scholarly journals HUBUNGAN SKALA KEPRIBADIAN MINESSOTA MULTIPHASIC PERSONALITY INVENTORY TEST-2 (MMPI-2) dengan IPK MAHASISWAKEDOKTERAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 56
Author(s):  
Nur Aini Yunike Bahari Margarini ◽  
Gita Sekar Prihanti ◽  
Dr Suharto

Kepribadian seorang mahasiswa terutama di bidang pendidikan dokter sangat berpengaruh terhadap cara menjalankan tugasnya sebagai mahasiswa dengan baik. Oleh karena itu dilakukan teskepribadian.Salah satunyauntuk mengetahui kepribadiannya, berupa tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory-2 (MMPI-2). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Skala Kepribadian Minessota Multiphasic Personality Inventory Test-2 (Mmpi-2) Dengan IPK Mahasiswa Kedokteran Semester 4 Fakultas KedokteranUniversitas Muhammadiyah Malang. Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan besar sampel sebanyak 112 mahasiswa. Sumber data menggunakan data primer dan analisa data menggunakan uji spearman’s rho. Hasil uji spearman’s rho pada 10 skala kepribadian Minessota Multiphasic Personality Inventory Test-2 (MMPI-2) dengan IPK Mahasiswa Kedokteran menunjukkan seluruh nilai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga tidak ada hubungan yang bermakna.Kata kunci : Skala MMPI-2, IPK, Mahasiswa Kedokteran

2019 ◽  
Vol 7 (3) ◽  
pp. 45
Author(s):  
M. Widnyana ◽  
Anak Agung Gede Eka Septian Utama ◽  
I Putu Yudi Pramana Putra ◽  
Anak Agung Gede Angga Puspa Negara

Usia lanjut (lansia) memiliki tekanan darah yang cenderung tinggi sehingga lebih berisiko terjadi hipertensi. Bertambahnya umur mengakibatkan peningkatan teknan darah akibat penebalan pada dinding arteri. Fisioterapis menganjurkan para lansia agar tetap aktif dan berolahraga untuk memelihara tekanan darah tetap normal. Program olahraga yang sesuai untuk lansia adalah senam lansia. Senam lansia dapat dijadikan sebagai suatu aktivitas fisik untuk memelihara tekanan darah tetap normal pada lansia. Tujuan peneltian ini adalah untuk mengetahui hubungan partisipasi senam lansia dengan tekanan darah lansia di Kecamatan Sibang, Kabupaten Badung, Bali. Jenis penelitian observasional analitis korelatif dengan metode pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2019. Pengambilan subjek dilakukan secara purposive sampling. Sampel adalah laki-laki dan perempuan, berumur 64-70 tahun, berjumlah 72 orang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 36 orang sebagai kelompok lansia yang mengikuti senam secara rutin sesuai jadwal yang sudah ditentukan, yaitu satu kali perminggu minimal dalam 6 bulan dan 36 orang sebagai kelompok lansia yang tidak mengikuti senam. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer. Hasil penelitian setelah dilakukan uji spearman’s rho diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05) yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara partisipasi senam lansia dengan tekanan darah pada lansia di Kecamatan Sibang, Badung. Uji spearman’s rho. Menunjukkan koefisien korelasi kuat dengan angka signifikasi sebesar 0,001 yang berarti hubungan antara partisipasi senam lansia dengan tekanan darah pada lansia di Kecamatan Sibang, Badung memiliki hubungan yang kuat, signifikan dan searah. Terdapat hubungan antara partisipasi senam lansia dengan tekanan darah pada Lansia di Kecamatan Sibang, Kabupaten Badung. Kata kunci: senam, lansia, tekanan darah, hipertensi


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 80
Author(s):  
Mitha Wulan Nur'aini ◽  
Joni Haryanto ◽  
Elida Ulfiana

