scholarly journals EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata) BAGI PENGENDALIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

2007 ◽  
Vol 2 (3) ◽  
pp. 407 ◽  
Author(s):  
Taukhid Taukhid ◽  
Ida Suharni ◽  
Hambali Supriyadi

Riset ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun sambiloto (Andrographis paniculata) bagi pengendalian penyakit koi herpes virus (KHV) pada ikan mas (Cyprinus carpio). Daun sambiloto dalam bentuk sediaan kering diekstrak melalui perebusan. Pengujian efektivitas antimikrobial dilakukan secara in vitro terhadap bakteri Aeromonas hydrophila sebagai model. Hewan uji yang digunakan adalah ikan mas ukuran 10--15 g/ekor yang secara definitif terinfeksi KHV. Konsentrasi ekstrak daun sambiloto yang diterapkan adalah A (100 mg/L), B (200 mg/L), C (300 mg/L), D (400 mg/L), dan E (tanpa sambiloto sebagai kontrol). Perlakuan dilakukan menggunakan cara perendaman dengan waktu eksposur tidak terbatas. Deteksi KHV pada masingmasing kelompok perlakuan dilakukan setiap minggu dan riset berlangsung selama 3 minggu. Rataan sintasan ikan uji pada kelompok perlakuan adalah A, B, C, D, dan E masing-masing adalah 11,12%, 16,12%, 31,67%, 42,22%, dan 12,78%.The research with the aim to know an efficacy of sambiloto leaf, Andrographis paniculata to control of koi herpesvirus (KHV) on common carp has been conducted in laboratory level. Sambiloto leaf in dry form was extracted by boiling technique. In vitro test of anti microbial properties of sambiloto extract was done against Aeromonas hydrophila isolate as a model. Result of the above research was used as reference for further research. Common carp with the size of 10--15 g/fish, and positively infected by KHV were used as fish test. The treatments applied were A (100 mg/L), B (200 mg/L), C (300 mg/L), D (400 mg/L), and E (without sambiloto extract as a control).Treatment conducted by immersion for indefinite time of exposure. KHV detection of each treatment was done weekly, and research was lasting for 3 weeks. Results of the research showed that mean percentages of survival rate are: A (11.12%), B (16.12%), C (31.67%), D (42.22%), and E (12.78%).

2015 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 167
Author(s):  
Laode Muhammad Arsal ◽  
Munti Yuhana ◽  
Sri Nuryati ◽  
, Alimuddin

<p class="BasicParagraph" align="center"><strong>ABSTRACT</strong></p><p class="BasicParagraph" align="center"><strong> </strong></p><p class="Pa2">Blood parameters are considered as important indicators to diagnose fish health status. This study was performed to observe blood profiles including total erythrocytes, hemoglobin concentration, hematocrite, total leukocytes and differential leukocytes, and survival of common carp <em>Cyprinus carpio </em>infected by <em>Aeromonas hydrophila</em>. Fish were divided into two groups: the 3rd generation of common carp carrying fish carrying Cyca-DAB1*05 of major histocompatibility complex II molecular marker, and fish without the marker as control treatment. histocompatibility complex II molecular marker, and fish without the marker as control treatment. Common carp 3rd generation was produced by crossing among second generation of fish carrying the Cyca-DAB1*05 marker. Each fish was injected intramuscularly by 0.1 mL of 108 cfu/mL <em>A. hydrophila</em>. Challenge test was conducted for 14 days and blood was collected at day-0, three, seven, and 14. The results of this study showed that erythrocytes, hemoglobin and hematocrite concentrations of common carp carrying the molecular marker at post challenge with <em>A. hydrophila </em>were higher (P&lt;0.05) compared to control fish. The blood profiles were highly correlated to survival of fish. Survival of fish that carrying the molekuler marker was about two point six fold higher than those of control fish.</p><p class="Default"> </p><p class="Default">Keywords: <em>Cyprinus carpio</em>, <em>Aeromonas hydrophila</em>, Cyca-DAB1*05, molecular marker</p><br /><p class="BasicParagraph"> </p><p class="BasicParagraph"> </p><p class="BasicParagraph" align="center"><strong>ABSTRAK</strong></p><p class="BasicParagraph"><strong> </strong></p><p class="Pa2">Gambaran darah merupakan indikator penting untuk mendiagnosa penyakit ikan. Penelitian ini dilakukan untuk meguji gambaran darah ikan mas <em>Cyprinus carpio </em>setelah diinfeksi dengan bakteri <em>Aeromonas hydrophila </em>yang meliputi total sel darah merah, konsentrasi hemoglobin, hematokrit, total sel darah putih, dan diferensial leukosit, serta sintasannya. Ikan mas yang digunakan terdiri atas ikan mas generasi ketiga yang membawa marka molekuler Cyca-DAB1*05 dari kelompok <em>major histocompatibility complex </em>II dan ikan mas tanpa marka sebagai kontrol. Ikan mas generasi ketiga merupakan keturunan persilangan antarikan mas generasi kedua yang mempunyai marka Cyca-DAB1*05. Masing-masing ikan diinfeksikan <em>A. hydrophila </em>secara intramuskuler pada dosis 0,1 mL, kepadatan 108 cfu/mL. Uji tantang dilakukan selama 14 hari, dan sampel darah ikan diambil pada hari ke-0, tiga, tujuh dan 14. Hasil uji tantang menunjukkan bahwa total sel darah merah, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit pada ikan mas yang membawa marka molekuler lebih tinggi dibandingkan ikan mas tanpa marka (P&lt;0,05). Hasil uji gambaran darah berkorelasi tinggi dengan tingkat kelangsungan hidup ikan mas. Tingkat kelangsungan hidup ikan mas yang membawa marka molekuler Cyca-DAB1*05 lebih tinggi hingga dua koma enam kali daripada ikan mas kontrol.</p><p class="Default"> </p><p class="Pa2">Kata kunci: <em>Cyprinus carpio</em>, <em>Aeromonas hydrophila</em>, Cyca-DAB1*05, marka molekuler</p><br /><p> </p>


