scholarly journals Produksi Serasah dan Laju Dekomposisi Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata di Perairan Malang Rapat, Kabupaten Bintan

2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 58-70
Author(s):  
Kariska Kristina ◽  
Febrianti Lestari ◽  
Aditya Hikmat Nugraha

Penelitian mengenai produksi serasah dan laju dekomposisi Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata  telah dilakukan di Perairan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tutupan jenis T. hemprichii dan C. rotundata, mengetahui produksi jenis T. hemprichii dan C. rotundata dan mengetahui laju dekomposisi lamun jenis T. hemprichii dan C. rotundata. Penelitian  ini di lakukan  dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian tutupan lamun di Perairan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan stasiun satu jenis T. hemprichii dengan tutupan lamun perjenis sebesar 8,51%, sedangkan C. rotundata 8,50%. Jika dilihat dari nilai total tutupan lamun sebesar 39,4% dikategorikan sedang, stasiun dua tutupan lamun   perjenis T. hemprichii berkisar 6,41%, sedangakan C. rotundata berkisar 5,65% dan total tutupan  sebesar 29,49%. Produksi serasah di Perairan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan pada stasiun satu T. hemprichii  dan C. rotundata mengalami kenaikan dibandingkan pada stasiun dua. Laju dekomposisi pada stasiun dua T. hemprichii dan C.  rotundata mengalami laju dekomposisi lebih cepat dibandingkan stasiun satu.

2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 319-332
Author(s):  
Desti Nurul Ramadona ◽  
Churun Ain ◽  
Sigit Febrianto ◽  
Suryanti ◽  
Nurul Latifah

Peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terutama karbondioksida (CO2) menyebabkan pemanasan global. Oleh karena itu diperlukan mitigasi emisi CO2 dengan memanfaatkan potensi lamun sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan lamun jaringan atas dan jaringan bawah dalam menyimpan karbon di perairan Pantai Pokemon pada Agustus 2020. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei dan deskriptif eksploratif. Sampel diambil dari 3 stasiun pengamatan dengan line dan kuadrant transect menggunakan metode purposive sampling. Pengukuran parameter kualitas perairan dilakukan secara insitu. Analisis simpanan karbon lamun diukur menggunakan metode pengabuan atau loss on ignition (LOI). Hasil penelitian menunjukkan terdapat 4 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophila ovalis dengan jenis T. hemprichii yang mendominasi. Total kerapatan sebesar 295,62 ind/m2 dan total penutupan yaitu 21,29%. Biomassa secara keseluruhan sebesar 74,42 gbk/m2 dengan biomassa jaringan atas sebesar 35,80 gbk/m2 dan jaringan bawah sebesar 38,62 gbk/m2. Simpanan karbon sebesar 0,23 ton C/ha dengan jaringan atas sebesar 0,10 ton C/ha dan jaringan bawah 0,13 ton C/ha. Total stok karbon mencapai 1,13 ton C dalam luasan padang lamun sebesar 4,903 ha dengan stok karbon jaringan atas bernilai 0,51 ton C dan jaringan bawah sebesar 0,62 ton C. Secara umum lamun jaringan bawah di Pantai Pokemon lebih besar menyimpan karbon.


2019 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
Author(s):  
Agustin Rustam

