AHKAM Jurnal Ilmu Syariah
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

248
(FIVE YEARS 62)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Lp2m Universitas Islam Negeri (Uin) Syarif Hidayatullah Jakarta

2407-8646, 1412-4734

2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
Author(s):  
Muhammad Mutawali

This article aimed to critically study the shift of Donggo Customs and traditions due to its dialectics with Islamic law. The Donggo customary law was based on the traditional practices and local wisdom of their ancestors, who were believed to have noble values and truth. Since the 17th Century, the dialectics signified by the Bima kingdom’s political system changes from the old customs into Islamic law. This has influenced all aspects of the Bima people’s live, including the Donggo community. The is qualitative research, with data from interviews and a document study. The present study reveals that the Donggo Community’s customary law, preserved and practiced today, results from dialectics between customary law and Islamic law. The practiced traditions include baja sentence, the flogging law, the Mbolo weki culture, Maja Labo dahu and Raju ritual. In Islamic law, such traditions are called `urf or al-`adah, which are living traditions in a society used as legal sources and recognized by Islamic legal scholars. Adat or customary law implemented by the Donggo indigenous people is considered substantially similar to Islamic teachings. So, Donggo customs, corresponding with the Islamic law (`urf shahih), are maintained, while the contradicting ones (`urf fasid)  are abandoned. Abstrak:Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara kritis pergeseran adat dan tradisi Donggo sebagai proses dialektika dengan hukum Islam. Hukum adat Donggo didasarkan pada praktik tradisional dan kearifan lokal nenek moyang mereka, yang diyakini memiliki nilai-nilai luhur dan kebenaran. Sejak abad ke-17, dialektika yang ditandai dengan sistem politik kerajaan Bima berubah dari adat lama menjadi hukum Islam. Hal ini telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat Bima, termasuk masyarakat Donggo. Jenis penelitian ini adalah kualitatif, dengan data dari wawancara dan studi dokumen. Kajian ini mengungkapkan bahwa hukum adat Masyarakat Donggo yang dilestarikan dan dipraktikkan hingga saat ini, merupakan hasil dari dialektika antara hukum adat dan hukum Islam. Tradisi yang dipraktikkan antara lain hukuman baja, hukum cambuk, budaya weki Mbolo, ritual Maja Labo dahu dan Raju. Dalam hukum Islam, tradisi semacam itu disebut `urf atau al-`adah, yaitu tradisi yang hidup dalam masyarakat yang dijadikan sumber hukum dan diakui oleh para sarjana hukum Islam. Adat atau hukum adat yang dilaksanakan oleh masyarakat adat Donggo secara substansi dianggap mirip dengan ajaran Islam. Jadi, adat Donggo yang sesuai dengan syariat Islam (`urf shahih) tetap dipertahankan, sedangkan yang bertentangan (`urf fasid) ditinggalkan.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
Author(s):  
Muhammad Taufiki ◽  
Badriyah Badriyah

Harmonization of shari’a and tradition which are two different legal entities is highly to look forward. Especially in Indonesia as a plural legal country that has a diversity of tribes, tradition and cultures. This paper tries to describe one of the harmonization of Islamic law and tradition that occur in Majalengka using qualitative research methods with the Islamic law approach that occurs in ngarunghal tradition, including the pelangkah present. The harmonization of the differences between tradition and shari’a can be a new configuration that can continue to be preserved in Indonesia. The research data was obtained from interviews and previous researches. The results of this research show that shari’a accepts the wealth of indigenous entities, and also the tradition accepts the principle of Islam as an effort to reconstruct traditions in line with shari’a. Abstrak:Harmonisasi hukum Islam dan  adat yang merupakan dua entitas hukum berbeda sangat dinantikan, terutama di Indonesia sebagai negara hukum plural yang memiliki keberagaman suku bangsan, adat,  dan budaya. Penelitian ini mendeskripsikan harmonisasi hukum Islam  dan adat  yang terjadi di wilayah Majalengka, Jawa Barat. Dengan  menggunakan metode penelitian kualitatif dan  pendekatan kajian hukum Islam, penelitian ini mengungkapkan rangkaian adat ngarunghal, termasuk di dalamnya pemberian pelangkah. Data penelitian diperoleh dari hasil wawancara dan penelitian-penelitian terdahulu. Hasil  penelitian ini menunjukkan bahwa hukum Islam menerima kekayaan entitas adat, dan adat juga menerima prinsip Islam sebagai upaya rekonstruksi adat sejalan dengan ajaran Islam. Hasil harmonisasi dari perbedaan kedua entitas dalam permasalahan tersebut dapat menjadi bentuk kekayaan Islam Indonesia yang dapat terus dilestarikan.  


