scholarly journals A Focus Group Discussion (FGD) Based Study to Understand the Patient Perspectives of Health Care Along with the Satisfaction to Services Among the Adult HIV/AIDS Patients

2016 ◽  
Vol 02 (01) ◽  
Author(s):  
Abhilash Sood ◽  
Seema Rani ◽  
SR Mazta ◽  
Ashok Sharma ◽  
AK Bhardwaj ◽  
...  
2021 ◽  
Vol 9 (4) ◽  
pp. 439
Author(s):  
Suarnianti Suarnianti ◽  
Yusran Haskas

Intervensi perilaku sangat penting dilakukan dalam pencegahan HIV sebagai intervensi dalam upaya meningkatkan status kesehatan. Tujuan: Mengetahui bentuk intervensi perilaku untuk mengukur outcome dari pencegahan terjadinya HIV terutama pada kelompok berisiko. Metode:  Electronic database dari jurnal yang telah dipublikasikan melalui ProQuest, PubMed., dan ScienceDirect. Hasil: Review dari delapan jurnal yang telah dipilih menyatakan bahwa intervensi perilaku memberi pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS, konseling bagi kelompok dengan rIsiko tinggi seperti pada Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) dan juga pelaksanaan tes HIV atau yang dikenal dengan Voluntary Counseling and Testing (VST). Instrumen penelitian yang  digunakan untuk mengukur behavioral intervention pada penelitian kuantitaif yakni kuesioner, instrumen berbasis komputer dan internet seperti sosial media, sedangkan pada penelitian kualitatif menggali informasi dengann indepth interview dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguatan intervensi perilaku dalam pencegahan HIV memberi manfaat dalam peningkatan pengetahuan, persepsi dan perilaku pencegahan HIV positif, serta penurunan stigma bagi ODHA. Simpulan: Penguatan intervensi perilaku dapat mencegah terjadinya HIV pada kelompok berisiko sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan.Kata kunci: intervensi perilaku, pencegahan HIV, LSL


2005 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 57-66 ◽  
Author(s):  
Tanya Claridge ◽  
Dianne Parker ◽  
Gary Cook

Context: Integrated care pathways (ICPs) are an increasingly common approach to the standardization and integration of health-care practice in the NHS. They delineate interdisciplinary critical decision points and evidence-based daily treatment regimens for patients in specific disease groups. ICP champions assert that they have the potential to decrease medical errors, increase the accuracy of data capture, increase the efficiency of personnel and ultimately improve the quality of patient care. Despite the theoretical benefits of ICP use, there was anecdotal evidence of staff unease and audit evidence of variable compliance with ICPs at a district general hospital (DGH). Objective: This focus group study was one of the three interdependent methodologies used to investigate the attitudes of health-care professionals towards ICPs in a DGH. It was anticipated that thematic analysis of the focus group discussion would facilitate further the interpretation of qualitative data already analysed in a previous phase of the project, and inform the development of a survey questionnaire investigating the attitudes of the health-care professionals towards ICPs. Design: Ten focus groups comprising on average, six health-care professionals were conducted. The staff involved included doctors, nurses, professions allied to medicine, a member of the Community Health Council and non-clinical managers. The focus groups included staff with a range of seniority and speciality. Results: Analysis of the data achieved facilitated the confirmation and identification of themes underpinning the focus group discussion. These are reported here and illustrated by representative quotations. Conclusion: The focus group study provided a valuable insight into the attitudes regarding ICPs of over 60 health-care professionals. The themes identified were used to facilitate the development of a survey questionnaire to explore them in a quantifiable way. Focus group methodology proved to be a useful way to explore emerging issues in depth, and to observe areas of disagreement among staff.


