EFICÁCIA DO COLÍRIO SANANGA FRENTE ÀS BACTÉRIAS Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus e Propionibacterium acnes

Author(s):  
Cinthia Abilio ◽  
Laura dos Reis Chalub ◽  
Dora Inés Kozusny-Andreani
2019 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 80-84
Author(s):  
Nizar Nizar ◽  
Sarmadi Sarmadi ◽  
RF Pitaloka

Latar Belakang : Jerawat merupakan penyakit kulit yang umum terjadi, peradangan dapat dipicu oleh bakteri seperti Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. Sediaan antibiotik topikal seperti neomycin, tetrasiklin, klindamisin, dan kloramfenikol cukup berguna untuk kebanyakan pasien dengan kondisi jerawat ringan hingga parah. Antibiotik topikal dapat berupa salep dan krim yang dapat mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh suhu sehingga penyimpanannya harus diperhatikan.Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental karena ada perlakuan terhadap sediaan krim antijerawat racikan yang dipengaruhi suhu dan lama penyimpanan terhadap aktivitas antibakteri dengan cara mengukur diameter zona hambat aktivitas antibakteri. Hasil:Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat pada sediaan krim antijerawat racikan yang mengandung antibiotik pada penyimpanan hari ke-28 sediaan mengalami penurunan kecuali pada krim A yang mengandung antibiotik klindamisin mengalami kenaikan.Kesimpulan : Adanya pengaruh suhu dan lama penyimpanan sediaan krim antijerawat racikan yang mengandung antibiotik terhadap daya hambat bakteri Staphylococcus aureusdengan adanya penurunan daya hambat sediaan diakhir penyimpanan.


Author(s):  
Ika Kurnia Sukmawati ◽  
Ari Yuniarto ◽  
Widhya Alighita ◽  
Ade Zam-zam J

Acne is an inflammatory disease that occurs in the skin triggered by the bacteria acne treatment can be done by using natural materials that shiitake mushrooms (Lentinus edodes). This aims of this study were to determining the antibacterial activity of extracts and fractions shiitake mushrooms with broth microdilution method, determining the value of equality shiitake mushrooms with antibacterial comparison and determining the morphological changes of bacteria after exposure to the test sample with a Scanning Electron Microscope (SEM). Tests conducted antibacterial activity against Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis and Staphylococcus aureus at concentrations used is 1 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 8 ppm, 16 ppm, 32 ppm, 64 ppm, 128 ppm, 256 ppm, 512 ppm. Best MIC value obtained in fraction of ethyl acetate and n-hexane fraction of the bacterium Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis and Staphylococcus aureus at a concentration of 256 ppm. KBM value of the n-hexane fraction against Staphylococus aureus bacteria at concentrations of 512 ppm and ethyl acetate fraction against bacteria Staphylococus aureus and epidermidis at a concentration of 512 ppm. Value equality is obtained 1 mg of ethyl acetate fraction of shiitake mushrooms equivalent to 5.346 x 10-2 mg of tetracycline. SEM test results showed the presence of antibacterial activity which is indicated by a change in cell morphology, their lumps and their cell wall frown on Propionibacterium acnes were exposed to ethyl acetate fraction.Key words: Acne, Lentinus edodes, antibacterials, microdilution, SEM


1997 ◽  
Vol 25 (6) ◽  
pp. 318-324 ◽  
Author(s):  
S Higaki ◽  
S Mommatsu ◽  
M Morohashi ◽  
T Yamagishi ◽  
Y Hasegawa

We examined the in vitro sensitivities of three bacteria: Propionibacterium acnes, and Staphylococcus epidermidis, commonly detected in acne lesions, and Staphylococcus aureus, a common cause of skin infections, to 10 Kampo formulations (Chinese herbal medicines; combinations of powdered extracts of crude drugs). Both Staphylococcus species showed similar sensitivities to all 10 formulations, with minimum inhibitory concentrations (MICs) ranging from 25 to 400 mg/ml. P. acnes, however, was particularly sensitive to one formulation, keigai-rengyo-to (MIC, 0.78 – 25 mg/ml), prompting speculation that it might contain components with strong antibacterial activity to P. acnes. P. acnes showed similar sensitivities to all the other formulations (MIC 6.25 – 200 mg/ml). The ranges of MICs and the MIC50s (concentrations that inhibit 50% of isolates) were very similar to those previously recorded in 1990 for the two Staphylococcus species.


