POTENSI MADU KELE BALI DAN KOMBINASINYA DENGAN VCO SEBAGAI ANTIACNE

2021 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 88
Author(s):  
Ni Putu Eka Leliqia ◽  
Ni Kadek Cornelia Ayu Trisna ◽  
Ni Luh Putu Vidya Paramita

Jerawat (acne) merupakan penyakit kulit yang ditandai dengan adanya peradangan kronis yang salah satu penyebabnya yaitu keberadaan koloni bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus. Salah satu kombinasi bahan herbal yang diduga memiliki aktivitas antibakteri untuk terapi jerawat yaitu kombinasi madu dan VCO. Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi madu kele Bali dan kombinasinya dengan VCO sebagai antiacne. Kandungan fitokimia dari sampel uji yaitu madu kele dan VCO ditentukan berdasarkan metode yang sesuai. Aktivitas antibakteri tunggal dari madu kele dan VCO diuji menggunakan metode mikrodilusi dan metode difusi agar terhadap P. acnes (isolat klinis) dan S. aureus (ATCC 6538). Metode mikrodilusi checkerboard digunakan untuk menentukan efek kombinasi madu kele dan VCO. Berdasarkan hasil skrining fitokimia, di dalam madu kele terkandung senyawa, saponin, flavonoid, polifenol, dan steroid/triterpenoid sedangkan dalam VCO terdapat senyawa tanin, flavonoid, dan steroid/triterpenoid. Madu kele memiliki aktivitas antibakteri dengan nilai KHM dan KBM berturut-turut 3,12%v/v; 12,5%v/v terhadap P. acnes, dan 6,25%v/v; 25%v/v terhadap S. aureus. Sedangkan VCO memiliki aktivitas antibakteri yang lebih rendah dibanding madu kele terhadap kedua bakteri uji (KHM 25%v/v; KBM 50%v/v). Efek kombinasi madu kele Bali dengan VCO bersifat aditif dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab jerawat P. acnes dan S. aureus sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai antiacne.

Author(s):  
Yola Anggraeni ◽  
Tika Ambarwati ◽  
Irmas Miranti ◽  
Erza Genatrika

Jerawat  didefinisikan  sebagai  peradangan  kronik  dari  folikel  polisebasea  yang disebabkan  oleh  beberapa  faktor  dengan  gambaran  klinis  yang  khas.  Salah  satu tanaman  yang  dapat  mengatasi  jerawat  yaitu semangka.  Kulit buah semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) memiliki   senyawa antibakteri di antaranya  alkaloid,  fenol,  saponin,  dan  terpenoid.  Dalam penelitian ini ekstrak limbah  kulit  buah semangka diformulasikan   dalam   sediaan   gel.   Tahap   penelitian   yang menggunakan  rancangan  acak  lengkap ini meliputi  penyiapan  dan  pengumpulan simplisia   limbah   kulit   buah   semangka,   ekstraksi,   uji kandungan senyawa, formulasi gel, evaluasi sifat fisik sediaan gel, dan uji aktivitas antibakteri  terhadap  bakteri  Propionibacterium acnes  dan  Staphylococcus  aureus. Ekstraksi yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode maserasi dengan penyari kloroform. Uji kandungan senyawa dilakukan dengan menggunakan metode penapisan fitokimia meliputi uji alkaloid, uji triterpenoid, uji fenol, dan uji saponin. Ekstrak kulit buah semangka dengan konsentrasi 5, 10, dan 15% kemudian diformulasikan dengan carbopol 940 dan dilanjutkan dengan evaluasi sifat fisik gel, di antaranya uji organoleptis, uji homogenitas, uji daya sebar, uji daya lekat, uji pH, dan uji viskositas. Uji aktivitas antibakteri dari formulasi ekstrak kulit buah semangka dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar. Hasil formulasi terbaik pada formulasi gel menghasilkan gel yang homogen, lekat, menyebar, pH yang cocok dengan kulit, dan memiliki viskositas yang cukup baik. Hasil terbaik dari zona hambat uji antibakteri pada bakteri Propionibacterium acnes yaitu 5,23 mm dan pada bakteri Staphylococcus  aureus yaitu 5,80 mm.


