Recital Review
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

18
(FIVE YEARS 9)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Faculty Of Education And Teacher Training, Jambi University

2623-2928, 2622-5891

2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 57-76
Author(s):  
Valerio Xaverius Tjipto

ABSTRACT             PPAT Deed is an authentic deed in the case of certain legal actions, especially in the case of transfer of land rights from one party to another party. An authentic deed is a deed made by an authorized official for that, in the place where the deed was made and the format is in accordance with the provisions of the legislation in force. The authentic PPAT deed must be read in front of the parties, and signed by the witnesses and PPAT. The legal standing of witness in the PPAT authentic deed is as an instrument witness who witnessed and knew the making of the PPAT deed and also as evidence to strengthen the PPAT deed was made. If there is a legal problem with the PPAT deed, the instrumentair witness who signed the PPAT deed can be asked for information relating to the implementation of the PPAT deed, including information about the presence of the parties who signed the PPAT deed before the PPAT and the witnesses. The problem in this research is how the legal arrangement of witnesses in the PPAT deed, How is the legal effect on the PPAT deed whose signature was carried out in the presence of two witnesses and How is the legal analysis considered by the Panel of Judges in the Karanganyar District Court Decision No. 16 / Pdt.G / 2015 / PN.Krg.             This type of research is empirical juridical research, in which the approach to the problem is carried out by reviewing the implementation of PPAT obligations based on the applicable laws and regulations in this case are Articles 21 and 22, PP No. 24 of 2016 concerning amendments to PP No. 37 of 1998 concerning PPAT position regulations and this research was also supported by conducting direct interviews with 3 PPAT people whose working area was in Medan City.The results of the study stated that the legal arrangements regarding witnesses in the PPAT deed contained in Articles 21 and 22, PP No. 24 of 2016 concerning amendments to PP No. 37 of 1998 concerning PPAT position regulations, Article 18 paragraphs 3, 4 and 5 of the regulation of the State Minister for Agrarian Affairs / Head of the National Land Agency (BPN) Number 1 of 2006 concerning Provisions for Implementing Government Regulation Number 37 of 1998 concerning PPAT Position Regulations, Article 1895-1912 Civil Code in the description of the criteria for witnesses recognized in making the PPAT deed and Article 37 PP No. 24 of 1997 concerning land registration, the legal consequence of the PPAT deed which was signed before two witnesses was that the PPAT deed was degraded to a deed under the hand, because it contained a formal legal flaw and the legal analysis of the Judge Panel's consideration in the Karanganyar District Court Decision No. 16 / Pdt.G / 2015 / PN.Krg which states that the PPAT has committed acts against the law and the authentic deed has been degraded to a deed under the hand.Keywords: PPAT Law, PPAT Deed, and the Witness Position


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 126-139
Author(s):  
Silvia Anggraini Yusmi

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengkaji dan menganalisis akibat hukum pencairan kredit yang didasarkan pada covernote notaris. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Hasil dari penelitian Covernote yang dibuat atas dasar kesepakatan Notaris dan Bank dalam pencairan kredit adalah sah, namun hanya berkedudukan  sebagai  surat keterangan  dari notaris dan tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak ada kewenangan Notaris dalam pembuatan suatu Covernote. Akibat hukum pencairan kredit yang didasarkan pada covernote Notaris adalah apabila tidak dapat diselesaikan pengurusan hak tanggungan sesuai dengan covernote yang dibuat oleh Notaris, maka berakibat objek jaminan dalam perjanjian hak tanggungan tidak dapat dieksekusi langsung atau perjanjian hak tanggungan batal demi hukum sedangkan perjanjian kreditnya belum berakhir. Covernote Notaris tidak memiliki kekuatan hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi bank selaku kreditur dalam perjanjian kredit apabila terjadi wanprestasi pada saat proses pembebanan hak jaminan. Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kesalahannya jika dalam penerbitan covernote tersebut terdapat unsur yang memuat keterangan yang tidak benar terhadap isi covernote tersebut. Kata Kunci: Covernote, Notaris, Perbankan


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 112-125
Author(s):  
Rahel Octora

