapkan perilaku Kadarzi. Diperlukan pemaparan informasi lebih lanjut mengenai pentingnya makan beragam dan pemilihan makanan yang terjangkau untuk dapat memenuhi konsumsi makan beragam.

2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 180
Author(s):  
Aisya Cici Putri Haryati ◽  
Trias Mahmudiono

ABSTRAK Latar Belakang: Masalah gizi rentan terjadi pada anak berusia dibawah dua tahun (baduta) yang diantaranya adalah stunting. Stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh proses akumulatif dari rendahnya asupan gizi dan penyakit infeksi. Penyebab lain adalah kondisi social ekonomi yang dapat mempengaruhi praktik pemberian MP-ASI. Kualitas gizi pada makanan dipengaruhi oleh keragaman pangan yang ditentukan oleh pendapatan keluarga, status pekerjaan, dan tingkat pendidikan.Tujuan: Menganalisis hubungan praktik pemberian makan pendamping ASI dengan kejadian stunting dan non-stunting pada baduta usia 6-24 bulan di Kelurahan Sidotopo, Kota SurabayaMetode: Jenis penelitian yaitu observasional analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Sampel penelitian sebesar 54 baduta dipilih menggunakan metode simple random sampling. Kuesioner Dietary Diversity Score digunakan untuk menilai keragaman pangan baduta dan food recall 24-hours untuk mengetahui frekuensi pemberian makanan. Uji statistik menggunakan chi-square.Hasil: Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak adanya korelasi antara Karakteristik keluarga, baduta dan keberagaman pangan dengan kejadian stunting, akan tetapi ada korelasi antara pendapatan orang tua (p=0,006) dan frekuensi pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting (p=0,028).Kesimpulan: Pendapatan orang tua dan frekuensi pemberian MP-ASI berhubungan dengan stunting, sedangkan karakteristik keluarga, baduta dan keragaman pangan tidak berhubungan dengan kejadian stuntingKata kunci: stunting, makanan pendamping, karakteristik keluarga, keragaman pangan 


2017 ◽  
Vol 15 (1) ◽  
pp. 17
Author(s):  
Mia Sufia Adnin ◽  
Luluk Ria Rakhma

herapeutic Feeding Center (TFC) adalah tempat perawatan bagi balita yangmengalami kekurangan gizi. Perawatan dilakukan seminggu sekali dengankegiatan seperti pemberian edukasi gizi kepada ibu balita, dan pemberianPMT pada balita. Hasil dari Dinkes Sukoharjo (2015), balita yang menderitagizi kurang berdasarkan BB/U di Kabupaten Sukoharjo berjumlah 2209 balita(4,67%) sedangkan hasil Dinkes (2016), naik menjadi 2476 balita (4,98%).Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan perubahan status giziberasarkan BB/TB dan IMT/U pada balita yang mengikuti dengan yang tidakmengikuti program TFC. Jenis penelitian yang digunakan bersifat quasieksperimental dengan pendekatan cross sectional. Jumlah responden penelitianyang mengikuti TFC sebanyak 35 balita dan yang tidak mengikuti TFCsebanyak 30 balita. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah totalsampling dan simple random sampling. Data status gizi diperoleh denganpengukuran BB dan TB atau PB menggunakan alat dacin, baby scale, timbanganinjak,microtoice dan baby board. Uji kenormalan data menggunakanUji Kolmogorov Smirnov. Uji perbedaan menggunakan Uji T-test Independent.Hasil uji perbedaan status gizi BB/TB diperoleh nilai p=0.742, uji perbedaanstatus gizi IMT/U diperoleh nilai p=0.677 menunjukkan tidak ada perbedaanperubahan status gizi berdasarkan BB/TB dan IMT/U pada balita yangmengikuti dengan yang tidak mengikuti program TFC.  Kata Kunci : balita, antropometri, status gizi, TFC, z-score


2018 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
pp. 559
Author(s):  
Aulia Ulfa ◽  
Ariadi Ariadi ◽  
Elmatris Elmatris

