scholarly journals Hubungan konsumsi susu dengan fungsi kognitif pada lansia

2021 ◽  
Vol 4 (4) ◽  
pp. 148-156
Author(s):  
Derry Arkan Prabowo ◽  
Fransisca Chondro

LATAR BELAKANGPada lansia, fungsi kognitif adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi kemampuannya dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Adanya gangguan pada fungsi kognitif akan menimbulkan disfungsi sehingga dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif pada lansia adalah penuaan, penyakit metabolik dan nutrisi. Banyak sekali asupan nutrisi yang berpengaruh terhadap fungsi kongitif, salah satunya adalah susu. Sampai saat ini telah dilakukan beberapa penelitian terkait hubungan antara konsumsi susu dengan fungsi kognitif pada lansia namun didapatkan hasil yang kontradiktif. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut hubungan antara konsumsi susu dan fungsi kognitif pada lansia.METODEPenelitian cross-sectional dengan desain observasional analitik ini dilakukan di Posyandu Kelurahan Krendang, Jakarta Barat pada Bulan Agustus–Desember 2019 dengan melibatkan 135 responden. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah berusia minimal 60 tahun, tidak memiliki gangguan dalam membaca dan menulis, tidak mengalami gangguan pendengaran serta bersedia menjadi responden, sedangkan kriteria eksklusinya adalah lansia yang telah didiagnosis menderita hipertensi dan diabetes mellitus. Dalam wawancara terpimpin dengan setiap responden didapatkan karakteristik sosiodemografis (usia, jenis jelamin, dan pendidikan), tingkat konsumsi susu diukur dengan kuesioner susu yang diadaptasi dari Naruki Kitano, dan penilaian fungsi kognitif dengan kuesioner Montreal Cognitive Assesment Indonesia. Analisis data menggunakan uji statistik dengan tingkat kemaknaan α=0.05.HASILDidapatkan responden yang memiliki kebiasaan mengonsumsi susu adalah sebesar 51.9%, yang mengalami gangguan fungsi kognitif adalah sebanyak 87.4%, dan pada uji bivariat kedua variabel didapatkan p=0.660.KESIMPULANPada penelitian ini dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi susu dan fungsi kognitif.

2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
Author(s):  
Marlia Alief Rachmawati ◽  
Handayani . ◽  
Adyan Donastin

Abstrak: Diabetes Mellitus tipe II adalah penyakit kronis mengalami resistansi terhadap aksi insulindan ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan cukup insulin. DM tipe II sendiri mendudukiperingkat ke-2 di dunia dengan penderita terbanyak Pola makan yang buruk dan kurangnya olahragadapat memengaruhi terjadinya DM tipe II. Perkembangan pola makan yang salah arah saat inimempercepat peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia. Pada saat tubuh melakukan gerakan,maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalamtubuh akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan berkurang. Penelitian inibertujuan adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dan kebiasaan olahraga dengan kadargula penderita Diabetes Mellitus II pada penderita Diabetes Mellitus II di RSI Jemursari Penelitianini dilakukan dengan metode survey atau observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampelyang diambil sebanyak 24 pasien. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien DiabetesMellitus Tipe 2 yang menjalani rawat jalan pada poli penyakit dalam, namun dibatasi dengankriteria inklusi dan eksklusi yang penulis buat. Dari 24 pasien, pada hubungan pola makan dengankadar gula darah sebanyak 13 pasien (54,2%) mempunyai kadar gula tidak tinggi. 11 pasien (45,8%)mempunyai kadar gula tinggi. Dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p=1,000 (p>0,05). Makadapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pola makan dan kadargula. Serta hubungan olahraga dengan kadar gula darah sebanyak 13 pasien (54,2%) mempunyaikadar gula tidak tinggi. 11 pasien (45,8%) mempunyai kadar gula tinggi. Dengan hasil uji statistikdidapatkan nilai p=0,432 (p>0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tidaksignifikan antara olahraga dan kadar gula.