2015 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Pudia M. Indika ◽  
Afriwardi Afriwardi ◽  
Delmi Sulastri

AbstrakPrestasi Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) Sumatera Barat menunjukan ketidakstabilan di tingkat nasional. Siswa yang berobat ke fasilitas kesehatan rata – rata perbulan 50 orang dari 137 orang (36,5%). Tujuan penelitian adalah menganalisis upaya pelayanan kesehatan olahraga di PPLP Sumatera Barat. Desain penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil penelitian didapatkan bahwa upaya pelayanan kesehatan di PPLP Sumatera Barat telah memiliki kebijakan untuk pemeriksaan kesehatan awal calon siswa dan belum terlaksana secara terpusat. Pemantauan kesehatan hanya dilakukan bagi siswa yang mengalami keluhan. Pengobatan dilakukan oleh tenaga tenaga paramedis yang telah ditunjuk. Evaluasi dilakukan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia dan hasil evaluasi kesehatan dapat dilihat website sentra keolahragaan.Kata kunci: pelayanan kesehatan olahraga, PPLPAbstractEducation and Sport Training Student Centre (ETSC) of West Sumatra performance show instability at the national level. Students of ETSC visited health facility average of 50 of 137 people (36,5%) monthly. The objective of this study was to analyze the health care effort ETSC sport in West Sumatra. The study design used a qualititave approach with in-depth interviews and a Focus Group Discussion (FGD). The results showed that the health care efforts in ETSC of West Sumatra has had a policy for initial medical examinations of prospective students and have not done centrally. Health monitoring is done only for students who have complaints. Treatment is done by skilled paramedics who have been appointed. Evaluation conducted by the Ministry of Youth and Sports of the Republic of Indonesia and the health evaluation results can be seen websites sports centres.Keywords: health services sports, education and sport training student centre


2017 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
Author(s):  
Evie Ariadne Shintadewi ◽  
Suwandi Sumartias

Di Indonesia, cara penularan HIV-AIDS melalui Injecting Drug User (IDU) atau  Pengguna Narkoba Suntik(Penasun) yang merupakan populasi beresiko dan sulit dijangkau (hard to reach) mencapai angka 40,4%. Salah satunya penyebab mereka sulit dijangkau adalah  sikap menstigma oleh masyarakat, karena stigma dapat mempersulit upaya intervensi pemerintah (melalui promosi kesehatan) dalam pengendalian HIV-AIDS.Tujuan penelitian ini adalah  : 1) untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan penanggulangan HIV-AIDS oleh KPA Kabupaten Sumedang 2) untuk memperoleh gambaran mendalam tentang makna stigma bagi Penasun dan 3) untuk mengetahui makna promosi kesehatan dalam menghapuskan stigma bagi Penasun.Metode penelitian adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan Studi Kasus, serta teknikpengumpulandata melalui:a) wawancaramendalam(indepthInterview), b) observasi, c) studipustaka, dan d)focus   group   discussion. Hasil Penelitian menunjukkan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Sumedang melaksanakan kegiatan promosi kesehatan sebagai upaya pencegahanpenularan HIV-AIDS menggunakan beberapa strategi secara simultan untuk sasaran yang berbeda. Di sisi lain, Penasun memaknai stigma secara positif dan negatif. Makna negatif melahirkan sikap menarik diri dari kehidupan sosial, masa bodoh, apatis, tidak peduli dan putus asa dalam menjalani sisa hidupnya, sedangkan makna postif justru memberikan sisa hidupnya untuk dapat berkontribusi di masyarakat dengan ikut menyampaikan informasi tentang bahayanya HIV-AIDS. Penasun juga memaknai kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan KPA Sumedang dalam tiga kategori, yaitu bagus untuk ranah kognitif, cukup untuk ranah afeksi dan masih kurang untuk ranah konasi. Kata Kunci : Stigma, Penasun, HIV-AIDS, Promosi Kesehatan.


