Frequency of International Relations (FETRIAN)
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

22
(FIVE YEARS 22)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Perpustakaan Universitas Andalas

2686-5122

2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 142-164
Author(s):  
Ni Putu Dyana Prabhandhari ◽  
Maria Indira Aryani
Keyword(s):  

Wilayah Asia tengah mengalami perubahan yang signifikan, seiring dengan kebangkitan Cina sebagai kekuatan baru sejak kepemimpinan Deng Xiaoping. Semakin meningkatnya kekuatan Cina, menimbulkan keresahan tidak hanya bagi negara-negara yang berada di kawasan Asia, tetapi juga negara-negara Barat lainnya, seperti Amerika Serikat. Meningkatkan kekuatan Cina ternyata berpotensi mengganggu stabilitas kawasan. Salah satu negara yang mengalami keresahan dengan terganggunya stabilitas kawasan karena meningkatnya kekuatan Cina adalah India. Untuk menjaga supaya India tidak terdampak dengan adanya instabilitas kawasan, India mengedepankan perbaikan hubungan dengan negara-negara tetangganya serta mengidentifikasi mitra-mitra potensial non-tradisional dengan mengeluarkan Melalui Act East Policy. Act East Policy, India berupaya untuk meningkatkan hubungan dengan salah satu mitra dagang potensialnya, yakni Korea Selatan. Penelitian ini kemudian ditujukan untuk menganalisis faktor yang menyebabkan India memilih Korea Selatan sebagai sasaran Act East Policy pada tahun 2014 hingga 2019. Penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan metode eksplanatif kualitatif dan menggunakan landasan berpikir determinan kebijakan luar negeri dan strategic environment. Berdasarkan analisis penulis, faktor yang mendasari India memilih Korea Selatan dapat dibagi menjadi faktor internal, yakni pergantian pemimpin di India dan kondisi perekonomian India, dan faktor eksternal, yakni hubungan bilateral antara kedua negara.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 111-141
Author(s):  
Eryolanda Putri Nabila

China Fine Dust issue has emerged in 2013 and increase in 2014 so that South Korea suffered from the impact. Meanwhile, China as a contributor of the haze refuses to take responsibility for tackling this issue, so that South Korea must securitize. This study aims to describe the process of securitization of China Fine Dust issue carried out by South Korea to China by using the concept of securitization by Barry Buzan as an analytical framework. The research method used is a qualitative method with a descriptive approach. The data used in this research was collected through literature study. The securitization process carried out by the South Korean Government against China began with South Korea carrying out a scientific agenda to identify a threat with China's initial involvement of 48%. Then political agenda, which are three points; influencing the public to gain support, forming a domestic emergency policy, holding a bilateral meeting to convince China to work together because domestic actions are not enough yet. The continuation of political management shows that the agenda of securitization carried out by South Korea made China accept the issue as a threat and agreed to cooperate in tackling the haze issue by releasing several projects.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 81-110
Author(s):  
Muhammad Ilham Ramansyah ◽  
Sheilla Ramadhina Putri Hanie ◽  
Muhammad Ghaits Falah

Sejak perang Suriah pecah pada bulan Maret tahun 2011, banyak pemuda Suriah memprotes untuk menggulingkan pemerintahan yang dipimpin oleh Bashar Al-Assad, menyebabkan konflik yang masih berlanjut hingga saat ini. Perang Suriah yang terus berlanjut dan mempengaruhi jutaan warga Suriah membuat para penduduk lokal keluar dari negara mereka sendiri, lalu pergi ke negara sekitar untuk mencari tempat yang lebih aman. Turki, salah satu negara tetangga Suriah, menjadi negara penerima pengungsi dari Suriah terbanyak di dunia. Oleh karena itu, pada jurnal ini penulis akan menjelaskan dampak ekonomi terhadap adanya pengungsi Suriah yang datang dan menetap di Turki, dan penulis menggunakan pendekatan kontruktivisme sebagai cara untuk menjelaskan alasan-alasan yang mendasari pemerintahan Turki untuk menerima pengungsi dari Suriah.  