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
Author(s):  
Achmad Kholiq ◽  
Achyar Zein

This study examines the influence of the ijtihad methods of the Prophet’s companion on two major schools of thought in Islamic legal tradition. These are the rational thinking of Abu Hanifah, known as ahl al-ra’y and Malik ibn Anas, known as ahl hadith. This study is a historical enquiry by critically analyzing significant events in the past around the lives of those two figures. Various historical resources are used, tarikh tashri’ and fiqh (Islamic jurisprudence) literature, etc. This study finds out that there is a positive influence of the Prophet’s companions’ ijtihad methods with the legal thinking of Abu Hanifah and Malik ibn Anas. This implies that the method significantly influences the formulation of Islamic jurisprudence by those two figures. Abstrak:Penelitian ini mengkaji pengaruh metode ijtihad para sahabat nabi terhadap dua mazhab besar dalam tradisi hukum Islam. Metode tersebut yakni  pemikiran rasional Abu Hanifah yang dikenal dengan ahl al-ra'y dan Malik bin Anas yang dikenal dengan ahl al-hadits. Kajian ini merupakan penyelidikan sejarah dengan menganalisis secara kritis peristiwa-peristiwa penting di masa lalu seputar kehidupan kedua tokoh tersebut. Untuk itu,  digunakan berbagai  sumber sejarah, literatur tarikh tashri’ dan kitab fikih, dll. Penelitian ini menemukan bahwa ada pengaruh positif metode ijtihad para sahabat nabi dengan pemikiran hukum Abu Hanifah dan Malik ibn Anas. Hal ini menunjukkan bahwa metode berpengaruh secara signifikan terhadap perumusan fikih Islam oleh kedua tokoh tersebut. 


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
Author(s):  
Jamiu Muhammad Busari

Under the Nigerian legal classification, shari‘a, the Islamic legal system is classified as customary law. It is on these premises that the Muslims’ agitations for full-fledge shari‘a applications and declassification from being a customary law are always thwarted and termed “unconstitutional” by the shari’a antagonists while the Muslims and protagonists viewed the problems as judicial misinterpretations and legal incongruity.  In this study, with the adoption of an analytical approach, shari‘a and customary law are assessed from the provisions of the Nigerian Constitutions and some judicial precedents to unravel the actual position of shari‘a. It was then discovered that, despite the classification under the Nigerian legal system, shari‘a could not have been a customary law due to some factors which include its sources, divinity, permanency and universality.AbstrakDalam hukum Nigeria, hukum Islam atau syariah diklasifikasikan sebagai hukum adat.  Premis itulah yang menjadi agitasi upaya penerapan syariah secara penuh oleh umat Islam. Usaha untuk pendeklasifikasi  hukum adat selalu digagalkan dan dianggap  “inkonstitusional” oleh penentang syariah.  sementara  sebagian Muslim dan pendukung syariah memandang masalah tersebut sebagai salah tafsir yudisial dan ketidaksesuaian hukum. Dalam penelitian ini, dengan  memakai pendekatan analitis, syariah dan hukum adat dinilai untuk mempertegas dalam  ketentuan Konstitusi Nigeria berdasar  beberapa preseden yudisial untuk mengungkap posisi syariah yang sebenarnya. Kemudian ditemukan bahwa, meskipun klasifikasi di bawah sistem hukum Nigeria, syariah tidak bisa menjadi hukum adat karena beberapa faktor yang meliputi sumbernya, keilahian, keabadian,  dan universalitas.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
Author(s):  
Mhd. Syahnan ◽  
Ja'far Ja'far ◽  
Muhammad Iqbal

