INICIO LEGIS
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

18
(FIVE YEARS 18)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By University Of Trunojoyo Madura

2747-0164

INICIO LEGIS ◽  
2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 153-163
Author(s):  
Akbar Baitullah ◽  
Indah Cahyani

 Badan Usaha Milik Negara atau BUMN merupakan salah satu badan usaha berbentuk perusahaan yang dimiliki oleh negara yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Problematika yaitu adanya konflik hukum atau disharmonisasi antar peraturan perundang-undangan terkait pola pengawasan pada BUMN tersebut, utamanya pada pengelolaan keuangan. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan argumentasi hukum. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach).  Penelitian ini menghasilkan Pertama, berdasarkan konflik hukum yang ada sangat penting untuk membuat aturan terkait penyertaan modal negara yang sudah dilaksanakan terhadap BUMN. Kedua, ketidakpastian hukum karena perbedaan istilah BUMN antara Undang-Undang Keuangan Negara dengan Undang-Undang BUMN perlu ditegaskan kembali terkait BUMN sebenarnya berstatus negeri atau swasta.Kata kunci: Pengelolaan Keuangan Negara, Pengawasan BUMN                                                                                                            ABSTRACTState Owned Enterprises or BUMN are business entities in the form of companies owned by the state whose entire or most of the capital is owned by the state through direct investment originating from separated state assets. The problem is that there is a legal conflict or disharmony between laws and regulations related to the supervision pattern in the BUMN, especially in financial management. The research method used is normative, this research was conducted with the aim of providing legal arguments. The research approach used is the statutory approach and the case approach. This research results first, based on the existing legal conflicts, it is very important to make rules related to the participation of state capital that have been implemented for SOEs. Second, legal uncertainty due to the difference in the term BUMN between the State Finance Law and the BUMN Law needs to be reaffirmed regarding BUMN actually having a public or private status.Keywords: State Financial Management, BUMN Suprvision


INICIO LEGIS ◽  
2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 164-182
Author(s):  
Halim Dimas Ferdiansyah ◽  
Syamsul Fatoni

ABSTRAKDasar pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2020 tentang Persyaratan Pemberian Hak Asimilasi dan Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19. dengan banyaknya tingkat hunian di penjara, hal ini telah menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah. Namun, terpidana yang dibebaskan mengulangi kejahatannya lagi dan menimbulkan kecemasan publik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018 dengan Permenkumham Nomor 20 Tahun 2020 dan kesesuaian prinsip pembinaan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan pemberian hak asimilasi dan integrasi narapidana dalam Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018 diberikan sesuai dengan persyaratan substantif dan administratif secara lengkap. Namun dalam Permenkuham Nomor 10 Tahun 2020 terdapat beberapa perbedaan dalam hal pemberian hak asimilasi dan integrasi, baik persyaratan substantif maupun administratif, sehingga Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 memudahkan narapidana mendapatkan hak asimilasi dan integrasi. serta pelaksanaan ketentuan pemberian asimilasi dan integrasi dalam Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tidak sesuai dengan prinsip pembinaan dalam undang-undang pemasyarakatan. Ketidaksesuaian tersebut dikarenakan adanya narapidana yang kembali melakukan tindak pidana, hal ini menunjukkan kegagalan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana. Pasalnya, program pembebasan hanya berfokus pada pencegahan penularan COVID-19 di lapas Kata kunci: asimilasi, integrasi, narapidana, perbedaan dan kesesuaian Permenkumham ABSTRACTThe basis for the consideration of the issuance of Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 10 of 2020 concerning the Requirements for Granting Assimilation and Integration Rights for Prisoners and Children in the context of preventing and overcoming the spread of COVID-19. with many occupancy rates in prisons, it caused a concern of the government. However, the convict who was released repeated the crime again and caused public anxiety. The purpose of this research was to find out the difference between Permenkumham (Regulation of the minister of Law and human righs) Number 3 of 2018 and Permenkumham Number 20 of 2020 and the suitability of the principles of development with Law Number 12 of 1995 concerning correctionalism. The method used in this research was a type of normative legal research using a statutory approach, a conceptual approach. The results of this study indicated that the differences in the provision of assimilation rights and integration of prisoners in Permenkumham No.3 of 2018 were given in accordance with the complete substantive and administrative requirements. However, in Permenkuham No.10 of 2020 there are several differences in terms of granting assimilation and integration rights, both substantive and administrative requirements, so that Permenkumham No.10 of 2020 made it easier for inmates to get the right of assimilation and integration. and the implementation of the provisions for assimilation and integration in Permenkumham No.10 of 2020 is not in accordance with the principles of guidance in the correctional law. This mismatch was due to the presence of prisoners who had returned to committing criminal acts, this indicated a failure to provide guidance to prisoners. This was because the release program only focuses on preventing transmisfsion of COVID-19 in prisons. Keywords: Assimilation, Integration, Prisoners, Differences and suitability of Permenkumham


