Veritas
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

27
(FIVE YEARS 26)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Islam As-Syafiiyah

2655-979x, 2407-2494

Veritas ◽  
2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 236-248
Author(s):  
Syarif Fadillah

Kematian adalah hak Prereogatif Allah SWT, apapun alasannya manusia tidak boleh mematikan,orang . kecuali kematian yang karena sebab yang wajar misalnya                                                                                                                 Kematian  karena usia, sakit dan kecelakaan atau musibah lainnya. Bagaimana dengan  kematian karena Putusan Pengadilan (Pidana Mati) apakah dapat dibenarkan ? Kemastian karena hukuman (Pidana Mati)  di Indonesia, sercara hukum  telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yaitu ;  (1) Dalam KUHP diatur dalam  10 KUHP, Pasal 340 KUHP dan Pasal 104 KUHP. (2) Dalam Undang –undang No. 5 Tahun 1997, Tentang Psyikotropika dalam Pasal 59 ayat (1). (3) Dalam   Undang-undang No. 5 tahun 2018 (Perubahan terakhir UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme), Pasal 6  (4) .Dalam Undang-undang No.31 Tahun 1999,yang telah diubah dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diatur dalam Pasal 2 ayat (2). Terhadap Pidana Mati, meskipun telah diatur dalam perundang-undangan di atas, masih menimbulkan Pro Kontra di kalangan masyarakat luas, khussunya dikalangan para praktisi hukum dan akademisi. Namun demikian karena telah diatur secara hukum, maka dalam praktek peradilan telah diterapkan pada kasus-kasus seperti pembunuhan berencana, kejahatan keamanan negara (makar), Narkotika, Psyikotropika dan kejahatan terorisme. Serta Kejahatan Korupsi. Hanya saja untuk kejahatan/tindak pidana korupsi, pelakunya belum ada yang dihukum mati. Bagaimana dengan hukum Islam terhadap pidana mati ? Hukum Islam   memandang pidana mati dapat dibenarkan. Hal ini telah diatur dalam hukum Qisas, Hudud dan Takzir. Terhadap Kejahatan Korupsi, dalam hukum Islam korupsi bisa dianalogikan sebagai Ghulul dan Sarqoh. Menurut Dr. Nurul Irfan, MA., Kejahatan Korupsi masuk ke dalam Jarimah Takzir. Lebih jauh Dr. Nurul Irfan mengatakan seyogyanya Takzir  tidak ada hukuman mati. Tetapi para Fuqoha sepakat boleh dihukum mati bagi pelaku Korupsi dengan pengecualian untuk kemaslahan umum.


Veritas ◽  
2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 235-255
Author(s):  
Rachmat Trijono

Criticism of the ius constitutum of Indonesia which is still not organized according to the appropriate grading and grundnorm has resulted in a reconstruction of the arrangement of the ius constitutum. The purpose of this paper is to reconstruct the arrangement of the constitutum ius which is spread in various scientific papers by the author. The method used is a qualitative method with a descriptive approach. The conclusion was that efforts had been made to rearrange the ius constitutum, however, if it was not carried out in a focused and thorough manner, there would not be a single national legal system that was unique and suited to the Indonesian situation. The necessity of realizing a national legal system is not just a dream.


Veritas ◽  
2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 187-202
Author(s):  
Fauziah Fauziah

