scholarly journals MODELPENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS EKOWISATA DI DESA SAMBORI KABUPATEN BIMA

2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 41-51
Author(s):  
Adi Hidayat Argubi ◽  
Ruli Inayah Ramadhoan ◽  
Tauhid Tauhid ◽  
Muhammad Taufiq

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah model pengembangan desa wisata yang berbasis ekowisata yang didasarkan pada potensi lokal, yaitu pelestarian alam lokal, konservasi seni-budaya masyarakat lokal, dan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini mengunakan metode deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Sambori Kabupaten Bima. Teknik pengambilan sampel adalah proporsional randomsampling. Jumlah sampel wisatawan diambil dengan quota sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini selain menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dan Focus Group Discussion (FGD), juga menggunakan metode Rapid Rural Apprasial (RRA), Indept Interview, Survey dan analisis SWOT. Sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Sambori memiliki potensi berupa keunikan bahasa lokal, adat istiadat, rumah adat, tradisi yang langgengkan masyarakat, kesenian lokal, panorama dan kekayaan alam gunung Lambitu yang mempesona, tata cara hidup dan mata pencaharian masyarakat adalah competitive adventages yang dimiliki Desa Sambori. Respon positif masyarakat dan wisatawan yang mendukung pengembanganmemberikan peluang dan prospek yang baik dalam pengembangan.Sedangkan model desa wisata berbasis ekowisata di Desa Sambori Kabupaten Bima yang cocok dengan potensi dan keunikan lokal yang dimiliki oleh Desa Sambori adalah model desa wisata yang dalam pengembangannya melibatkatkan masyarakat, pemerintah daerah, swasta dan juga pelibatan institusi lokal dalam pengembangannya

Author(s):  
MN Uddin ◽  
N Anjuman

Different tools and techniques of participatory approaches are the basic way of conducting qualitative research especially in the field of applied social science. Focus Group Discussion (FGD) is one of the main Participatory Rural Appraisal (PRA) technique often used in combination with others to achieve desired goals. Considering this concept, this paper attempts to review the PRA approach and then application of FGD, in combination with matrix scoring and ranking to identify problems and causes of climate change along with possible mitigation and adaptation strategies. A group of 20 students at post graduate level under the faculty of Agriculture and Horticulture at Humboldt University of Berlin, Germany those from different corner of the world was considered as target people of the study. The results concluded that “unpredictable weather events” was ranked as the present outstanding visible climate change problem caused by “human activities”. However, it was noted that if alternative renewable energy sources are exploited, this could contribute to solving the present climate change problem. This finding might have the good reference for the policy makers in the same line not only for developing countries but also for developed countries. DOI: http://dx.doi.org/10.3329/ijarit.v3i2.17848 Int. J. Agril. Res. Innov. & Tech. 3 (2): 72-78, December, 2013


Author(s):  
Masrukin ◽  
Toto Sugito ◽  
Bambang Suswanto ◽  
Ahmad Sabiq

AbstrakPenelitian ini bertujuan membuat model pemberdayaan masyarakat pascaerupsi Gunung Merapi di lokasi yang terkena dampak paling parah yaitu: di Desa Tlogolele Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, Desa Jumuyo Kecamatan Salam Kabupaten Magelang dan Desa Balerante Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah serta Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Provinsi Yogyakarta. Menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) untuk melakukan pengkajian keadaan desa secara partisipatif melalui wawancara mendalam, observasi dan focus group discussion (FGD). Hasil penelitian menunjukan dari keempat lokasi, memiliki kesamaan dalam model pemberdayaan yaitu: (1) Masyarakat membutuhkan serangkaian kegiatan pemberdayaan secara menyeluruh, antara kegiatan penyuluhan, pelatihan dan pendampingan. Karena selama ini, masyarakat telah mendapat penyuluhan, pelatihan dan bantuan, akan tetapi untuk program pendampingan yang dibutuhkan tidak diberikan. Akibatnya kurang mendukung pada keberlanjutan, peningkatan produktivitas dan pemasaran. (2) Masyarakat membutuhkan lembaga koperasi yang memiliki badan hukum sebagai pusat usaha perekonomian untuk memenuhi kebutuhan permodalan, bahan baku, dan akses jaringan pemasaran. (3) Masyarakat membutuhkan pelatihan secara periodik dan penguatan kembali kelompok siaga bencana di tingkat desa.AbstractThis research aims to create empowerment model after the eruption of Mount Merapi in locations most severely affected: Tlogolele Village of Selo District in Boyolali Regency, Jumoyo Village of Salam District in Magelang Regency and Balerante Village in Kemalang District of Klaten Regency in Central Java Province and Kepuharjo Village of Cangkringan District in Sleman Regency in Yogyakarta Province. The research used Participatory Rural Appraisal (PRA) method for assessing participatory village situation through in-depth interviews, observation and focus group discussion (FGD). The results showed that the four villages, had similarities in the empowerment model: (1) Community requires a series and comprehensive of empowerment activities between extension, training and mentoring. (2) Community requires cooperative institution as a business center to obtain capital, raw materials and network marketing access. (3) Finally the community should receive periodic training and transformed to be a disaster task force at the village level. 2013 Universitas Negeri Semarang