Salah satu faktor yang mempengaruhi struktur komunitas lamun adalah kondisi lingkungan tempat lamun tumbuh yang dipengaruhi musim. Penelitian ini dilakukan tahun 2016 dan 2018 di perairan kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini mendapatkan dinamika kondisi eksisting ekosistem lamun melalui pendekatan struktur komunitas di empat pulau dan monitoring di dua pulau pada dua musim yang berbeda. Metode penelitian dilakukan dengan survei lapangan, penentuan titik sampling secara purposive sampling dan dianalisis struktur komunitas lamun serta metode skoring/bobot untuk mengestimasikan kondisi lamun. Hasil penelitian ada sepuluh spesies lamun yang ditemukan di empat pulau dengan 15 titik sampling. Dua pulau dilakukan monitoring terlihat adanya kecenderungan penurunan prosentase penutupan lamun dan berkurangnya spesies lamun namun ada peningkatan keanekaragaman lamun berdasarkan jumlah individu yang ditemukan. Jenis lamun yang berperan penting di Kepulauan Karimunjawa adalah jenis Thalassia  hemprichii, Cymodocea rotundata dan Enhalus acoroides. Peningkatan jumlah individu lamun dikarenakan adanya pergantian peran lamun di lokasi monitoring dengan lamun yang  berukuran lebih kecil dari sebelumnya. Berdasarkan sistem pembobotan dan baku mutu kondisi lingkungan  ekosistem lamun rata-rata menunjukkan kondisi dalam keadaan rusak, kurang kaya dan kurang sehat. Hal ini dapat disebabkan ada potensi pencemaran limbah domestik yang  terperangkap di ekosistem lamun sehingga terjadi penurunan struktur komunitas lamun, ditunjukkan dengan adanya hamparan makro alga di beberapa lokasi, mengindikasikan adanya pengayaan nutrien. Diperlukan pemantauan yang berkelanjutan untuk ekosistem lamun, dan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke laut, sehingga lingkungan perairan terjaga dengan baik. 


Jurnal Segara ◽  
2016 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
Author(s):  
Mariska A. Kusumaningtyas ◽  
Agustin Rustam ◽  
Terry L. Kepel ◽  
Restu Nur Afi Ati ◽  
August Daulat ◽  
...  

Penelitian mengenai ekologi dan struktur komunitas lamun ini dilakukan tanggal 10 – 15 Juni 2013 di perairan pesisir Teluk Ratatotok, Minahasa Tenggara. Metode penelitian dilakukan secara purposive sampling terkait dengan keberadaan lamun. Penelitian yang dilakukan meliputi pengukuran prosentase tutupan lamun, kerapatan, struktur komunitas, dan kondisi lingkungan di lokasi penelitian. Terdapat tujuh jenis lamun yang terdiri dari dua famili. Famili Hydrocharitaceae ditemukan tiga jenis lamun yaitu Enhalus acoroides (Ea), Thalassia hemprichii (Th) dan Halophila ovalis (Ho). Empat jenis lamun dari famili Cymodoceaceae yaitu Cymodocea serrulata (Cs), Cymodocea rotundata (Cr), Halodule pinifolia (Hp), dan Syringodium isoetifolium (Si). Kisaran prosentase penutupan rata-rata antara 22,5% - 89,5%. Kerapatan lamun perstasiun berkisar antara 17 – 473 ind/m2, dengan kerapatan tertinggi lamun jenis Ho sebesar 473 ind/m2 di stasiun 6. Nilai INP tertinggi pada lamun jenis Ea sebesar 128% diikuti berturut-turut oleh Si (41%), Th (36%), Ho (27%), Cs (26%), Cr (24%) dan Hp (17%). Berdasarkan kriteria status kondisi padang lamun (Kepmen LH no 200 tahun 2004), kondisi padang lamun di Teluk Ratatotok antara rusak/miskin sampai dengan baik/sehat. Stasiun 5 kondisi rusak/miskin, stasiun 3 dan 4 kondisi rusak/kurang sehat dan tiga stasiun kondisi baik/sehat yaitu stasiun 1, 2 dan 6. Secara keseluruhan kondisi lingkungaan Teluk Ratatotok masih mendukung pertumbuhan lamun.


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 28-36
Author(s):  
Rudi Sulistiawan ◽  
Anhar Solichin ◽  
Arif Rahman

