THE DESCRIPTION OF AVAILABILITY OF CLEAN WATER IN JORONG PALUPUAH PASIA LAWEH, WEST SUMATRA

2020 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 86-91
Author(s):  
DESSY ANGRAINI ◽  
Iza Ayu Saufani

Era SDGs (sustainable development goals) merupakan kelanjutan program MDGs (Millenium Development Goals) memiliki tujuan bersama yang universal untuk memelihara keseimbangan tiga dimensi pembangunan yang berkelanjutan, salah satu tujuannya adalah menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua orang. Pentingnya ketersediaan air bersih bagi kehidupan masyarakat dapat memberikan pengaruh penting terhadap kesehatan masyarakat,sehingga air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari kualitasnya harus memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan air. Berdasarkan informasi wali jorong palupuah mengatakan bahwa sumber air yang digunakan oleh warga untuk kebutuhan sehari-hari secara fisik berwarna, terdapat endapan pada penampungan air, dan belum pernah diuji keamananya.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran ketersediaanair bersih di Jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh KabupatenAgam.Penelitian ini merupakan penelitian observasional survey dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga yang berada di Jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sampel penelitian berjumlah 74 KK ditentukan dengan teknik proportionate stratified random sampling dan analisis data dilakukan dengan univariate. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden di jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh Kabupaten Agam, Sumatera Barat mayoritas berusia 25-45 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir adalah tamat SMA. Berdasarkan hasil survey rata-rata jumlah anggota keluarga di jorong Palupuah berjumlah 3 orang (32,4%), dan mayoritas responden bekerja sebagai IRT dengan tingkat penghasilan keluarga rata-rata Rp.1.500.000.Terdapat lima sumber air baku utama yang dijadikan sebagai sumber air bersih oleh masyarakat jorong dan sebagian besar sumber air yang digunakan berasal dari sumber mata air (71.8%). Selain itu, masih ada sebagian masyarakat yang mengeluhkan penyaluran air yang tidak lancar (35,1%). Serta masih ada 41.9% yang mengatakan tidak mudah mendapatkan air bersih. Kualitas air bersih yang disalurkan di Jorong Palupuah termasuk dalam kategori baik. Namun, sebagian besar masyarakat tidak menggunakan PDAM dan sumber air yang digunakan sangat tidak menunjang untuk dikonsumsi.

Author(s):  
Ika Nopa

Abstrak: Sustainable Development Goals (SDGs) pada tujuan nomor dua (zero hunger) menargetkan pada tahun 2030 mengakhiri segala bentuk malnutrisi. Di Indonesia sendiri masalah gizi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan. Pada anak usia sekolah diperlukan pemenuhan zat gizi tidak hanya untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak tetapi juga untuk mengoptimalkan fisik, mental dan sosialnya sehingga mampu menjadi generasi yang produktif. Ketidakseimbangan gizi dapat menurunkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang pada akhirnya akan menghambat pembangunan nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran status gizi dan distribusi karakteristik orang tua pada siswa dengan  perawakan pendek.  Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Sampel penelitian adalah siswa SD negri 065853 Medan sebanyak 77 orang .Jumlah tersebut ditentukan menggunakan rumus besar sample proporsi untuk satu sampel populasi presisi dan menggunakan teknik proportional stratified random sampling dalam pemilihan sampel. Data status gizi dan karakteristik orangtua didapatkan melalui pengukuran antropometri dan kuesioner. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara univariat.Hasil penelitian didapati status gizi terbanyak pada kategori underweight dan perawakan terbanyak pada kategori normal. Untuk distribusi pada anak perawakan pendek didapati status gizi terbanyak dalam kategori underweight. Distribusi anak perawakan pendek menurut karakteristik orang tua didapati  pendidikan ibu terbanyak pada kategori menengah, pengetahuan ibu terbanyak pada kategori baik dan pendapatan orang tua terbanyak pada kategori rendah 


2020 ◽  
Vol 2 ◽  
pp. 506-513
Author(s):  
Hadriana Hadriana ◽  
Mahdum Mahdum ◽  
M. Jaya Adi Putra ◽  
Daeng Ayub Natuna

Literacy Village is a village area that is used to create people who have broad knowledge and understanding. At the same time, it is also a program to realize the Sustainable Development Goals in 2030. An important effort made as the first step to build a Literacy Village in Maredan Barat physically is to build a Community Reading Park, as well as building positive perceptions of the community towards Literacy Village. This paper will explain the efforts made in building this Literacy Village. To get feedback and people’s perceptions about the activities done, 56 respondents were asked to give their responce to the given questionnaire. Respondents were selected by stratified random sampling. The results of the questionnaire analysis show that the community has a positive perception of the development of Literacy Village. In general, activities of Literacy Village development can be said to be successful, although there are still obstacles due to the Covid-19 pandemic.