Upah merupakan penentu kehidupan pekerja/buruh untuk mencukupi kebutuhan hidupnya hal ini tertuang didalam pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’’ dan dasar perlindungan adalah  pasal 28 ayat (2) yang menyatakan bahwa ”setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” maka dari hal tersebut penulis mengambil rumusan masalah:(1)Bagaimana pelaksanaan pengaturan Upah minimum Kota bekasi tahun 2019. (2) apa yang menjadi hambatan pelaksanaan pengaturan Upah minimum Kota bekasi. (3) bagaimana peran dinas tenga kerja kota bekasi dalam menyelesaikan hambatan dalam pelaksanaan pengaturan Upah minimum Kota bekasi tahun 2019,Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan Pengaturan Upah Minimum Di Kota Bekasi tahun 2019 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan, Untuk mengetahuai apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan upah minimum dikota bekasi dan untuk mengetahui penyelesaian jika ada pelanggaran tentang pembayaran Upah Minimum Kota bekasi. Penelitianinitermasukpenelitianhukumnormatif. Dengan pendekatan masalah dengan pendekatan secara  normatif dan empiris, Jenisdatayang digunakan dalampenelitianiniadalahdata sekunder.Sumber data dalampenelitianiniadalah menggunakansumberdatasekunder.Teknikpengumpulandatayangdigunakan, yaitumelaluistudikepustakaanantara lainmeliputi:buku-buku,literatur,peraturan perundang-undangan,putusanpengadilan,datamelaluimedia internetdansumber lainnyayang berkaitan denganpenelitianini, dari rumusan masalah tersebut maka penulis mengambil kesimpulan bahwa pelaksanaan pengaturan upah minimum di kota bekasi diawali dengan peran dewan pengupahan kabupaten /kota yang di bentuk berdasarkan keputusan walikota bekasi yang bertugas dan bekerja  melalui rapat pleno, yang diatur dalam tata tertib rapat pleno untuk merumuskan upah minimum dan hasil dari rapat pleno di usulkan sebagai rekomendasi atau saran walikota bekasi dalam penetapan upah yang di tujukan kepada gubernur jawa barat yang kemudian gubernur menerbitkan surat keputusan gubernur tentang upah minimum, kemudian di informasikan kepada seluruh kabutapaten/kota untuk dijalankan, kemudian hambatan dalam pelaksanaan pengaturan upah minimum meliputi faktor teknis pelaksanaan pengaturan upah dan faktor ekonomi kemampuan perusahaan dalam menjalankan aturan upah tersebut karena masalah produktifitas yang menurun,  kemudian dalam penyelesaianya mengenai pelanggaran pembayaran upah dengan ini penulis mengambil sebuah Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Dengan Nomor 1002/Pid.Sus/2018/PN Blb, kasus pelanggaran pasal 90 Jo pasal 185 undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pelanggaran tersebut adalah termasuk Pidana dan bukan merupakan perselisihan hak maka berkaitan dengan kompetensiabsolutataukewenanganmutlak pelanggaranketentuan pembayaranupahdibawahupahminimumkota merupakankewenanganPengadilan Negeridalammemeriksa,mengadili dan memutusperkara tersebut,Bukan Pengadilan Hubungan Industrial. Dengan amar putusan pelanggaran membayar upah di bawah ketetapan upah minimum sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat no.No.561/Kep.1191-Bangsos/2016 tentang Upah Minimun Kabupaten/Kota didaerah Provinsi Jawa Barat tahun 2017 pada 27 kabupaten/kota Provinsi Jawa menjatuhkan sanksi pidana dan/atau sanksi denda kepada terdakwa. Putusan hakim yang memerintahkan terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp.100.000.000,-dan tidak dijatuhkannya pidana kurungan sesuai dengan  ketentuan  Pasal  185  ayat  (1)  UU  No.13  Tahun  2003  tentang ketenagakerjaan.


Veritas ◽  
2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 203-217
Author(s):  
Denni Lilik Juniawan

Abstrak - Kasus Terorisme sejak beberapa tahun kebelakang banyak dijumpai bermacam jenis kejahatan terorisme baik berupa aksi teror dengan menggunakan bom maupun dengan kejahatan. Tidak sedikit tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaturana anak yang terlibat Tindak Pidana Terorisme, mengetahui faktor penyebab anak terlibat Tindak Pidana Terorisme, dan untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban jika anak terlibat Tindak Pidana Terorisme. Penelitian ini menggunakan library research atau metode penelitian kepustakaan. Adapun sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.data akan dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif-analisis. Landasan terori yang digunakan adalah teori tangung jawab negara. Berdasarkan analisa data yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa pengaturan Tindak Pidana Terorisme berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme berdasarkan pasal 19 dan 24 dalam penjatuhan hukuman minimum tidak berlaku bagi anak dibawah 18 (delapan belas) tahun, faktor penyebab anakt terlibat yaitu berdasarkan terori motivasi, faktor usia, faktor kelamin, faktor kedudukan anak dalam keluarga, serta faktor dorongan dari keluarga itu sendiri, dan pertanggungjawaban anak dibawah umur yaitu dilakukan pemidaan tetapi tidak boleh melebihi ½ dari hukuman orang dewasa. Kata Kunci : Tindak Pidana Terorsme dilakukan oleh Anak dibawah Umur.   Abstract - Terrorism Cases since the past few years many types of terrorism crimes have been found, both in the form of acts of terror using bombs and with crimes. Not a few criminal acts of terrorism committed by minors. The purpose of this study was to determine the organization of children involved in criminal acts of terrorism, determine the factors causing children to be involved in criminal acts of terrorism, and to find out how responsibility if children are involved in criminal acts of terrorism. This research uses library research or library research methods. The data sources used are primary, secondary and tertiary legal materials. The data will be analyzed using descriptive-analysis method. The theoretical foundation used is the theory of state responsibility. Based on the analysis of the data conducted, it was concluded that the regulation of Terrorism Crimes based on Law Number 5 of 2018 concerning Amendment to Law Number 1 of 2002 concerning Eradication of Terrorism Crimes under articles 19 and 24 in the imposition of minimum sentences does not apply to children under 18 (eighteen) years, the causative factors involved are based on motivational theory, age factors, sex factors, the position of the child in the family, as well as the encouragement factors of the family itself, and the responsibility of minors, namely carried out convictions but may not exceed ½ of adult punishment. Keywords : Crime of Terrorism is carried out by Minors.