INICIO LEGIS ◽  
2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 108-121
Author(s):  
Abd Latif ◽  
Indah Cahyani

ABSTRAKKetertwakilan perempuan dalam pengisian anggota badan permusyawaratan desa (BPD) diatur didalam  UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yakni dipasal 56 ayat 1 bahwa pengisian anggota BPD dilakukan secara demokratis selain itu peraturan pelaksananya yakni PP Nomor 43 tahun 2014 juga telah mempertegas yakni dipasal 72 ayat 1 bahwa pengisian keanggotan BPD pelaksaannya itu dilakukan dengan cara demokratis baik secara langsung, ataupun perwakilan dengan tetap terjaminnya kedaulatan rakyat. Terjadi inkonsistensi meteri muatan didalam permendagri Nomor 110 tahun 2016 tepatnya dipasal 8 aat 3 yang menyatakan bahwa pengisian keanggotaan BPD dari keterwakialn perempuan pemilihanya dilaksanakan oleh  perempuan yang mempunyai hak pilih hal justru tidak sejalan dengan UU diatas nya yang menyatakan bahwa konsep demokrasi yang dipakai didalam pengisian keanggota BPD.  berdasarkan isu hukum yang telah dijelas diatas maka didalam penelitian ini akan meneliti apakah pengisian keanggotaan BPD sesuai dengan konsep demokrasi? Serta apakah permendagri Nomor 110 tahun 2016 benar bertentangan dengan UU diatasnya yakni UU nomor 6 tahun 2014 dan PP nomor 43 tahun 2014?  Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, konseptua dan pendekatan historis. hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa; sebagaimana yang telah ditegaskan didalam pasal 8 ayat (3) Permendagri Nomor 110 Nomor 2016, Hal ini tidak sejalan dan tidak mencerminkan hakekat dari pada sistem demokratis dalam pemilihanya, Karena pada sejatinya sistem politik yang demokratis itu, masyarakat dewasa nya baik baik laki-laki atau pun perempuan mempunyai hak yang sama dalam pengambilan keputusan politik baik itu secara langsung ataupun perwakilan. Ditinjuau dari aspek kearifan lokal dimana perempuan dianggap orang yang berkiprah dalam sektor domestik sementara laki-laki ditempatkan dalam sektor publik, maka sangat tidak memungkinkan jika keterwakilan perempuan dalam keanggotaan BPD pemilihanya hanya dilakuakan oleh perempuan saja.Kata kunci: Inkonsitensi, Keterwakilan Perempuan, Badan Permusyawatan Desa.


