INFLUENCE OF TAP WATER CONTAMINANTS ON THE COMPONENTS OF REDUCED WHEY

Author(s):  
А.К. ГОРЕЛКИНА ◽  
И.В. ТИМОЩУК ◽  
Н.С. БАГДОНАС

Изучена стойкость нутриентов молокосырья – белков, лактозы, витаминов С и группы В, используемого в производстве сывороточных напитков в присутствии приоритетных органических контаминантов – трихлорэтилена, хлороформа и дихлорэтана, которые обладают токсическим и канцерогенным действием и образуются при хлорировании в процессе водоподготовки в воде, применяемой для производства восстановленных и рекомбинированных молочных продуктов. Содержание белков, лактозы в восстановленной сыворотке определяли методом рефрактометрии; водорастворимых витаминов – методом капиллярного электрофореза; хлороформа, трихлорэтилена и дихлорэтана – методом газожидкостной хроматографии. Установлено, что хлороформ в воде не оказывает влияния на сохранность лактозы, белков и витаминов при приготовлении восстановленной сыворотки. Отмечено снижение содержания белков сыворотки, приготовленной на воде в присутствии трихлорэтилена и дихлорэтана, на 11%, лактозы – на 32% в сравнении с контрольными образцами, произведенными на воде без органических контаминантов. Содержание витаминов в восстановленной молочной сыворотке в присутствии трихлорэтилена снизилось: С – на 19%, В1 – на 28%, В2 – на 53%, В6 – на 8%; для дихлорэтана содержание витаминов снизилось: С – на 17%, В1 – на 36%, В2 – на 38%, В6 – на 36% в сравнении с контрольными образцами без органических примесей. Теоретически обоснован механизм взаимодействия белков, лактозы, витаминов восстановленной сыворотки с трихлорэтиленом и дихлорэтаном. Предложено для предотвращения снижения качества готового продукта воду, используемую для производства сывороточных напитков, подвергать дополнительной очистке от галогенорганических контаминантов. The stability of milk raw materials’ nutrients – proteins, lactose, vitamins C and B used in the production of whey beverages in the presence of priority organic contaminants – trichloroethylene, chloroform and dichloroethane, which have a toxic and carcinogenic effect and are formed during chlorination during water treatment in water used for the production of reduced and recombined dairy products was studied. The content of proteins and lactose in the reduced serum was determined by refractometry; water-soluble vitamins – by capillary electrophoresis; chloroform, trichloroethylene and dichloroethane – by gas-liquid chromatography. It was found that chloroform in water does not affect the safety of lactose, proteins and vitamins in the preparation of reduced whey. There was a decrease in the content of serum proteins prepared in water in the presence of trichloroethylene and dichloroethane by 11%, and lactose – by 32% in comparison with control samples produced in water without organic contaminants. Vitamin C content in the recovered whey in the presence of trichloroethylene has declined by 19%, vitamin B1 – 28%, vitamin B2 – 53%, vitamin B6 – 8%; for dichloroethane content of vitamin C decreased by 17%, vitamin B1 – 36%, vitamin B2 – 38%, vitamin B6 – 36% in comparison with control samples without organic impurity. The mechanism of interaction of proteins, lactose, and reduced serum vitamins with trichloroethylene and dichloroethane is theoretically justified. Therefore, to prevent a decrease in the quality of the finished product, the water used for the production of whey beverages must first be subjected to additional purification from organohalogen contaminants.

2018 ◽  
Vol 20 (2) ◽  
pp. 45-52
Author(s):  
Ari Tri Astuti ◽  
Septriana Septriana

