scholarly journals PENGARUH VARIETAS DAN POLA TANAM KAPAS TERHADAP KELIMPAHAN POPULASI PREDATOR HAMA PENGISAP DAUN Amrasca biguttula (ISHIDA)

2020 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 34
Author(s):  
IGAA. INDRAYANI ◽  
NURINDAH NURINDAH ◽  
SUJAK SUJAK

ABSTRAK<br />Penanaman varietas tahan hama adalah salah satu cara pengendalian<br />serangga hama pengisap daun, A. biguttula, yang telah diadopsi petani<br />kapas di Indonesia. Penggunaan varietas tahan hama cukup efektif<br />menekan serangan hama pengisap ini. Namun demikian, peluang adanya<br />cara pengendalian alternatif patut dipertimbangkan, misalnya memanfaat-<br />kan faktor mortalitas biotik A. biguttula, seperti musuh alami. Penelitian<br />pengaruh varietas dan pola tanam kapas terhadap perkembangan populasi<br />predator hama pengisap daun A. biguttula telah dilakukan di Kebun<br />Percobaan Asembagus, Situbondo, dan di laboratorium Entomologi Balai<br />Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat di Malang, mulai Januari sampai<br />Desember 2005. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh<br />perbedaan varietas dan pola tanam kapas terhadap perkembangan predator<br />A. biguttula. Perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu faktor I adalah varietas<br />kapas dengan tingkat ketahanan terhadap A. biguttula berbeda-beda, yaitu:<br />(1) TAMCOT SP37 (peka), (2) Kanesia 7 (moderat), dan (3) LRA 5166<br />(tahan). Faktor II adalah pola tanam kapas, yaitu: (1) monokultur, dan (2)<br />tumpangsari dengan kedelai. Setiap perlakuan disusun secara faktorial<br />dengan rancangan petak terbagi (Split Plot) dengan tiga kali ulangan.<br />Parameter pengamatannya adalah populasi nimfa A. biguttula dan<br />predator. Di laboratorium dilakukan uji pemangsaan terhadap predator<br />terpilih dengan cara memberi umpan nimfa A. biguttula untuk mengetahui<br />kemampuannya memangsa per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa<br />perbedaan tingkat ketahanan varietas terhadap A. biguttula mempengaruhi<br />perkembangan populasi kompleks predator. Lebih banyak predator<br />ditemukan pada TAMCOT SP37 dan Kanesia 7 dibanding pada LRA<br />5166. Sedangkan perbedaan pola tanam tidak menyebabkan perbedaan<br />populasi predator. Kapas monokultur maupun tumpangsari dapat<br />menyediakan lingkungan ideal bagi perkembangan kompleks predator.<br />Laba-laba dan Paederus sp. adalah predator yang populasinya lebih<br />dominan  dibanding  predator lainnya.  Pada uji  pemangsaan di<br />laboratorium, Paederus sp. mampu memangsa 15-25 nimfa A. biguttula<br />instar kecil dan 10-20 instar besar, sedangkan laba-laba per hari<br />memangsa 2-12 nimfa A. biguttula instar kecil dan besar.<br />Kata kunci: Kapas, Gossypium hirsutum, hama, Amrasca biguttula,<br />Paederus sp., nimfa, mortalitas biotik, varietas, pola tanam,<br />Jawa Timur<br />ABSTRACT<br />Effect of variety and cropping pattern of cotton on<br />population density of insect predator Amrasca biguttula<br />(Ishida)<br />Planting resistant variety of cotton is one of cultural method for<br />controlling sucking insect pest, A. biguttula. This method has widely been<br />applied by cotton farmers in Indonesia. Nevertheless, alternative control<br />should also be found to obtain better control of this pest, e.g. biological<br />control by using parasitoids and predators. Study on effect of variety and<br />cropping pattern of cotton to population density of insect predator of A.<br />biguttula was carried out at Asembagus Experimental Station and in<br />Entomology Laboratory of Indonesian Tobacco and Fiber Crops Institute<br />in Malang from January to December 2005. The objective of study was to<br />study the effect of variety and cropping pattern of cotton to population<br />density of insect predators. Treatment consists of two factors. The first<br />factor was cotton variety based on resistance to A. biguttula, viz.<br />TAMCOT SP37, Kanesia 7, and LRA 5166 known susceptible,<br />intermediate, and resistant to A. biguttula, respectively. The second factor<br />was cropping system with monoculture and intercropping with soybean.<br />Each treatments was arranged in Split Plot Design with three replications.<br />Parameter observed in field study were population of A. biguttula and its<br />predators. While, the laboratory study was to find out the daily prey<br />ability of selected predator by baiting nymph of A. biguttula.<br />The result showed that difference resistance of cotton variety<br />influenced the population density of insect predator. More insect predators<br />were found on TAMCOT SP37 and Kanesia 7 compared to LRA 5166,<br />while the density of insect predator was not affected by different cropping<br />pattern and it was due to the patterns provided better environment for<br />insect predator development. Spider and Paederus sp. were the dominant<br />insect predators found in the field because their population higher than<br />those other predators. Laboratory study showed that Paederus sp. preyed<br />15-25 younger and 10-20 older instar of nymph per day, while spider ate<br />2-12 nymphs of both age of A. biguttula per day.<br />Key words: Cotton, Gossypium hirsutum, pest, Amrasca biguttula,<br />Paederus sp., nymph, biotic mortality, variety, cropping<br />pattern, East Java

