Tasamuh Jurnal Studi Islam
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

103
(FIVE YEARS 59)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sorong

2461-0542, 2086-6291

2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 359-372
Author(s):  
Muhamad Parhan ◽  
Nurti Budiyanti ◽  
Auliya Fitria

Allah SWT gave knowledge to Prophet Adam AS as well as all of us who are descendants of the children of Adam. There is a difference between Prophet Adam AS in obtaining knowledge directly from Allah SWT, while we are not taught directly by Allah SWT but given the potential by Allah to explore knowledge such as through the Qur'an and education. Al-Qur'an is the word of God which is used as a guide for life for Muslims who have no doubt in it. While education is an effort made by humans with various devices, characters and existence. In the Qur'an there are various signs related to educational issues that are very important, if the Qur'an is studied in depth, we will get related to the basic principles of education, which we can then use as inspiration in developing quality education.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 293-314
Author(s):  
Candra Wesnedi ◽  
Ahmad Syukri ◽  
Badarussyamsi Badarussyamsi

Di era kontemporer ini, lembaga pendidikan Islam sebagian besar masih mengikuti platform keilmuan klasik. tradisi itu mengalami kesenjangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah sangat kuat mempengaruhi peradaban umat manusia. Oleh karena itu, paradigma keilmuan berdasarkan al-Qur'an harus dibangun dengan menjadikan lembaga pendidikan Islam sebagai pilar-pilar yang menyusunnya. Penelitian ini bersumber dari kepustakaan, sedangkan analisis data yang dilakukan, mengingat penelitian ini bersifat kualitatif, maka peneliti akan menggunakan metode analisis interaktif. Hasilnya adalah bahwa paradigma keilmuan ini adalah ilmu dalam konsep sekuler hanya sekedar diorientasikan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sehari-hari dalam kehidupan seseorang. Namun lain halnya dengan paradigma keilmuan dalam Islam yang selain untuk menyelesaikan persoalan hidup, juga sebagai realisasi ibadah kepada Allah, yaitu tauhid.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 217-248
Author(s):  
Ibnu Farhan ◽  
Ahmad Tajuddin Arafat

Cita-cita para Sufi adalah berusaha untuk berperangai seperti perangai Tuhan. Ada sebuah ungkapan yang masyhur di kalangan Sufi, yakni takhallaq bi akhlaq Allah (berperangailah seperti perangai Allah). Tasawuf,dalam lintasan sejarahnya, telah mengalami perkembangan, mulai dari yang bersifat individual hingga yang bersifat terorganisir dalam bentuk suatu tarekat atau ribat Sufi tertentu, sehingga ia dapat menghadirkan tipe-tipe dari kebutuhan spiritual dan psikologis manusia. Dalam perspektif epistemology Islam, Tasawuf masuk dalam ranah nalar Irfani. Epistemologi ini merupakan suatu pengetahuan langsung (al-ru’yah al-mubasyirah) yang diperoleh lewat pengalaman intuitif melalui pendekatan kasyf (penyinaran hakikat oleh Tuhan). Oleh karenanya, validitas kebenarannya dikatakan oleh sebagian orang masih bersifat subjektif, karena masih mendasarkan pada pengalaman personal yang melakukan latihan spiritual. Meski demikian, pengalaman dan pengetahuan sufistik, dalam perspektif epistemologis, masih bias dipertanggunga jawabkan kebenarannya. Setidaknya, ada dua kriteria dalam menguji kebenaran Tasawuf. Pertama, pernyataan sufistik pada dasarnya dapat diuji kebenarannya melalui teori koherensi. Artinya, suatu pernyataan intuitif adalah benar jika pernyataan itu konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Kedua, pernyataan dan pengalaman sufistik juga dapat diuji kebenarannya melalui teori kebenaran pragmatis. Hal itu dapat dibuktikan dari banyaknya masyarakat yang mengikuti ajaran-ajaran tarekat Tasawuf tertentu sebagai upaya untuk menjernihkan hati dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Sehingga, tarekat menjadi semacam sistem sufistik yang mempunyai manfaat praktis dalam upaya menyelami kedalaman spiritual untuk menggapai kehidupan yang lebih bahagia dan tentram. Selain itu, Tasawuf bukanlah sebuah tradisi yang muncul di luar Islam, melainkan tradisi yang tumbuh bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya peradaban Islam. Tasawuf telah banyak memberikan manfaat bagi perkembangan serta kematangan dalam tradisi intelektual Islam. Meski tradisi ini sering dianggap sebagai sebuah tradisi yang menyimpang dari Islam, namun kenyataannya ia adalah bagian yang substansif dalam Islam, yang mana Islam tanpanya kurang mencapai pada derajat yang luhur. Sebab tasawuf merupakan manifestasi konsep ihsan yang hakikatnya merupakan pelengkap sekaligus penyempurna iman dan islam.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 249-274
Author(s):  
Asrizal Saiin