ABSTRAK Pantai Pancuran merupakan salah satu pantai yang berada di Taman Nasional Karimunjawa, Jepara. Pantai Pancuran memiliki ekosistem lamun yang masih baik. Ekosistem lamun dapat dijadikan habitat untuk biota-biota laut, seperti Filum Echinodermata. Salah satunya yaitu bulu babi (Echinoidea). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kerapatan, komposisi lamun dan kelimpahan bulu babi, serta hubungan antara kerapatan lamun dengan kelimpahan bulu babi di Pantai Pancuran, yang dilaksanakan pada bulan Mei 2018. Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah jenis lamun dan jumlah tegakannya, kelimpahan bulu babi. Kerapatan lamun dihitung berdasarkan kategori padat, sedang dan jarang dengan menggunakan transek 1x1 m dengan luasan 5x5 m dengan 3 kali pengulangan. Parameter kualitas air yang diukur yaitu suhu air, salinitas, pH, kedalaman, dan kecerahan. Analisis data yang dihitung yaitu indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi dan regresi. Hasil penelitian didapatkan jenis lamun yang ada di Pantai Pancuran yaitu Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, dan Cymodocea serrulata. Spesies lamun yang paling banyak didapatkan yaitu jenis Thalassia hemprichii. Jumlah tegakan lamun di kerapatan padat didapatkan sebanyak 320 individu/m2, kerapatan sedang 179 individu/m2 dan kerapatan jarang 79 individu/m2. Spesies bulu babi yang ditemukan hanya Diadema setosum, pada kerapatan padat sebanyak 124 individu/75m2, kerapatan sedang sebanyak 144 individu/75m2 dan kerapatan jarang sebanyak 204 individu/75m2. Hubungan antara kerapatan lamun dan kelimpahan bulu babi di Pantai Pancuran memiliki hubungan yang tinggi r = 0,840 yang artinya kerapatan lamun yang tinggi ditemukan kelimpahan bulu babi yang rendah. ABSTRACT Pancuran beach is one of beaches in Karimunjawa National Park, Jepara. Pancuran Beach has a good seagrass ecosystem. Seagrass ecosystems as habitats for many marine life such as Phylum Echinodermata. One of them is Sea urchins (Echinoderms). The purpose of the research was to determine the density, composition of seagrass and abundance of sea urchins, and correlation between seagrass density to abundance of sea urchins at Pancuran beach at May 2018. Research methodology that used is observation method. The sampling method used purposive sampling method. The data in this research are the type of seagrass and the number of seagrass, and abundance of sea urchins. Seagrass density is calculated based on the category of dense, moderate and sparse by using 1x1 m transect with a 5x5 m area with 3 repetitions. Water quality parameters measured are temperature, salinity, pH, depth, and clarity. The analysis data that was calculated were diversity index, uniformity index, dominance index and regression. The result of the research found the types of seagrass in Pancuran Beach is Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata and Cymodocea serrulata. The dominant seagrass species obtained at 3 area are Thalassia hemprichii. The number of seagrass density was 320 individuals/m2, moderate density 179 individual/m2 and in the sparse density 79 individuals/m2. Sea urchin species that only have is Diadema setosum, at a dense density of 1,65 individuals/m2, moderate density of 1,92 individuals/m2 and a sparse density of 2,72 individuals/m2. Correlation between seagrass and abundance of sea urchins with r-coeff = 0,840.


2012 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
Author(s):  
Paskalina Th. Lefaan

<em>Seagrasses habitats have both physical and ecological functions that support adjacent waters qualities and its dwelling organisms. There are varies of pressure on seagrass environmental, especially due to people activities that could decrease its function and habitat stabilities. The study aimed to determine about seagrass habitat stabilities from its species composition and/or densities. Line transect-plots and exploration methods were used in five locations of Manokwari coastal waters, that were, Andai, Rendani, Wosi, Briosi, and Tanjung Manggewa. There are five pioneer species (Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia, H. uninervis, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis) and 3 climax species (Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii). The pioneer only found in Andai and Wosi, however both pioneer and climax encountered in three other locations. In Rendani and Tanjung Manggewa higher density of climax species (T. hemprichii) were 617.7 and 828.0 stands m-2, respectively, although in Briosi the higher pioneer (C. rotundata) of 570.7 stands m-2. These conditions showed that seagrass habitat in Rendani and Tanjung Manggewa are more stable compared to Briosi, as well as Andai and Wosi. It concluded that pioneer species found in newly formed habitat or disturbed, on the other hand, climax in more stable habitat.</em>


2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 413-420
Author(s):  
Annisa Rhamadany ◽  
Chrisna Adhi Suryono ◽  
Delianis Pringgenies