Veritas ◽  
2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 160-186
Author(s):  
Ali Geno Berutu

Kemajuan teknologi bukanlah sesuatu yang harus kita hindari, karena pada dasarnya teknologi tersebut hadir untuk memberikan kemudahan kepada manusia dan kita harus bisa menyesusaikan diri dengan kemajuan tersebut. Teknologi sekarang ini juga telah merambah keranah keuangan yang kita kenal dengan teknologi finansial (fintech) yang menjanjikan kemudahan dalam bertransaksi termasuk didalamnya transaksi dipasar modal dengan menggunakan online trading system. Banyak kalangan yang masih meragukan terkait kehalalan melakukan jual beli di pasar modal sehingga menunda niatnya untuk menginvestasikan dananya pada pasar modal khususnya saham Syariah. Padahal seperti kita ketahui bertransaski dipasar modal mempunyai legalitas fatwa dari DSN-MUI sebagi dasar hukum bagi setiap investor untuk berinvestasi pada produk-produk pasar modal yang tidak bertentangan dengan kriteria Syariah yang telah diseleksi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan bertransaksi dipasar modal kita akan mendapatkan keuntungan berupa capital gain dan deviden selain itu kita juga telah ikut berperan aktif dalam mendukung pembangunan negeri ini dengan membeli saham-saham perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


Veritas ◽  
2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 116-143
Author(s):  
Siti Nur Intihani

Negara Kesatutan Republik Indonesia adalah Negara hukum, Hukum adalah produk politik. Hukum Islam merupakan norma yang hidup dan diyakini (living law) oleh masyarakat Islam Indonesia, oleh karenanya sejak awal perumusan konstitusi, nilai dan prinsip-prinsip ajaran hukum Islam telah  mempengaruhi dan menjadi insprirasi perumusan naskah konstitusi. Sejak dibentuknya konstitusi negara Indonesia, nilai ajaran Islam telah dirumuskan dalam Piagam Jakarta yang merupakan sumber berdaulat yang memancarkan proklamasi kemerdekaan dan Konstitusi Nasional. Pada awal tahun 1980-an sampai sekarang, tampak isyarat positif bagi kemajuan pengernbangan hukum Islam dalam seluruh dimensi kehidupan masyarakat. Kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum di Indonesia semakin memperoleh pengakuan yuridis. Pengakuan berlakunya hukum Islam dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan yang berimplikasi kepada adanya pranata-pranata sosial, budaya, politik dan hukum. Salah satunya adalah diundangkannya Undang Undang No. 1/1974 tentang Perkawinan. Kehadiran ICMI  diyakini sebagai tonggak baru menguatnya Islamisasi politik di Indonesia, dan semakin tampak ketika diakomodirnya kepentingan syari’at Islam melalui UU No.7/1989 tentang Peradilan Agama, sekaligus menempatkan Peradilan Agama sebagai lembaga peradilan negara yang diatur dalam UU No.14/1970 tentang Pokok Pokok Kekuasaan Kehakiman, disusul dengan UU No.10/1998 tentang Perbankan (pengganti UU No.7/1992), UU No.38/ 1999, tentang Zakat, Inpres No.1/1991 tentang Penyebarluasan KHI. Undang Undang Perkawinan, Undang Undang Peradilan Agama, Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Undang-Undang Pengelolaan Zakat, Undang-Undang tentang Waqaf, Undang-Undang Perbankan Syariah. Dan beberapa Fatwa MUI dalam bidang ekonomi syariah, salah satunya adalah Fatwa MUI tentang Jual Beli Saham sehingga muncul lembaga Pasar Modal Syariah.    