2020 ◽  
Vol 13 (3) ◽  
pp. 81
Author(s):  
I G.A.A. INDRAYANI ◽  
SIWI SUMARTINI ◽  
B. HELIYANTO B. HELIYANTO

ABSTRAK<br />Amrasca biguttula (Ishida) adalah serangga hama pengisap daun<br />yang sangat potensial menurunkan produktivitas kapas. Pengendaliannya<br />secara kimiawi menimbulkan banyak masalah lingkungan, seperti<br />pencemaran dan peningkatan resistensi hama terhadap insektisida kimia<br />sintetis. Salah satu solusi dalam masalah tersebut adalah penggunaan<br />varietas tahan (resisten) yang juga merupakan bagian dari pengendalian<br />hama terpadu (PHT) pada kapas. Penelitian ketahanan beberapa aksesi<br />kapas terhadap A. biguttula (Ishida) dilakukan di Kebun Percobaan Balai<br />Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat di Asembagus, Situbondo, mulai<br />Januari hingga Desember 2006. Tujuannya adalah untuk mengetahui<br />ketahanan beberapa aksesi kapas terhadap serangan hama pengisap daun,<br />A. biguttula. Sebagai perlakuan adalah 30 aksesi kapas yang ditanam<br />dalam plot berukuran 10 m x 3 m, dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm,<br />satu tanaman per lobang. Setiap aksesi disusun dalam rancangan acak<br />kelompok dengan tiga kali ulangan. Parameter yang diamati adalah jumlah<br />nimfa A. biguttula per daun, jumlah bulu daun per cm 2 luas daun, dan<br />posisi bulu terhadap lamina (tegak/rebah), serta skor kerusakan tanaman.<br />Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap aksesi kapas berpotensi<br />terserang A. biguttula, meskipun tingkat populasi hama ini tidak<br />menunjukkan perbedaan nyata antar aksesi. Terjadi korelasi negatif (R 2 =<br />0,2425) antara jumlah bulu daun dan populasi nimfa A. biguttula dan<br />antara jumlah bulu daun dan skor kerusakan tanaman (R 2 = 0,2027).<br />Berdasarkan jumlah bulu daun, aksesi kapas yang termasuk kategori<br />sedikit berbulu dengan kriteria ketahanan sedikit tahan adalah: AC 134,<br />Stoneville 7, Fai Nai, SHR, CRDI-1, Kanesia 5, Kanesia 8, dan Kanesia 9.<br />Sedangkan aksesi lainnya termasuk kategori tidak berbulu dan peka<br />terhadap serangan A. biguttula.<br />Kata kunci : Kapas, Gossypium hirsutum, aksesi, hama, Amrasca<br />biguttula (Ishida), toleran, peka, kerusakan, Jawa Timur<br />ABSTRACT<br />Resistance of several cotton accessions to sucking insect<br />pest, Amrasca biguttula (Ishida)<br />Amrasca biguttula (Ishida) is a sucking insect pest which potentially<br />reduces cotton productivity. Its chemical control often cause environ-<br />mental problems mainly air pollution and increase of pest resistance to<br />certain chemical insecticides. One solution can be used to solve these<br />problems is by using resistant variety that is also an integral part of the<br />integrated pest management (IPM). Study on the resistance of several<br />cotton accessions to sucking insect pest, Amrasca biguttula (Ishida) was<br />conducted at the Experimental Station of the Indonesian Tobacco and<br />Fiber Crops Research Institute (IToFCRI) in Asembagus, Situbondo, East<br />Java, from January to December 2006. The objective of the study was to<br />find out the resistance of cotton accessions to sucking insect pest. Thirty<br />accessions of cotton were used as treatment and were planted in plots 10 m<br />x 3 m with plant spacing 100 cm x 25 cm, one plant per hole. Each<br />accession was arranged in a randomized block design with three<br />replications. Parameters observed were number of nymph of A. biguttula,<br />number of leaf hair, leaf hairs position (erect or lie down), and score of<br />damage. The result showed that every accession of cotton can be attacked<br />by A. biguttula although the insect population was not significantly<br />different among accessions. There is negative correlation (R 2 = 0.2425)<br />between number of leaf hair and population of A. biguttula and between<br />number of leaf hair and score of plant damage (R 2 = 0.2027). Accessions<br />that categorized as lightly hairy and moderately resistant to A. biguttula<br />were AC 134, Stoneville 7, Fai Nai, SHR, CRDI-1, Kanesia 5, Kanesia 8,<br />and Kanesia 9, while the others were categorized as glabrous and<br />susceptible to the sucking pest.<br />Key words: Cotton, Gossypium hirsutum, accession, insect pest, Amrasca<br />biguttula (Ishida), tolerant, sensitive, damage, East Jav