Over time, with the issue of closing the door of ijtihad, it does not become a barrier for contemporary Islamic figures to come up with new ideas as alternative solutions to problems, as well as Yusuf al-Qardhawi. The purpose and objective of this research is to see the method and application of al-Qardhawi's ijtihad in solving contemporary issues. This research is included in the qualitative research method. The source of data used in this study is a secondary data source, because it will examine the literature or literature. Processing and data analysis in this study, namely editing, classifying, verifying, analyzing, and concluding. The results obtained in this study are that there are three kinds of methodologies and alternatives in ijtihad offered by al-Qardhawi, namely ijtihad Intiqa'i (selective ijtihad), ijtihad insya'i (creative ijtihad), and integration ijtihad between Intiqa'i and insya'i.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 373-387
Author(s):  
Syariful Rizal ◽  
Muhammad Lutfi

National education in the Reformation Era is directed at achieving certain goals as stated in Law Number 20 of 2003 concerning SISDIKNAS, that "national education aims to educate the nation's life and develop Indonesian people as a whole. Islamic education as a sub-system of the national education system aspires to the formation of a complete Muslim, namely a qualified Indonesian Muslim while maintaining the noble culture of the nation. Thus education leads to the achievement of noble and harmonious values ​​for Muslim life which is characterized by Indonesia. However, in its journey, morality becomes just adab or manners, losing its philosophical substance; The morality of Indonesian Muslims is experiencing a crisis of morality, and ritual piety is often not positively correlated with social piety. The role of pesantren is needed through alternative education in the form of Sufism, because the science of Sufism can improve morality, as evidence of the success of pesantren in educating their students by integrating Sufism into daily life, so that the morals of students really increase as morality. Based on this, this research was carried out with a focus on How Sufism is an Alternative for Islamic Boarding School Education in Improving Santri Morals to God, Others, and the Environment at Miftahul Ulum Islamic Boarding School, Glagahwero Village, Kalisat District, Jember Regency. This research is a qualitative research. The results showed that, Sufism as an alternative to Islamic boarding school education in improving students' morals to Allah SWT, students' morals to others and students' morals to the environment, is a complex form of education that exceeds non-Islamic boarding school education with Sufism as an alternative education. In this case, the science of Sufism is taught through the recitation of the yellow books, through the practice of morality, and through practices in the form of tariqat/wiridan that are accustomed to every time. As a result, the science of Sufism as an alternative pesantren education taught at the Miftahul Ulum Glagahwero Islamic Boarding School, Kalisat District, Jember Regency has led students to have more moral character than before applying Sufism as an alternative pesantren education.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 189-216
Author(s):  
Hasbi Sidik ◽  
Nursyirwan Nursyirwan ◽  
Abdulahanaa Abdulahanaa

Tulisan ini bertemakan “Nepotisme Golongan dan Jabatan (Upaya penggalian nilai-nilai Pengajaran Hukum Nepotisme dalam Perspektif Hadis ). Ada tiga masalah pokok yang diangkat, yaitu: 1. Bagaimana  pemahaman mengenai hadis nepotisme golongan? 2.Bagaimana kualitas  hadis dan pemahaman mengenai nepotisme jabatan? 3.Bagaimana  pemahaman mengenai hadis hukum nepotisme ?.Jawaban dari masalah diatas sesuai dengan hadis Nabi saw, bahwa 1. Nepotisme adalah sikap monopoli dengan cara mementingkan diri sendiri atau golongan dalam menuntut sesuatu.ikatan golongan tidak mendapat tempat sama sekali dalam Islam. 2. Nepotisme terhadap jabatan dalam hadis yang telah diuraikan adalah menggambarkan nepotisme yang dijalankan oleh Nabi saw. terhadap sahabatnya dapat dikatakan benar. Akan tetapi Nabi saw. menjalankan praktek nepotisme dengan beberapa pertimbangan, diantaranya loyalitas dan kepribadian sahabat Nabi saw. 3.Jika nepotisme yang dijalankan terhadap sesorang tidak memiliki syarat dan ketentuan, seperti amanah dan profesional maka hukum nepotisme tersebut Haram. Akan tetapi kalau sesorang itu diangkat pada suatu jabatan memiliki syarat,seperti  amanah dan professional maka hal tersebut tidak dilarang