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling sering dialami selama kehamilan. Anemia ibu hamil diketahui sebagai salah satu faktor risiko persalinan preterm. Penelitian sebelumnya tahun 2012 di RSUP Dr. M. Djamil Padang mendapatkan dari seluruh pasien persalinan preterm sebagian besar (76,39%) memiliki riwayat anemia dalam kehamilan. Tujuan penelitian ini adalah menentukan antara hubungan anemia pada ibu hamil dan kejadian persalinan preterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain cross sectional. Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditentukan, didapatkan sampel 30 ibu persalinan preterm sebagai kelompok kasus dan 30 ibu persalinan aterm yang diambil secara simple random sampling sebagai kelompok kontrol. Data dianalisis dengan Chi-square test dan Independent t-test (α=0.05). Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu yang melakukan persalinan di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013, terbanyak berusia 20-35 tahun (71,7%) dan multipara (55,0%). Ibu yang melakukan persalinan 40% mengalami anemia. Hasil uji statistik Chi-square  menunjukan terdapat hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian persalinan preterm (nilai p= 0,018,  OR=  4,297).  Rata-rata kadar Hb pada kelompok persalinan preterm (10,62 ± 1,42) g/dl lebih rendah dibandingkan kelompok persalinan aterm (11, 51 ± 1,06) g/dl dan bermakna secara statistik (p = 0,007). Simpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan bermakna antara kejadian anemia dan persalinan preterm.


2017 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 172
Author(s):  
Dwi Putri Pangesti Suryo Andadari ◽  
Trias Mahmudiono

Background: Childrens needs adequacy nutrients to support the growth process. Nutritional needs in children period can be fullfiled by consuming a variety of foods. Agricultural and pond dominated area can to provide adequate food availability. Objectives: The purpose of this study is to analyze the differences of dietary diversity and the level of energy and protein adequacy in children in agricultural and pond dominated areas. Method: This cross sectional study design and samples are 55 children under five years with the mothers/babysitters as respondents. Samples are taken using proportional random sampling. Dietary diversity are assessed using Individual Dietary Diversity Score (IDDS) with the criteria considered to consume if the amount minimum 10 grams. Adequacy energy and protein is assessed using food recall 2×24 hours and continued by compared with AKG. The differences of dietary diversity, energy ad protein adequacy rates are analyzed using Mann Whitney Test. Results: The results shows that  children in agricultural area classified low dietary diversity and middle dietary diversity in children pond dominated area (p=0.024). Children in agricultural and pond dominated areo classified less energy adequate (0.588) and more protein adequacy (0.459). Conclusion: There is difference of dietary diversity at children in agricultural and pond dominated area and ther is no difference of energy and protein adequacy in children in agricultural and pond dominated area.ABSTRAK Latar Belakang: Pada masa balita membutuhkan asupan gizi yang mencukupi untuk menunjang proses tumbuh kembang tersebut. Kebutuhan gizi pada balita dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan yang beragam. Pemenuhan pangan yang cukup tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup. Sumber daya pertanian dan perikanan seperti tambak memiliki potensi untuk menyediakan sumber pangan.Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perbedaan keragaman pangan dan tingkat kecukupan energi dan protein pada balita di wilayah pertanian dan tambak.Metode: Penelitian cross sectional ini menggunakan sampel sebanyak 55 balita dengan ibu/pengasuh sebagai responden. Sampel diambil menggunakan proportional random sampling. Keragaman pangan dinilai menggunakan Individual Dietary Diversity Score (IDDS) dan dinilai dengan kriteria minimum konsumsi 10 gram. Data konsumsi pangan dikumpulkan menggunakan food recall 2×24 jam kemudian dikonversi dibandingan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk mendapatkan Tingkat Kecukupan Energi dan Tingkat Kecukupan Protein. Data dianalisis menggunakan Mann Whitney Test.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita di wilayah pertanian tergolong keragaman pangan rendah dan balita di wilayah tambak tergolong keragaman pangan sedang (p=0,024). Balita di wilayah pertanian maupun tambak tergolong tingkat kecukupan energi kurang (p=0,588) dan tingkat kecukupan protein (p=0,459).Kesimpulan: Terdapat perbedaan keragaman pangan minimum konsumsi 10 gram diterapkan pada balita di wilayah pertanian dan tambak dan tidak terdapat perbedaan kecukupan energi serta protein pada balita di wilayah pertanian dan tambak. 