Abstrak Peningkatan kebutuhan masyarakat akan tersedianya dana membuat masyarakat mencari berbagai macam alternatif sumber dana, termasuk pembiayaan untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Proses pengajuan pinjaman melalui lembaga keuangan bank yang mensyaratkan berbagai proses verifikasi sebelum permohonan pinjaman dapat dikabulkan, membuat sebagian masyarakat lebih memilih untuk meminjam dana melalui aplikasi / layanan penyaluran pinjaman yang beroperasi secara online. Proses yang dilalui tanpa tatap muka,berakibat pada tingginya risiko gagal bayar. Untuk mencegah hal tersebut, beberapa pihak penyelenggara pinjaman berbasis teknologi informasi menetapkan klausul bahwa pihak debitur setuju untuk memberikan ijin pada penyelenggara untuk mengakses data kontak yang terdapat pada ponsel milik debitur. Kemudian, dalam hal terjadi gagal bayar, pihak penyelenggara pinjaman melakukan penagihan kepada pihak ketiga (kontak debitur), dan penagihan tersebut seringkali dilakukan secara intimidatif. Penagihan yang bersifat intimidatif tersebut tentunya bersinggungan dengan peraturan hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif, di mana bahan-bahan yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa berbagai literatur di bidang hukum. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pemberlakuan klausul di mana debitur mengijinkan perusahaan P2P Lending melakukan akses kontak di Indonesia merupakan salah satu indikasi terjadinya undue influence atau penyalahgunaan keadaan. Negara harus memberikan batasan dengan memberlakukan ketentuan-ketentuan hukum yang bersifat memaksa. Tindakan penagihan secara intimidatif juga merupakan pelanggaran hukum pidana, khususnya UU ITE terkait dengan distribusi informasi elektronik yang bermuatan pengancaman. Perusahaan P2P Lending sebagai sebuah korporasi seharusnya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Kata Kunci : P2P Lending, Daftar Kontak, Hukum Pidana, Hukum Kontrak Abstract Community needs of fund is now increased rapidly. It makes people look for various alternative sources of funds, to fulfill their needs. Banks may distribute such fund in the form of loan. The granting of loan from banks as creditors is written in a loan agreement document. The loan application process through a bank requires various verification processes before a loan application can be granted. This situation makes some people prefer to borrow funds through Peer to Peer Lending Corporation, that operate through online platforms.  The process is done without face to face verification process. It may cause a high risk of non-performing loan. To prevent the high risk of non-performing loan, information technology-based loan providers, commonly stipulate a clause that “the debtor agrees to give the permission to access the contact data contained on the debtor's cellphone.” Then, in the event of a default, the loan provider will contact a third party (debtor contact) for debt collecting purposes, and the collection process oftentimes done with intimidation. Intimidating debt collecting, is certainly in violates criminal law regulations in Indonesia. This research was conducted using the normative juridical method, in which the materials used were primary legal materials in the form of legislation and secondary legal materials in the form of various literature in the field of law. The results of this study are: 1.  the clause in online loan agreement, which state that the debtor allows P2P Lending companies to access contacts is an indication of undue influence or abuse of the situation. To overcome this problem, the state must impose administrative and criminal provisions. 2. Intimidating debt collecting is also a violation of criminal law, especially the Information and Electronic Transaction Law, related to the distribution of electronic information that contains threats. P2P Lending companies as a corporation should be criminally liable. Keywords: P2P Lending, Contact List, Criminal Law, Contract Law


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 22-38
Author(s):  
Muhammad Takkas Siregar

Nominee Arrangement drafted by a Notary has quite wide range of usage because it contains authority. Nominee is principally an agreement that is not assertively specifically regulated, but in practice, it is used as an agreement with name borrowing which existence frequently brings negative impacts and financial loss to all parties if its deed is proceeded.             The objective of this research was to analyze the legal regulations related to notarial deed drafting categorized into deed of nomination, the legal status of the land title registered with the name of a child mentioned in a nominee deed, and the Verdict of the Supreme Court Number 433K/Pdt/2016. Normative juridical research method is employed with descriptive analysis. The data are collected through library study. The research problems are about the land title ownership sourced from nominee or name borrowing. The legal regulations on notarial deeds that are categorized into deed of nomination causes many legal problems in practice; thus, the practice of nominee arrangement has to be made with a supporting agreement to build legal relationship among all parties, that the legal smuggling seems legitimate and has legal ground.             The results demonstrate that the usage of nominee concept in land ownership is aimed at protecting the confidentiality of the true owner’s name and identity from public and government. The legal status of deed of nomination is not specifically regulated, but the Law on Capital Market and Law on Limited Liability Companies stipulate regulations on nominee. The analysis result of this verdict is that the judges should be more conscientious in analyzing, deciding, and pronouncing the verdict by involving competent experts; it can be made guidance to make decision. The ruling issued by a court reflects a just legal protection for all disputed parties in Indonesia.