2008 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 139
Author(s):  
Sri Nuryati ◽  
P. Giri ◽  
Y. Hadiroseyani

<p>Common carp is one of consumption fish that has delicious meat, high pritein level, and easy in farming. The serious problem in common carp farming is koi herpesvirus infection.  Onion extract potency to improve immune system was estimated to prevent disease infection.  The testing of the garlic extract through food could be used as efforts to increase endurance of common carp fish <em>Cyprinus carpio</em> to koi herpesvirus infection that was considered from blood parameter. Fish that was used was measuring 9-11 cm with the treatment of food containing  30, 50, and 70 gr/100 ml onion extract. Fish was acclimated for seven days  in 60×30×30 cm<sup>3</sup> aquarium before used. Garlic extract diet in food gave increasing of fish immune system that was infected by koi herpesvirus. The increased of leucocytes of blood fish with onion extract diet was faster than possitive control. The dose of B treatment (50 gr/100 ml) was the best dose gave short incubation periode comparing other treatment. Survival rate (SR) of this B treatment was highest, i.e. 91.7%, while survival rate of negative control was 50%.</p> <p>Key word: common carp, <em>Cyprinus carpio</em>, onion, <em>Allium sativum</em>, koi herpesvirus</p> <p> </p> <p>ABSTRAK</p> <p>Salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang banyak digemari oleh masyarakat adalah ikan mas <em>Cyprinus carpio</em> karena rasa dagingnya gurih, memiliki kadar protein tinggi dan cukup mudah dalam pemeliharaannya. Permasalahan yang muncul  saat ini adalah wabah Koi Herpes Virus (KHV). Potensi ekstrak bawang putih sebagai anti mikroba spektrum luas, diduga dapat mengobati dan mencegah penyakit ikan. Pengujian bawang putih secara <em>in vivo </em>melalui pakan dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan tubuh ikan mas <em>Cyprinus carpio</em> terhadap infeksi penyakit KHV yang ditinjau dari gambaran darahnya. Ikan uji yang digunakan adalah ikan mas berukuran 9-11 cm dengan perlakuan pakan yang mengandung bawang putih sebanyak 30, 50, dan 70 gr/100 ml. Sebelum dilakukan penelitian ikan diadaptasikan selama 7 hari pada akuarium berukuran 60×30×30 cm<sup>3</sup>. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak bawang putih efektif untuk meningkatkan ketahanan tubuh ikan mas <em>Cyprinus carpio</em> yang diinfeksi oleh Koi Herpes Virus (KHV). Pengamatan gambaran darah ikan yang terinfeksi KHV setelah pemberian ekstrak bawang putih selama 30 hari dapat meningkatkan jumlah leukosit lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif. Peningkatan jumlah limfosit dalam darah mampu meningkatkan pertahanan tubuh. Peningkatan jumlah leukosit ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah limfosit dan penurunan jumlah monosit. Perlakuan B (50 gr/100 ml) merupakan dosis yang paling baik karena masa inkubasi KHV terlewati lebih cepat dibanding perlakuan lain yang ditandai dengan penurunan jumlah leukositnya. Hal ini didukung oleh gejala klinis yang ringan dibandingkan kontrol positif dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi sebesar 91,7%. Sedangkan pada kontrol negatif kelangsungan hidupnya sebesar 50%.</p> <p>Kata kunci: ikan mas, <em>Cyprinus carpio,</em> bawang putih, <em>Allium sativum</em>, KHV dan Herpes</p>