Molecules ◽  
2019 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 223 ◽  
Author(s):  
Natalja Weber ◽  
Klaus Biehler ◽  
Kay Schwabe ◽  
Birgit Haarhaus ◽  
Karl-W. Quirin ◽  
...  

Acne is associated with hyperkeratosis, elevated levels of skin sebum and growth of Propionibacterium acnes (P. acnes) and Staphylococcus aureus (S. aureus). Furthermore, P. acnes promotes inflammation by inducing IL-6 production and oxidative stress. The aim of this study was to assess the antioxidant, anti-inflammatory and antibacterial potential of a hop-CO2-extract with 50% humulone and lupulone. The susceptibility of P. acnes and S. aureus to the hop extract was tested by using the broth microdilution technique. The minimal inhibitory concentrations (MIC) for P. acnes and S. aureus were 3.1 and 9.4 µg/mL, respectively. In addition, the hop extract showed an antioxidative effect with a half maximal inhibitory concentration (IC50) of 29.43 µg/mL as well as additional anti-inflammatory effects by reducing the IL-6 expression (IC50: 0.8 µg/mL). In addition, a gel formulation with 0.3% hop extract (w/w) had antibacterial activity against P. acnes and S. aureus (inhibition zone value: 5.5 mm and 3 mm, respectively) which was significantly superior to the placebo gel. The positive control (a gel with the antibiotic clindamycin) showed an inhibition zone of 9 mm. Due to its antioxidant, anti-inflammatory and antibacterial effects hop extract might be a treatment option for acne-prone skin.


Neurosurgery ◽  
2005 ◽  
Vol 57 (6) ◽  
pp. 1237-1243 ◽  
Author(s):  
Jason T. Banks ◽  
Suman Bharara ◽  
R Shane Tubbs ◽  
Charles L. Wolff ◽  
G Yancey Gillespie ◽  
...  

AbstractOBJECTIVE:Infection after cerebrospinal fluid (CSF) shunts or ventriculostomies is a common complication associated with significant morbidity and mortality. Polymerase chain reaction (PCR) is a powerful molecular technique that allows rapid and precise amplification of bacterial deoxyribonucleic acid (DNA) and has proven a powerful tool in the detection of a wide variety of clinically important infectious diseases. We analyzed specimens of CSF derived from ventriculoperitoneal shunts or external ventricular drains by using both conventional cultures and PCR and report herein our preliminary results.METHODS:We selected 86 CSF samples from adult patients who underwent either shunt tap or routine surveillance cultures of their ventriculostomy. These specimens were chosen from a larger group of 300 specimens that were routinely collected (many serially) in our clinical practice. They were chosen because clinical suspicion of infection was increased because of either patient signs and symptoms (fever, stiff neck, lethargy, worsening neurological examination) or preliminary laboratory analysis of CSF data (increased white blood cell count, increased protein level, decreased glucose). We considered this subgroup optimal to efficiently initiate our investigation of the correlation of PCR and culture results. CSF was increased by using standard culture techniques and by using PCR. Samples of CSF that were to undergo PCR had DNA extracted, purified, and amplified for 16S rRNA using primers 16S-Forward and 16S-Reverse of conserved sequence regions of all bacteria. DNA was PCR-amplified for 30 cycles. One microliter of the first PCR product was subjected to nested PCR using primers specific for gram-positive and gram-negative bacteria. Samples were also subjected to PCR amplification for specific detection of Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, and methicillin-resistant Staphylococcus aureus using specific primers for 16S rRNA Propionibacterium, nuclease gene of Staphylococcus, and Mec gene of methicillin-resistant Staphylococcus aureus.RESULTS:For 18 of 86 specimens (21%), both the culture and PCR were positive. For 30 of 86 specimens (35%), both the PCR and culture results were negative. For 42 of 86 specimens (49%), cultures were negative and PCR was positive. There were no positive culture results with negative PCR results. Most negative culture/positive PCR cases occurred after prolonged intravenous antibiotics. Of the 56 PCR-positive specimens, 30 were positive for Propionibacterium acnes, whereas 40 were positive for Staphylococcus aureus. Of the Staphylococcus aureus-positive specimens, two were positive for methicillin resistant-Staphylococcus aureus. Among the 56 PCR-positive specimens, 30 were positive for both Propionibacterium acnes and Staphylococcus aureus; gram-negative organisms were not detected by any method in these specimens.CONCLUSION:These preliminary data suggest that PCR is a highly sensitive, rapid, and potentially promising modality for the detection and treatment of CSF shunt ventriculostomy infection.