2020 ◽  
Vol 11 (3) ◽  
pp. 101
Author(s):  
I G.A.A. INDRAYANI ◽  
EMY SULISTYOWATI

<p>ABSTRACT<br />Ketahanan tanaman terhadap serangga hama berdasarkan karakter<br />morfologi bulu (trichom) pada daun merupakan salah satu cara potensial<br />mengurangi penggunaan insektisida kimia dalam pengendalian hama.<br />Serangga hama pengisap Bemisia tabaci pada tanaman kapas juga dapat<br />dikendalikan dengan menggunakan varietas kapas resisten berdasarkan<br />karakter morfologi bulu daun. Penelitian peranan kerapatan bulu daun<br />pada tanaman kapas terhadap kolonisasi B. tabaci Gennadius dilakukan di<br />Kebun Percobaan Pasirian, Kabupaten Lumajang, dan di Laboratorium<br />Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Malang, mulai<br />April hingga Juli 2005. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui<br />peranan kerapatan bulu daun pada beberapa aksesi plasma nutfah kapas<br />terhadap kolonisasi B. tabaci. Perlakuan terdiri atas 11 aksesi plasma<br />nutfah kapas yang dipilih berdasarkan penilaian visual pada karakter<br />kerapatan bulu daun yang mewakili kerapatan bulu rendah hingga tinggi,<br />yaitu: (1) KK-3 (KI 638), (2) Kanesia 1 (KI 436), (3) A/35 Reba P 279 (KI<br />257), (4) Acala 1517 (KI 174), (5) Asembagus 5/A/1 (KI 162), (6) 619-<br />998xLGS-10-77-3-1 (KI 76), (7) DP Acala 90 (KI 23), (8) TAMCOT SP<br />21 (KI 6)), (9) Kanesia 8 (KI 677), (10) CTX-8 (KI 494), dan (11) CTX-1<br />(KI 487). Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan<br />10 ulangan. Paramater yang diamati adalah jumlah bulu daun, telur dan<br />nimfa pada 1 cm2 luas daun, serta jumlah imago B. tabaci pada daun<br />ketiga dari atas tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan<br />bulu daun berkorelasi positif dengan kolonisasi B. tabaci (R=0,9701).<br />Semakin tinggi kerapatan bulu daun, semakin meningkat kolonisasi B.<br />tabaci. Kolonisasi B. tabaci lebih tinggi pada CTX-1, CTX-8, Kanesia 8,<br />dan KK-3 (150-250 individu/cm 2 luas daun) karena tingkat kerapatan bulu<br />daun juga lebih tinggi (150-300 helai/cm 2 luas daun) dibanding TAMCOT<br />SP 21, DP Acala 90, 619-998xLGS-10-77-3-1, Asembagus 5/A/1, Acala<br />1517, A/35 Reba P 279, dan Kanesia 1 yang memiliki kerapatan bulu daun<br />(0-100 helai/cm 2 luas daun) dan tingkat kolonisasi B. tabaci (&lt;100<br />individu/cm 2 luas daun) lebih rendah.<br />Kata kunci : Kapas, Gossypium hirsutum, plasma nutfah, hama, Bemisia<br />tabaci, trichom, kolonisasi, Jawa Timur</p><p><br />ABSTRACT<br />Role of trichome density of cotton leaf to colonization of<br />Bemisia tabaci Gennadius<br />Trichome-based host plant resistance offers the potential to reduce<br />chemical insecticides used in insect pest control. Cotton whitefly, Bemisia<br />tabaci can be controlled by using resistant variety based on trichome<br />density as plant morphological characteristics. The study on the role of<br />trichome density of cotton accessions on the colonization of B. tabaci was<br />carried out at Pasirian Experimental Station at Lumajang, and at<br />Entomology Laboratory of Indonesian Tobacco and Fiber Crops Research<br />Institute (IToFCRI ) in Malang from April to July 2005. Treatments<br />included 11 cotton accessions, viz. (1) KK-3 (KI 638), (2) Kanesia 1 (KI<br />436), (3) A/35 Reba P 279 (KI 257), (4) Acala 1517 (KI 174), (5)<br />Asembagus 5/A/1 (KI 162), (6) 619-998xLGS-10-77-3-1 (KI 76), (7) DP<br />Acala 90 (KI 23), (8) TAMCOT SP 21 (KI 6)), (9) Kanesia 8 (KI 677),<br />(10) CTX-8 (KI 494), and (11) CTX-1 (KI 487). The experiment was<br />arranged in completely randomized design with ten replications.<br />Parameters observed were trichome density, number of eggs and nymphs<br />on one cm2 of leaf and adult of B. tabaci on 3rd highest leaf of cotton<br />plant. The result showed that trichome density was positively correlated<br />with B. tabaci colonization (R=0,9701) in which higher trichome density<br />of cotton leaf has resulted in great colonization of B. tabaci. Bemisia<br />tabaci colonisation was higher on CTX-1, CTX-8, Kanesia 8, and KK-3<br />(150-250 individu/cm2 of leaf) due to dense trichome (150-300<br />trichomes/cm2 leaf) as compared with other accessions, viz. TAMCOT<br />SP 21, DP Acala 90, 619-998xLGS-10-77-3-1, Asembagus 5/A/1, Acala<br />1517, A/35 Reba P 279, and Kanesia 1 which showed less density of leaf<br />trichome (0-100 trichomes/cm2 of leaf) and B. tabaci colonization (&lt; 100<br />individu/cm2 of leaf).<br />Key words : Cotton, Gossypium hirsutum, cotton accession, pest,<br />Bemisia tabaci, trichome, colonization</p>