Latar belakang: Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialis memerlukan monitoring dan evaluasi asupan makan secara rutin. Rendahnya monitoring dan evaluasi pada asupan dapat berpengaruh pada status gizi dan kualitas hidup pasien. Tujuan: Mengetahui gambaran asupan energi, zat gizi makro, dan zat gizi mikro pada pasien hemodialisis di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Panembahan Senopati Bantul. Pemilihan subjek penelitian menggunakan purposive sampling (n=30). Data asupan diambil dengan food recall 24 jam selama 3 hari. Hasil : Rerata asupan pada responden adalah : energi 1149,34±401,09 kcal (23,15±7,39 kcal/kgBB/hari); karbohidrat 143,55±43,46 g, protein 39,38±16,53 g (0,79±0,32 g/kgBB/hari); dan lemak 49,01±26,82 g. Rerata asupan vitamin B1 adalah 0,38±0,14 mg; vitamin B2 0,49±0,24 mg; vitamin B6 0,64±0,25 mg; asam folat 0,68±0,94 mg; vitamin C 24,08±21,01 mg; dan vitamin A 397,31±536,14 μg. Rerata asupan natrium natrium 22,45±220,23 mg; kalium 1714,01±1153,91 mg ( 36,64±27,40 mg/kgBB/hari); kalsium 301,13±173,23 mg; dan fosfor 544,94±193,08 mg. Kesimpulan : Rerata asupan energi, zat gizi makro, dan vitamin pada pasien hemodialis di RSUD Panembahan Senopati Bantul masih kurang dari rekomendasi, sedangkan asupan natrium, kalsium, dan fosfor sesuai dengan rekomendasi Perhimpunan Nefrologi Indonesia.


Author(s):  
Aria Wibawa ◽  
Iqra Anugerah

Objective: To determine the relationship between obstetric history and maternal nutrition factors to the incidence of crime in children.Methods: This study was an observational analytic study using a case-control method. The subject of this research is the mother of a child criminal offender in Tangerang Juvenile Detention Center who was recruited using a consecutive sampling method. Sampling was conducted in January 2016 to March 2019. Nutrition history data were obtained using an Indonesian version of the Food Frequency Questionnaire.Result : There were 56 mothers of child offenders who met the study inclusion criteria and 38 subjects as controls. A significant obstetric history of violent crime in children is parity (p = 0.006), place of pregnancy control (p <0.001), birth attendants (p <0.001), and place of delivery (p <0.001). A history of nutritional adequacy that was significant for violent crime was fiber (p = 0.012), folic acid (p = 0.033), vitamin B1 (p = 0.046), vitamin B2 (p = 0.013), vitamin B6 (p <0.001), and vitamin C (p <0.001).Conclusion: Obstetric history and maternal nutrition factors influence the incidence of crime in children. Further study about this topic should be done using retrospective cohort method spanning a larger period of time.Keywords: child crime, maternal nutrition,  obstetric history. Abstrak Tujuan: Mengetahui hubungan faktor riwayat obstetri dan nutrisi maternal terhadap kejadian kriminalitas pada anak.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode case control. Kelompok kasus penelitian ini merupakan ibu dari anak pelaku pidana di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Tangerang, sementara kelompok kontrol merupakan ibu dari anak dengan usia remaja bukan pelaku pidana yang berkunjung ke  Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSCM menggunakan metode consecutive sampling pada Januari 2016 hingga Maret 2019. Data yang dikumpulkan berupa riwayat obstetrik melalui wawancara dan riwayat nutrisi yang didapatkan menggunakan kuesioner Food Frequency Questionnaire versi Bahasa Indonesia. Data numerik dianalisis menggunakan uji t tidak berpasangan atau Mann Whitney U, sementara data kategorik dianalisis menggunakan uji Chi square atau Fisher.Hasil: Didapatkan sebanyak 56 subyek ibu dari anak pelaku pidana yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dan 38 subyek sebagai kontrol. Riwayat obstetri yang berperan terhadap kejadian kriminalitas pada anak adalah paritas (p = 0,006), tempat kontrol kehamilan (p < 0,001), penolong persalinan (p < 0,001), dan tempat bersalin (p < 0,001). Riwayat kecukupan nutrisi yang bermakna terhadap kejadian kriminalitas adalah serat (p = 0,012), asam folat (p = 0,033), vitamin B1 (p = 0,046), vitamin B2 (p = 0,013), vitamin B6 (p < 0,001), dan vitamin C (p < 0,001).Kesimpulan Faktor riwayat obstetrik dan riwayat nutrisi maternal memiliki pengaruh terhadap perilaku kriminal pada anak. Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan menggunakan metode kohort dengan jangka waktu yang lebih panjang.Kata kunci:, nutrisi maternal, kriminalitas anak, riwayat obstetrik.