2014 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 54
Author(s):  
Sri Nuryati ◽  
Sekar Sulistyaning Hadiwibowo ◽  
. Alimuddin

<p class="NoParagraphStyle" align="center"><strong>ABSTRACT</strong></p><p class="NoParagraphStyle" align="center"> </p><p class="NoParagraphStyle">Koi herpes virus (KHV) is one of the most common impetuses for disease on common carp <em>Cyprinus carpio</em>. Generally, viral disease is difficult to cure because virus is intra-cellular parasite, that virus survives, multiplies, and lives only if it on the host cell. Oral vaccine delivery through <em>Artemia</em> sp. is of one alternative way to overcome this problem. This experiment was carried out by analysis DNA vaccine expression encoding of glycoprotein gene (GP-11) on <em>C. carpio</em>. Bacteria containing plasmid Krt-GP-11 as vaccine is served through <em>Artemia </em>sp. as a vector. <em>Artemia</em> sp. was given for one and two times a week to three weeks old common carp. Organs of fish fed by <em>Artemia</em> sp. were analyzed every three days after vaccination. The expression of GP-11 in kidney in each treatment is also observed by the use of RT-PCR method, within ten days after vaccination. The experiment showed that dose of DNA vaccine in whole bacteria could be expressed is 10<sup>6</sup> cfu/mL in a once or twice provisions a week. DNA vaccine could be detected in three organs. RT-PCR analysis also showed that the expression of GP-11 can be detected in all tested organs. In conclusion, <em>Artemia</em> sp. can be used as a vector to carry plasmid GP-11 vaccine for common carp <em>Cyprinus carpio</em> larvae.</p><p class="NoParagraphStyle"> </p><p class="NoParagraphStyle">Keywords: DNA vaccine, KHV, <em>Artemia</em> sp., common carp</p><p class="NoParagraphStyle"> </p><p class="NoParagraphStyle"> </p><p class="NoParagraphStyle" align="center"><strong>ABSTRAK</strong></p><p class="NoParagraphStyle"> </p><p class="NoParagraphStyle">Salah satu penyakit pada ikan mas (<em>Cyprinus carpio</em>) yang disebabkan oleh virus adalah <em>koi herpes virus</em> (KHV). Penyakit yang disebabkan oleh virus umumnya sulit untuk disembuhkan karena virus merupakan parasit intraseluler, yaitu virus hanya dapat hidup, bertahan hidup, dan memperbanyak diri di dalam sel inang. Metode pemberian vaksin DNA secara oral melalui <em>Artemia</em> sp. merupakan salah satu alternatif pengobatan yang diharapkan dapat menangani permasalahan penyakit pada ikan yang disebabkan oleh virus. Pada penelitian ini dilakukan uji ekspresi vaksin DNA yang menyandikan glikoprotein 11 (GP-11) pada ikan mas. Bakteri yang mengandung plasmid Krt-GP-11 sebagai vaksin diberikan melalui <em>Artemia</em> sp. sebagai pembawa vaksin. Pemberian <em>Artemia</em> sp. dilakukan satu dan dua kali seminggu pada ikan mas umur tiga minggu. Keberadaan DNA vaksin di usus, ginjal, dan insang dianalisis menggunakan metode PCR. Organ diambil setiap tiga hari setelah pemberian vaksin. Ekspresi gen GP-11 juga diamati pada organ ginjal di setiap perlakuan dengan menggunakan metode RT-PCR, pada sepuluh hari setelah pemberian vaksin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DNA vaksin yang diberikan dengan dosis 10<sup>6</sup> cfu/mL pada perlakuan satu dan dua kali seminggu dapat terdeteksi pada ketiga organ. Hasil RT-PCR menunjukkan bahwa ekspresi GP-11 dapat terdeteksi pada semua organ uji di setiap perlakuan. Dengan demikian <em>Artemia</em> sp. dapat digunakan sebagai vektor pembawa vaksin plasmid GP-11 dengan frekuensi pemberian vaksin untuk larva ikan mas.</p><p class="NoParagraphStyle"> </p><p>Kata kunci: vaksin DNA, KHV, <em>Artemia</em> sp., ikan mas</p>