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 62-80
Author(s):  
Imelda Chania ◽  
Haiyyu Darman Moenir

This research attempts to describe the role of UNICEF in preventing cases of trafficking of girls in India through the Country Program Action Plan (CPAP) 2013-2017. This is important because of the patriarchal culture in the social fabric of Indian society and the high level of poverty, which drives the trafficking of girls. Besides, this program is also the result of the collaboration between the Indian government and UNICEF in preventing the trafficking of girls in India. This study uses the concept of norm diffusion to answer research questions. A qualitative method with a descriptive-analytical approach applied in this research method. This research shows UNICEF's role in India as a forum to transmit the idea of ​​child protection to Indians, as well as to socialize the beliefs and norms of protecting girls to the Indian government so that rules and policies are in line with the ideas and norms.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 31-61
Author(s):  
Adelia Maretha Allayna ◽  
M Irfan Hidayatullah
Keyword(s):  

Konsep kerja sama kawasan atau regionalisme mulai meluas berbagai dunia. Salah satu kawasan yang berhasil membentuk regionalisme adalah Asia Tenggara yang dinamai ASEAN. Sejak awal berdirinya, ASEAN lebih diarahkan untuk meningkatkan kerja sama yang berfokus pada bidang politik untuk mencapai keamanan dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Terbentuknya ASEAN ini tentu saja memberikan dampak bagi setiap negara sebagai akibat dari peraturan, visi misi dan kerja sama didalamnya yang telah dirumuskan bersama dalam kesepakata atas nama ASEAN. Untuk merespon munculnya sejumlah tantangan kerja sama regional, maka dirumuskanlah “ASEAN Vision 2020” yang disahkan di kuala lumpur, malaysia. Salah satu bentuk implementasi ASEAN Vision adalah MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang memiliki 5 pilar utama, salah dari pilar tersebut adalah masalah ketenagakerjaan. Penelitian ini dilakukan untuk menegtahui aliran, kondisi, dan mobilitas tenaga kerja di wilayah AsiaTenggara serta peluang dan tantangan ASEAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Rendahnya skill dan tingkat pendidikan tenaga kerja menghambat visi misi Masyarakat Ekonomi ASEAN dalam bidang ketenagakerjaan. Dengan terbentuknya MEA kedepannya tentu akan memberikan peluang serta tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah dan para tenaga kerja untuk lebih meningkatkan dan mengasah skill serta kompetensi diri sehingga mampu untuk bersaing dan menghadapi arus MEA di kedepan harinya nanti.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 1-30
Author(s):  
Muhammad Naufal Musri ◽  
Silvia Dian Anggraeni
Keyword(s):  

Perkembangan ekonomi dunia saat ini telah mendorong kawasan Asia Tenggara sebagai salah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat. Hal ini didukung oleh jumlah penduduk yang besar dan nilai ekonomi total yang tinggi. Karakteristik tersebut membuat negara-negara di kawasan Asia Tenggara memiliki pengaruh besar di bidang ekonomi sehingga berdampak pada penggunaan energi yang masif. Untuk dapat memenuhi kebutuhan energi tersebut, jaringan kerja sama energi ASEAN Power Grid yang terintegrasi menjadi salah satu langkah yang diambil oleh ASEAN. Dirintis pada tahun 1997 dalam kerangka Visi ASEAN 2020, hingga saat ini kerja sama kawasan ini belum mencapai hasil yang diharapkan. Melalui pendekatan realisme politik berbasis perilaku status quo yang menganggap energi sebagai komoditas strategis, penelitian ini menganalisis hambatan pengembangan kerjasama infrastruktur energi listrik. Penelitian ini berfokus pada metode kualitatif yang digunakan dalam mengkaji perilaku politik negara-negara ASEAN melalui pengumpulan data sekunder dan analisis tekstual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siklus realisme politik telah menghambat kemajuan perkembangan APG di masing-masing negara anggotanya.