Author(s):  
Aris Slamet Widodo ◽  
Adhianty Nurjanah

Tujuan pengabdian di Pedukuhan Banjardadap, Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul adalah melakukan pemberdayaan masyarakat agar terjadi perubahan kesadaran serta perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Kelembagaan masyarakat pengelola sampah yaitu Ngudi Resik Barokah merupakan kelompok sasaran utama pendampingan ini. Metode yang digunakan adalah menggunakan pendekatan PRA (participatory rural appraisal) dengan teknik FGD (focus group discussion). Kegiatan yang dilaksanakan adalah penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan. Hasil kegiatan menunjukan meningkatnya komitmen dan terjadi perubahan sikap terhadap pentingnya pengelolaan sampah. Meningkatnya kemampuan pengurus dalam pengelolaan sampah organik rumah tangga dan teknik pemilahan sampah (3R). Terbentuknya inisiasi lembaga Pilah Sampah di Pedukuhan Banjardadap. Berdasarkan hasil pengabdian menunjukan bahwa target dari pengabdian telah tercapai yaitu meningkatnya kesadaran warga terkait pentingnya pengelolaan sampah sehingga terjadi perubahan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah serta penguatan kelembagaan Pilah Sampah.


2019 ◽  
Vol 34 (2) ◽  
Author(s):  
Akhmad Daerobi ◽  
Eko Suyono

<p>This study aims to formulate an institutional strengthening strategy in order to optimize the management of dryland farming as one of a central point in agribusiness in the Ex-Surakarta Residency, Central Java. The data in this study are collected using the participatory rural appraisal (PRA) method and analyzed with qualitative data analysis during 1 April to 30 September 2016 period. The strengthening strategy is developed through a focus group discussion (FGD) and analysis of hierarchy process (AHP). The result of this study shows that the institution of farmer production facilities is in a weak condition. Institutional within the cultivation activity, especially in the procurement of land, usually the norm of the lease are made jointly between two parties, while transactions between peasants and farm workers are made based on a Neoclassical contract which is built over a complex and long term relationship. In the institution of output processing, the relationship between peasants and processors can be included in a relational contract because it is based on the business relationship experienced by the two parties. Moreover, this study finds that the marketing institutional in the management of output is characterized by a fragile transaction between peasants and traders where in the level of supportive institutional, the role is still have not been playing well.</p><p><strong>Keywords</strong>: Institutional Strengthening, PRA, FGD, AHP</p><p><em>Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi penguatan kelembagaan </em><em>dalam rangka optimalisasi </em><em>pengelolaan lahan kering sebagai salah satu titik sentral dalam agribisnis di </em><em>Eks-</em><em>Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Data </em><em>dalam penelitian ini </em><em>dikumpulkan dengan menggunakan metode participatory rural appraisal (PRA) dan dianalisis dengan analisis data kualitatif</em><em> yang dilakukan pada 1 April sampai 30 September 2016</em><em>. Strategi penguatan dikembangkan melalui focus group discussion (FGD) dan analysis </em><em>of</em><em>hierarchy process (AHP). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelembagaan sarana produksi petani dalam kondisi lemah. Kelembagaan dalam kegiatan budidaya</em><em> pertanian</em><em>, terutama dalam pengadaan tanah, biasanya </em><em>dibuat </em><em>norma sewa bersama antara </em><em>ke</em><em>dua </em><em>belah </em><em>pihak</em><em>.</em><em> </em><em>S</em><em>ementara </em><em>itu </em><em>transaksi antara petani dan pekerja pertanian dilakukan berdasarkan kontrak </em><em>n</em><em>eoklasik yang dibangun di atas hubungan yang kompleks dan jangka panjang. </em><em> Pada l</em><em>embaga pemrosesan output, hubungan antara petani dan </em><em>pihak-pihak yang memproses hasil pertanian (pedagang) </em><em>dapat dimasukkan dalam kontrak relasional karena didasarkan pada hubungan bisnis yang dialami oleh kedua pihak. </em><em> Lebih lanjut, temuan penelitian menunjukkan bahwa k</em><em>elembagaan pemasaran dalam output ditandai dengan transaksi yang rapuh antara petani dan pedagang</em><em> dimana </em><em>kelembagaan</em><em> pendukung</em><em> </em><em>belum berperan baik dalam mengoptimalkan pemasaran</em><em>.</em><em></em></p><p><strong><em>Kata kunci:</em></strong><em> Penguatan Kelembagaan, PRA, FGD, AHP</em></p>