2019 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 171
Author(s):  
Arian Susanti Dewi Cahyani

Background : Pre-school age children often have picky eater behavior. Perception of picky eater usually describes as the strong preference of children for food, inadequate of dietary diversity, restrain of certain food groups and won’t try new food. One of factors that causes this behavior is history of complementary feeding.Objectives: This study purposes was to analyze correlation between history of complementary feeding and perception of picky eater behavior among children age 12-36 month oldMethods: This study was analytic observasional study with cross-sectional design. The research was conducted in Sidotopo Health Center Surabaya City. There were 75 children age 12-36 month old. The inclusion criteria are children who have no history of food allergies. Sample was chosen by simple random sampling. Data collected by interview using questionnaires included characteristics of children and mothers, history of complementary feeding and perceptions of picky eater behavior. The data was analyzed by chi-square test.Results: The result show that inappropriate history of complementary feeding in children was 66.7% and prevalensi perception of picky eater behavior in children was 48.7%. There was significant correlation between history of complementary feeding and perception of picky eater behavior (p<0.001). Conclusions : There was a relationship between history of complementary feeding and perceptions of picky eater behavior among children age 12-36 month. Children with inappropriate history of complementary feeding tend to have picky eater behavior.ABSTRAKLatar Belakang : Anak usia pra-sekolah sering mengalami perilaku picky eater. Persepsi perilaku picky eater digambarkan bahwa anak cenderung memiliki preferensi makanan yang kuat, konsumsi makanan yang kurang beragam, membatasi asupan beberapa kelompok makanan tertentu dan tidak mau mencoba makanan baru. Salah satu faktor yang melatarbelakangi picky eater adalah riwayat pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).Tujuan : Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan riwayat pemberian MP-ASI dengan persepsi perilaku picky eater pada anak usia 12-36 bulan.Metode : Jenis penelitian ini merupakan observasional analitik menggunakan desain penelitian cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sidotopo Surabaya. Sampel penelitian sebesar 78 anak berusia 12-36 bulan. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah anak tidak memiliki riwayat alergi makanan. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner meliputi karakteristik anak dan ibu, riwayat pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan persepsi perilaku picky eater. Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi-Square.Hasil :  Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat pemberian MP-ASI pada anak sebagian besar tidak sesuai yaitu 66,7% dan prevalensi persepsi perilaku picky eater pada anak sebesar 48,7%. Terdapat hubungan antara riwayat pemberian MP-ASI dengan persepsi perilaku picky eater (p<0,001).Kesimpulan : Terdapat hubungan antara riwayat pemberian MP-ASI dengan persepsi perilaku picky eater pada anak usia 12-36 bulan. Anak dengan riwayat pemberian MP-ASI yang tidak sesuai cenderung memiliki perilaku picky eater.


2017 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 172
Author(s):  
Dwi Putri Pangesti Suryo Andadari ◽  
Trias Mahmudiono

Background: Childrens needs adequacy nutrients to support the growth process. Nutritional needs in children period can be fullfiled by consuming a variety of foods. Agricultural and pond dominated area can to provide adequate food availability. Objectives: The purpose of this study is to analyze the differences of dietary diversity and the level of energy and protein adequacy in children in agricultural and pond dominated areas. Method: This cross sectional study design and samples are 55 children under five years with the mothers/babysitters as respondents. Samples are taken using proportional random sampling. Dietary diversity are assessed using Individual Dietary Diversity Score (IDDS) with the criteria considered to consume if the amount minimum 10 grams. Adequacy energy and protein is assessed using food recall 2×24 hours and continued by compared with AKG. The differences of dietary diversity, energy ad protein adequacy rates are analyzed using Mann Whitney Test. Results: The results shows that  children in agricultural area classified low dietary diversity and middle dietary diversity in children pond dominated area (p=0.024). Children in agricultural and pond dominated areo classified less energy adequate (0.588) and more protein adequacy (0.459). Conclusion: There is difference of dietary diversity at children in agricultural and pond dominated area and ther is no difference of energy and protein adequacy in children in agricultural and pond dominated area.ABSTRAK Latar Belakang: Pada masa balita membutuhkan asupan gizi yang mencukupi untuk menunjang proses tumbuh kembang tersebut. Kebutuhan gizi pada balita dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan yang beragam. Pemenuhan pangan yang cukup tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup. Sumber daya pertanian dan perikanan seperti tambak memiliki potensi untuk menyediakan sumber pangan.Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perbedaan keragaman pangan dan tingkat kecukupan energi dan protein pada balita di wilayah pertanian dan tambak.Metode: Penelitian cross sectional ini menggunakan sampel sebanyak 55 balita dengan ibu/pengasuh sebagai responden. Sampel diambil menggunakan proportional random sampling. Keragaman pangan dinilai menggunakan Individual Dietary Diversity Score (IDDS) dan dinilai dengan kriteria minimum konsumsi 10 gram. Data konsumsi pangan dikumpulkan menggunakan food recall 2×24 jam kemudian dikonversi dibandingan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk mendapatkan Tingkat Kecukupan Energi dan Tingkat Kecukupan Protein. Data dianalisis menggunakan Mann Whitney Test.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita di wilayah pertanian tergolong keragaman pangan rendah dan balita di wilayah tambak tergolong keragaman pangan sedang (p=0,024). Balita di wilayah pertanian maupun tambak tergolong tingkat kecukupan energi kurang (p=0,588) dan tingkat kecukupan protein (p=0,459).Kesimpulan: Terdapat perbedaan keragaman pangan minimum konsumsi 10 gram diterapkan pada balita di wilayah pertanian dan tambak dan tidak terdapat perbedaan kecukupan energi serta protein pada balita di wilayah pertanian dan tambak. 