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 315-326
Author(s):  
Titin Mariatul Qiptiyah ◽  
Reni Soflianti

The teacher is a strategic factor in education, responsible for the success of the development of students with all cognitive, affective, and psychomotor potential. The teacher is responsible for the learning process at the institution where he is assigned, because the system applied by the teacher affects the quality of learning completeness. Therefore, teachers must improve their knowledge and intellect and strive to be good role models for their students. Teachers are also required to advance their students' abilities in the field of science as well as in the field of morality. This study raises the general problem, how is the role of the teacher in the implementation of learning to read and write the Qur'an at Madrasah Aliyah Roudlotul Mutaallim Baratan, Patrang District, Jember Regency. This research uses phenomenological qualitative research. The results of the study indicate that in general the teacher's role in the implementation of learning to read and write the Qur'an is to act as a teacher and act as a mentor, in general the results can improve the quality of students. As evidence is the result of research conducted by the author of Madrasah Aliyah Roudlotul Mutaallim Baratan, Patrang District, Jember Regency


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 327-344
Author(s):  
Muhammad Rusdi Rasyid ◽  
Umar Sulaiman ◽  
Rosdiana Rosdiana ◽  
Sudirman Sudirman

The harmony of the life of the Butonese and other ethnic groups was disturbed by the presence of Pelangi PAUD, the Pentecostal Church, and the Foreign Congregation on Raam Island. The purpose of this research is to describe the potential for community conflict in Raam Island, Sorong City by uncovering the factors that trigger the potential for conflict and finding alternative harmonization of the Raam Island community. Data were collected qualitatively through semi-structural in-depth interviews, non-participatory observation, and documentation. This research shows that First; The socio-religious conflict began when the management of the Pelangi PAUD Foundation broke a promise to involve Muslim teachers to teach early childhood students. Second; The construction of the Pentecostal Church which was deemed not in accordance with the existing regulations, the atmosphere became increasingly cloudy when the Church congregations were not local residents and were not known. Harmonization solutions can be done by strengthening the organizational functions of the FKUB to be improved both among the people of Raam Island and the government. Socialization of the Joint Regulation of the Minister of Religion and the Minister of Home Affairs concerning the Maintenance of Religious Harmony, Empowerment of Religious Harmony Forums, and the Establishment of Houses of Worship.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 345-358
Author(s):  
Nur Hayati Nurhayati

Secara historis, filsafat adalah ibu dari ilmu pengetahuan, dalam perkembangannya ilmu pengetahuan menjadi lebih spesifik dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan, maka filsafat menjadi dasar untuk menjawabnya. Sebelum abad ke-17, sains identik dengan filsafat. Pada awal abad ke-17, muncul pemikiran baru tentang filsafat, yaitu pemisahan Filsafat dari Ilmu. Filsafat memberikan penjelasan atau jawaban yang substansial dan radikal terhadap suatu masalah. Sementara itu, ilmu pengetahuan terus berkembang dalam batas-batasnya, sambil tetap dikritik secara radikal. Oleh karena itu, filsafat ilmu dapat dilihat sebagai upaya menjembatani kesenjangan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Urgensi filsafat ilmu dapat dilihat dari perannya sebagai mitra dialog kritis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Pada hakikatnya filsafat ilmu dapat berdiri di tengah-tengah suatu cabang ilmu sebagai pengontrol dan mediator bagi ilmu-ilmu lainnya. Artikel ini menggunakan metode “tinjauan pustaka” dalam menggali dan memperoleh data. Data dalam artikel ini diperoleh melalui jurnal ilmiah, artikel penelitian, dan buku-buku yang relevan tentang unsur-unsur perkembangan Ilmu dalam Filsafat Ilmu. Hasil penelusuran dan tinjauan pustaka menunjukkan bahwa peran Filsafat Ilmu dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan sangat signifikan dan buku-buku yang relevan tentang unsur-unsur perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Filsafat Ilmu. Hasil penelusuran dan tinjauan pustaka menunjukkan bahwa peran Filsafat Ilmu dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan sangat signifikan dan buku-buku yang relevan tentang unsur-unsur perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Filsafat Ilmu. Hasil penelusuran dan tinjauan pustaka menunjukkan bahwa peran Filsafat Ilmu dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan sangat signifikan


