scholarly journals HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI KOGNITIF PADA KELOMPOK LANSIA DHARMA SENTANA, BATUBULAN

2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 110
Author(s):  
I Made Dhita Prianthara ◽  
I.A Pascha Paramurthi ◽  
I Putu Astrawan

Peningkatan jumlah populasi lansia menyebabkan semakin banyak masalah kesehatan yang akan dialami oleh lansia yang disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik seperti gangguan kualitas tidur dan penurunan fungsi kognitif. Seiring dengan pertambahan usia dan berkurangnya aktivitas fisik, semakin besar kemungkinan seseorang mengalami gangguan kualitas tidur dan penurunan fungsi kognitif. Aktivitas fisik yang rutin dilakukan oleh lansia dapat mencegah terjadinya gangguan kualitas tidur dan mencegah penurunan fungsi kognitif. Semakin meningkat aktivitas fisik maka semakin meningkat kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lansia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik terhadap kualitas tidur dan fungsi kognitif pada kelompok lansia Dharma Sentana, Batubulan. Penelitian ini adalah cross sectional study dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Penelitian dilakukan di kelompok lansia Dharma Sentana, Batubulan. Sampel penelitian ini berjumlah 50 orang lansia. Aktivitas fisik diukur dengan International Physical Activity Scale (IPAQ), kualitas tidur diukur dengan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), dan fungsi kognitif diukur dengan Mini-Mental State Examination (MMSE). Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan nilai p=0,007 yang artinya ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas tidur dan nilai p=0,000 yang artinya ada hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif. Simpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara aktivitas fisik terhadap kualitas tidur dan fungsi kognitif pada kelompok lansia Dharma Sentana, Batubulan. Kata kunci: Lansia, Aktivitas Fisik, Kualitas Tidur, Fungsi Kognitif

2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 35-41
Author(s):  
Muh Hidayat Ashari ◽  
Yudi Hardianto ◽  
Riskah Nur Amalia

Proses menua merupakan suatu proses yang terjadi pada tubuh yang menyebabkan terjadinya penurunan berbagai fungsi tubuh, seiring semakin bertambahnya usia seseorang, akan menyebabkan bebagai perubahan pada struktur dan fungsi sel, jaringan, maupun sistem organ. Perubahan tersebut dapat menyebabkan menurunnya kekuatan otot yang berikutnya akan memengaruhi aktivitas fisik sehingga dapat menurunkan kualitas tidur seseorang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur pada lansia di Desa Nisombali Kabupaten Maros. Penelitian ini merupakan korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yakni purposive sampling sehingga diperoleh sampel 90 lansia. Subjek penelitian ini adalah lansia di Desa Nisombalia Kabupaten Maros yang berusia 60ᵗʰ keatas. Pengukuran aktivitas fisik menggunakan kuesioner Physical Activity Scale for Elderly (PASE) sedangkan pengukuran kualitas tidur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Berdasarkan hasil analisis uji hubungan dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai signifikansi hasil uji statistik didapatkan p-value 0,000 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas tidur pada lansia di Desa Nisombalia Kabupaten Maros.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 46-51
Author(s):  
Fitriyanti Patarru' ◽  
Rosmina Situngkir ◽  
Iriani Bate ◽  
Jefvans Evita Akollo

Latar Belakang: Pada umumnya lansia memiliki waktu tidur berkisar 6-7 jam per hari. Kualitas tidur yang sangat kurang dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan yaitu insomnia. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu lingkungan yang meliputi, suasana yang ramai, penerangan yang berlebihan, serta kurangnya kebersihan lingkungan. Salah satu terapi sederhana yang dapat diterapkan yaitu dengan menerapkan perilaku sleep hygiene yang merupakan penerapan terapi yang sangat sederhana dan mudah dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur. Tujuan: untuk mengetahui hubungan sleep hygiene dengan kualitas tidur pada lansia di Panti Tresna Werdha Ina Kaka Kota Ambon. Metode: Jenis penelitian observasi analitik dengan desain cross sectional study. Sampel dipilih dengan cara non-probality dengan teknik total sampling dengan jumlah responden 35 lansia. Instrument penelitian untuk mengukur sleep hygiene menggunakan sleep hygiene index (SHI) dan untuk mengukur kualitas tidur menggunakan pittsburgh sleep quality index (PSQI). Hasil: Hasil pengamatan analisis menggunakan uji statistik Chi-square dengan tingkat kemaknaan ? = 0,05 (5%) diperoleh nilai p = 0,000 sehingga p < ? artinya ada hubungan perilaku sleep hygiene dengan kualitas tidur pada lansia. Perilaku sleep hygiene perlu dilakukan untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan sleep hygiene dapat memperbaiki kualitas tidur lansia. Kesimpulan:  Perilaku sleep hygiene perlu dilakukan untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan sleep hygiene dapat memperbaiki kualitas tidur lansia.