2020 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 60
Author(s):  
IGAA. INDRAYANI ◽  
FITRININGDYAH T.K. ◽  
M. SOHRI

<p>ABSTRAK</p><p>Teknik pengendalian Amrasca biguttula yang paling efektif belumtersedia hingga saat ini. Penggunaan varietaspun belum ada yang benar-benar tahan terhadap hama ini karena keterbatasan aksesi kapas yangmembawa gen ketahanan. Sementara itu penggunaan pupuk N danbioregulator sering diaplikasikan untuk pertumbuhan, sedangkan peng-gunaan keduanya erat hubungannya dengan serangan serangga hama.Penelitian pengaruh bioregulator mepiquat khlorida dan paclobutrazolserta pupuk N terhadap karakteristik morfologi daun dan infestasi Amrascabiguttula dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian TanamanTembakau dan Serat di Karangploso, Malang, mulai April - September2010. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh mepiquatkhlorida dan paclobutrazol serta pupuk N terhadap karakteristik morfologidaun dan infestasi A. biguttula pada tiga galur/varietas kapas. Perlakuanterdiri atas bioregulator sebagai petak utama, yaitu: (1) mepiquat khlorida,(2) paclobutrazol, dan (3) tanpa bioregulator (kontrol). Sebagai anak petakdigunakan dua dosis pupuk N, yaitu: (1) 90 kg N/ha dan (2) 120 kg N/ha.Sedangkan anak-anak petaknya adalah dua galur baru kapas, yaitu: (1)99022/1 dan (2) 99023/5, dan (3) Kanesia 8. Penelitian menggunakanrancangan petak terbagi dua kali (split-split plot) dengan tiga kali ulangan.Parameter yang diamati untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadapkarakteristik morfologi daun adalah: panjang tulang daun, kerapatan danpanjang bulu pada tulang daun dan lamina daun, sedangkan terhadapinfestasi A. biguttula dilakukan pengamatan jumlah nimfa pada tanaman dilapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan interaksiantar perlakuan yang diaplikasikan, pengaruh bioregulator dan pupuk Npada tanaman kapas menyebabkan perubahan karakteristik morfologi daun.Mepiquat khlorida dan paclobutrazol dapat memperpendek tulang daunsekitar 4,0-6,6% dan meningkatkan kerapatan bulu pada tulang daun danlamina daun masing-masing sebesar 10-11% dan 4,0-8,7% dibandingdengan kontrol. Pemberian pupuk N dengan dosis 120 kg N/hamengurangi kerapatan bulu pada tulang daun dan lamina masing-masingsebesar 8,9% dan 9,7%. Penggunaan mepiquat khlorida dan paclobutrazolmenurunkan jumlah nimfa A. biguttula instar kecil (4,9%) maupun instarbesar (0,31%) dibandingkan dengan kontrol. Pemberian pupuk N padadosis 120 kg N/ha meningkatkan jumlah nimfa A. biguttula instar kecilmaupun besar masing-masing sebesar 4,5% dan 21,3% dari jumlah nimfapada perlakuan dosis 90 kg N/ha. Galur 99022/1 dan 99023/5 mempunyaikerapatan bulu pada lamina daun lebih tinggi (288,06 dan 253,50helai/cm 2 ) dibanding pada Kanesia 8 (248,28 helai/cm 2 ). Jumlah nimfa A.biguttula instar kecil pada kedua galur (99022/1 dan 99023/5) rata-ratalebih rendah (6,37 dan 6,63 ekor/5 tanaman) dibanding pada Kanesia 8(6,87 ekor/5 tanaman). Implikasi dari penelitian ini adalah (a) pemilihangalur harapan atau varietas kapas dapat didasarkan pada morfologi daun(kerapatan bulu pada lamina daun), (b) kombinasi antar penggunaan pupukN sesuai rekomendasi dan bioregulator dapat pula menurunkan serangan A.biguttula.