2013 ◽  
Vol 2 (3) ◽  
pp. 312-320
Author(s):  
Rizki Putri Anjani ◽  
Apoina Kartini

Latar Belakang : Gizi pada dewasa awal lebih dibutuhkan untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan. Perubahan yang terjadi pada masa ini salah satunya adalah perubahan komposisi tubuh dan kebutuhan energi. Dewasa awal terutama wanita mempunyai kepedulian yang lebih besar terhadap masalah penampilan fisik. Pengetahuan gizi membuat mereka lebih mengetahui tentang asupan zat gizi dan prakteknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan gizi, sikap dan asupan zat gizi pada dewasa awal.Metode : Studi cross sectional pada 50 mahasiswi di LPP Graha Wisata dan Sastra Inggris Universitas Diponegoro Semarang. Sampel diambil secara simple random sampling. Data yang dikumpulkan adalah data identitas yang diukur dengan menggunakan kuesioner, data berat badan dan tinggi badan diukur dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan, asupan energi, lemak, protein, cairan dan serat diukur dengan menggunakan formulir food recall selama tiga hari, pengetahuan gizi dan sikap diukur dengan menggunakan kuesioner pengetahuan gizi dan sikap. Analisis data untuk asupan zat gizi dengan uji independent t-test dan untuk pengetahuan gizi dan sikap dengan uji mann whitney dengan bantuan SPSS 17.0 for windows.Hasil : Pengetahuan gizi dewasa awal termasuk kategori kurang. Asupan energi kategori defisit (48%). Asupan lemak kategori baik (40%). Asupan protein kategori defisit (70%). Asupan cairan kategori defisit (90%). Asupan serat kategori defisit (100%). Tidak terdapat perbedaan asupan energi, lemak, protein, serat dan sikap (p=0,771; p=0,628; p=0,778; p=0,923; 0,344), tetapi ada perbedaan pengetahuan gizi dan asupan cairan pada kedua kelompok (p=0,048 dan p=0,000).Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan asupan energi, lemak, protein, serat dan sikap, tetapi ada perbedaan pengetahuan gizi dan asupan cairan antara mahasiswi LPP Graha Wisata dan Sastra Inggris Universitas Diponegoro Semarang.


2018 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
pp. 559 ◽  
Author(s):  
Aulia Ulfa ◽  
Ariadi Ariadi ◽  
Elmatris Elmatris

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling sering dialami selama kehamilan. Anemia ibu hamil diketahui sebagai salah satu faktor risiko persalinan preterm. Penelitian sebelumnya tahun 2012 di RSUP Dr. M. Djamil Padang mendapatkan dari seluruh pasien persalinan preterm sebagian besar (76,39%) memiliki riwayat anemia dalam kehamilan. Tujuan penelitian ini adalah menentukan antara hubungan anemia pada ibu hamil dan kejadian persalinan preterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain cross sectional. Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditentukan, didapatkan sampel 30 ibu persalinan preterm sebagai kelompok kasus dan 30 ibu persalinan aterm yang diambil secara simple random sampling sebagai kelompok kontrol. Data dianalisis dengan Chi-square test dan Independent t-test (α=0.05). Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu yang melakukan persalinan di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013, terbanyak berusia 20-35 tahun (71,7%) dan multipara (55,0%). Ibu yang melakukan persalinan 40% mengalami anemia. Hasil uji statistik Chi-square  menunjukan terdapat hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian persalinan preterm (nilai p= 0,018,  OR=  4,297).  Rata-rata kadar Hb pada kelompok persalinan preterm (10,62 ± 1,42) g/dl lebih rendah dibandingkan kelompok persalinan aterm (11, 51 ± 1,06) g/dl dan bermakna secara statistik (p = 0,007). Simpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan bermakna antara kejadian anemia dan persalinan preterm.