2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 60-67
Author(s):  
Lilis Sugiarti ◽  
Sri Fitrianingsih

Penyakit kulit seperti jerawat dapat terjadi jika saluran menuju permukaan kulit untuk mengeluarkan sebum yang diproduksi oleh kelenjar minyak rambut pada lapisan dermis tersumbat penyebab utamanya Propionibacterium acnes. Tanaman yang berperan sebagai antibakteri salah satunya adalah parijoto (Medinilla speciosa, Blume). Kandungan bahan aktif dari parijoto yaitu flavonoid, saponin dan tanin. Flavonoid bertindak sebagai penghambat pertumbuhan sel kanker, saponin yang mempunyai aktivitas antitumor dan tanin yang beraktivitas sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) ekstrak etanol daun parijoto terhadap bakteri Propionobacterium acnes dan Staphylococcus aureus serta untuk mengetahui adanya korelasi antara aktivitas antibakteri dan konsentrasi ekstrak etanol.  Metode yang dilakukan yaitu pengolahan sampel sampai diperoleh serbuk dan diekstraksi menggunakan metode maserasi serta diujikan pada bakteri dengan metode pour. Hasil uji dilakukan analisis menggunakan SPSS dengan analisis oneway ANOVA. Hasil dari analisis oneway ANOVA diameter zona  hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus diperoleh signifikansi 0,000 (p0,05). Hasil dari korelasi pada bakteri propionibacterium acnes mempunyai besaran korelasi antara jumlah konsentrasi dan daya hambat terhadap bakteri adalah 0,886 dan p value sebesar 0,000 0,05 dan pada bakteri Staphylococcus aureus sebesar 0,903 dan p value sebesar 0,000 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan. Ekstrak etanol daun parijoto mempunyai potensi antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Propioniacterium acnes dan Staphylococcus aureus dengan konsentrasi hambat minmal pada konsentrasi 6,25 mg/ml dan terdapat hubungan positif antara konsentrasi ekstrak etanol daun parijoto dengan diameter zona hambat bakteri. Kata kunci: Ekstrak etanol daun parijoto, KHM, Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 83
Author(s):  
Tiana Milanda ◽  
Ade Zuhrotun ◽  
Ulya Nabila ◽  
Vesara A. Gathera ◽  
Arif S.W Kusuma

Propionibacterium acnes ATCC 11827 and Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus ATCC BAA-1683 are bacteria that cause skin infections, namely acne vulgaris and skin and soft tissue infection/SSTI. The increase in the number of resistant bacterial strains, such as MRSA,  requires the search for alternative antibiotics, including using natural ingredients. Red yeast rice is a product of rice fermentation by Monascus purpureus, which is known to have antibacterial, antifungal, antitumor, antioxidant, anti-inflammatory, anti-cholesterol and immunomodulator. This study aims to determine the antibacterial activity of several red yeast rice extracts against these bacteria that cause skin infections. The research was carried out through the stages of collecting materials and identifying the yeast isolates, extracting of red yeast rice, phytochemical screening of red yeast rice extract, confirmation of bacterial test, preparation of bacterial test suspension, testing for bacterial resistance, testing for antibacterial activity of red yeast rice extract and determining the value of Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) of the most active extract. The results showed that the ethyl acetate and ethanol extracts had antibacterial activity against P. acnes ATCC 11827 and MRSA ATCC BAA-1683. Both extracts contain compounds from the polyphenols, flavonoids, quinones and saponins group. Ethyl acetate extract was the most active extract with MIC values against P. acnes ATCC 1182 and MRSA ATCC BAA-1683 of 50 mg/mL and 12.5 mg/mL. The MBC values of ethyl acetate extract against these bacterial tests were 100 mg/mL and 25 mg/mL. The ethyl acetate extract is more active against MRSA ATCC BAA-1683 than against P. acnes ATCC 11827. From the results of this study it is known that red yeast rice has activity against bacteria that cause skin infections, especially against MRSA


2018 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 131
Author(s):  
Melzi Octaviani ◽  
Syafrina Syafrina

Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) merupakan tanaman yang hidup di daerah tropis, berbuah sepanjang tahun dan penyebarannya cukup luas di Indonesia. Kandungan metabolit sekunder pada daun dan kulit batang sawo yaitu flavonoid, fenolik dan saponin yang diketahui mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari ekstraketanol daun dan kulit batang sawo terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes. Penelitian ini dilakukan dengan metode difusi cakram dengan variasi konsentrasi ekstrak etanol daun dan kulit batang masing-masing dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25% dan 3,125%, serta kontrol positif klindamisin dan kontrol negatif DMSO. Diameter zona hambat yang terbentuk pada pengujian ekstrak etanol daun sawo terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes dengan konsentrasi 50% masing-masing adalah 14,18±0,13 mm dan 15,33±0,25 mm. Sedangkan diameter zona hambat yang terbentuk pada pengujian ekstrak etanol kulit batang sawo terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes dengan konsentrasi 50% masing-masing adalah 14,22±0,15 mm dan 18,30±0,23 mm. Hasil analisis data menggunakan statistik ANOVA satu arah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara variasi konsentrasi ekstrak. Hasil pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun dan kulit batang sawo memiliki aktivitas dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes.


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 92
Author(s):  
Ririn Puspadewi ◽  
Putranti Adirestuti ◽  
Mira Andam Dewi ◽  
Aditya Ayuning Tyas

Latar Belakang: Pemanfaatan limbah udang saat ini kurang mendapatkan perhatian dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat akan manfaat kandungan dalam limbah udang. Limbah udang mengandung protein sebagai sumber nitrogen dan mineral sehingga dapat dimanfaatkan sebagai substrat untuk pertumbuhan mikroba Pseudomonas fluorescens dalam mensintesis asam salisilat. Tujuan penelitian adalah memanfaatkan limbah udang sebagai substrat untuk pertumbuhan Pseudomonas florescens dalam menghasilkan asam salisilat. Metode: Ferrmentasi dilakukan pada suhu 30℃, pH 7 dengan pengocokan terus-menerus pada 150 rpm. Substrat dibuat dalam dua formula yaitu formula 1 (limbah udang), formula 2 (limbah udang dan 0,02% MgSO4). Asam salisilat sebagai produk fermentasi dianalisis secara kimia kualitatif dan uji aktivitas anti mikroba terhadap Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji kimia kualitatif dengan uji esterifikasi terdapat bau ester khas seperti minyak gandapura, uji dengan FeCl3 menunjukkan warna ungu, sedangkan uji dengan HCl menunjukkan hasil negatif. Uji aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus menghasilkan zona bening  sebesar 18,65 mm dan terhadap Propionibacterium acnes sebesar 19,65 mm dari formula 1 setelah fermentasi 28 jam. Kesimpulan: Limbah udang dapat digunakan untuk susbtrat Pemanfaatan limbah udang saat ini kurang mendapatkan perhatian dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat akan manfaat kandungan dalam limbah udang. pada pertumbuhan Pseudomonas flourescens dalam menghasilkan asam sitrat


2019 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 80-84
Author(s):  
Nizar Nizar ◽  
Sarmadi Sarmadi ◽  
RF Pitaloka

Latar Belakang : Jerawat merupakan penyakit kulit yang umum terjadi, peradangan dapat dipicu oleh bakteri seperti Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. Sediaan antibiotik topikal seperti neomycin, tetrasiklin, klindamisin, dan kloramfenikol cukup berguna untuk kebanyakan pasien dengan kondisi jerawat ringan hingga parah. Antibiotik topikal dapat berupa salep dan krim yang dapat mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh suhu sehingga penyimpanannya harus diperhatikan.Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental karena ada perlakuan terhadap sediaan krim antijerawat racikan yang dipengaruhi suhu dan lama penyimpanan terhadap aktivitas antibakteri dengan cara mengukur diameter zona hambat aktivitas antibakteri. Hasil:Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat pada sediaan krim antijerawat racikan yang mengandung antibiotik pada penyimpanan hari ke-28 sediaan mengalami penurunan kecuali pada krim A yang mengandung antibiotik klindamisin mengalami kenaikan.Kesimpulan : Adanya pengaruh suhu dan lama penyimpanan sediaan krim antijerawat racikan yang mengandung antibiotik terhadap daya hambat bakteri Staphylococcus aureusdengan adanya penurunan daya hambat sediaan diakhir penyimpanan.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document