2020 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 134-146
Author(s):  
Ariana Endrinikapoulos ◽  
Aryu Candra ◽  
Hartanti Sandi Wijayanti ◽  
Etika Ratna Noer

Latar belakang: Penurunan fungsi sel otak pada lansia berdampak pada terjadinya penurunan daya berpikir dan kehidupan psikis, sosial, dan aktivitas fisik. Kebutuhan zat besi yang tercukupi memiliki dampak positif pada fungsi kognitif lansia.Tujuan:Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh suplementasi zat besi terhadap fungsi kognitif lansia.Metode: Metode penelitian ini adalah quasi experimental dengan rancangan pre-post control group design. Subjek penelitian adalah 26 lansia usia 60-77 tahun yang dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Suplemen zat besi berupa NaFe EDTA diberikan pada kelompok perlakuan sebanyak 1 tablet (15 mg) selama 10 minggu, sedangkan kelompok kontrol diberikan plasebo. Penilaian fungsi kognitif dilakukan menggunakan instrumen kuesioner Mini-Mental State Examination (MMSE) yang dilakukan pada sebelum dan sesudah intervensi. Asupan makan subjek selama intervensi diperoleh dengan metode 24 jam food recall 1x/minggu selama intervensi. Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan menggunakan alat Hb-meter. Penilaian aktivitas fisik dilakukan menggunakan kuesioner Physical Activity Scale for Elderly (PASE). Penilaian kualitas tidur dilakukan menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon, independent sample t-test, dan Mann Whitney.Hasil: Fungsi kognitif 1 (4%) orang subjek sebelum intervensi tergolong tidak normal. Sebanyak 7 (27%) subjek memiliki kadar hemoglobin normal sebelum intervensi. Terdapat peningkatan skor MMSE pada kelompok perlakuan (p<0,05) dan kelompok kontrol (p<0,05) setelah dilakukan intervensi. Uji bivariat menunjukkan tidak terdapat perbedaan peningkatan skor MMSE yang bermakna (p=0,88) antara kelompok perlakuan dan kontrol, namun rerata skor MMSE kelompok perlakuan lebih tinggi.Simpulan: Suplementasi zat besi selama 10 minggu mampu meningkatkan skor MMSE namun tidak ada beda secara statistik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.


2020 ◽  
Vol 91 (8) ◽  
pp. e23-e23
Author(s):  
¹Jurate Peceliuniene ◽  
²Guntis Karelis ◽  
³Irena Zukauskaite ◽  
Zane Kalnina ◽  
Diana Blagovescenska ◽  
...  

ObjectiveIt is well established that chronic non-communicable diseases (CND) are linked to early cognitive impairment (CI) before or at the beginning of the old age, bringing those patients at higher risk for dementia.The aim: to evaluate CI of aged 60 or older cognitively healthy patients visiting doctors due to different CNDMethods107 patients aged 60 or older (mean age 74 years; 44 male, 63 female; 25 were visiting general practitioner (GP), 21 – neurologist (NE), 23 – pulmonologist (PU), 38 – otorhinolaryngologist (OT)) for their CND took part in pilot cross sectional study. They filled The Cognitive Failures Questionnaire (CFQ), Subjective Cognitive Complaints (SCCs), Mini-Mental State Examination (MMSE). Results were compared using Pearson Chi-Square and one-way ANOVA.ResultsOT patients had higher CFQ results (M=30.7) comparing to all groups (GP M=24.3; NE M=22.6, PU M=18.3, p=0.001). PU patients had less problems with Forgetfulness (M=8.6), comparing to GP (M=11.4) or OT (M=12.4) groups (p=0.022). OT (M=9.3) had more problems with Distractibility comparing to PU (M=5.7) and GP (M=6.7) groups (p=0.011). OT had higher scores in False Triggering (M=7.9) comparing to GP (M=5.92), NE (M=5.8) and PU (4.8) groups (p=0.011).The cut-off point of row score 45 was overstepped in18.9% of OT group, 8% of GP group, but none in NE or PU group (p=0.026). Results of MMSE showed alike tendencies: PU patients (M=27.8) had higher results than GP (M=25.7) or OT (M=25.6) groups (p=0.029). CI was found in 39.1% of GP and 35.1% of OT, comparing to 19.0% in NE and 3.7% in PU groups (p=0.020). But groups did not differ by SCCs scores, even if 3 or more complains were found in 50.0% of GP, 52.2% of PU, 42.9% of NE and 71.1% OT groups. The only SCCs question where found differences between groups – limitation of daily activities: concerning about possible mistakes 62.5% of GP and PU groups would ask somebody’s help, while it would be done by 52.4% of NE and only 15.8% of OT group (p<0.001).ConclusionsCognitive health in elderly people with CND is not monitored well. About 2/3 of them have subjective cognitive complains (3 or more by SCCs), 1/4 would be named as having CI by MMSE, 8.5% have problems due to forgetfulness, distractibility, false triggering. Cognitive functions are predominantly impaired in OT group patients, however, they declare less need for helping them.