Pendahuluan: Lansia yang kehilangan pasangan rawan mengalami kesepian. Self-compassion yang merupakan suatu sikap kebaikan diri ketika terjadi masa-masa sulit merupakan salah satu faktor psikologis pada orang dengan kesepian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan self-compassion dengan kesepian pada lansia yang kehilangan pasangan.Metode: Penelitian ini menggunakan desain korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah responden sebanyak 110 orang lansia yang didapatkan dari Purposive Sampling. Variabel penelitian yang digunakan yaitu self-compassion dan kesepian. Data diambil melalui penyebaran instrumen berupa kuesioner yakni terjemahan kuesioner Self-compassion Scale – Short Form dan de Jong Gierveld Loneliness Scale, kemudian dilakukan analisis menggunakan uji Spearman’s Rho dengan α ≤0,05.Hasil: Ada hubungan antara self-compassion dengan kesepian pada lansia yang kehilangan pasangan dengan p=0,000 dan r=-0,750 artinya semakin tinggi self-compassion semakin rendah kesepian lansia yang kehilangan pasangan.Kesimpulan: Lansia yang kehilangan pasangan dengan self-compassion yang tinggi akan menurunkan kesepian karena adanya kestabilan emosi, kesadaran terhadap pengalaman, motivasi dan perkembangannya serta mekanisme koping yang ada.


2019 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 155-164
Author(s):  
James Richard Maramis ◽  
Claudia Priscilla Kandowangko

Mahasiswa perawat rentan mengalami keadaan lelah baik emosional, psikologi dan fisik yang dirasakan akibat melakukan aktivitas ataupun tuntutan praktik yang dilakukan secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama. Keluhan nyeri muskuloskeletal merupakan salah satu gejala yang terjadi pada gangguan musculoskeletal (MSDs). Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara burnout dan keluhan nyeri musculoskeletal pada mahasiswa profesi ners di Universitas Klabat. Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif correlation dengan menggunakan pendekatan cross sectional study dan menggunakan rumus Spearman's rho, proses pengambilan sampel dalam penelitan ini adalah menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner burnout dengan kuesioner Nordic Body Map yang diberikan kepada 127 mahasiswa profesi ners di Universitas Klabat, Didapati pada umumnya sebanyak 109 mahasiswa (85,8%) memiliki tingkat burnout sedang, dan 100 mahasiswa (78,7%) merasakan keluhan musculoskeletal ringan. Daerah tubuh yang paling banyak dikeluhkan ialah di punggung dengan jumlah nilai sebanyak 273 Sedangkan hasil uji statistic antara burnout dengan keluhan nyeri musculoskeletal menunjukkan  nilai p=0,000<0,05, dengan demikian ada hubungan antara burnout dengan keluhan nyeri musculoskeletal. Nilai r=0,337 yang menunjukkan arah korelasi positif antara dua variabel atau searah. Peneliti selanjutnya dapat meneliti pengaruh rutinitas kegiatan tertentu dan postur tubuh yang dilakukan oleh perawat ketika bekerja terhadap keluhan MSD-nya, dan juga agar mencari tahu hubungannya dengan keluhan-keluhan MSD yang dirasakan responden lebih dari tujuh hari.  Kata kunci : Burnout, keluhan nyeri musculoskeletal, Nordic Body Map


2021 ◽  
Vol 18 (2) ◽  
pp. 72-81
Author(s):  
Leo Yosdimyati Romli ◽  
Yulia Fitri Wulandari

Lansia memiliki kecenderungan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung sedikit serat, sehingga kurang dalam asupan serat. Konsumsi serat yang rendah memicu munculnya gangguan konstipasi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis keterkaitan konsumsi serat dengan instensitas kejadian konstipasi pada lansia. Desain penelitian ini yaitu cross sectional dengan populasi semua lansia di Desa Ngrandulor Peterongan Jombang dan jumlah sampel sebanyak 34 responden yang diambil dengan purposive sampling. Variabel penelitian ini adalah konsumsi serat dan intensitas kejadian konstipasi. Pengumpulan data dilakukan peneliti dengan menggunakan kuesioner sebagai intrumen penelitian pada kedua variabel. Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan uji Korelasi Spearman’s rho. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi serat pada responden sebagian besar adalah tidak mengkonsumsi dengan baik yaitu sebanyak 24 responden (70,6 %) dengan kejadian konstipasi pada responden hampir separuh dari responden mengalami konstipasi dengan intensitas tidak pernah yaitu sebanyak 15 responden (44,1 %) dan intensitas jarang yaitu sebanyak 14 responden (41,2 %). Berdasarkan analisis hasil uji statistik menunjukkan bahwa p-value (0,002) < α (0,05) maka artinya ada hubungan konsumsi serat dengan intensitas kejadian konstipasi. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah konsumsi serat berhubungan dengan intensitas kejadian konstipasi pada lansia. Konsumsi nutrisi yang cukup mengandung serta merupakan kunci utama dalam melakukan pencegahan terhadap kejadian konstipasi selain aktifitas fisik yang cukup serta managemen stress pada lansia.