2018 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 18-25
Author(s):  
Diane Paparang ◽  
Nurpudji A. Taslim ◽  
Haerani Rasyid ◽  
A. Yasmin Syauki

Pendahuluan Proses penyembuhan luka post amputasi dan luka bakar dengan luas 25% dan kedalaman derajat III serta hipoalbuminemia sedang (albumin 2,6g/dL) dan status gizi kurang memerlukan terapi gizi spesifik tinggi protein. Laporan Kasus Tn.I, laki-laki, 28 tahun dikonsul oleh bagian bedah dengan luka post amputasi dan  luka bakar listrik derajat III luas 25%. Keluhan utama asupan makan kurang sejak 16 hari terakhir karena nafsu makan kurang akibat nyeri pada luka post amputasi dan luka bakar. Ada nyeri ulu hati dan demam menggigil. Asupan 24 jam 1000kkal. Pasien didiagnosis dengan status gizi kurang (LLA=80,7%), status metabolik anemia normositik normokrom (Hb 9.7 g/dl), deplesi sedang sistem imun (TLC 940/µL), hipoalbuminemia (albumin 2,6g/dL) dan status gastrointestinal fungsional. Terapi nutrisi dengan energi 2500 kkal, protein 2 gr/kgBBI/hari (23%), karbohidrat 57% dan lemak 20 %, melalui oral berupa makanan biasa 1250 kkal, ONS glutamine 2.5g/hari, suplementasi 6 butir putih telur (protein 31,5g/hari), vitamin C 1g/24jam, vitamin A 6.000IU/12jam, vitamin B1-100mg, vitamin B6-200mg, vitamin B12-200mg, Zinc 50mg/24jam, selenium 55µg, Curcuma 400mg/8jam dan ekstrak ikan gabus 2 kapsul/8 jam. Setelah perawatan 30 hari, terjadi perbaikan dalam penyembuhan luka, peningkatan LLA menjadi 23,5cm, peningkatan hemoglobin 9.3g/dl, peningkatan sistem imun (TLC 2064/µL), peningkatan albumin 3.9g/dL. Kesimpulan Terapi nutrisi spesifik dengan protein 2 gr/kgBBI dapat meningkatkan kadar albumin dan mempercepat penyembuhan luka pada pasien luka bakar.


1982 ◽  
Vol 4 (4) ◽  
pp. 37
Author(s):  
Eunice Maria Maffini Antoniazzi ◽  
Maria Elisabeth do Canto Vinadé

In this work the main analytical parameters for a spectrophotometric method of amino-acid analysis were determined.The Ringbom curve for L (+) Arginin (550 nm), L (-) Asparing (547 mn) and L (+) Lysin (547 mn) determination with o-diacetylbenzene showed different values for concentrations.The best rang of concentration was: L (+) Arginin 150 to 500µg/ml with a relative error of 5.26%; L (-) Asparagin 40 to 200µg/ml with relative error 1.43%; L (+) Lysin 8 to 44µg/ml with a relative error of 0.18%.Among the different compounds studied, it was observed the absorptions of the tiamin cloride (Vitamin B1), riboflavin choride (Vitamin B2), piridoxin cloride (Vitamin B6), carnitin, buclisin, folic acid and nicotinamide and that this compound in presence of o-diacetylbenzene do not interfere with the absorptions of the amino-acids L (+) Arginin, L (-) Asparagin and L (+) Lysin during their determination. On the other hand, the absorption of the compounds cianocobalamin and ɤ aminbutiric acid or the absorptions of these compounds in presence of o-diacetylbenzene interfere with absorptions of the aminoacids studied.The absorption spectra of these three pharmaceutical drugs was obtained with o-diacetylbenzene and we found out the possibility of their direct determination by the method described.


2021 ◽  
Vol 2021 ◽  
pp. 1-5
Author(s):  
Lin Yang ◽  
Chen Yang ◽  
Fumin Chi ◽  
Xuedong Gu ◽  
Yahui Zhu

In this study, the content of vitamins and of toxic and beneficial (macro- and micro-) minerals in milk from yaks raised at different altitudes (3,215, 4,340, and 5,410 m) was investigated. For comparison, the components in cow’s milk were also measured. At higher altitudes, a significant ( P < 0.05 ) increase in vitamin A and vitamin E was observed in the yak’s milk, whereas the opposite was observed for vitamin B1 and vitamin B2. No significant statistical difference in vitamin C, Ca, P, Na, K, and Mg concentrations was observed in milk from yaks raised at different altitudes. The concentrations of Zn in milk from yaks raised at different altitudes showed no statistical difference, whereas the Mn and Fe concentrations in milk from yaks raised at 3,215 m were lower than those raised at higher altitudes. The concentrations of Pb and Cd in yak’s milk did not exceed the maximum permissible concentrations (Codex Alimentarius Commission), whereas their concentrations were higher in milk from yaks raised at 3,215 m than at higher altitudes. These findings indicated that the contents of vitamins and minerals in yak milk varied in different altitudes.