Author(s):  
Agnieszka Wiśniowska-Szurlej ◽  
Agnieszka Ćwirlej-Sozańska ◽  
Natalia Wołoszyn ◽  
Bernard Sozański ◽  
Anna Wilmowska-Pietruszyńska ◽  
...  

Abstract Background Polish clinicians and researchers face challenges in selecting physical activity tools appropriate and validated for older people. The aim of this study is to provide cultural adaptation and validation of the Polish version of the Physical Activity Scale for Elderly (PASE-P). Methods This cross-sectional study was carried out among 115 older adults living in south-eastern Poland. The original version of the scale has been translated into the Polish language following standardized translation procedures. Validation was evaluated by Pearson’s rank correlation coefficients between PASE-P, the normal Timed Up and Go test and that with a cognitive task (TUG and TUG cog, respectively), grip strength, basic and instrumental activities of daily living (ADL and IADL, respectively), Five Times Sit to Stand (5x STS), 10-m Walk Test (10MWT), the Berg Balance Scale (BBS) and the International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Results The mean PASE-P was 91.54 (SD 71.15). Sufficient reliability of the test-retest of the PASE-P questionnaire components was found between the trials. The ICC test was strong and ranged from 0.988 to 0.778 for both major domains and the total scale score. A significant correlation was found between the total PASE-P score and the shorter TUG, TUG cog (r = − 0.514, p < 0.001; r = − 0.481, p < 0.001) and 10MWT (r = 0.472, p < 0.001). The total PASE-P score was also positively correlated with ADL and IADL (r = 0.337, p < 0.001; r = 0.415 p < 0.001), BBS (r = 0.537, p < 0.001) and 5xSTS (r = 0.558, p < 0.001). Conclusions The results obtained in the study confirm that the Polish version of the PASE scale is a valid and reliable tool for assessing the level of physical activity in older adults living in a community.


PLoS ONE ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (4) ◽  
pp. e0250595
Author(s):  
Philippe Fayemendy ◽  
Gustave Mabiama ◽  
Thibault Vernier ◽  
Aude Massoulard-Gainant ◽  
Carole Villemonteix ◽  
...  

Background Aging is accompanied by a drop in the level of health and autonomy, within Western countries more and more people being cared for in nursing homes (NH). The nutritional data in NH in France remain poor, not exhaustive and not representative. The objective of the study was to assess the nutritional status, dementia and mobility patterns among residents of NH in the Limousin territory of France. Methods The study was cross-sectional, descriptive and exhaustive, conducted with the residents of 13 voluntary NH. Undernutrition was identified using French High Authority for Health criteria, and obesity if Body Mass Index >30, in the absence undernutrition criterion. The Mini Mental State examination scores was used for dementia assessment at the threshold of 24. The Mini Nutritional AssessmentTM was used for mobilitity assessment. The statistics were significant at the 5% threshold. Results 866 residents (70.6% women) included with an average age of 85.3 ± 9.3 years. Undernutrition was 27.5%, obesity 22.9%, dementia 45.7% and very low mobility 68.9%. Women were older than men, more often undernourished, more often demented and more often had very low mobility (p<0.01). Undernutrition (p<0.0001) and low mobility (p<0.0001) were significantly higher among those with dementia versus those without dementia. Very low mobility was higher among undernourished (p<0.05). Conclusions Undernutrition and obesity are important problems in NH in France. Being a woman, having dementia and having a very low mobility may induce undernutrition.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document