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 275-292
Author(s):  
Ibnu Chudzaifah ◽  
Muh. Muhyiddin ◽  
Afroh Nailil Hikmah

Dakwah Islam zaman milenial sekarang ini dihadapkan dengan berbagai persoalan yang kompleks. Kondisi seperti ini menjadi motivasi dan tantangan tersendiri bagi seorang da’i (pendakwah) sehingga mereka harus memiliki berbagai kompetensi dalam menghadapi realitas zaman. Diperlukan sosok dai yang handal yang mampu menguasai berbagai macam objektivitas (disambiguasi), baik yang bersifat material maupun formal supaya dakwahnya pragmatis di dalam menghadapi berbagai macam problematika umat. Berdakwah di zaman milenial dianggap lebih mudah dibandingkan dengan zaman dahulu.  Dahulu para ulama’ kita seperti walisongo bisa dikatakan dihadapkan dengan berbagai keterbatasan, seperti transportasi, media informasi dan komunikasi. Sedangkan saat ini tidak ada lagi hambatan seperti itu. Dunia saat ini sudah mengalami perubahan dalam proses revolusi informasi dan komunikasi yang melahirkan peradan baru sehingga manusia mudah untuk saling berkomunikasi dalam meningkatkan mobilitas sosialnya. Kehadiran media masa seperti koran, telivisi, radio bahkan internet sebagai alat komunikasi zaman modern telah berpengaruh sangat luas. Suatu berita sangat mudah diakses dalam waktu relative cepat. Fasilitas media internet merupakan media terlengkap dan dianggap lebih efisien dibandingkan media lainnya. Segala macam bentuk informasi dapat dengan mudah diakses dan murah yang dimana dakwah di era sekarang lebih cepat didukung dengan adanya teknologi. Sekarang kita bisa berdakwah dengan menggunakan digital bisa melalui media telivisi, radio bahkan media internet seperti youtube, twetter, facebook, whatsap dan lain sebagainya dianggap lebih efektif unuk membahas problematika umat. Kendati demikian, hal yang tidak dapat dihindari adalah bagaimana muatan itu bisa disampaikan dengan mudah agar diterima masyarakat.syaratnya memang harus kaya akan inovasi bahkan bisa menjadi wahana hiburan. Akan tetapi yang menjadi problem urgen masyarakat awam sudah jarang yang mau belajar kepada ulama’, kyai, ustad dan ahli agama yang alim secara talaqqi (langsung). Mereka ingin mendapatkan ilmu secara instan lewat media internet mengakses konten-konten web islami yang terkadang isinya tidak bisa dipertanggungjawabkan kevaliditasannya. Masalahnya adalah situs-situs Islam yang mereka kunjungi berada di urutan halaman awal adalah situs yang berafiliasi dengan paham Wahabi, Syiah, Liberal, dan aliran lainnya. Yang terkadang Isinya malah menebarkan fitnah, kebencian, kebohongan, mengfirkan sesama muslim, mengadu domba organisasi yang berpaham ahlussunnah waljama’ah dengan Syiah, dan mereka terang-terangan memberontak terhadap pemerintahan yang sah. Parahnya lagi, ulama Sunni yang berpaham ahlussunnah waljama’ah seperti Syekh Ramadlan al-Buti dibunuh karena difitnah sebagai Syi’ah, Syekh Hassan Saifuddin secara sadis dipenggal kepalanya, Syekh Ahmad Hassoun (Grand Mufti Suriah) difitnah bahwa fatwanya telah menyebabkan ratusan ribu kaum muslimin Sunni Suriah dibantai dan jutaan orang terusir dari negaranya, dan masih banyak lagi. Dampaknya orientasi dakwah yang semula mengajarkan kesantunan, kabaikan menjadi ladang untuk menyebarkan fitnah dan mencaci maki. Pola dakwah milenial melalui media elektronik menjadi tantangan tersendiri bagi para da’i. Pengaruh media memungkinkan bagi seorang da’I memperoleh popularitas tersendiri layaknya selebriti


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document