INICIO LEGIS ◽  
2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 183-193
Author(s):  
Aprilina Pawestri ◽  
Ida Wahyuliana

ABSTRAKKeberadaan corona virus di Indonesia membawa perubahan yang sangat besar pada kondisi ekonomi, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Berbagai kebijakan di ambil salah satunya adalah pemberian vaksin secara masal dan bertahap. Namun kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Khususnya kebijakan kewajiban vaksin yang dinilai melanggar hak asasi manusia. Karena seharusnya pilihan vaksin adalah sukarela. Ini diperkuat dengan munculnya sanksi bagi yang menolak dilakukan vaksinasi. Kajian ini lakukan untuk mengurai permasalahan apakah kewajiban vaksinasi COVID-19 merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah. Untuk menjawab rumusan tersebut digunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang dan konseptual. Dan hasil penelitian ini bahwa kebijakan pemerintah menetapkan kewajiban vaksin tidak bisa lantas di justifikasi sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Karena masyarakat juga memiiki kewajiban sebagai warganegara di bidang kesehatan sebagaimana Pasal 9 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2009. Diperkuat Komnas HAM dan sejalan dengan teori yang di sebutkan John Stuart Mill bahwa setiap individu memiliki hak untuk bertindak berdasarkan keinginan mereka selama tindakan mereka tidak merugikan orang lain. Dengan tetap mengupayakan langkah persuasif dengan menimalkan sanksi administratif. Kata Kunci: kebijakan, kewajiban vaksin, pelanggaran HAM  ABSTRACTThe existence of corona virus in Indonesia brings a very large change in economic conditions, health, education and so on. Various policies are taken, one of which is the provision of vaccines en masse and gradually. But this policy raises pros and cons in society. Especially the policy of vaccine obligations that are considered to violate human rights. The vaccine option should be voluntary. This is reinforced by the emergence of sanctions for those who refuse vaccinations. This study was conducted to unravel the problem of whether the COVID-19 vaccination obligation is a form of human rights violations committed by the government. To answer the formulation is used normative research methods with legal and conceptual approaches. And the results of this study that government policies set vaccine obligations can not be then justified as a form of human rights violations. Because the community also has obligations as citizens in the field of health as Article 9 paragraph 1 of Law No. 36 of 2009. Strengthened Komnas HAM and in line with the theory mentioned by John Stuart Mill that every individual has the right to act on their wishes as long as their actions do not harm others. By continuing to pursue persuasive steps by imposing administrative sanctions.Keywords: policies, vaccine obligations, human rights violations


INICIO LEGIS ◽  
2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 122-135
Author(s):  
Dewi Retno Sari ◽  
Yudi Widagdo Harimurti

ABSTRAKPerubahan keempat UUD NRI Tahun 1945, kembali menempatkan negara Indonesia kearah sistem pemerintahan Presidensial, yang didalamnya Presiden memiliki jabatan sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan, sehingga Presiden memiliki kedudukan yang sangat kuat. Sebagaimana amanat dalam Pasal 10 UUD NRI Tahun 1945 bahwa Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sehingga Presiden memiliki kekuasaan penuh atau Hak Prerogatif dalam menjalankan kewenangannya dibidang pertahanan dan keamanan Nasional, termasuk dalam hal pengangkatan jabatan Panglima TNI, mengingat Panglima TNI bertanggung jawab kepada Presiden. Namun adanya ketentuan peraturan dibawah UUD NRI Tahun 1945 yakni dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara telah memperlemah kewenangan Presiden melaksankan Hak Prerogatifnya dalam hal pengangkatan Panglima TNI yang mengharuskan adanya persetujuan DPR. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Aproach) dan pendekatan konseptual (Conseptual Approach) serta analisis menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian ini seharusnya dengan dianutnya sistem pemerintahan presidensial oleh Negara Indonesia, maka Presiden memiliki hak Prerogatif khususnya dalam Pengangkatan Panglima TNI sebagai amanat Pasal 10 UUD NRI Tahun 1945.Kata Kunci: Hak Prerogatif Presiden, Pengangkatan Panglima TNI, Sistem Pemerintahan Presidesial.