Ekosistem lamun memiliki fungsi ekologi dan ekonomi yang tinggi. Peran ekosistem lamun dalam penyimpanan karbon akan tetapi masih belum menjadi sorotan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui nilai biomassa dan estimasi simpanan karbon pada ekosistem lamun di Perairan Batulawang, Pulau Kemujan serta Pulau Sintok, Taman Nasional Karimunjawa. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 – 14 Noevmber 2019 di Perairan Batulawang dan Pulau Sintok, Taman Nasional Karimunjawa. Metode penelitian di lapangan menggunakan metode SeagrassWatch, sementara nilai biomassa dan nilai estimasi simpanan karbon dihitung menggunakan metode Metode Loss of Ignition (LOI) di laboratorium. Data yang diperoleh berupa pengukuran berat kering untuk menghitung biomassa dan analisa kandungan karbon pada lamun dan sedimen. Hasil penelitian didapatkan empat jenis lamun di Perairan Batulawang yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, dan Thalassodendron ciliatum sedangkan di Pulau Sintok terdapat tiga jenis lamun yang ditemukan yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophila ovalis. Nilai total biomassa lamun terbesar pada Perairan Batulawang yaitu Enhalus acoroides dengan nilai 849,75 gbk/m2 dan nilai total biomassa lamun terkecil Thalassodendron ciliatum dengan nilai 29 gbk/m2. Nilai total biomassa lamun terbesar pada Pulau Sintok yaitu Cymodocea rotundata dengan nilai 177,75 gbk/m2dan nilai total biomassa lamun terkecil Halophila ovalis dengan nilai 4,75 gbk/m2. Hasil pengukuran karbon lamun pada Perairan Batulawang yaitu 12,97 – 359,87 gC/m2­ dan 258,20 – 541,51 gC/m2 pada sedimennya. Hasil pengukuran karbon pada lamun di Pulau Sintok yaitu 2,35 – 85,80 gC/m2 dan 204,92 – 765,92 gC/m2 pada sedimen. Kandungan karbon paling besar terdapat pada bagian bawah substrat (below ground). Kandungan karbon pada bagian bawah substrat tidak terganggu oleh faktor lingkungan (gelombang, arus, dan ulah manusia) sehingga terakumulasi baik. Seagrass ecosystems have high ecological and economic functions. The role of seagrass ecosystems in carbon storage, however, has not yet been highlighted. The purpose of this study was to determine the value of biomass and estimated carbon storage in seagrass ecosystems in Batulawang waters, Kemujan Island and Sintok Island, Karimunjawa National Park. This research was conducted on 7 − 14 November 2019 in Batulawang waters and Sintok Island, Karimunjawa National Park. The research method in the field uses the SeagrassWatch method, while the biomass value and the estimated value of carbon storage are calculated using the Loss of Ignition (LOI) method in the laboratory. The data obtained were measurements of dry weight to calculate biomass and analysis of carbon content in seagrass and sediments. The result shows that there are four species of seagrass in Batulawang Waters, they are Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, and Thalassodendron cliatum meanwhile in Sintok Island there are three species, they are, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, and Halophila ovalis. The measurement of carbon is done by using Loss on Ignition Method. The highest total seagrass biomass in Batulawang waters is Enhalus acoroides with a value of 849.75 gbk/m2 and the lowest total seagrass biomass is Thalassodendron ciliatum with a value of 29 gbk/m2. The highest total seagrass biomass on Sintok Island is Cymodocea rotundata with a value of 177.75 gbk/m2 and the lowest total seagrass biomass is Halophila ovalis with a value of 4.75 gbk/m2. The results of measurements of seagrass carbon in Batulawang waters are 12,97 – 359,87 gC/m2­ and 258,20 – 541,51 gC/m2 on the sediments. The result of seagrass carbon measurement in Sintok Island is 2,35 – 85,80 gC/m2 and 204,92 – 765,92 gC/m2 on the sediments. The largest carbon content is at the bottom of the substrate (below ground). The carbon content at the bottom of the substrate is not disturbed by environmental factors (waves, currents, and human activities) so that it accumulates well.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 77-89
Author(s):  
Jessico H Sermatang ◽  
Charlotha I Tupan ◽  
Laura Siahainenia