</p><p>Kata kunci: Gossypium hirsutum, bioregulator, mepiquat khlorida,paclobutrazol, Amrasca biguttula, instar, nimfa, galur,varietas, lamina daun</p><p>ABSTRACT</p><p>Effects of bioregulator and nitrogen fertilizer onmorphological characters of cotton leaf and Amrascabiguttula infestation</p><p>Up to now effective method for controlling cotton jassid (A.biguttula) has not been available yet. Resistant varieties so far can be usedto reduce the cotton jassid infestation. Cotton plant usually needs nitrogenfertilizer for optimal growth but sometimes the dosage used is higher thanrecommendation. In certain case bioregulator was applied to limit thevegetative growth. As known nitrogen fertilizer and bioregulatorassociated with insect pest infestation. Study on effects of bioregulator(mepiquat chloride and pachlobutrazole) and nitrogen fertilizer onmorphological characters of cotton leaf and A. biguttula infestation wasconducted at Experimental Station of Indonesian Tobacco and Fiber CropsResearch Institute (IToFCRI) at Karangploso from April to October 2010.The objective of the study was to find out the effects of mepiquat chloride,pachlobutrazole, and nitrogen fertilizer on morphological characters ofcotton leaf and A. biguttula infestation. Treatments consisted of threefactors. Factor A : bioregulator (mepiquat chloride, paclobutrazole, andcontrol), factor B : dosage of nitrogen (N) fertilizer (90 and 120 kg/ha),and factor C : cotton cultivar/variety (99022/1; 99023/5; and Kanesia 8).The experiment was arranged using split-split plot with three replicates.Data recorded were mid vein length, hair density on mid vein and lamina,hair length on lamina, and number of A. biguttula nymph. Results showedthat application of bioregulator and N fertilizer altered some morpho-logical characters of cotton leaf. Mepiquat chloride and paclobutrazoleshortened mid vein length by 4.0-6.6%, increased hair density of both midvein and leaf lamina by 10-11% and 4.0-8.7%, respectively, whencompared to control. When applied 120 kg/ha, N fertilizer decreased hairdensity on mid vein by 8.9% and leaf lamina by 9.7% compared to lowerdosage (90 kg N/ha). When compared to control, application of mepiquatchloride dan paclobutrazole reduced number of both small instar (4.9%)and big instar (0.31%) of A. biguttula nymph. Higher dosage (120 kg/ha)of N fertilizer increased population of small and big nymphs of A.biguttula by 4.5 and 21.3%, respectively, compared to lower one (90kg/ha). Leaf hair density was higher on cultivar 99022/1 (288.06hairs/cm 2 ) and 99023/5 (253.50 hairs/cm 2 )than that of Kanesia 8 (248.28hairs/cm 2 ). Nymph population of small instar was lower on 99022/1 and99023/5 (6.37 and 6.63 nymphs) compared to Kanesia 8 (6.87 nymphs).The implication of the reseach is the selection of cotton accession is basedon the morphology of cotton leaf, combined with the use of recommendedN fertilizer and paclobutrazole.</p><p>Key words: Gossypium hirsutum, bioregulator, mepiquat chloride,paclobutrazole, Amrasca biguttula, variety, cultivar, nymph,instar, lamina</p>