2015 ◽  
Vol 9 (4) ◽  
pp. 382
Author(s):  
Argyo Demartoto

AbstrakDi tingkat nasional dan daerah telah terdapat kebijakan publik, program dan kegiatan untuk menanggulangi HIV/AIDS, namun jumlah kasus HIV/AIDS meningkat setiap tahun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas collaborative governance antarpemangku kepentingan dalam pelayanan komprehensif berkesinambungan untuk menanggulangi HIV/AIDS di Kota Surakarta. Penelitian ini merupakan studi kasus jenis exploratory. Informan ditentukan dengan menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada 2 Juli – 2 September 2013 dengan wawancara mendalam, observasi, focus group discussion, dan dokumentasi. Teknik analisis data dengan model analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberi dan penerima layanan berperan dalam penanggulangan HIV/AIDS sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Program pencegahan dan penjangkauan, layanan kesehatan, reduksi bahaya, dan pemberdayaan belum efektif karena komitmen terhadap tujuan dan sikap saling percaya antarpemangku kepentingan belum optimal, petugas lapangan kurang profesional, terdapat konflik laten antarpemangku kepentingan, kurang optimalnya koordinasi antaranggota Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kota Surakarta dan rendahnya anggaran untuk penanggulangan HIV/AIDS karena HIV/AIDS belum menjadi isu prioritas dalam pembangunan daerah. Disimpulkan bahwa kolaborasi governance antarpemangku kepentingan belum efektif. Untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas kolaborasi governance antarpemangku kepentingan, harus ada norma, struktur, dan proses yang jelas dalam menanggulangi HIV/AIDS.AbstractThere have been public policies, programs and activities to cope with HIV/AIDS in Indonesia at national and local level, but number of HIV/AIDScases is increasing every year. This study aimed to determine effectivity ofcollaborative governance between stakeholders in a sustainable comprehensive service to cope with HIV/AIDS in Surakarta City. This study was an exploratory study. Informants were selected using purposive sampling technique. Data collection was conducted on 2 July – 2 September 2013 using in-depth interview, observation, focus group discussion, and documentation. Technique of data analysis was an interactive analysis model. Results showed that service provider and receiver had taken roles in HIV/AIDS coping based on their own duty and function. Prevention and outreach, healthcare service, harm reduction and empowerment programs had not been yet effective because of less optimal commitment to purpose and mutual trust between stakeholders, less professional fieldworkers, latent conflict occurred between stakeholders, less optimal coordination between AIDS Coping Commission of Surakarta City members, and low budget for HIV/AIDS coping as HIV/AIDS is not yet a priority issue in regional development. In brief, collaborative governance between stakeholders is not yet efffective. To improve the quality and the collaborative governance effectivity between stakeholders, there should be any clear norm, structure and process in coping with HIV/AIDS.


2021 ◽  
Vol 58 (1) ◽  
pp. 1518-1522
Author(s):  
Pairat Chimhad Et al.

The study entitled management of elderly health and welfare of the elderly school in the Northeast aimed to study the appropriate model for enhancing the health of the elderly in the northeast, and to strengthen cooperation in the management of health and welfare of the elderly in the Northeast. Qualitative research was conducted and the research tools were interview form and focus group discussion guidelines. Data were collected from in-depth interviews of 10 key informants who were senior school administrators, and also from focus group discussion with 15 experts. Qualitative data were analyzed using content analysis. Research findings indicated that strengthening elderly health has been promoted to allow older people to have activities in the community with statistical data. Comparative activities between provincial communities and community activity have taken the activity to develop and adjust the model to be suitable for the elderly and is relaxing the stress of the elderly from being at home without any activity. Promotion and health management elderly welfare promoting food hygiene arrange activities on health care to be correct promote exercise that is suitable for the elderly at least 2 days per week as well as encouraging families to be aware of the daily life of the elderly and holistic health care.


2014 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 78
Author(s):  
Ika Murtiyarini ◽  
Dewi Marhaeni Diah Herawati ◽  
Irvan Afriandi