2020 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 5
Author(s):  
Ida Bagus Komang Ari Krisnayana ◽  
Ni Wayan Tianing ◽  
Ari Wibawa ◽  
M. Widnyana

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah rasio standar berat terhadap tinggi badan sehingga dapat melihat apakah seseorang memiliki massa tubuh yang ideal, terlalu kurus, kelebihan berat badan, atau obesitas. Pegawai kantor merupakan pekerjaan yang memiliki prevalensi berat badan berlebih dan obesitas tertinggi dibandingkan profesi lainnya. Kelebihan berat badan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, salah satunya adalah gangguan aktivitas seksual seperti disfungsi ereksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT) berhubungan dengan disfungsi ereksi pada pegawai kantor di Kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional analitik yang dilakukan pada bulan April 2019. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 58 orang laki-laki yang sudah menikah dengan usia 30-40 tahun. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Indeks Massa Tubuh yang diukur menggunakan timbangan dan microtoise stature meter, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah disfungsi ereksi yang diketahui dengan menggunakan kuisioner IIEF-5. Teknik analisis data yang dilakukan yaitu uji bivariat dengan Spearman’s Rho untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan, kekuatan hubungan dan arah hubungan. Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0,001 (p<0,05) dengan nilai r=0,520. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hubungan Indeks Massa Tubuh dengan disfungsi ereksi pada pegawai kantor di Kota Denpasar memiliki hubungan yang kuat, signifikan dan searah. Kata Kunci : Indeks Massa Tubuh, Disfungsi Ereksi, Pegawai Kantor


2020 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 62
Author(s):  
Putu Leli Juniari ◽  
M. Widnyana ◽  
I Putu Gede Adiatmika ◽  
I Made Niko Winaya

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang membutuhkan pengeluaran energi saat melakukannya. Data penduduk usia dewasa di Indonesia menunjukkan pada tahun 2011 aktivitas fisik terendah terjadi sebesar 31,9% pada laki-laki dan 27,9% pada perempuan dengan total 29,9% dari keseluruhan penduduk pada tahun 2010.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik terhadap daya tahan kardiorespirasi dan tekanan darah pada pria dewasa akhir di wilayah Puskesmas III Denpasar Utara. Penelitian ini analitik cross sectional yang dilakukan pada bulan April-Mei 2019. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dan sampel 84 orang pria. Variabel independen penelitian ini yaitu aktivitas fisik diukur dengan kuisioner Physical Activity Questionnaire versi Short-Form (IPAQ-SF). Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu daya tahan kardiorespirasi  diukur dengan Harvard Step Test dan tekanan darah yang diukur dengan alat stetoskop dan sphygmomanometer. Uji hipotesis yang digunakan yaitu Spearman’s Rho Test untuk menilai hubungan aktivitas fisik terhadap daya tahan kardiorespirasi didapatkan hasil p sebesar 0,001 dengan r 0,695 hasil uji dari aktivitas fisik terhadap tekanan darah sistolik didapatkan p sebesar 0,074 dengan r -0,196 dan aktivitas fisik terhadap tekanan darah diastolik didapatkan p sebesar 0,848 dengan r 0,021. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik terhadap daya tahan kardiorespirasi, tetapi tidak ada hubungan aktivitas fisik terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada pria dewasa akhir di wilayah Puskesmas III Denpasar Utara.


2019 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 227-234
Author(s):  
Bella Putri Sinta Prastika ◽  
Retnayu Pradine ◽  
Ni Ketut Alit Armini