2018 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 57-66
Author(s):  
Asrini Safitri ◽  
Haerani Rasyid ◽  
Agussalim Bukhari ◽  
Mardiana Madjid

Latar Belakang Penyakit kanker darah atau yang sering disebut dengan leukemia adalah salah satu penyakit yang mematikan. Penyakit ini merupakan kurangnya sel darah merah pada system produksi darah di tubuh manusia dan memproduksi sel darah putih dengan jumlah yang berlebihan. Laporan Kasus Tn I, Laki-laki, 37 tahun dikonsul oleh bagian Interna dengan Chronic Myelocystic Leukimia. Keluhan utama Asupan makan berkurang dialami sejak 5 bulan yang lalu dan memberat dalam 2 bulan terakhir karena nafsu makan menurun, mual  , tidak muntah, riwayat muntah ada, Ada gangguan menelan  ,rasa cepat kenyang , ada demam ,ada riwayat demam , batuk, tidak  sesak, penurunan berat badan ada tetapi besarnya tidak diketahui. Asupan 24 jam 550 Kkal. Pasien didiagnosis dengan status gizi buruk ( LLA = 59,32%), status metabolik anemia normositik normokrom (Hb 7,9 g/dl ),  Hipoalbuminemia  ( Albumin 2,9 gr/dl ), Hipoglikemia ( GDS 67 mg/dl ), leukositosis ( 53.550 /uL ) , dan status gastrointestinal fungsional. Penatalaksanaan Nutrisi dengan pemberian Energi 1600 Kkal yang diberikan secara bertahap sesuai toleransi pasien dan manajemen peningkatan berat badan dilakukan bertahap jika kebutuhan energi telah tercapai. Protein diberikan 1,5 gram/KgBBI/ hari ( 19%), Karbohidrat 50% dan lemak 31%. Pemberian asupan via oral berupa makanan lunak, formula peptisol, buah, dan putih telur 3 butir / hari. Suplementasi diberikan berupa zinc 20 mg/24 jam, Curcuma 40 mg/8 jam, ekstrak ikan gabus 2 kapsul/8 jam, Vitamin B1 100 mg, Vitamin B6 200 mg, Vitamin B12 200 mg, Vitamin C 100 mg/24 jam. Setelah perawatan selama 16 hari, terjadi peningkatan LLA dari 17,5 cm menjadi 19 cm, Hb 7,9 gr/dl menjadi 11,9 gr/dl dengan transfusi PRC 3 kantong. Kadar sel darah putih saat masuk rumah sakit adalah 53.550/uL dan saat dipulangkan 29.000/uL . Pada saat awal di rawat, kadar albumin pasien adalah 2,9 g/dL. Kemudian turun menjadi 2.5 g/dL. Pada saat albumin turun menjadi 2.5 g/dL, pasien di anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi protein, memberikan formula tinggi protein dan pemberian ekstra putih telur dan setelahnya kadar albumin pasien naik menjadi 3.2 g/dL sebelum dipulangkan untuk rawat jalan. Kesimpulan Malnutrisi pada penderita kanker secara negatif berpengaruh terhadap respon terapi, komplikasi, kualitas hidup dan survival penderita. Intervensi nutrisi yang optimal, monitoring serta edukasi gizi menunjukkan perbaikan status gizi serta perbaikan status metabolik.