INICIO LEGIS ◽  
2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 136-152
Author(s):  
Izzul Islam ◽  
R. Wahjoe Poernomo Soeprapto

ABSTRAKStaatenoodrecht ialah hak darurat, dimana kegentingan kesehatan nasional sebagai ancama bagi masyarakat, maka dalam hal ini pemerintah tetap memaksakan Pemilihan Umum di tengah  pandemi covid 19 yang melanda Indonesia dan ketegori darurat kesehatan nasional sudah tertuang di didalam kepres, Maka Pemilihan Umum yang dilaksanakan di tengah kondisi Negara dalam keadaan darurat harus di pertegas secara hukum yang berlaku, Jenis penetian ini Normatif, Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Bahan hukum primer yang dianalisa adalah yang berhubungan keputusan presiden terhadap penetapan bencana dalam keadaan darurat, Bahan hukum sekunder di dapat dari literature terkait pelaksanaan pemilukada di tengah Negara dalam keadaan darurat.Hasil ini menunjukan bahwa ketika pilkada dilaksanakan di tengah keadaan darurat, maka kualitas hasil demokrasinya kurang baik, sejatinya jika keadaan neagara dalam darurat maka aktifitas yang membahayakan pada masyarakat harus di utamakan, dalam hal ini pemerintah masih belum konsisten terhadap penetapan covid 19 sebagai darurat kesehatan nasional, terbukti dengan terlaksananya pemilukada di tengah bencana non alam tersebut.Kata Kunci: Darurat Kesehatan, Pemilihan Umum, Covid-19


INICIO LEGIS ◽  
2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
Author(s):  
Ferdy Arliyanda Putra ◽  
Lucky Dafira Nugroho

ABSTRAK Model perdagangan saat ini mulai bergeser pada perdagangan melalui sistem elektronik yang biasanya disebut marketplace. Sebelum melakukan transaksi elektronik melalui sistem elektronik biasanya diminta oleh sistem untuk membuat akun atau yang biasa disebut sebagai identitas konsumen. Akun tersebut berisikan identitas, user, dan password untuk dapat melakukan transaksi. Dalam perkembangannya, marketplace tersebut menyediakan sistem paylater yang memudahkan pemilik akun/konsumen untuk membayar tagihan dikemudian hari atau dengan kata lain utang kepada marketplace tersebut. Ada suatu kasus dimana salah satu markeplace, traveloka, disalahgunakan oleh pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab yaitu untuk membeli tiket dan menjual tiket dengan menggunakan akun milik orang lain. Dari permasalahn tersebut hendak mencari penyelesaian hukum dengan upaya melindungi konsumen/pemilik akun dan pemulihan kerugian pemilik akun/konsumen tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan metode penelitian hukum. Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan adalah perlindungan hukum bagi pemilik akun adalah perlindungan hukum internal dan eksternal. Perlindungan hukum internal termaktub dalam syarat dan ketentuan yang tercantum dalam aplikasi traveloka yang dapat dijadikan dasar untuk meminta ganti rugi apabila ada penyalhgunaan akun. Selain itu, perlindungan hukum eksternal diatur dalam Pasal 31 PP 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Pasal 37 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Upaya pemulihan krugian dapa dilakukan melalui gugatan PMH ke pengadilan negeri. Kata Kunci : perlindungan hukum, penyalahgunaan, akun, transaksi, elektronik


INICIO LEGIS ◽  
2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
Author(s):  
Irwan Dwi Rostanto ◽  
Riesta Yogahastama

ABSTRAK Polisi hendaknya dapat melakukan penegakan hukum dengan pendekatan yang lebih memenuhi keadilan, sehingga dalam penanganan perkara, tidak selalu harus menggunakan pendekatan represif. Cara yang dimaksudkan adalah dengan pendekatan keadilan restoratif, dan cara ini dapat dilakukan dalam perkara tertentu. Polisi dapat menggunakan pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan perkara. karena polisi memeiliki kewenangan diskresi. Penggunaan kewenangan diskresi dalam penanganan perkara dengan pendekatan keadilan restoratif perlu diteliti, dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan kewenangan diskresi kepolisian dengan pendekatan keadilan restoratrif di Polres Mojokerto saat ini. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis. Adapun pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif digabungkan dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Dapat disimpulkan bahwa kewenangan diskresi kepolisian dengan pendekatan keadilan restoratif terhadap penanganan kasus perkara perlu dikembangkan karena dalam KUHP, ada kemungkinan untuk mengedepankan pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan perkara pidana. kewenangan diskresi kepolisian dengan pendekatan keadilan restoratif perlu disusun pedoman teknis pelaksanaan kewenangan diskresi kepolisian dengan pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan. Kata kunci : Keadilan Restoratif – Mediasi Penal