Veritas ◽  
2020 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 99-115
Author(s):  
Damrah Mamang

The dynamics in the system and structure of the Indonesian constitution began in the reform era so quickly developed. All can run properly and correctly because it was initiated by reforming the constitution through an amendment or constitutional amendment mechanism (the 1945 Constitution) in four stages of change (1999 - 2002). One of the essence of the amendment, gave birth to the Regional Representative Council (DPD RI) as a state institution with its constitutionality can be found explicitly in Chapter VIIA Article 22 C Paragraph 1 - Paragraph 4 and Article 22 D Paragraph 1 - Paragraph 4. And UUNO. 17 of 2014 Jo UUNo.2 of 2018 concerning the MPR, DPR, DPD, DPRD. As a new post-amendment state institution, the DPD is designed as a strong bicameral second chamber of our parliament which was originally only unicameral, namely the DPR RI as a state institution and a representative institution of the people. But one of the characteristics of bicameral is if both parliamentary chambers carry out the legislative function as they should. However, if examined carefully until now based on the substitution of article 22 C and Article 22D of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia in 1945 the authority and authority of the DPD is still very limited. So that as an organic law does not give much space for the implementation of authority to the DPD in carrying out its main duties and functions, especially the legislative function like the DPR. For this reason, in order to strengthen and empower the future, the DPD's consistency and authority need to get priority place in the context of the subsequent amendments to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia as the Holder of strategic and fundamental national political decision authority. Everything is inseparable from the problems in the DPD now is a matter of the authority granted by the constitution to him, especially in the context of the legislative function to make laws. Its existence is expected to bridge the relationship between the center and the regions, in a two-chamber parliamentary frame which has strong bicameralism authority.  


Veritas ◽  
2020 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 1-10
Author(s):  
Donni Taufiq ◽  
Amil Mardha

During the second term of his administration, President Joko Widodo is planning to launch the Omnibus Law as solution to revise hundreds of conflicting articles in numerous existing laws and regulations simultaneously, not only at the central government level but also at the regional levels. This is a good opportunity for the Indonesian nuclear community to rearrange its nuclear energy regime, which can be seen, especially in the field of the energy sector, does not make significant progress. In the upcoming policy, more parties must be involved in the utilization of nuclear energy, especially in terms of financing and investment, for benefits to the greatest prosperity of the Indonesian people.


Veritas ◽  
2020 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 35-52
Author(s):  
Rendi Apriansyah ◽  
Heru Widodo

ABSTRAK Di dalam pasal 303 Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Perjudian digolongkan sebagai tindak kejahatan. Terjadinya tindak pidana perjudian tidak semata-mata hanya karena masyarakat yang tidak patuh hukum dan melanggar kaidah hukum yang ada dalam masyarakat, akan tetapi semua itu tidak terlepas pula dari sistem tradisi suku atau daerah tertentu. Perjudian yang untuk sebagian orang hanya dijadikan permainan biasa di tempat tongkrongan sambil mengisi waktu luang, kini menjadi suatu permainan besar yang dapat mempertaruhkan harta benda bahkan pula kadang bisa sampai mempertaruhkan nyawa. Praktek perjudian dalam Tajen yang digelar kelompok masyarakat tertentu yang ada di Bali secara hukum telah melanggar Undang – Undang khususnya Hukum Pidana , Pasal 303. Polisi telah berupaya semaksimal untuk membubarkan baik secara persuasif maupun represif ,nyatanya tajen disana sini tetap masih digelar, kalau tajen dihentikan harus tumbuh dari seluruh lapisan masyarakat itu sendiri, Polisi tidak akan mampu untuk menghentikan ke titik nol karena Tajen itu sudah kebiasaan mereka dan kebiasaan menurut hukum sulit diubah membutuhkan waktu yang sangat lama dan harus tetap berkesinambungan dilakukan oleh semua tokoh tokoh masyarakat maupun masyarakat itu sendiri dan Instansi Pemerintah yang terkait. Kata Kunci : Perjudian, Sosiologis, Tajen    


Veritas ◽  
2020 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 11-34
Author(s):  
Efridani Lubis

Negara yang berdaulat dalam pergaulan internasional diakui memiliki jurisdiksi penuh yang tidak bisa diintervensi oleh negara atau kekuatan asing manapun. Kedaulatan (sovereignity) merupakan modal dasar, prinsip utama, dan kode etik yang menjadi dasar hubungan antar negara dalam pergaulan internasional. Pada awalnya, kedaulatan negara dimaknai sebagai kedaulatan absolut yang kebal terhadap kekuasaan asing manapun berdasarkan prinsip kedaulatan wilayah, resiprositas, dan kesetaraan antar negara berdaulat. Oleh karena itu, tidak ada satu negara pun dapat menghakimi tindakan suatu negara sekalipun tindakan itu dilakukan di wilayah teritorial negara lain (par in parem non habet jurisdictionem). Karena itu, setiap permasalahan yang timbul antar negara tersebut tidak dilakukan melalui penerapan hukum yang memaksa, melainkan diselesaikan melalui jalur diplomatik. Sikap ini merupakan wujud kesetaraan antar negara berdaulat yang termasuk kategori ‘undisputed principle of customary international law’.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document