Author(s):  
Lawal Abdulrashid

Participatory Rural Appraisal (PRA) and Focus Group Discussion (FGD )are qualitative research techniques and important ways of understanding local perspectives (indigenous Knowledge) on different issues. The techniques involved the communities in the process of identifying problems and in devising ways for minimizing or solving the identified constraints on development. The techniques facilitate the use of IK of the community by relying on norms, values and belief system of communities to select data and other information relevant in guiding development process. It is argued that development solutions from outside are not always based on correct assumption and are sometimes economically unfeasible or culturally acceptable, conventional approaches to development have not achieve the desired result due to exclusion communities from the process of development initiative. It is suggested that PRA and FGD specifically and qualitative research generally, can be used to complement quantitative research or other methods in generating useful data and other relevant information for development initiatives


2021 ◽  
Vol 1 (4) ◽  
pp. 202-209
Author(s):  
Eko Teguh Paripurno ◽  
Nandra Eko Nugroho ◽  
Aditya Pandu Wicaksana ◽  
Gandar Mahojwala

Students' abilities are obtained not only from inside the classroom but outside the campus practice will be able to increase knowledge and provide hands-on experience. Independent Learning – Independent Campus provides an opportunity for this to be done. One form of learning activity for the Independent Learning – Independent Campus program is being involved in humanitarian projects. With students involved in humanitarian missions, learning outside the classroom is carried out and students gain experience by providing solutions to problems in disaster-prone areas according to their expertise. Merapi volcano is an area that can be used as a learning for students. Preparedness is an activity that will provide students with experience and knowledge. This study plans a curriculum for student activities in the post-village contingency plan process, and in a participatory manner to obtain community agreement through a focus group discussion process with participatory rural appraisal tools, so that the placement of student functions can be following the needs of the residents.


2019 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 11
Author(s):  
Marina Sulistyati ◽  
Linda Herlina

Usaha sapi Pasundan di Jawa Barat sebagian besar dilakukan oleh peternak rakyat yang dilakukan secara berkelompok, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa potensi kelompok belum optimal. Bey Anwar (2004) menunjukkan bahwa pengembangan sistem usahatani integrasi ternak-padi perlu dilakukan melalui pendekatan kelompok, karena cara ini dapat memudahkan pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pelatihan selain mengintensifkan komunikasi di antara anggota kelompok maupun antara anggota kelompok dan pemerintah. Potensi kelompok perlu dikembangkan karena keinginan dan motivasi dari para peternak adalah mengembangkan peran kelompoknya untuk mengatasi secara bersama manajemen pemeliharaan sapi Pasundan.  Partisipasi peternak dalam kelompok sangat penting bagi keberlangsungan kelompok dan tidak dapat diabaikan tanpa memperhatikan aktivitas anggota. Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah: 1) Mengetahui aktivitas kelompok peternak sapi Pasundan; 2) Mengkaji pemahaman peternak mengenai manajemen pemeliharaan panca usaha sapi Pasundan.  Metode yang digunakan untuk meningkatkan dinamika kelompok dilakukan melalui tehnik PRA (Participation Rural Appraisal) partisipasi anggota kelompok melalui pola FGD (Focus Group Discussion), sedangkan meningkatkan pengetahuan manajemen pemeliharaan sapi Pasundan dilakukan melalui penyuluhan dan demonstrasi. Dinamika kelompok peternak secara umum termasuk kategori sedang dan peternak menunjukkan pengingkatan pengetahuan setelah mengikuti penyuluhan. Dinamika kelompok dijelaskan oleh dimensi-dimensi meliputi: 1) kepemimpinan ketua kelompok, 2) tujuan kelompok, 3) struktur kelompok, 4) fungsi tugas kelompok, 5) pembinaan dan pemeliharaan kelompok, 6) kekompakan kelompok, 7) suasana kelompok, dan 8) tekanan kelompok. Pemahaman peternak mengenai manajemen pemeliharaan ternak sapi Pasundan pada kategori sedang, meliputi:1) bibit dan reproduksi, 2)pemberian pakan, 3) pola pemeliharaan, 4) perkandangan, 5) pengendalian penyakit.