INICIO LEGIS ◽  
2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
Author(s):  
Haris Dwi Saputra ◽  
Muhammad Miswarik

ABSTRAKHukum pidana bersifat Ultimum Renedium yaitu sebagai upaya terakhir dalam penyelesaian sengketa pidana. Pengaturan alternaif penyelesaian sengketa dalam suatu aturan hukum sangatlah penting. Menangani anak yang melakukan tindak pidana, sudah seharusnya memperhatikan penanganan yang berbeda dengan orang dewasa, karena seringkali penanganan anak yang berkonflik dengan hukum disamakan dengan penganganan orang dewasa. Anak merupakan generasi penerus bangsa dan anak-anak pada umumnya masih memiliki sifat dasar yang labil sehingga kedudukannya masih membutuhkan perlindungan yang dapat dijadikan dasar untuk mencari solusi alternatif untuk menghindarkan anak dari suatu sistem peradilan pidana formal. Dalam menangani berbagai kenakalan anak yang melakukan tindak pidana, secara yuridis di Indonesia dapat ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Perdadilan Pidana Anak, yang memberikan tujuan dalam menciptakan terobosan baru yang dapat menjadi solusi terbaik bagi anak yang melakukan tindak pidana. Lahirnya Undang-Undang tersebut dinilai lebih maju karena di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang baru ini mengutamakan pendekatan keadilan restroatif dengan melakukan upaya diversi dalam keseluruhan proses penyelesaian perkara tindak pidana anak. Diversi merupakan bentuk perlidungan bagi anak yang berkonflik dengan hukum.Kata kunci: diversi; sistem perdilan pidana anak, anak yang berhadapan dengan hukum. 


INICIO LEGIS ◽  
2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
Author(s):  
Waisol Qoroni ◽  
Indien Winarwati

ABSTRAK Kedaulatan rakyat yang di atur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (2). Dalam skripsi ini membahas tentang implementasi kedaulatan rakyat yang diatur didalam UUD dalam konteks demokrasi, yang dimaksud dengan demokrasi ini yaitu berasal dari kata yunani yaitu “demos” dan “kratos” demos artinya rakyat sedangkan kratos artinya kekuasaan yang mana dapat diartikan bahwa demokrasi kekuasaannya berada ditangan rakyat. Tetapi pada masa ini tidaklah mungkin seluruh rakyat yang memegang kekuasaan atas negara maka yang dilaksanakan oleh negara adalah demokrasi dengan sistem perwakilan. Di Indonesia kedaulatan rakyat berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 pasal 1 ayar (2) yang dilaksanakan oleh DPR melalui kinerja DPR yaitu seperti Focus Group Discussion (FGD), parlemen kampus dan parlemen remaja diilihat dari kinerja DPR yang melaksanakan kedaulatan rakyat belum maksimal karena belum merata dan masyarakat banyak yang tidak mengetahui karena DPR hanya mengadakan diskusi dan meminta pendapat dari masyarakat kampus yang dianggap ahli, dan juga dalam bentu pembentukan perundang-undangan bahwasannya DPR mempunyai kewenangan untuk membentuk undang-undang sedangkan masyarakat juga dapat perbartisipasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dengan cara-cara yang sudah ditentukan dan juga masyarakat juga dapat berpartisipasi dengan tiga metode yaitu metode Ante Legislative, Legislative dan Post Legislativ.Kata kunci : Kedaulatan rakyat, DPR, Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document