2020 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 66
Author(s):  
. HASNAM ◽  
EMY SULISTYOWATI ◽  
SIWI SUMARTINI ◽  
FITRINTNGDYAH TRI KADARWATI ◽  
PRIMA D. RIAJAYA

<p>Tujuan utama pemuliaan kapas di Indonesia adalah meningkatkan produktivitas dan kualitas serat dalam upaya meningkatkan pendapatan petani dan memperbaiki mutu benang tcnun seta kualitas tekstil yang harus bersaing di pasar internasional. Scjumlah enam persilangan telah dilakukan antara dua varietas dai India. I.RA 5166 dan SRT-1 dengan dua varietas dai Amerika Serikat, Dcltapine 55 dan Deltapinc Acala 90 dan satu vaietas dai Australia, Siokra. Seleksi individu, seleksi galur dan seleksi individu dalam galur dilaksanakan pada generasi F2 sampai F5 berdasarkan jumlah buah, tingkat kerusakan daun terhadap Sundapteryx biguttula. dan mutu serat; semua proses di atas dilakukan pada kondisi lahan tadah hujan, dan tanpa penggunaan insektisida terhadap tanaman; dari proses di atas diperoleh 12 galur harapan. Sejumlah 13 percobaan dilakukan antara tahun 1993 sampai dengan 2001 untuk mengamati kcragaan galur-galur baru tersebut; pengujian dilakukan di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, menggunakan teknik-teknik penelitian standar. Dengan proscdur ini dapat diidcntifikasi beberapa galur yang menunjuk¬ kan perbaikan serenlak hasil dan kualitas serat kapas. Beberapa penelitian juga dilakukan untuk mcngcvaluasi tanggap galur-galur tersebut pada tumpangsari dengan kedelai dan kacang hijau di Jawa Timur. Dua galur, 88003/16/2 dan 92016/6 (sudah dilepas dengan nama vaietas Kanesia 8 dan Kanesia 9 pada bulan Juni 2003), menunjukkan produktivitas dan kualitas serai yang lebih linggi. Rata-rata, kedua vaietas menghasilkan 1.85 ton dan 191 ton kapas berbiji per hektar atau 8-12% lebih tinggi dai hasil vaietas Kanesia 7 yang sudah dilepas sebelumnya. Persentase serat 35.2%, kekuatan serat berkisar antara 22.6-24.7 gram tex'1, serat lebih panjang dan berkisar 29.2-30.3 mm sedangkan angka mikroncr lebih rendah yang menyatakan bahwa serat lebih halus. Semua perbaikan di atas menunjukkan perbaikan mutu serat. Kanesia 8 dan Kanesia 9 juga menunjukkan peningkatan ketahanan terhadap Sundapteryx biguttula dan komplcks hama kapas. Kanesia 8 dan Kanesia 9 kurang kompctitif dalam tumpang sari dengan kedelai jika dibandingkan dengan Kanesia 7. Pada tumpang sari dengan kacang hijau Kanesia 8 juga mengalami kehilangan hasil yang tinggi, sedangkan Kanesia 9 menunjukkan toleransi yang tinggi dalam kompctisi dengan kacang hijau. Pelepasan Kanesia 8 dan Kanesia 9 akan memberikan pilihan varietas yang lebih banyak bagi petani dan perusahaan pemintalan untuk menyesuaikan dengan produk akhirnya.</p><p>Kata kunci : Gossypium hirsutum, prosedur pemuliaan, produktivitas, kualitas serat, Sundapteryx biguttula, tumpangsari</p><p> </p><p><strong>ABSTRACT </strong></p><p><strong>Genetic improvement on two new cotton varieties, Kanesia 8 and Kanesia 9</strong></p><p>The main objective of cotton breeding in Indonesia is to improve productivity and fiber quality which is aimed to increase farmers' income and to make beter yam and textile quality that has to compete in international market Six crosses were made between two Indian varieties, LRA 5166 and SRT-1 with two USA vaieties, Deltapine 55 and Deltapinc Acala 90 and one Australian variety, Siokra. Individual plants, lines and individual within lines were selected on F2-F5 generations based on boll- counts, leaf-damage by jassids and fiber traits, those were conducted under rainfed and insecticide-ree condition; twelve promising lines were produced from this process. A total of 13 trials were carried out to observe performance of these new lines during 1993 to 2001; those were located in East Java and South Sulawesi using the standardized experimental techniques. By these procedures make it possible to identify several breeding lines showing simultaneous improvement in yield and fiber quality. Several tests were also made to evaluate response of those lines under intercropping with soybean and mungbean, which were located in East Java. Two breeding lines, 88003/16/2 and 92016/6 (those have been released as Kanesia 8 and Kanesia 9 in 2003), showed higher productivity and fiber quality. In average, these new vaieties produced 1.85 and 1.91 ton ha'1 seed cotton respectively or 8 to 12% higher than those on Kanesia 7, the previously released vaiety. Lint turn-out was 35.2% fiber-strength was varied from 22.6 to 24.7 gram tex'1 , fiber lengths ranged from 29.2 to 30.3 mm with lower micronaire-valucs indicating better fiber-ineness. All of those improvements represented a trend toward a higher quality iber. Kanesia 8 and Kanesia 9 also showed a slight improvement in resistance to jasssids and insect pest-complex. Kanesia 8 and Kanesia 9 performed lower competitive ability under intercropping with soybean in comparison with Kanesia 7. Under intercropping with mungbean Kanesia 8 also suffered high yield loss, wherein Kanesia 9 showed good tolerance to mungbean. The release of Kanesia 8 and Kanesia 9 is expected to give a broader choice for the cotton growers and spinning-mills to match with their inal product.</p><p>Key words: Coton (Gossypium hirsutum), breeding procedure, productivity, liber quality, Sundapteryx bigullul. inter¬ cropping.</p>