2016 ◽  
Vol 18 (3) ◽  
pp. 267
Author(s):  
Oktarina Surfianti

AbstrakKoi Herpesvirus (KHV) menyebabkan penyakit parah dan kematian di segala usia ikan mas dan ikan koi (Cyprinus carpio) dan menyebar dengan cepat di seluruh dunia sebagai penyebab mortalitas yang sangat tinggi dengan perkiraan (80-95%) untuk ikan koi dan ikan mas. Identifikasi KHV ini sudah dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Tetapi, metode tersebut tidak cocok untuk pekerjaan lapangan karena belum efisien dalam hal waktu dan peralatan.  Perlu ada pemeriksaan berbasis imunologis sebagai identifikasi awal (pemeriksaan dini) yang  belum banyak dilakukan dan perlu dikembangkan terutama untuk pemeriksaan KHV yaitu metode Immunofluorescence sebagai pemeriksaan imunologis untuk identifikasi adanya antigen atau dengan menggunakan pewarnaan fluorescent dan immunocytochemistry menggunakan metode imuno histo (sito) kimia ensim yang bersifat spesifik dengan pewarnaan oleh zat chromogen guna mengidentifikasi antigen dalam suspensi organ insang dan darah. Tujuan dari penelitian ini adalah agar mampu mengidentifikasi  KHV (Koi Herpes Virus) yang menginfeksi ikan koi (Cyprinus carpio L) menggunakan metode aplikasi Immunofluorescence serta Immunocytochemistry berdasarkan pemeriksaan menggunakan uji PCR dengan hasil positif KHV.Hasil dari kedua metode diperoleh positif untuk beberapa sampel berdasarkan positif PCR, ditandai dengan adanya pendaran oleh zat fluorescein berwarna hijau pada antigen KHV dengan pemeriksaan metode Imunofluorescence dan adanya ekspresi zat chromogen pada antigen berwarna coklat kemerahan pada antigen KHV dengan pemeriksaan Imunocytochemistry. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua metode tersebut mampu mengidentifikasi KHV dan dapat digunakan sebagai uji pemeriksaan dini KHV berbasis imunologis.  Kata kunci: Koi Herpesvirus, Ikan koi (Cyprinus carpio), Imunofluorescence, Immunocytochemistry


2019 ◽  
Vol 18 (1) ◽  
pp. 101-109
Author(s):  
Muthahharah Muchtar ◽  
Sukenda Sukenda ◽  
Sri Nuryati ◽  
Dendi Hidayatullah