Diabetes ◽  
2018 ◽  
Vol 67 (Supplement 1) ◽  
pp. 2393-PUB
Author(s):  
KENICHIRO TAKAHASHI ◽  
MINORI SHINODA ◽  
RIKA SAKAMOTO ◽  
JUN SUZUKI ◽  
TADASHI YAMAKAWA ◽  
...  

Author(s):  
Singam Sivasankar Reddy ◽  
Syeda Rahath ◽  
Rakshitha H N ◽  
Godson K Lal ◽  
Swathy S ◽  
...  

The objective of the study was to evaluate the risk of diabetes mellitus in elderlywith age above 20 years in a hospital setting using Indian Diabetes risk score and to provide patient counselling regarding their life style modifications and health related quality of life among participants with high risk of developing diabetes.A total of 125 non diabetic patients were interviewed with a pre designed selfstructured questionnaire (IDRS). Participants were chosen voluntarily and a written consent was obtained before the administration of the questionnaire from individual patients. In our study we observed that out of 125 patients,males 26[59%]and 18[41%] females were at high risk, males 39[58.2%] and 28[41.8%] females were at moderate risk, males 5[35.7%] and 9[64.3%] females were at low risk of developing diabetes mellitus.


2017 ◽  
pp. 141-151
Author(s):  
Andrew Ruspanah

Pendahuluan. Benign Postate Hiperplasia (BPH) adalah penyakit yang umumnya terjadi pada pria lansia yang disebabkan oleh penuaan. Hiperplasia prostat adalah pertumbuhan jaringan nodul fibroadenomatosa pada prostat. Pembesaran prostat jinak merupakan penyakit yang tersering kedua setelah batu saluran kemih didapatkan secara klinis di Indonesia. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia, obesitas dan riwayat diabetes mellitus dengan kejadian Benign Prostate Hyperplasia (BPH) grade IV di Rumah Sakit Dr. M. Haulussy Ambon periode 2012-2014. Metode. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik desain Cross-Sectional, dengan menggunakan catatan medis data di ruang operasi di Rumah Sakit Dr. M. Haulussy Ambon Tahun 2012-2014 dan memperoleh jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 239, yang diambil dengan teknik total sampling. Analisis dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji Chi Square. Hasil yang di temukan dalam penelitian ini bahwa kejadian BPH lebih besar pada mereka yang berusia> 65 tahun dan 56-65 tahun dibandingkan dengan usia 46-55 dan <46 tahun dengan hasil tes menunjukkan adanya hubungan antara usia dengan BPH dengan nilai (p= 0,000), ada hubungan antara obesitas dengan nilai BPH (p=0,019) dan riwayat diabetes mellitus setelah menggunakan uji Chi-Square, hubungan antara riwayat diabetes mellitus dengan BPH dengan nilai (p = 0,000). Kesimpulan. Ada hubungan antara umur, obesitas dan riwayat diabetes mellitus dengan kejadian BPH.


Jurnal JKFT ◽  
2017 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 8
Author(s):  
Imas Yoyoh ◽  
Imam Mutaqqijn ◽  
Nurjanah Nurjanah

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang terus menerus mengalami peningkatan jumlah yang signifikan dari tahun ke tahun. Komplikasi jangka panjang dari DM baik mikrovaskular dan makrovaskular dapat menyebabkan insufiensi aliran darah ke tungkai, yang dapat berujung pada infeksi, ulkus dan berakhir pada amputasi. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan perawatan kaki dengan risiko ulkus kaki diabetes di Ruang Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang. Desain penelitian ini adalah analitik korelasi dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional dengan jumlah sampel 54 responden, pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang perawatan kaki dan lembar observasi tentang risiko ulkus kaki diabetes. Uji analisis data menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian sebanyak 54 responden didapatkan data kategori perawatan kaki baik dengan risiko ulkus rendah sebanyak 14 responden (58,3%). Sedangkan kategori perawatan kaki kurang baik dengan risiko ulkus tinggi sebanyak 21 responden (70,0%). Hasil analisis diperoleh nilai OR = 3,267 artinya perawatan kaki yang kurang baik mempunyai peluang 3,267 kali untuk risiko tinggi ulkus. Hasil uji statistik menggunakan Chi-Square diperoleh p=0,036 dimana nilai p-value < 0,05, maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan antara perawatan kaki dengan risiko ulkus kaki diabetes di Ruang Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang. Pasien DM dengan perawatan kaki yang kurang baik berpeluang untuk terjadinya risiko ulkus tinggi dibandingkan dengan pasien DM yang perawatan kakinya baik. 