Inovasi ◽  
2018 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 153-162 ◽  
Author(s):  
Wanda Kuswanda

Salah satu habitat gajah yang masih tersisa adalah Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), terutama di wilayah Besitang. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi, kepemilikan lahan, pemetaan wilayah dan mitigasi konflik manusia dengan gajah di Resort Besitang, TNGL. Metode pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner, wawancara dan Focus Group Discussion (FGD). Analisis data menggunakan tabel frekuensi dan analisa deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah yang memiliki potensi konflik gajah di Resort Besitang adalah Daerah Halaban, Aras Senapal, Sekundur, Bukit Selamat dan Bukit Mas dengan intensitas konflik rendah sampai tinggi. Penyebab utama konflik manusia dengan gajah adalah fragmentasi kawasan hutan,  ketidakpastian status lahan di daerah penyangga, pertumbuhan penduduk yang tinggi dan meningkatnya pendatang di wilayah Besitang, perambahan dan ilegal logging yang terus terjadi, minimnya kesadaran masyarakat dan peranan lembaga desa dalam mendukung konservasi gajah. Rekomendasi resolusi mitigasi konflik gajah diantaranya: 1) memperbaiki habitat gajah yang sudah terfragmentasi di dalam kawasan TNGL; 2) meningkatkan peran Tim CRU (Conservation Response Unit); 3) membentuk unit reaksi cepat penanganan konflik gajah dengan melibatkan para pihak; 4) menanam jenis tanaman yang tidak disukai dan dijauhi oleh gajah; 5) mereduksi ketergantungan masyarakat akan sistem pertanian yang membutuhkan lahan yang luas; 6) mengembangkan program untuk membantu peningkatan hasil panen; dan,  7) penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman bahwa gajah merupakan bagian dari ekosistem yang harus lestari.   Kata kunci: gajah, konflik, habitat, Besitang, Taman Nasional Gunung Leuser


2019 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 14-21
Author(s):  
Rili Windiasih

Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi sudah menjadi kebutuhan sekaligus tantangan khususnya bagi pemerintah daerah dalam komunikasi pembangunan untuk pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat. Penelitian menggunakan metode kualitatif studi kasus, dengan pengumpulan data melalui dokumentasi, wawancara, pengamatan dan Focus Group Discussion (FGD). Subjek penelitian dipilih secara purposif yaitu pemerintah daerah di Eks-KaresidenanBanyumas Jawa Tengah, akademisi dan civil society. Penelitian dianalisis dengan analisis interaktif melalui reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpuan dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pentingnya komunikasi pembangunan dengan media teknologi informasi dan komunikasi melalui e-Government untuk meningkatkan pelayanan publik yang baik, cepat dan responsif, adanya partisipasi aktif dari publik dan transparansi baik anggaran serta program pembangunan. (2) Perlunya mengantisipasi adanya kesenjangan teknologi informasisehingga membutuhkan peningkatan kompetensi sumber daya manusia di pemerintahan daerah dan publik, serta memperluas fasilitas akses jaringan informasi.Kata kunci: komunikasi pembangunan, pelayanan publik, partisipasi, teknologi informasi, transparansi 


Widyaparwa ◽  
2017 ◽  
Vol 45 (2) ◽  
pp. 151-164
Author(s):  
Novita Sumarlin Putri

Tindak tutur komisif merupakan salah satu aspek pragmatik yang harus diperhatikan oleh penerjemah ketika menerjemahkan teks. Hal itu dilakukan agar menghasilkan terjemahan yang berkualitas dari aspek keakuratan dan keberterimaan. Berdasarkan alasan tersebut, penelitian ini bertujuan mendiskripsikan tingkat keakuratan dan keberterimaan terjemahan kalimat yang mengakomodasi tindak tutur komisif dengan pendekatan pragmatik. Data yang digunakan ialah tuturan komisif dan hasil penilaian kualitas terjemahan. Data bersumber dari novel Insurgent karya Veronica Roth dan informan. Data dikumpulkan dengan cara analisis dokumen, kuesioner dan Focus Group Discussion. Selanjutnya, data dianalisis dengan cara analisis domain, taksonomi, komponensial, dan tema budaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjemahan dalam novel Insurgent mempunyai nilai keakuratan dan keberterimaan yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tingkat keakuratan dan keberterimaan pada setiap jenis tindak tutur komisif memiliki dampak terhadap kualitas keseluruhan terjemahan kalimat yang mengandung tindak tutur komisif.Commissive speech act is one of the pragmatic aspects to regard by the translator in translating the text. It aims to produce a qualified translation in regarding accuracy and acceptability aspects. According to the aspects, this research aims to describe accuracy and acceptability of translation in sentences which accommodate commissive speech act using pragmatic approach. The data used is commissive speech and qualitative translation value result. The sources of the data are an Insurgent novel by Veronica Roth and informants. The data were collected through document analysis, questionnaire, and Focus Group Discussion then analyzed the domain, taxonomic, componential analysis, and cultural theme. The result shows that translation in the Insurgent novel has high accuracy and acceptability values. This research concludes that the accuracy and acceptability level in each commissive speech act has an impact on quality of whole translated sentences which contain commissive speech act.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document