2020 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 114-141
Author(s):  
Novita Putri Rudiany ◽  
Puti Tantia Anugrah

Artikel ini berisi tentang kerja sama di dalam kawasan Asia Tenggara yaitu Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle yang berpotensi sebagi stumbling block terhadap Masyarakat Ekonomi ASEAN. Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT) merupakan bentuk kesepakatan kerja sama segitiga pertumbuhan antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Kerja sama ini sudah berjalan lebih dari 20 tahun dan dewasa ini berjalan seiring dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan sebuah bentuk kerja sama ASEAN yang ingin mewujudkan integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. MEA juga bertujuan untuk menciptakan kawasan yang memiliki alur investasi tinggi dengan program dan langkah-langkah yang akan ditempuh. Namun, dengan keberadaan IMS-GT, pencapaian MEA dapat terhambat. Sehingga, tujuan dari artikel ini adalah menganalisis bagaimana kerja sama sub-regional IMS-GT dapat berdampak kepada proses kerja sama MEA. Metode yang dipergunakan adalah metode kualitatif. Hasilnya menunjukkan bahwa IMS-GT berpotensi untuk menjadi stumbling block bagi MEA. Artikel ini akan berfokus pada bentuk kerja sama IMS-GT, sehingga bentuk kerja sama lainnya tidak akan dibahas.  Kata kunci: IMS-GT, kerja sama sub-regional, MEA, stumbling block


2020 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 88-113
Author(s):  
Cifebrima Suyastri

A major problem with this research is the arrival of refugee in Indonesia as a human security issue because this issue stems from the non-traditional concept of security that attracts international relations researchers, because of the presence of refugee from abroad without any regulation and explaining that refugees can threaten the stability of regional security. The arrival of refugees has implications on economic, social, environmental, and health problems for the host country. There was an immense amount of debate about the possibility of states adopting extraterritorial approaches to asylum processing and refugee protection, and about such policies’ compatibility with international refugee and human rights law. De-territorialize refugee protection and of UNHCR’s strategy in the evolving consultations. The issues of who, why, and how to protect refugees pose a series of normative challenges that can only be addressed by recognizing the dynamic nature of refugee protection today. Our answers have implications for institutional design. On one hand, this is a way of potentially making refugee protection sustainable in the long run. Some argue, however, that refugees acquire rights over time, which necessitates some kind of pathway to naturalization and ultimately citizenship. The most basic and significant norm of the international refugee regime emerges from the decision to allow states to take direct control of the process of refugee determination and to establish a legal framework permitting the screening of refugee applicants on a variety of national interest grounds. In this way, the refugee regime reproduces the state as the normal form of political organization, and the actor empowered to make life and death decisions over the human population. This research methodology is qualitative with literature study methods and case studies with a single instrument using participant observation techniques and in-depth interviews.


2020 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 56-87
Author(s):  
Javira Ardiani

The United States is a country that seeks to realize denuclearization in Korean Peninsula. Though the United States is not a party that will be directly threatened because the United States have more stronger nuclear capability than North Korea’s nuclear. This study aims to describe the interests of the United States as a Status Quo State in the process of denuclearization of North Korea. The conceptual framework used by this study is Randall L. Schweller's Range of State Interest concept. This research uses a qualitative research method with descriptive analytical research that uses secondary data. Based on the concept of Range of State Interest, this research found that the United States as a 'Lion' country has an interest in maximizing security which includes maintaining its identity as a nuclear possession country, maintaining trade with East Asian countries, and improving governmental functions. Whereas in maintaining its position, the United States has an interest in maintaining its alliance with South Korea and Japan, maintaining prestige for world peace, and realizing CVID (Complete, Verifiable, and Irreversible Dismantlement) or full denuclearization.


2020 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 29-55
Author(s):  
Sofia Trisni

Public diplomacy is a popular instrument used to meet the interests of the state. It claims that nowadays, nations are competed to pay attention to the implementation of public diplomacy. This article is interested in exploring the phenomenon above by research Indonesian public diplomacy to find out the position of public diplomacy for Indonesia. This article uses the literature study method concerning documents from the Ministry of Foreign Affairs website, several speeches by state officials, and journal articles. By referring to the concept of public diplomacy, the author tries to analyze the position of public diplomacy for Indonesia. The documents used as data sources in this paper indicate that public diplomacy has occupied a particular spot for Indonesia, bearing in mind that Indonesia already has a special directorate to take care of the implementation of public diplomacy. Additionally, some objectives of public diplomacy are often delivered by state officials in several of their speeches which, indicates its specialty.  


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document