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 39-56
Author(s):  
Randa Iolanda Putra

ABSTRACT The registration of land rights concerning title status, right subject, and right object is intended to guarantee legal certainty, legal protection, utility. According to UUPA, PP on Land Registration, and its derivation, it is one of the activities of safeguarding the land. The change in physical data and/or juridical data include the coverage of land registration data by transaction which can be proved with PPAT certificate. In reality, in Nagari Ranah Palabi, the transaction is done underhendedly on land title of the transmigrant settlement. The research problem is how about the cause, legal standing, and registration of the transfer of underhanded land transaction on the land right of transmigrant settlement. The research theories are the theory of legal certainty, theory of legal protection, and theory of utility. The research used juridical empirical and descriptive analytic method by analyzing primary data obtained directly from the people in the field. It wa done in Nagari Ranah Palabi, Timpeh Sub-district, Dharmasraya Regency, West Sumatera Province. The result of the reseacrh shows that underhanded transaction of the land of transmigrant settlement includes inexpensive cost, quick process, and easy to do. Legal standing of the transactiondoes not meet material requiment since it is not a certificate made before a PPAT even thougt it is allowed materially. Consequently, it cannot be registered in the Land Office and filing the claim to Court cannot do the proceeding because there is no dispute in it. Therefore, the request for the right for the land cannot be accepted by the Court. It is recommended thet legal counseling about legal consequense of underhanded transaction of the land for residence be provided. Accurate regulation for the people on land right for residence concerning formal preprequisite should be made – certificate made before a PPAT for registering land title transfer. Concerning the absence of the seller or ‘afwezigheid’ the buyer has the right to lodge a request the land right in the transmigrant land. Keywords : Land Transaction;Land for Residence;Transmigrant.


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 93-111
Author(s):  
Febri Rahmadhani

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami dan menganalisis Pengaturan danKekuatan Pembuktian Akta di Bawah Tangan yang Telah Diwaarmerking BerdasarkanPeraturan Perundang-undangan di Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan metodepenelitian yuridis normatif, dalam melakukan pengkajian terhadap Undang-undang.Adapun hasil dari penelitian ini yaitu, Pengaturan mengenai pendaftaran akta di bawahtangan dapat dilihat pada Staatblads 1916 Nomor 46 tentang Waarmerking akta di bawahtangan. Kekuatan Pembuktiannya pada akta dibawah tangan melekat kekuatanpembuktian namun harus terpenuhi terlebih dahulu syarat formil dan materiil: Dibuatsekurang-kurangnya 2 (dua) pihak tanpa campur tangan pejabat yang berwenang, ditandatangani pembuat dan para pihak yang membuatnya, isi dan tandatangan diakui. Kalausyarat tersebut terpenuhi, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1875 KUHPerdata maka:Nilai kekuatan pembuktian nya sama dengan akta otentik dengan demikian nilai kekuatanpembuktian yang melekat padanya sempurna dan mengikat (volledig en bindendebewijskracht). Kata kunci : Kekuatan Pembuktian; Akta Di Bawah Tangan; Waarmerking The Power Of Proving The Deed Under The Hand Has Been RevealedBy Legislation In IndonesiaThis study aims to find out, understand and analyze the Arrangement and Strength ofProof of Deed under the Hand that has been Guarded Based on Legislation in Indonesia.In this study using normative juridical research methods, in conducting reviews of theAct. The results of this study are, Regulations regarding the registration of a deed underthe hand can be seen in Staatblads 1916 Number 46 concerning Waarmerking deed underthe hand. Strength of Proof on the deed under the hand attached to the strength of proof,but must be met in advance formal and material requirements: Made at least 2 (two)parties without the intervention of the authorized official, signed by the maker and theparties who made it, the contents and signatures are recognized. If these conditions aremet, then in accordance with the provisions of Article 1875 of the Civil Code: The valueof the strength of proof is the same as an authentic deed, thus the value of the strength ofproof attached to it is perfect and binding (volledig en bindende bewijskracht). Keywords : Power of Proof; Deeds Under Hand; Waarmerking


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 77-92
Author(s):  
Abel Agustian

ABSTRAK Indonesia adalah Negara berkembang.Seiring dengan perkembangannya yang pesat, berkembang juga hal-hal di bidang property, misalnya peminat dalam jual beli kondominium atau yang lebih dikenal dengan istilah apartment.Namun seiring dengan banyaknya peminat dalam hal jual beli kondominium tersebut tak jarang juga menimbulkan berbagai problematika.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan batalnya akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas Kondominium serta mengetahui akibat hukum apabila dilakukan pembatalan perjanjian.Kelalaian dapat merugikan salah satu pihak, akibatnya hal ini dapat menyebabkan dibatalkannya suatu perjanjian. Sedangkan akibat batalnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas Kondominium yang dibuat dihadapan notaris karena wanprestasi dapat berupa denda, sanksi, pembatalanterhadap akta yang dibuat dihadapan notaris, dan pembayaran biaya perkara akibat pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian yuridis normatif, dalam melakukan pengkajian terhadap Undang-Undang. Adapun hasil dari penelitian yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah penyebab batalnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas Kondominium dapat dikarenakan oleh adanya pihak yang tidak memberikan prestasi yang telah disepakati, sehingga menyebabkan kerugian disalah satu pihak.   Kata Kunci : Pembatalan PPJB, Wanprestasi