Penggunaan KB IUD yang rendah dapat mempengaruhi kualitas hidup keluarga. Semakin rendah penggunaan kontrasepsi maka semakin rendah kualitas hidup. Berbagai faktor termasuk gaya hidup yang diterapkan  diduga mempengaruhi kualitas hidup  akseptor KB  IUD. Tujuan penelitian ini  menjelaskan hubungan gaya hidup dengan kualitas hidup wanita pasangan subur akseptor KB IUD. Metode: Desain penelitian ini  korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah 120 akseptor KB IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Surabaya. Besar  sampel 92  wanita usia subur akseptor  KB IUD diperoleh  dengan  purposive sampling, dengan kriteria inklusi wanita usia subur 18-40 tahun, tinggal serumah dengan suami dan dapat berkomunikasi secara lisan dan verbal. Variabel independen gaya hidup. Variabel dependen  kualitas hidup. Pengumpulan data menggunakan kuesioner gaya hidup dari Prihatiningsih dan kualitas hidup WHOQOL-BREF yang telah diterjemahkan untuk kualitas kehidupan dari WHO. Uji statistik dengan Spearman’s rho test. Hasil: Tidak hubungan signifikan antara gaya hidup dengan kualitas hidup (p=0,960, r=0,005). Pembahasan: Gaya hidup responden sebagian besar adalah gaya hidup sehat. Faktor gaya hidup yang berhubungan dengan kualitas hidup adalah aktivias fisik, lingkungan, perilaku konsumtif, dan managemen strees. Hal ini tidak bisa menjadi patokan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Karena gaya hidup sehat tidak selalu penyumbang terbesar pada kualitas hidup, tapi ada faktor lain yang perlu diperhatikan. Karena dari hasil penelitian di dapatkan responden lebih mandiri, jadi tidak membutuhkan gaya hidup yang cukup untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang faktor lain yang berhubungan kualitas hidup akseptor  KB.


2021 ◽  
Vol 80 (Suppl 1) ◽  
pp. 525.1-525
Author(s):  
S. Tsiami ◽  
E. Ntasiou ◽  
C. Krogias ◽  
R. Gold ◽  
J. Braun ◽  
...  

Background:Carpal tunnel syndrome (CTS) is the most common nerve compression syndrome and a common extra-articular manifestation of rheumatoid arthritis (RA). Different causes of CTS are known, among them inflammatory and non-inflammatory pathologies. Electroneurography (ENG) of the median nerve, the method of choice to diagnose CTS, measures impairment of nerve conduction velocity without explaining its underlying cause. However, because the electrical stimulation is often not well tolerated, ENG results may come out inconclusive. Using greyscale ultrasonography (GS-US) provides anatomic information including a structural representation of the carpal tunnel.Objectives:To investigate the performance of nerve GS-US in the diagnosis of CTS in patients with RA.Methods:Consecutive patients with active RA under suspicion of CTS presenting to a large rheumatologic center were included. Both hands were examined by an experienced neurologist including ENG and a GS-US (ML linear probe with 6-15 Hz) of the median nerve. An established grading system for ENG (1), and an established system for GS-US based on cut-offs for the nerve cross sectional area (CSA) [mild: 0,11-0,13cm2, moderate: 0,14-0,15 cm2, severe: > 0,15 cm2 CTS (2)] were used. In addition, the Boston Carpal Tunnel Syndrome Questionnaire (BCTSQ) was used to assess CTS symptoms (3).Results:Both hands of 58 patients with active RA (n=116) and clinical suspicion of CTS (in 38 cases bilaterally) were included. After clinical examination, CTS was suspicious in 96 hands (82.8%), and 59 of all hands had a final diagnosis of CTS (50.9%). Of the latter, 43 hands (72.9%) had a positive ENG and 16 (27.1%) a positive GS-US finding only, while 30 hands (50.8%) were positive in both examinations.There was a good correlation of the cross-sectional area (CSA) as well as the CSA-ratio to the ENG findings: the larger the CSA, the more severe was the CTS as assessed by ENG (Spearman’s rho=0.554; p<0.001). The more severe the GS-US findings of CTS were, the more definite were the distal motor latency (Spearman’s rho=0.554; p<0.001) and sensible nerve conduction velocity of the median nerve (Spearman’s rho=-0.5411; p<0.001).In the 46 hands positive in GS-US, tenosynovial hypertrophy of the flexor tendons was detected in 19 hands (41.3%), 7 of which (36.8%) also showed an additional cystic mass. In these 19 patients, clinical complains were more severely present than in patients with non-inflammatory CTS, as assessed by the BCTSQ with a total score of 68.8±13.4 vs. 59.3±13.7, respectively (p=0.007).Conclusion:In patients with active RA and clinical complains of CTS, ultrasound examinations provide additional information about inflammation which is helpful for a diagnosis of CTS. Thus, ENG and nerve GS-US should be used complementary for a diagnostic workup of CTS in RA patients with a suspicion of CTS. Power-Doppler may further improve the diagnostic performance of GS-US.References:[1]Padua L et al. Acta Neurol Scand 1997; 96:211–217[2]El Miedany et al., Rheumatology (Oxford). 2004 Jul; 43(7):887-895[3]Levine DW et al. J Bone Joint Surg Am 1993; 75: 1585-1592Figure 1.BCTSQ scores in patients with diagnosis of CTS and absence or presence of RA-related tenosynovial hypertrophyDisclosure of Interests:None declared


Vascular ◽  
2021 ◽  
pp. 170853812098630
Author(s):  
Dobroslav Kyurkchiev ◽  
Tsvetelina Yoneva ◽  
Adelina Yordanova ◽  
Ekaterina Kurteva ◽  
Georgi Vasilev ◽  
...  