Seagrass as a flowering plant can live from muddy substrates to coral fractures. Differences in the characteristics of substrate type, nutrient content and aquatic environmental conditions can affect morphometric seagrass. The purpose of the study was to analyze environmental conditions and nutrient content as well as the morphometric characteristics of T. hemprichii seagrass based on differences in substrate type. This study was conducted in the waters of Tanjung Tiram Coastal, Poka from February-April 2021. Seagrass sampling was using the purposive sampling method. Data analysis was conducted using ANOVA with SPSS. The results of environmental parameters analysis showed that the water conditions of Tanjung Tiram, Poka are still at the tolerance limit intended for seagrass life. The substrate consists of sand substrate, gravel mixed sand substrate and mud substrate. The results of ANOVA showed that there was a significant difference in the content of sedimentary nutrients, especially phosphates in each substrate type and there was a significant difference in morphometric seagrass based on differences in substrate type and nutrient content.   ABSTRAK Lamun sebagai tumbuhan berbunga dapat hidup mulai dari substrat berlumpur sampai dengan patahan karang. Perbedaan karakteristik jenis substrat, kandungan nutrien dan kondisi lingkungan perairan dapat mempengaruhi morfometrik lamun. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi lingkungan dan kandungan nutrien serta karakteristik morfometrik lamun T. hemprichii berdasarkan perbedaan tipe substrat. Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pantai Tanjung Tiram, Poka pada Bulan Februari-April 2021. Pengambilan sampel lamun menggunakan metode purposive sampling. Analisis data menggunakan ANOVA dengan SPSS. Hasil analisis parameter lingkungan, menunjukan bahwa kondisi perairan Tanjung Tiram, Poka masih berada pada batas toleransi yang diperuntukan untuk kehidupan lamun. Substrat terdiri dari substrat pasir, pasir campur kerikil dan lumpur. Hasil anova menunjukan bahwa terdapat perbedaan kandungan nutrien sedimen khususnya fosfat secara signifikan pada masing masing tipe substrat dan terdapat perbedaan morfometrik lamun secara signifikan berdasarkan perbedaan tipe substrat dan kandungan nutrien. Kata Kunci: morfometrik, nutrien, substrat, Tanjung Tiram, Thalassia hemprichii


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 83-86
Author(s):  
Suci Puspita Sari

Status mengenai kondisi ekosistem lamun di perairan Bangka Selatan diperlukan untuk menentukan terjadinya indikasi kerusakan lamun sebagai akibat dari aktifitas penambangan timah di wilayah pesisir. Kondisi kesehatan lamun dianalisis melalui kerapatan dan tutupan lamun sehingga dapat diketahui kondisinya.  Metode yang digunakan untuk memantau kondisi lamun pada penelitian ini adalah pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG), menggunakan algoritma Depth Invariant Index (DII). Distribusi lamun berdasarkan hasil pengolahan data citra Landsat tahun 2017 menunjukkan bahwa padang lamun di perairan Bangka Selatan seluas 4066,7 Ha. Spesies yang ditemukan dari 7 titik sampling, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, dan Cymodocea rotundata. Kondisi padang lamunnya secara umum termasuk dalam kategori “Miskin”.  


2018 ◽  
Vol 7 (4) ◽  
pp. 415-422
Author(s):  
Isnaini Dian Yunita ◽  
Niniek Widyorini ◽  
Supriharyono Supriharyono

Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem yang memiliki kompleksitas dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Padang lamun merupakan hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu kawasan pesisir. Selain memiliki fungsi ekonomi, lamun juga memiliki fungsi ekologis yakni berperan penting sebagai pendaur zat hara oleh mikroorganime yaitu bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerapatan lamun, kelimpahan bakteri heterotrof yang berasosiasi dengan lamun serta pengaruh kerapatan lamun dengan kelimpahan bakteri heterotrof di Pantai Prawean, Jepara. Metode yang digunakan yakni deskriptif eksplanatif dengan pengambilan sampel secara purposive dan dianalisis dengan IBM SPSS Statistic 22. Jenis lamun yang ditemukan di Pantai Prawean ada 5 (lima): Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis dan Halodule pinifolia. Kerapatan tertinggi didapat dari jenis Thalassia hemprichii sebesar 78 Ind/m2 dan terendah adalah Enhalus acoroides 10 Ind/m2 dan kelimpahan bakteri heterotrof tertinggi diperoleh dari tingkat kerapatan rapat di stasiun 3 yakni 29,4x108 Upk/ml dan kelimpahan terendah diperoleh dari tingkat kerapatan jarang di stasiun 2 yakni 3,3x108 Upk/ml. Korelasi antara kerapatan lamun dengan kelimpahan bakteri heterotrof tinggi atau kuat yakni 0,896 dan korelasi ini dinyatakan sangat signifikan terbukti nilai sig. 0,001 dengan tingkat kesalahan 0,1%. Artinya bertambahnya kerapatan lamun dapat meningkatkan pula kelimpahan bakteri heterotrof. Seagrass ecosystem is one ecosytems that has high complexity and biodiversity. Seagrass beds are a stretch of seagrass vegetation that covers a coastal area. Beside its economic function, seagrass also have ecological function that play an important role of nutrient cycle for microorganism its bacteria. This study aims to determine the density of seagrass, the abundance of heterothropic bacteria and influence of seagrass density with abundance of heterotrophic bacteria at Prawean beach, Jepara. The method used in this study is descriptive explanative with purposive sampling and the data analyzed by IBM SPSS Statistic 22. There are 5 (five) species of seagrass that can be found in Prawean beach: Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis and Halodule pinifolia. The highest density obtained from Thalassia hemprichii species is 78 sprouts of seagrass/m2 and the lowest density obtained from Enhalus acoroides is 10 obtained from seagrass density at station 3 its value 29,4x108Cfu/ml and the lowest abundance of heterotrophic bacteria was obtained from rare seagrass at station 2 its value 3,3x108Cfu/ml.  The corelation between seagrass density with abundance heterotrophic bacteria is high or strong that has value 0,846 and this correlation is very significantly proven has sig value 0,001 with error rate 0,1%, it can be conclude that increase of seagrass density can also increase the abundance of heterotrophic bacteria.  


2020 ◽  
Vol 24 (1) ◽  
pp. 45-54
Author(s):  
Muhammad Al Rizky Ratno Budiarto ◽  
Johan Iskandar ◽  
Tri Dewi Kusumaningrum Pribadi

Secara global, ekosistem lamun dianggap sebagai penyerap karbon sehingga dapat berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim. Penelitian bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis, biomassa dan cadangan karbon pada komunitas padang lamun di perairan Siantan Tengah Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Anambas. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 s.d Januari 2020. Uji kandungan karbon dilakukan dengan metode Welkley and Black sedangkan untuk mendapatkan biomassa menggunakan metode gravimetrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan Cymodocea rotundata. Nilai biomassa lamun berkisar antara 171,89 – 275,68 gbk/m2 dan nilai cadangan karbon berada pada kisaran 51,89 – 80,66 gC/m2. Padang lamun di Siantan Tengah memiliki luas 130,45 ha, sehingga total Cadangan karbon pada ekosistem padang lamun di perairan Siantan Tengah diperkirakan 95,88 ton C. Penelitian ini membuktikan adanya kandungan karbon pada biomassa lamun sehingga dapat disimpulkan bahwa padang lamun berperan sebagai penyerap karbon (carbon sink).  Globally, seagrass ecosystems are considered as carbon sink so that it can contribute to climate change mitigation. This research aims to determine the species composition, biomass, and carbon stock in seagrass communities in Siantan Tengah Marine Tourism Park of Anambas Islands. The research was conducted in Agustus 2019 – January 2020.  The carbon content test was carried out by the Walkley and Black method while to obtain biomass using the gravimetric method. The result od study showed that there are three species of seagrasses, namely Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, and Cymodocea rotundata. Seagrass biomass value range 171,89 – 275,68 gbk/m2 and seagrass carbon stock value range 51,89 – 80,66 gC/m2. The area of seagrass beds in Central Siantan is 130,45 ha so that the total carbon stock estimated reach 95,88 tons C. This research proves the presence of carbon in the biomass of seagrass beds, so it can be concluded that seagrass beds act as carbon sinks.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document