2007 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 31-37 ◽  
Author(s):  
G.S. Solangi ◽  
G.M. Mahar . ◽  
F.C. Oad .
Keyword(s):  

2021 ◽  
Author(s):  
Aqeel Alyousuf ◽  
Dawood Hamid ◽  
Mohsen A. Desher ◽  
Amin Nikpay ◽  
Henk-Marten Laane

Abstract Tomato (Solanum lycopersicum L) is an important vegetable crop in Iraq. This horticultural crop is attacked by several insect pest species. Among them, the whitefly Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) and the tomato leaf miner Tuta absoluta Meyrick (Lepidoptera: Gelechiidae) are the major threat of greenhouse tomatoes in Basrah province in south Iraq. The management of these pests is heavily based on application of chemical pesticides. Vast application of pesticides caused harmful damage to the environment, human health and may increasing the risk of pest resistance on insect populations. One of the promising strategies which are compatible with organic farming is application of silicon for enhancing plant vigor and resistance to pest damage on various agricultural crops. Due to these facts, the experiments have been carried out at Basrah University to evaluate the effects of silicon (Si) fertilization on tomato plants for reducing damage of these two major pests. Treatments comprised two type of Si applications (Soil drench treatment and foliar spraying) with four Si concentrations (0, 0.5, 1 and 2%) of AB Yellow ® silicic acid formulation. The population density of B. tabaci and T. absoluta were studied weekly during the growth season. The results clearly demonstrated that Silicon applications significantly decreased the population of immature of both whiteflies and tomato leaf miner on tomato crop in the greenhouse; Si-Foliar spraying was more effective in reducing the population density of these key pests compared to Si- soil drench application.