1997 ◽  
Vol 106 (9) ◽  
pp. 751-752 ◽  
Author(s):  
Itzhak Brook

External otitis caused by Staphylococcus aureus was observed in a nurse after extensive use of a stethoscope. The infection recurred and a similar organism was isolated from the stethoscope's earpiece. The infection did not recur after the earpiece was cleansed after each use. In a prospective study, the bacterial flora of 35 earpieces was evaluated. Fifty-three isolates, 36 aerobic or facultative and 17 anaerobic, were recovered. The number of organisms per earpiece ranged from 14 to 204 (average 92 ± 17). The predominant isolates were Staphylococcus epidermidis (16 isolates), Propionibacterium acnes (12), and S aureus (7). The study demonstrates the colonization of the stethoscope's earpiece with microorganisms that possess the potential for causing nosocomial infection.


Author(s):  
Sani Nurlaela Fitriansyah ◽  
Yola Desnera Putri ◽  
Muhammad Haris ◽  
Rival Ferdiansyah

Limpasu merupakan tanaman yang berlimpah dari Kalimantan Selatan. Data empiris menunjukkan buah limpasu berpotensi untuk mengobati demam (karena infeksi), kesehatan kulit, dan antioksidan. Data ilmiah pendukung potensi limpasu sebagai anti-infeksi yang disebabkan bakteri masih minim. Penelitian ini bertujuan mendapatkan data ilmiah kandungan kimia secara kualitatif dan potensi ekstrak limpasu sebagai antibakteri. Bagian buah, daun, dan kulit batang limpasu diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% dengan soxhlet. Ekstrak cair diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak buah (EB), ekstrak daun (ED), dan ekstrak kulit batang limpasu (EKB). Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi padat menggunakan kertas cakram. Bakteri yang diuji terdiri dari Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Propionibacterium acnes, dan Staphylococcus epidermidis. Hasil penelitian menunjukkan, ekstrak etanol buah limpasu merupakan ekstrak yang paling aktif terhadap bakteri B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa, E.coli, dan P. acnes dengan konsentrasi hambat minimum adalah 2,5% b/v dengan diameter secara berturut-turut 6,87; 7,60; 7,94; 8,80; dan 10,29 mm. Ekstrak etanol buah, daun, dan kulit batang limpasu secara umum positif mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin.


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 23-29
Author(s):  
Risdayanti Risdayanti ◽  
Siska Nuryanti ◽  
Herwin Herwin

Daun patikan kebo (Euphorbia hirta L) merupakan salah satu tumbuhan tradisional yang memiliki aktivitas antibakteri. Patikan kebo memiliki kandungan senyawa antibakteri seperti flavonoid, alkaloid, tanin, terpenoid dan polifenol. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun patikan kebo (Euphorbia hirta L). Penelitian pendahuluan dengan uji skrining menggunakan bakteri Propionibacterium acnes, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis. Metode uji aktivitas antibakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah difusi agar dan KLT-Bioautografi. Hasil penelitian diperoleh untuk difusi agar pada konsentrasi terbesar yaitu 8%, pada bakteri Propionibacterium acnes dengan diameter zona hambat 15,83 mm, Pseudomonas aeruginosa dengan diameter zona hambat 18,20 mm, Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat 16,56 mm dan Staphylococcus epidermidis dengan diameter zona hambat 19,54 mm. Sedangkan untuk hasil uji KLT-Bioautografi dengan menggunakan eluen Etil asetat:Etanol (6:1) yang menunjukkan hasil dengan nilai Rf = 0,94 dan 0,80 yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus. Pada nilai Rf = 0,94 dan 0,78 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus epidermidis.