Al Washliyah is a moderate Islamic organization in Indonesia. Ulama (Islamic scholars) have obtained honorable and strategic positions in Al Washliyah organization. As an elite group in Al Washliyah organization, the ulama have responded to socio-religious problems in Indonesia, including issues of radicalism and terrorism. Their responses to these problems should be understood as they reflect and become one of the foundations in counteracting radicalism and terrorism in Indonesia. This article examines the responses of Al Washliyah’s ulama against radicalism and terrorism. It is mainly written to get an insight into the ulama’s responses towards the four issues indoctrinated by the radical and terrorist groups such as the Islamic State, jihādī, takfirī, and suicide bombers. This research highlights that Al Washliyah ulama give different interpretations of those four doctrines. Al Washliyah ulama prioritize moderation in religion and firmly reject radicalism and terrorism in actions or ideas.Abstrak:Al Jam’iyatul Washliyah merupakan sebuah organisasi Islam moderat di Indonesia. Para ulama sejauh ini mendapatkan kedudukan terhormat dan strategis dalam organisasi ini.. Para ulama sebagai kelompok elit dalam organisasi Al Washliyah memberikan respons terhadap persoalan sosial keagamaan di Indonesia, termasuk masalah radikalisme dan terorisme. Respons mereka terhadap masalah ini perlu diketahui dan menjadi salah satu landasan bagi upaya menangkal paham dan gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia. Artikel ini mengkaji respons para ulama Al Washliyah terhadap radikalisme dan terorisme. Kajian  artikel ini difokuskan pada respons mereka terhadap empat isu yang menjadi doktrin kelompok-kelompok radikalis dan teroris yakni negara Islam, jihād, takfir, dan bom bunuh diri. Artikel ini mengajukan temuan bahwa para ulama Al Washliyah yang menjadi informan terpilih memberikan interpretasi yang berbeda mengenai keempat isu tersebut. Studi ini menunjukkan bahwa ulama Al Washliyah mengedepankan moderasi dalam kehidupan beragama dan berbangsa, dan secara tegas mereka menolak paham dan gerakan radikalisme dan terorisme.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
Author(s):  
Mursyid Djawas ◽  
Ridhwan Ridhwan ◽  
Soraya Devy ◽  
Asmaul Husna

This study discusses the increase in divorce rates in Indonesia, especially in Aceh and South Sulawesi. This study investigates factors affecting the increase of divorce rates and the role of the government in decreasing the divorce rates. This research is an empirical legal study that used structural functionalism theory and role theory. Data was collected through questionnaires, interviews, and document studies. This study concludes that the factors that influence the increase in divorce rates in Indonesia, especially in Aceh and South Sulawesi, are economy, education, the lack of religious understanding, social media, early marriage, and the lack of empathy on the rights and obligations of husband/wife. As a result, the high divorce rate in Indonesia negatively affects children, families and the nation. The government's efforts to address this reality are by holding out pre-marital courses, preaching marriage sermons to strengthen family and prevent a divorce, holding happy family contests, and designing a marriage guidance module for brides and grooms. These efforts, in the sociology of law context, are the government's function and role in anticipating the increasing divorce rates so the social system stability can be maintained. Abstrak:Penelitian ini membahas upaya pemerintah dalam menurunkan angka perceraian  di Indonesia khususnya di Aceh dan Sulawesi Selatan. Studi ini mengkaji faktor-faktor  yang mempengaruhi tingginya perceraian dan dampak yang disebabkannya. Sumber data dalam penelitian hukum empiris  ini adalah kuisioner, wawancara, dan studi dokumen. Data-data  tersebut kemudian diolah menggunakan  teori  fungsionalisme struktural dan teori peran. Temuan dalam penelitian menjelaskan bahwa penyebab meningkatkan perceraian di Aceh dan Sulawesi Selatan adalah ekonomi, pendidikan, kurangnya pemahaman agama, media sosial, pernikahan dini, dan kurangnya empati terhadap kewajiban suami/istri.  Tingginya perceraian ini berdampak negatif kepada anak, keluarga, dan bangsa. Upaya pemerintah untuk mengatasi kenyataan ini adalah dengan mengadakan kursus pranikah, khutbah nikah untuk memperkuat keluarga dan mencegah perceraian, mengadakan kontes keluarga bahagia, dan merancang modul panduan pernikahan untuk calon pengantin. Upaya-upaya tersebut, dalam konteks sosiologi hukum, merupakan fungsi dan peran pemerintah dalam menjaga stabilitas sistem sosial.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
Author(s):  
Analiansyah Analiansyah ◽  
Ali Abubakar