2013 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 71
Author(s):  
Nurul Muslihah ◽  
Sri Winarsih ◽  
Soemardini Soemardini ◽  
AS. Zakaria ◽  
Zainudiin Zainudiin

The objective of study was to assess the diet quality and its relation to nutrition knowledge, body mass index (BMI), and socio economic status (SES) among adults person. The cross sectional study was conducted with 100 adults aged ≥25 years old from Kedung Kandang sub district, Malang. Dietary quality was assessed using two non-consecutive 24-h dietary recalls and semi quantitative FFQ. Nutrition knowledge questionnaire was modified from Parmenter and Wardle. The most subjects were middle SES and the BMI were normal and overweight. The average of diet quality score was 7.14±1.96 with dietary diversity score 1.93±0.43; micronutrient adequacy score 2.3±1.4; prevention NCD score 2.87±0.92. Nutrition knowledge score was 43.3±24.6 with dietary recommendation 9.3±3.6; sources of nutrients 14±11.5; choosing foods 6.3±4.9; diet-disease relationships 13.7±8.6. Nutrition knowledge score was no correlation with BMI, dietary diversity, prevention NCD score, but positively associated with SES, quality diet, micronutrient adequacy score. SES was no associated with BMI and quality diet index. Dietary diversity score was associated with BMI. Diet quality score was associated with nutrition knowledge but no correlation with BMI and SES. The conclusion is diet quality and nutrition knowledge was still poor and not correlated with BMI and SES, but only nutrition knowledge score.<br /><br />


2021 ◽  
Author(s):  
Judith Munga ◽  
Laura Kiige ◽  
Lucy Maina-Gathigi ◽  
Peter L'Parnoi ◽  
Catherine Mesianto Lengewa ◽  
...  

Abstract Background: Many boys and girls in developing countries transition to adolescence undernourished, making them more vulnerable to disease and mortality. Growth during adolescence is faster than any other period of life leading to increased requirements for both macro- and micronutrient. High vulnerability to undernutrition has been expressed more on adolescent girls despite similar stage of growth for both males and females. This necessitates more information on gender influence on undernutrition and dietary practices especially in resource poor environments with rich cultural practices such as pastoral Samburu community in Kenya.Methods: The study design is cross sectional with both quantitative and qualitative components for in-depth understanding of the parameters in context of the target population that targeted 490 male and female adolescents based on probability proportionate to population size. Simple random sampling method was used to reach adolescent respondents in each cluster in Samburu Central sub-county. Questionnaires, in-depth interview, and Focus Group Discussion guides were used to collect data. Quantitative data was analyzed and presented descriptively as frequencies and percentages and inferentially as odds ratio, Chi-square and t-test. Content analysis was done on qualitative data and information triangulated with quantitative data for in-depth understanding of the context of study findings, Results: Low education level was observed among the adolescents where 21.9% dropped out of primary school while 21.9% completed primary education. There was no difference in gender distribution in both primary and secondary schools’ enrolment (χ2, p> 0.05). The married adolescents were more likely to be females than males (χ2, p<0.001). The adolescents aged 10-14 years were two times more likely to be underweight compared to 15–19-year-old (OR,2.101; CI,1.331-3.317; P=0.001). Males aged 15-19 years associated with underweight (χ2, p=0.049). Females had significantly higher Mean Dietary Diversity Score (MDDS) at 3.93±1.39 compared to 3.59±1.40 of their male counterparts (t-test, p=0.007). Male adolescents (59.9%) were more likely to consume less than 4 food groups compared to the 35.3% female counterparts (χ2, p<0.001). Conclusion: Adolescents are vulnerable to malnutrition that is associated to poor dietary practices and nutrient inadequacies that are further compromised by cultural gender roles that place the male adolescent at a higher risk. Culture sensitive strategies are recommended to reduce malnutrition and all its forms in this population group


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document