2017 ◽  
Vol 3 (02) ◽  
pp. 103-109
Author(s):  
Risky Juliansyah ◽  
Rismawati Paotonan

Jerawat  merupakan  penyakit  peradangan  yang  terjadi  akibat  penyumbatan  pada pilosebasea  yang  ditandai  dengan  adanya  komedo,  papul,  pastul,  dan  bopeng (scar) pada daerah  wajah,  leher,  lengan  atas,  dada,  dan  punggung.  Peradangan  dipicu  oleh Propionibacterium  acne,  Staphylococcus  epidermidis, dan Staphylococcus  aureus. Kandungan fitokimia dalam daun Jarak pagar yaitu tanin, steroid dan triterpenoid, flavanoid, saponin, antraquinon, dan alkaloid. Dalam formulasi sabun transparan penambahan bahan aktif tanaman dapat membantu peningkatan aktivitas antibakteri.                Dari hasil penelitian uji daya hambat sabun transparan ekstrak  jarak pagar  ( Jatropha curcas) terhadap pertumbuhan Bakteri Propionibacterium acnes menghasilkan zona hambatan pertumbuhan pada bakteri dengan konsentrasi hambatan minimum  yaitu 5 %. Untuk kontrol positif sendiri digunakan ekstrak jarak pagar  memberikan diameter  hambat sebesar 11,02 mm serta pada kontrol negatif digunakan sabun transparan tanpa penambahan ekstrak jarak pagar  memberikan diameter hambatan sebesar 5,32 mm. Sehingga konsentrasi minimum pada penghambatan pertumbuhan bakteri uji pada sediaan sabun transparan pada  konsentrasi  5%  dengan diameter hambatan 9,07 mm.  


2004 ◽  
Vol 32 (02) ◽  
pp. 88-91
Author(s):  
Susanne Kloß ◽  
A. Wehrend ◽  
Astrid König ◽  
H. Bostedt

Zusammenfassung: Gegenstand und Ziel: Im Gegensatz zur Hündin liegen bei der Katze bisher wenige Studien über die genitale Keimflora geschlechtsgesunder Tiere vor. Ziel der Untersuchung war daher, physiologische Daten über die aerobe Vaginalflora bei dieser Spezies zu gewinnen. Material und Methoden: Für die vorliegende Studie standen 26 gesunde, anöstrische Katzen zur Verfügung, die zu einer Ovariohysterektomie vorgestellt wurden. Nach einer klinischen Untersuchung wurden von allen Probanden unter sterilen Bedingungen Vaginaltupfer entnommen. Ergebnisse: In allen Proben konnte ein Bakterienwachstum mit durchschnittlich zwei verschiedenen Bakterienspezies nachgewiesen werden. Die Gesamtkeimgehalte wurden bei 50% der Vaginaltupferproben als gering-, bei 15% als mittel- und bei 35% als hochgradig beurteilt. Vorherrschend waren Mischkulturen aus zwei bis vier verschiedenen Keimarten. Monokulturen wurden aus 38% der Tupferproben isoliert. Am häufigsten gelang der Nachweis von E. coli variatio haemolytica (E. coli var. haem.) (58%) und Staphylococcus epidermidis (42%). Als weitere Spezies wurden E. coli, α-, β-hämolysierende Streptokokken, anhämolysierende Streptokokken, aerobe Bazillen, Staphylococcus aureus, Staphylococcus intermedius, Pasteurella multocida sowie Klebsiellen isoliert. Auffällig ist die hohe Nachweisrate von E. coli var. haem. mit 35% in Mischkulturen und 23% in Reinkultur. Schlussfolgerungen: Die physiologische Mikroflora der felinen Vaginalschleimhaut differiert deutlich von der der anöstrischen Hündin. Besonders die Dominanz von E. coli var. haem. in 38% der Mischkulturen und 23% der Monokulturen bei der Katze ist hervorzuheben. Klinische Relevanz: Die vorliegenden Ergebnisse geben eine erste Grundlage für die Interpretation mikrobiologischer Befunde feliner Vaginaltupfer.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document