The Law of the Republic of Indonesia authorizes Aceh to implement shari’a law in various sectors, including jināyāt (Islamic criminal law). The Aceh Government issued qanuns (Regional Bylaws) which cover several jarimah (criminal acts), and its implementation becomes the authority of Shari’a Courts (Mahkamah Syar’iyyah) in Aceh. This additional authority is different from the authority of the Religious Courts (Pengadilan Agama) in other provinces in Indonesia. Judges in those courts do not receive any special education in criminal law, especially cases involving children that have been regulated in a special law. The additional authority in examining and adjudicating criminal cases for Shari’a Court has led to a new Human Resources (HR) problem. This article analyzes the process of handling children in shari’a Courts in Aceh using the lex specialis derogate legi generalis and the systematic lex specialis principles. The results show that the handling of Islamic criminal offenses involving children has been carried out by referring to existing laws and regulations according to the principle of specificity. Some weaknesses in human resources and infrastructure can be appropriately resolved by the Shari’a Courts and the Aceh Government. Abstrak:Undang-Undang Republik Indonesia memberikan kewenangan kepada Aceh untuk menerapkan syariat Islam di berbagai bidang, termasuk jināyāt (hukum pidana Islam). Pemerintah Aceh mengeluarkan qanun (Peraturan Daerah) yang mencakup beberapa jarīmah (perbuatan pidana) dan pelaksanaannya menjadi kewenangan Pengadilan Syariah (Mahkamah Syar’iyyah) di Aceh. Kewenangan tambahan ini berbeda dengan kewenangan Peradilan Agama di provinsi lain di Indonesia. Hakim-hakim di pengadilan-pengadilan tersebut tidak mendapatkan pendidikan khusus dalam hukum pidana, terutama kasus-kasus yang melibatkan anak-anak yang telah diatur dalam undang-undang khusus. Kewenangan tambahan dalam memeriksa dan mengadili perkara pidana di Mahkamah Syariah menimbulkan persoalan Sumber Daya Manusia (SDM) baru. Artikel ini menganalisis proses penanganan anak di Pengadilan Syariah di Aceh dengan menggunakan prinsip lex specialis derogate legi generalis dan systematic lex specialis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan tindak pidana Islam yang melibatkan anak telah dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada sesuai dengan asas kekhususan. Beberapa kelemahan sumber daya manusia dan infrastruktur dapat diselesaikan dengan baik oleh Pengadilan Syariah dan Pemerintah Aceh. 


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
Author(s):  
Arif Zamhari ◽  
Muhammad Ibtissam Han ◽  
Zulkifli Zulkifli

This study examines the recent developments of religious authorities among  middle-class urban Muslims. It is constructed due to the emergence of new religious authorities in Indonesia after the collapse of the New Order and the response of traditional santri involving the use of new media technology. With a phenomenological approach, the study focuses on the Cariustadz.id platform as a Cyber Fatwa and Islamic preaching media developed by Pusat Studi Qur’an/PSQ (Center for Qur’an Studies) to respond to the trending pengajian (sermon) activities among urban Muslims, the majority of whom are transnational groups including Salafi and Jamaah Tabligh. The Cariustadz.id platform has actively played a part in accommodating their aspirations with various facilities and easy access through an information technology-based application (a new media). As a  result, the study argues that the moderate Islam discourse offered by the Cariustadz.id platform is not a mainstream but an alternative to religious activities for  middle-class urban Muslims. In addition, Cariustadz.id is a new media used for traditional religious authority to compete with new religious authority in religious fatwa and Islamic discourse in Indonesia. This study is significant to show that Cyber Fatwa and Islamic preaching in the form of new media can be used as a counter narrative for traditional religious authorities in dealing with the proliferation of the so called new religious authorities dakwah movement and Salafi and radical preaching movement in new media.   Abstrak:Artikel  ini mengkaji perkembangan terkini otoritas keagamaan di kalangan kelas menengah Muslim perkotaan. Hal ini dilatarbelakangi oleh munculnya otoritas keagamaan baru di Indonesia pasca runtuhnya Orde Baru dan respons santri tradisional yang melibatkan penggunaan teknologi media baru. Dengan pendekatan fenomenologis, penelitian ini berfokus pada platform Cariustadz.id sebagai media fatwa siber dan dakwah Islam alternatif yang dikembangkan oleh PSQ (Pusat Studi Qur an). Plaform itu  untuk merespons kegiatan pengajian yang sedang tren di kalangan Muslim perkotaan, yang mayoritas pesertanya adalah kelompok transnasional termasuk Salafi dan Jamaah Tabligh. Cariustadz.id berperan aktif dalam menampung aspirasi mereka dengan berbagai fasilitas dan kemudahan akses melalui aplikasi teknologi informasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa wacana Islam moderat yang ditawarkan oleh platform Cariustadz.id bukanlah mainstream, melainkan kegiatan keagamaan alternatif bagi Muslim perkotaan kelas menengah. Selain itu, Cariustadz.id merupakan media baru yang digunakan otoritas keagamaan tradisional untuk berkompetisi dengan otoritas keagamaan baru di bidang fatwa keagamaan dan wacana keislaman di Indonesia. Studi ini signifikan untuk menunjukkan bahwa fatwa siber dan dakwah Islam dalam bentuk media baru dapat digunakan sebagai kontranarasi bagi otoritas agama tradisional dalam menghadapi menjamurnya apa yang disebut gerakan dakwah otoritas keagamaan baru dan gerakan dakwah Salafi dan radikal di media baru.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
Author(s):  
Fariz Alnizar ◽  
Amir Ma'ruf ◽  
Fadlil Munawwar Manshur