2021 ◽  
Author(s):  
Yanjun Wu ◽  
Liming Zhang ◽  
Suyun Li ◽  
Dongfeng Zhang

Abstract Context The results from epidemiologic studies on the intake of dietary vitamin B1, B2, B6, and B12 and association with risk of developing depression have been inconsistent. Objective The purpose of this systematic review and meta-analysis was to summarize the existing evidence and synthesize the results. Data Sources The databases of Web of Science and PubMed were searched for relevant articles published in English until September 2020. Study Selection Observational studies that evaluated the associations between depression and dietary vitamin B1, B2, B6, and B12 were included in this study. Data Extraction The job of data extraction was undertaken by 2 authors, and the pooled relative risks (RRs) and 95% confidence intervals (CIs) were calculated using a fixed-effects model. Results Thirteen articles related to 18 studies were eligible for inclusion in this systematic review and meta-analysis. The pooled RR (95% CI) of depression for the highest vs the lowest category of dietary vitamin B1, B2, B6, and B12 was 0.69 (0.55–0.87), 0.77 (0.67–0.89), 0.81 (0.71–0.93), and 0.86 (0.75–0.99), respectively. The pooled RR (95% CI) of depression for the highest vs the lowest category of dietary vitamin B2 was 0.80 (0.64–0.99) in females and 0.83 (0.67–1.02) in males, for dietary vitamin B6 was 0.71 (0.59–0.86) in females and 0.92 (0.76–1.12) in males, and for dietary vitamin B12 was 0.79 (0.65–0.97) in females and 0.94 (0.77–1.15) in males. Conclusion This study suggested that the intake of dietary vitamin B1, B2, B6, and B12 may be inversely associated with the risk of depression; the inverse associations observed between depression and intake of dietary vitamin B2, B6, and B12 were significant in females, but not in males. Further studies are needed to confirm these results.


BIOEDUKASI ◽  
2020 ◽  
pp. 41
Author(s):  
Soleman Sayuna ◽  
James Ngginak ◽  
Merpiseldin Nitsae

Bambu betung (Dendrocalamus asper) merupakan tumbuhan berumpun yang memiliki fase tumbuh melalui tunas (rebung). Rebung memiliki kandungan fosfor, vitamin A, vitamin C, serat mineral dan protein yang baik untuk tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi penambahan gula terhadap kualitas sirup rebung betung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) untuk uji sifat organoleptik. Variasi penambahan gula yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50%, 55%, 60% dan 65%. Hasil uji vitamin C secara berturut - turut adalah 2,112%, 3,256%, 4,136%, dan 5,016%.  Hasil uji protein secara berturut – turut untuk setiap perlakuan adalah 0,25%, 0,15%, 0,24%  dan 0,17%. Hasil uji kadar air menunjukkan 0,073%, 0,063%, 0,056% dan 0,056%. Serta hasil uji oganoleptik (kekentalan, rasa dan kesukaan) menunjukkan perlakuan terbaik terdapat pada kosentrasi gula 65% dengan nilai 3.8000, 3.4667 dan 3.6000. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh variasi gula terhadap vitamin C, kadar air dan organoleptik, akan tetapi tidak memiliki pengaruh terhadap kadar protein. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui nilai gizi lemak, Karbohidrat, Vitamin A, vitamin B1 (Thiamin), Vitamin B2 (Ribovlavin), Fe, K, Ca, P, Na dan uji mikrooganisme.


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 133-146
Author(s):  
Albertus Siga Laki ◽  
Maria Aditia Wahyuningrum ◽  
Reni Nurjasmi

Tanaman kale merupakan tanaman suku Brassicaceae atau kubis-kubisan yang kaya vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin C. Kale juga mengandung senyawa isotiosianat yang memiliki aktivitas antikanker. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Respati Indonesia pada bulan Februari sampai dengan Agustus 2021. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok  dengan satu faktor yaitu jenis pupuk organik terdiri dari empat perlakuan yaitu pupuk NPK, kulit bawang merah, kotoran kelinci, kotoran burung. Setiap perlakuan  diulang lima ulangan, sehingga diperoleh 20 unit percobaan. Variabel penelitian meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat akar, panjang akar, diameter batang, dan berat basah tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat akar dan dan berat tanaman kale. Pupuk organik kotoran burung menghasilkan tinggi tanaman tertinggi yaitu 25,50 cm tetapi berbeda tidak nyata dengan kotoran kelinci. Berat akar dan berat basah tanaman kale tertinggi dihasilkan perlakuan kotoran kelinci masing-masing yaitu 2,28 gram dan 30,37 gram serta berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kata Kunci:  Pupuk Organik, Kulit Bawang Merah, Kotoran Kelinci, Kotoran Burung, Tanaman Kale, Sistem Vertikultur


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document