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 140-156
Author(s):  
Fauzan Salim

SABH adalah Sistem Administrasi Badan Hukum dalam permohonanpenyelesaian badan hukum Perseroan Terbatas yang dilakukan secara elektronikmenggunakan media Internet secara online. Sebuah prosedur adalah kunci darisuatu sistem hukum yang berlaku, tanpa prosedur yang benar dan sesuai denganundang-undang serta ketentuan yang berlaku, maka seluruh sistem tersebut akantimpang, sehingga prosedur memegang peranan penting dalam sebuahkeberlangsungan suatu sistem. Begitu pula dalam sistem pengesahan pendirianPerseroan Terbatas, dimana peranan notaris adalah sebuah mata rantai dariseluruh prosedurnya..Metode penulisan yaitu metode penelitian hukum yuridis normatif, metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan perundang-undangan dan metode pendekatan konseptual, pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yang dengan caramenginventarisasikan,menginterprestasikan, mengsistematisasikan, mengevaluasi, mengklasifikasikan serta penarikan kesimpulan. Hasil penelitian Jurnal ini menunjukan bahwa pendirian Perseroan Terbatas melalui SABH dimulai dengan dilakukannya permohonan pemesanan.nama perseroan dan ditindak lanjuti dengan pembuatan akta pendirian PT. Berdasarkan kuasa yang diberikan oleh para pendiri kepada Notaris sebagai pemohon, pemohon melakukan pembayaran PNBP pengesahan dan BN/TBN. Selanjutnya, dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung dari tanggal pembuatan akta, Notaris melakukan pengisian data PT dan menyampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM sesuai dengan format SABH secara elektronik


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 1-21
Author(s):  
Yalid Yalid

ABSTRAK   Rumusan masalah dalam penelitian ini ada 3 (tiga). Pertama, Bagaimanakah pendirian badan hukum UED/K-SP di Kecamatan Bengkalis? Kedua, bagaimanakah hambatan pendirian badan hukum UED/K-SP di Kecamatan Bengkalis? Ketiga, bagaimanakah upaya mengatasi hambatan pendirian badan hukum UED/K-SP di Kecamatan Bengkalis? Sejalan dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini pun ada 3 (tiga). Pertama,  untuk menjelaskan pendirian badan hukum UED/K-SP di Kecamatan Bengkalis. Kedua,untuk menjelaskan hambatan pendirian badan hukum UED/K-SP di Kecamatan Bengkalis. Ketiga, untuk menjelaskan upaya mengatasi hambatan pendirian badan hukum UED/K-SP di Kecamatan Bengkalis. Jenis penelitianadalah penelitian hukum empiris untukmeninjau efektivitas berlakunya hukum. Lokasi penelitian di Kecamatan Bengkalis Kampar Kiri Hulu.  Pertimbangan penulis memilih lokasi ini karena dari legalitas pembentukan UED/K-SP yang merupakan unit usaha BUMDesa di Kecamatan Bengkalis ditinjau dari perspektif hukum bertolak belakang dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM).Hasil penelitian ini  dapat dijelaskan  pendirian badan hukum UED/K-SP di Kecamatan Bengkalis haruslah berbentuk badan hukum sesuai amanat Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 jo Pasal 8 Permendes PDTT Nomor 4 Tahun 2015. Hasil penelitian ini dapat diketahui tidak ada satupun UED-SP di Kecamatan Bengkalis yang sudah memenuhi persyaratan LKM dan berbadan hukum. Hambatan pendirian badan hukum UED/K-SP di Kecamatan Bengkalis  dari hasil penelitian ini jawaban yang relevan hanyalah terkait peralihan aset, sedangkan jawaban selebihnya dari sampel penelitian tidak ada relevansinya dengan hambatan pendirian badan hukum UED/K-SP. Upaya mengatasi hambatan pendirian badan hukum UED/K-SP di Kecamatan Bengkalis tidak ada rencana dan tindakan konkrit untuk mengatasi hambatan dimaksud. Hal ini disebabkan karena seluruh sampel penelitian ini seluruhnya tidak memahami pendirian badan hukum UED/K-SP.   Kata Kunci: Status Badan Hukum, UED/K-SP, Kecamatan Bengkalis


2019 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 137-157
Author(s):  
Ageng Triganda Sayuti

Village Owned Enterprises (BUM Desa) is an institution whose existence is mentioned in Law No. 6 of 2014 on villages to improve the village economy. The establishment of BUM Desa has many positive impacts, one of which is to increase the village's original income (PADes). From the increase of original income of the village will make the village economy and society. As a BUM Desa business entity related to third party in carrying out its economic activity. In terms of business law, a business entity is divided into legal entities and non-legal entities whose stance is made by Notaries, this paper discusses how the status of BUM Village Law agency and how the role of Notary as Public Official in the establishment of BUM Desa.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document