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan pemberian ASI di Indonesia adalah dengan memberikan konseling menyusui di pelayanan kesehatan. Penelitian perlu dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan konseling menyusui di Kota Jambi dengan mengeksplorasi komponen input, activity, output, dan outcome. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan strategi studi kasus. Penelitian dilakukan di empat puskesmas Kota Jambi pada bulan Desember 2013 sampai dengan Februari 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen, observasi pelaksanaan konseling menyusui dan sarana prasarana, wawancara mendalam, serta focus group discussion. Analisis data yang digunakan adalah analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen input dan activity kurang optimal seperti kurangnya sumber daya manusia, keterbatasan sarana prasarana, belum ada petunjuk teknis pelaksanaan konseling menyusui, belum ada pemantauan pascapelatihan, kurangnya komitmen personal konselor, belum ada penegasan program, serta lemahnya pengawasan. Komponen output masih kurang baik, terlihat pada belum terdapat data jumlah klien yang diberi konseling menyusui dan jumlah monitoring/supervisi. Komponen outcome menunjukkan bahwa kepuasan klien konseling menyusui kurang. Pelaksanaan konseling menyusui di Kota Jambi masih kurang optimal. Terlihat dari komponen input masih kurang memadai, komponen activity belum berjalan optimal, sedangkan komponen output dan komponen outcome belum mencapai hasil yang diharapkan.The government’s efforts in improving breastfeeding in Indonesia is to provide breastfeeding counseling services in health care especially at primary health care centre. Therefore it is necessary to evaluate the implementation of breastfeeding counseling in the City of Jambi by exploring its input, activity, output, and outcomes components. This study was a qualitative research using case study strategy. The study was conducted in four health centers City of Jambi during December 2013 to February 2014. Data were collected through document study, breastfeeding counseling and execution infrastructure observation, in-depth interviews, and focus group discussion. Data analysis includes transcription, reduction, coding, categorizing, themes, and interpretation of research results. The results showed that the component inputs and activity were not done optimally due to a lack of human resources, infrastructure limitations, unavailability of technical guidelines, non-existence of post training monitoring or supervision, lack of counselor’s personal commitment, lack of program clarity, as well as poor management and supervision of the health department. Aservice output were not also good as indicated by data unavailability of clients served and none of monitoring has been conducted. Outcome component showed that there were still a lack of client satisfaction and resolved breastfeeding problems after acquiring breastfeeding counseling as an conclusion, implementation of breastfeeding counseling in the City of Jambi is still less than optimal, seen from the input components is still inadequate, activity components are not yet optimal, while the outputs and outcomes components not achieving the expected.


2018 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 1-7
Author(s):  
Muhamad Sahiddin ◽  
Theresia Resubun

Angka penderita HIV/AIDS yang tinggi menjadi salah satu masalah kesehatan di Kabupaten Jayawijaya. Keadaan sumber daya manusia dari sisi jumlah, kualifikasi, distribusi dan kapasitas menjadi salah satu faktor utama dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Jayawijaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keadaan sumber daya manusia dalam program penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Jayawijaya. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam pada 18 inforaman dan 1 kelompok Focus Group Discussion (FGD). Penentuan informan penelitian dengan prosedur purposive, yang terdiri pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten, Komisi Penanggulangan AIDS Daerah, Kepala Puskesmas, Pemegang Program HIV/AIDS dan Non Government Organization. Hasil penelitian menunjukkan sumber daya manusia untuk program penanggulangan HIV AIDS di Kabupaten Jayawijaya masih terjadi masalah pada sisi jumlah, kualifikasi, distribusi maupun peningkatan kapasitasnya. Kekurangan tenaga HIV AIDS terjadi pada tingkat Dinas Kesehatan dan Unit Pelayanan di Puskesmas. Hal ini menyebabkan penumpukan beban kerja tenaga karena harus merangkap sebagai programer kegiatan lainnya. Jenis tenaga HIV AIDS yang tidak mencukupi adalah tenaga analis kesehatan (tenaga laboratorium), tenaga apoteker, dokter, dan tenaga konselor HIV AIDS. Distribusi tenaga kesehatan masih banyak yang berpusat di daerah perkotaan. Dari sisi peningkatan kapasitas, Dinas Kesehatan telah rutin melakukan pelatihan kepada tenaga HIV AIDS, tetapi masalah yang terjadi adalah adanya fenomena pindah tugas tenaga kesehatan yang telah mengikuti pelatihan.


Author(s):  
Godwin Aja ◽  
Naomi Modeste ◽  
Susanne Montgomery

Assets church members believed they needed to engage in effective HIV/AIDS prevention and control activities. We used the three-step forum focus group discussion (FFGD) methodology to elicit responses from 32 church leaders and lay members, representing five denominations in Aba, Nigeria. Concrete resources, health expertise, finances, institutional support, capacity building, and spiritual support connected to the collective interest of members were indicated as useful for church members to engage in HIV/AIDS prevention and control activities. Adequate planning and delivery of cost-effective, appropriate and sustainable health promotion programs require an understanding of perceived church-based assets.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document