2021 ◽  
Vol 1 (12) ◽  
Author(s):  
Rika Nur Vidalia ◽  
Muhammad Azinar

Latar Belakang : Perkawinan usia dini adalah perkawinan pada remaja di bawah usia 19 tahun yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan. Masalah perkawinan dini juga terjadi di Kecamatan Sukadana. Selama kurun waktu 2020, terjadi sebanyak 283 perkawinan usia dini. Perkawinan usia dini dapat menimbulkan resiko baik bagi remaja yang menikah dini, anak yang akan dilahirkan, dan memiliki risiko perceraian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkawinan usia dini di Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur tahun 2020. Metode : jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan Cross Sectional. Sampel yang ditetapkan sebanyak 166 responden dengan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner terstruktur dan lembar observasi. Data dianalisis menggunakan uji chi-square serta uji regresi logistic menggunakan SPSS versi 20.0. Hasil : variabel yang berhubungan dengan perkawinan usia dini dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan (p=0,004, RP=0,796), pekerjaan orang tua (p=0,000, RP=0,237), pendapatan keluarga (p=0,001, RP=3,957), dan tingkat pengetahuan (p=0,000, RP=9,913). Sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan perkawinan usia dini adalah budaya (p=0,710, RP=1,373) dan peran teman sebaya (p=0,163, RP=0,604). Kesimpulan : perkawinan usia dini merupakan salah satu ancaman bagi pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. Untuk mengatasi hal ini perlu adanya kejasama dari berbagai pihak untuk mengupayakan pencegahan peningkatan angka kejadian perkawinan usia dini sebagai upaya preventif untuk menurunkan gangguan dan risiko yang dapat terjadi akibat perkawinan usia dini.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 843
Author(s):  
Olle Torpman ◽  
Helena Röcklinsberg

The United Nations Agenda 2030 contains 17 sustainable development goals (SDGs). These goals are formulated in anthropocentric terms, meaning that they are to be achieved for the sake of humans. As such, the SDGs are neglecting the interests and welfare of non-human animals. Our aim in this paper was to ethically evaluate the assumptions that underlie the current anthropocentric stance of the SDGs. We argue that there are no good reasons to uphold these assumptions, and that the SDGs should therefore be reconsidered so that they take non-human animals into direct consideration. This has some interesting implications for how we should understand and fulfil the pursuit of sustainability in general. Most noticeably, several SDGs—such as those regarding zero hunger (SDG 2), good health and wellbeing (SDG 3), clean water and sanitation (SDG 6)—should be achieved for animals as well. Moreover, the measures we undertake in order to achieve the SDGs for humans must also take into direct account their effects on non-human animals.


Author(s):  
Núria Garro ◽  
Jose Moros-Gregorio ◽  
Alejandro Quílez-Asensio ◽  
Daniel Jiménez-Romero ◽  
Ana Blas-Medina ◽  
...  

We present the activities of the Innocampus Explora innovation project developed on the Burjassot-Paterna campus of the Universitat de València and whose main objective is to show the interrelation between the different scientific and technical degrees on campus. In this year, the work team made up of students and professors from all the faculties and schools of the Burjassot-Paterna campus, have carried out activities around environmental issues. A cross-sectional and interdisciplinary vision of the problems of the uses of plastic and nuclear energy that link with several of the Sustainable Development Goals (SDGs) dictated by the United Nations. With the development of this project we contribute to quality transversal training for all participating students.


2021 ◽  
pp. 89-112
Author(s):  
Jennifer E. Lansford ◽  
W. Andrew Rothenberg ◽  
Sombat Tapanya ◽  
Liliana Maria Uribe Tirado ◽  
Saengduean Yotanyamaneewong ◽  
...  

This chapter uses evidence from the Parenting Across Cultures (PAC) project to illustrate ways in which longitudinal data can help achieve the Sustainable Development Goals (SDGs.) The chapter begins by providing an overview of the research questions that have guided the international PAC as well as a description of the participants, procedures, and measures. Next, empirical findings from PAC are summarized to illustrate implications for six specific SDGs related to child and adolescent development in relation to education, poverty, gender, mental health, and well-being. Then the chapter describes how longitudinal data offer advantages over cross-sectional data in operationalizing SDG targets and implementing the SDGs. Finally, limitations, future research directions, and conclusions are provided.


2020 ◽  
Vol 34 (2) ◽  
pp. 125-137 ◽  
Author(s):  
Kenneth A. Reinert

AbstractThe Sustainable Development Goals have attracted both defenders and critics. Composed of seventeen goals and 169 targets, the overly broad scope of the SDGs raises the question of whether there are priorities that need to be set within them. This essay considers the SDGs from the perspective of a “basic goods approach” to development policy, which takes a needs-based and basic-subsistence-rights view on policy priorities. It focuses on a subset of SDGs that directly address the provision of nutritious food, clean water, sanitation, health services, education services, and human security services. In doing so, it proposes a set of seven “basic development goals” and ten associated targets. It argues that this more focused approach can better protect basic rights, more effectively contribute to progress on human wellbeing, and make accountability more likely.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document