                                                                  ABSTRAK         Motile aeromonad septicaemia (MAS) adalah penyakit yang sering menyerang ikan mas Cyprinus carpio yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja imunostimulan fikosianin dari Spirulina platensis dalam mengatasi penyakit MAS pada ikan mas. Penelitian ini terdiri atas dua tahap, pertama, pakan ikan dengan penambahan fikosianin 150 mg/kg, 250 mg/kg, dan 350 mg/kg pakan serta kontrol tanpa penambahan fikosianin. Setelah 14 hari, ikan diuji tantang dengan A.hydrophila. Tahap kedua, dosis terbaik dari penelitian pertama digunakan untuk pakan ikan masing-masing selama satu minggu/bulan, dua minggu/bulan, tiga minggu/bulan, dan dua minggu/bulan dengan interval satu minggu. Setelah 28 hari, ikan diuji tantang dengan A. hydrophila. Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa kelangsungan hidup relatif (RPS) ikan yang diberi pakan fikosianin 150 mg/kg, 250 mg/kg, dan 350 mg/kg pakan adalah 87,50%; 81,25%; dan 75,00%. Total eritrosit, hemoglobin, total leukosit, aktivitas fagositik, dan respiratory burst menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada kontrol untuk semua perlakuan pemberian fikosianin. Penelitian kedua menunjukkan bahwa nilai RPS ikan diberi pakan selama satu minggu/bulan, dua minggu/bulan, tiga minggu/bulan, dan dua minggu/bulan dengan interval satu minggu yaitu 65,38%; 69,23%; 76,92%; dan 69,23%. Respons imun ikan yang diberi fikosianin lebih tinggi daripada kontrol serta mampu menekan jumlah bakteri A. hydrophila di hati, ginjal, dan usus. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pemberian fikosianin sebanyak 150 mg/kg pakan selama tiga minggu/bulan memiliki nilai RPS tertinggi. Kata kunci: fikosianin, Spirulina platensis, Aeromonas hydrophila, Cyprinus carpio  ABSTRACT Motile aeromonad septicaemia (MAS) is a major disease in common carp Cyprinus carpio caused by Aeromonas hydrophila. This study aimed to evaluate the performance of phycocyanin imunostimulant extracted from Spirulina platensis to control MAS disease in common carp. This study was conducted into two phases. First phase was conducted by adding 150 mg/kg, 250 mg/kg, 350 mg/kg feed phycocyanin dose, and 0 mg/kg feed phycocyanin dose as control treatment. Fish was challenged with pathogenic A.hydrophila after 14 days rearing. Second phase was conducted by applying the best dose obtained from the first phase added in the feed for feeding the fish in one week/month, two weeks/month, three weeks /month, and two weeks/month with one week interval. Fish was challenged with pathogenic A.hydrophila after 28 days rearing. First phase study result showed that the relative percent survival (RPS) for fish fed 150 mg/kg, 250 mg/kg, and 350 mg/kg phycocyanin dose were 87.50%, 81.25%, and 75.00% respectively. Total erythrocytes, hemoglobin, total leucocytes, phagocytic activity, and respiratory burst showed higher results than control treatment on all treated fish. The second phase study showed that fish fed one week/month, two weeks/month, three weeks/month, and two weeks/month with one week interval had RPS value 65.38%, 69.23%, 76.92%, and 69.23% respectively. The immune responses of treated fish were higher than control treatment, as well as the number of pathogenic A. hydrophila in the liver, kidney, and intestine. Fish fed with phycoyanin dose 150 mg/kg feed and three weeks/month administration had the highest RPS value. Keywords: Phycocyanin, Spirulina platensis, Aeromonas hydrophila, Cyprinus carpio 


Author(s):  
Ewa Ziółkowska ◽  
Joanna Bogucka ◽  
Jan Mazurkiewicz ◽  
Mateusz Rawski ◽  
Szymon Różański ◽  
...  

AbstractCommon carp (Cyprinus carpio L.) is a dominant fish species in aquaculture, and as it is a stomachless species, absorption and digestion of nutrients take place in the intestine. The aim of the study was to evaluate the effects of a prebiotic on the content of selected minerals found in the meat, gills, and skeleton of common carp. The research applied trans-galactooligosaccharide (GOS) prebiotic produced by enzymatic transgalactosylation of milk lactose by whole cells of Bifidobacterium bifidum. The following diets have been applied: control diet without feed additives (C), diet 2 (B1) with 1% of GOS, and diet 3 (B2) with 2% of GOS. In the freeze-dried samples, concentrations of the analyzed metals were determined using atomic absorption spectroscopy (AAS). The content of phosphorus was determined using colorimetric method. The analyses confirmed that the highest level of Mg was detected in the skeleton of fish fed with 1% GOS (2.51 g kg−1) and was significantly higher compared the control treatment (2.11 g kg−1) (P < 0.05). Zn content in fish meat fed with 1% GOS (35.41 mg kg−1) was significantly higher (P < 0.05) than in the control group (24.59 mg kg−1). The tissue that accumulated the greatest amount of Zn was the gills. GOS had a positive effect on Fe accumulation in the meat, gills, and skeleton. It has been concluded that supplementation of feed with 2% GOS significantly influenced the positive correlations between Mg and P in the meat and skeleton, Fe–Ca correlation in gills, and Fe–Zn correlation in the skeleton.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document