Background Granulomatosis with polyangiitis (GPA) is a representative of vasculitides associated with anti-neutrophil cytoplasmic autoantibodies. “Classical” antibodies directed against proteinase 3 are involved in the pathogenesis and are part of the GPA diagnosis at the same time. Along with them, however, antibodies against Lysosomal-Associated Membrane Protein-2 (LAMP-2) and antibodies directed against plasminogen have been described in GPA. Objectives and methodology: We performed a cross-sectional study enrolling 34 patients diagnosed with GPA. Our study was aimed at looking for correlations between serum levels of LAMP-2 and plasminogen and the clinical manifestations of the GPA. Furthermore, we examined serum levels of tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) and its associated indoleamine-pyrrole 2,3-dioxygenase (IDO), as well as we looked for a correlation between these cytokines and the clinical manifestations of GPA. Results The results showed that in GPA, serum plasminogen levels were negatively associated with renal involvement (receiver operating characteristic (ROC) area under the curve (AUC) of 0.78) (95% CI 0.53–0.91), p = 0.035, and the extent of proteinuria, Spearman’s Rho = –0.4, p = 0.015. Increased levels of TNF-α and IDO correlated with disease activity, Spearman’s Rho =0.62, p = 0.001 and Spearman’s Rho = 0.4, p = 0.022, respectively, whereas only TNF-α was increased in severe forms of GPA with lung involvement (ROC AUC of 0.8) (95% CI 0.66–0.94), p = 0.005. Conclusions In this study, we demonstrate the alteration of soluble factors, which play an important role in the pathogenesis of GPA and their relationship with the clinical manifestations of the disease. Our main results confirm the associations of increased secretory TNF-α and some clinical manifestations, and we describe for the first time decreased serum plasminogen levels and their association with renal involvement.


Author(s):  
Herlinawati Herlinawati ◽  
Ngena Ria ◽  
Zuraidah Nasution

Fixed appliance atau disebut juga pesawat orthodonti cekat merupakan alat orthodonti yang dilengketkanlangsung pada gigi. Dewasa ini pemakaian fixed appliance semakin banyak diminati kawula muda untukmemperbaiki dan mengoptimalkan fungsi gigi sebagai alat kunyah dan untuk mengoptimalkan fungsiestetika gigi. Piranti fixed appliance memiliki bentuk yang rumit sehingga mempermudah lengketnya plaklebih lama dan dapat meningkatkan resiko terjadinya karies, gingivitis dan penyakit periodontal. Adanyapiranti fixed appliance yang menempel pada gigi-gigi akan menyulitkan untuk membersihkan gigi sehinggacenderung terjadi penumpukan plak pada gigi disekitar bracket dan mahkota gigi pada tepi gingival.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku mahasiswa yang memakai fixed appliancetentang menyikat gigi dengan nilai OHI-S di Poltekkes Kemenkes Medan. Jenis penelitian yang digunakanadalah survei analitik dengan desain cross sectional . Populasi dalam penelitian ini berjumlah 122 orang dansampel adalah seluruh populasi yaitu 122 orang (total populasi). instrumen yang dipakai yaitu kaca mulut,pinset, sonde, nier bekken, handuk bersih kuesioner dan formulir pemeriksaan. Analisis data bivariatdengan menggunakan uji chi-square dan Spearman’s rho dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05).Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kategori pengetahuan mahasiswa tidak berhubungan dengan kriteriaOHI-S (p > 0,05) sedangkan kategori sikap dan tindakan mempunyai hubungan dengan kriteria OHI-S (p <0,05). Nilai OHI-S rata-rata adalah 2,68. Dianjurkan kepada mahasiswa yang menggunakan fixed applianceagar lebih meningkatkan kebersihan gigi dan mulutnya, mengiku


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document