Kosmopolitanisme dalam Majalah Penghiboer di Awal Abad Ke-20
AbstrakSejarah kesusastraan Indonesia lazim dipandang memiliki awalnya denganterbitnya karya-karya yang diterbitkan dan dipromosikan Balai Pustaka sebagai bagiandari program otoritas kolonial Belanda dalam konteks Politik Etis. Namun, pandanganyang Balai Pustaka-sentris semacam ini mengabaikan aktivitas penulisan dan penerbitanyang dilakukan pihak swasta di berbagai kota selain Batavia. Tulisan ini bertujuanmenunjukkan betapa wawasan kelas menengah terdidik di Hindia Belanda pada awal abadkedua puluh melampaui yang direfleksikan dalam karya-karya terbitan Balai Pustaka.Untuk mencapai tujuan ini, diterapkan kajian materialis kultural yang memandangteks sastra maupun non-sastra sebagai bagian dari ekonomi dan kebudayaan material.Dengan berfokus pada majalah Penghiboer, yang terbit di Palembang, akan tampakbetapa warga kelas menengah Hindia-Belanda memiliki kehidupan yang kosmopolitan,yang memandang dirinya merupakan bagian dari masyarakat dunia, dan, karena itupula, menunjukkan ambivalensi dalam menyajikan identitas nasional.Kata kunci: Penghiboer, bacaan populer, majalah, Hindia Belanda, materialisme kulturalAbstractIndonesian literary history is commonly viewed to have had its beginnings in thepublication and promotion of works by Balai Pustaka as a part of the program of the Dutchcolonial authority under the auspices of the Ethical Policy. However, such Balai Pustaka-centricperspective often ignores the writing and publications carried out by the private sector in variouscities other than Batavia. This piece aims at exposing how the world view of the educated middleclass in the Dutch-Indies in the early twentieth century had gone beyond what is reflected in theworks published by Balai Pustaka. To achieve this objective,the cultural materialist approachis employed, which views literary and non-literary texts as apart of the economy and materialculture. Focusing on the magazine Penghiboer, published in Palembang, it will be apparenthow the members of the middle class in the Dutch Indies lived lives in the view that they were apart of a global society, and, therefore, also shows ambivalence in presenting national identity.Keywords: Penghiboer, popular reading, magazines, Dutch Indies, cultural materialism