This study aims to reveal the linguistic violence in The Indonesian Ulama Council (MUI) fatwa text on Ahmadiyah. Some words contain linguistic violence such as “deviant”, “infidel”, and “a state threaten”. The data in this study are in the form of words, phrases, sentences, and discourses that come from the MUI fatwa texts in 1980 and 2005 on Ahmadiyah. This study concludes two forms of linguistic violence in those fatwa’s, namely violence in the subtle form and the abusive form. In the subtle form of linguistic violence, language is operated to dominate other parties. Meanwhile, language is used as an offensive expression carried out consciously in a discourse in the abusive form.  Language is used to attack other parties, such as labeling a heretical. Language is also used as a tool to hurt others.Abstrak:Penelitian ini bertujuan  mengungkap kekerasan linguistik dalam teks fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Ahmadiyah. Dalam teks tersebut terdapat kata-kata yang mengandung unsur kekerasan linguistik seperti “sesat menyesatkan”, “berada di luar Islam” dan “bahaya bagi ketertiban dan keamanan negara.” Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa, kalimat, dan wacana yang berasal dari teks fatwa MUI tahun 1980 dan 2005 tentang Ahmadiyah tersebut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat dua bentuk kekerasan linguistik pada kedua fatwa tentang Ahmadiyah tersebut. Pertama, kekerasan linguistik bentuk halus (subtle form). Kedua, kekerasan linguistik bentuk kasar (abusive form). Pada kekerasan linguistik bentuk halus (subtle form), bahasa dioperasikan sebagai wahana untuk mendominasi pihak lain. Sementara pada kekerasan linguistik bentuk kasar (abusive form) bahasa digunakan sebagai ekspresi ofensif yang dilakukan secara sadar dalam sebuah wacana. Dalam kekerasan linguistik bentuk kasar, bahasa dimanfaatkan untuk menyerang pihak lain seperti memberi label sesat menyesatkan. Selain itu, bahasa juga digunakan sebagai sarana untuk menyakiti pihak lain.


2020 ◽  
Vol 20 (2) ◽  
Author(s):  
Muhaimin Muhaimin

This study reviews the dichotomous concept of secular and shari’a laws. Such concept has led to new discourses: first, shari’a can influence national (modern) law without mentioning the Islamic framework in the formulation process. Second, the shari’a can stand on its own for particular religious groups who believe in its truth and place it in a higher position than the secular law. Third, the substance of shari’a and modern laws is integrable. This study uses an anthropological-sociological approach with Maqāṣid al-Sharī‘at framework. As a result, the study shows both national and regional legal products, on the one hand, are considered as the shari’a law as long as they are beneficial to and protect all people. On the other hand, the shari’a, which substantially reflects equality and fairness, can be claimed as modern law.     AbstrakStudi ini mengkaji konsep dikotomis hukum sekuler dan shari’a. Konsep tersebut melahirkan wacana-wacana baru: pertama, shari’a dapat mempengaruhi hukum nasional (modern) tanpa menyebutkan kerangka Islam dalam proses perumusannya. Kedua, shari’a dapat berdiri sendiri bagi kelompok agama tertentu yang meyakini kebenarannya dan menempatkannya pada posisi yang lebih tinggi dari hukum sekuler. Ketiga, substansi shari’a dan hukum modern terintegrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologis-sosiologis dengan kerangka Maqāṣid al-Sharī‘at. Studi ini menyimpulkan bahwa produk hukum nasional dan daerah di satu sisi dianggap sebagai hukum shari’a selama bermanfaat dan melindungi semua orang. Di sisi lain, shari’a yang secara substansial mencerminkan kesetaraan dan keadilan dapat diklaim sebagai hukum modern.  


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document