2021 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 229-239
Author(s):  
Aditya Hani

Malapari (Pongamia pinnata) is a potential plant for biodiesel and has the ability to grow on marginal land. Malapari cultivation has not yet been carried out due to low economic value. Agroforestry crop patterns are expected to provide intermediate results so that people would be interested in planting malapari. Planting on coastal land requires the right technology to produce optimal growth. This study aims to determine the effect of malapari cropping patterns and evaluate biological fertilizer application in the seedling phase after planting in the field. The research uses a split plot design (Split Plot Design) with the main factors that are the pattern of malapari planting and sub-plots that are the type of application of biofertilizer. The results obtained from the study showed that the interaction of cropping pattern treatment and biofertilizer application did not give significant growth to malapari; the combination of the application of organic manure, Trichoderma spp and mycorrhiza bio-fertilizers in the nursery yielded the largest malapari diameter growth after planting in the field at the age of 3 years.


2017 ◽  
Vol 20 (2) ◽  
pp. 72
Author(s):  
Imam Habibi ◽  
Witjaksono Witjaksono ◽  
Arman Wijonarko

Brown planthopper, Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae), is an important pest of rice. This pest can cause hopperburn and field failure. This research aimed to determine the effects of population density and host availability on migration of N. lugens. The criteria used to justify the effects of host availability and population density on migration of N. lugens were based the hardness and tannin tests of the rice stems, fecundity of N. lugens, and the life cycle of N. lugens. The research was conducted under the temperature of 29.42°C with relative humidity of 61% and Light 12: Dark 12 times, using ten pairs of N. lugens brachypterous (F0 constant) and then was added with five male adults on fifth days after the first infestation (F0 changed). The varieties used were IR64, as a resistant variety, and Ketan Lusi, as a susceptible variety. The results showed that the adding of the macropterous males did not affect the number of macropterous, because of that has been preplanned by the F0. Therefore, the percentage of existing macropterous was 51−52%. Wereng Batang Cokelat (WBC) merupakan salah satu hama tanaman padi yang sangat penting. Kerusakan parah dapat menyebabkan hopperburn dan puso (gagal panen). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kepadatan populasi dan tanaman inang sebagai tempat migrasi WBC. Parameter yang dikaji untuk mengetahui pengaruh kepadatan populasi WBC dan tanaman inang tempat migrasi WBC berdasarkan tingkat kekerasan dan kandungan tanin batang tanaman padi, fekunditas WBC, dan siklus hidup WBC. Penelitian ini dilakukan pada temperatur 29.42˚C dengan kelembapan relatif 61% dan durasi siang hari 12 jam: durasi malam hari 12 jam. Metode yang dilakukan adalah dengan menggunakan 10 pasang imago WBC brakhiptera (F0 konstan), kemudian dilakukan penambahan 5 ekor imago jantan pada hari kelima setelah infestasi awal (F0 diubah). Varietas padi yang digunakan yaitu padi varietas IR64 sebagai varietas tahan dan ketan Lusi sebagai varietas rentan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan imago jantan makroptera tidak berpengaruh terhadap jumlah keturunan makroptera yang dihasilkan, karena imago (F0) telah merencanakan terlebih dahulu keturunan yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, persentase terbentuk keturunan imago makroptera berkisar antara 51−52%. 


Author(s):  
Mayerly Alejandra Castro-López ◽  
John Wilson Martínez-Osorio

Thrips tabaci Lindemann is the main insect pest of Allium cepa L., causing both direct and indirect damage to crops. T. tabaci is controlled by applying chemically synthesized products; however, this insect has already developed resistance to organophosphates, carbamates, and pyrethroids. This study evaluated the effect of soil predatory mites (Gaeolaelaps aculeifer Canestrini and Parasitus bituberosus Karg) on the population density of T. tabaci in potted bulb onion (Allium cepa L.) plants and on the response of physiological variables related to photosynthesis and plant development. Seven treatments were evaluated that released 50, 75 or 100 G. aculeifer or P. bituberosus adults, along with a control without predatory mites. Significant differences (P≤0.05) in the population density of T. tabaci were observed for 13 weeks, with a 78% reduction of individuals in the presence of G. aculeifer and a 72% reduction with P. bituberosus, regardless of mite density, as compared to the control. In addition, the relative chlorophyll index, foliar area, dry leaf weight and fresh bulb weight increased, as compared to the control. The application of 100 individuals of the two species recorded the highest values in the evaluated variables. These results indicate that G. aculeifer and P. bituberosus controls should be explored as an option for integrated T. tabaci management.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document