2017 ◽  
pp. 35-44
Author(s):  
Dinh Toan Nguyen

Background: Studies show that diabetes mellitus is the greatest lifestyle risk factor for dementia. Appropriate management and treatment of type 2 diabetes mellitus could prevent the onset and progression of mild cognitive impairment to dementia. MoCA test is high sensitivity with mild dementia but it have not been used and studied widespread in Vietnam. Aim: 1. Using MoCA and MMSE to diagnose dementia in patients with type 2 diabetes mellitus. 2. Assessment of the relationship between dementia and the risk factors. Methods: cross-sectional description in 102 patients with type 2 diabetes mellitus. The Mini-Mental State Examination(MMSE) and the Montreal Cognitive Assessment (MoCA) were used to assess cognitive function. The diagnosis of dementia was made according to Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Results: The average value for MoCA in the group of patients with dementia (15.35 ± 2.69) compared with non-dementia group (20.72 ± 4.53). The sensitivity and specificity of MoCA were 84.8% and 78.3% in identifying individuals with dementia, and MMSE were 78.5% and 82.6%, respectively. Using DSMIV criteria as gold standard we found MoCA and MMSE were more similar for dementia cases (AUC 0.871 and 0.890). The concordance between MoCA and MMSE was moderate (kappa = 0.485). When considering the risk factors, the education,the age, HbA1c, dyslipidemia, Cholesterol total related with dementia in the type 2 diabetes. Conclusion: MoCA scale is a good screening test of dementia in patients with type 2 diabetes mellitus.When compared with the MMSE scale, MoCA scale is more sensitive in detecting dementia. Key words: MoCA, dementia, type 2 diabetes mellitus, risk factors


2019 ◽  
pp. 34-40
Author(s):  
Thi Bich Ngoc Hoang ◽  
Hai Thuy Nguyen

Introduction: Lower urinary tract dysfunctions secondary to type 2 DM are common, chronic and costly disorders. The incidence of diabetic bladder dysfunction was estimated range between 43% and 87% for type 1 and 25% for type 2 diabetes. Ultrasonography is an easy-to-use, fast, safe, non-invasive, painless, pleasant and valuable method of assessing Bladder Post-Void Residual Volume (PVR). Aim: To investigate prevalence of bladder dysfunction and its relation with risk factors, clinical features of diabetic cystopathy in women with diabetes, to identify the values predicting to have postvoid residual volume of the risk factors. Methods: A cross sectional descriptive study, a cohort of 84 female inpatients and outpatients with diabetes mellitus who were treated at Hue University of Medicine and Pharmacy Hospital from 08/2017 to 08/2019 and 84 healthy control subjects were enrolled, the patients were carried out clinical finding, taken blood tests, and estimated postvoid residual volume using 2D ultrasound. Results: the postvoid residual volume was presented in 67 cases (79.80%), the clinical symptoms of diabetic cystopathy were reported in 75% of women with diabetes. Blood glucose, HbA1c, clinical symptoms of diabetic cystopathy, postural hypotension and diabetic peripheral neuropathy were associated with postvoid residual volume. The HbA1c level had a great capability to predict who had postvoid residual volume, at HbA1c cutoff value of 9.1%, Se 65.67%, Sp 94.12%, AUC 0.811, p < 0.001. Conclusion: Bladder dysfunction made up a highly prevalent in women with poor glycemic control. Key words: bladder dysfunction, diabetic cystopathy, bladder postvoid residual volume (PVR)


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document