scholarly journals Hubungan Asupan Protein, Zat Besi, dan Seng Dengan Kejadian Infeksi Kecacingan Pada Balita Di Kota Semarang

2018 ◽  
Vol 7 (4) ◽  
pp. 177
Author(s):  
Talitha Ulayya ◽  
Aryu Candra Kusumastuti ◽  
Deny Yudi Fitranti

Latar Belakang : Protein, zat besi dan seng adalah pembentuk antibodi yang berpengaruh pada sistem imunitas anak terhadap serangan infeksi. Kejadian infeksi kecacingan pada balita di Indonesia Tahun 2006 sekitar 21%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan asupan protein, zat besi, dan seng dengan kejadian infeksi kecacingan pada balita.Metode : Jenis penelitian ini adalah cross sectional dengan subjek balita berusia 2-5 tahun (n= 50), diambil dengan teknik purposive sampling. Data yang dikumpulkan meliputi riwayat asupan protein,zat besi,dan seng diambil menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ). Data personal hygiene dan sanitasi lingkungan dikumpukan dengan pengisian kuesioner. Data kejadian infeksi kecacingan diperoleh dengan pengisian kuesioner tanda gejala dan uji laboratorium dengan metode kato-katz. Data dianalisis menggunakan Uji Fisher’s Exact.Hasil : Terdapat satu subjek terinfeksi cacing Enterobius vermicularis. Berdasarkan gejala,sebanyak 6% subjek diketahui positif infeksi kecacingan. Berdasarkan tanda, 2% subjek diketahui positif infeksi kecacingan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 46% subjek memiliki personal hygiene tidak baik, dan 62% subjek memiliki sanitasi lingkungan tidak baik. Asupan protein, zat besi, dan seng tidak menjadi faktor yang mempengaruhi infeksi kecacingan.Simpulan : Tidak ditemukan hubungan antara asupan protein,zat besi,dan seng dengan kejadian infeksi kecacingan pada balita.

2013 ◽  
Vol 2 (4) ◽  
pp. 713-719
Author(s):  
Nugraheni Saptyaningtiyas ◽  
Aryu Candra Kusumastuti

Latar Belakang : Anemia merupakan masalah utama pada wanita hamil dan menyusui. Hal tersebut berkaitan dengan defisiensi asupan mikronutrien seperti zat besi, asam folat dan vitamin B12. Anemia pada ibu dapat berhubungan dengan pola asuh ibu, kualitas dan kuantitas ASI yang akan berpengaruh pada status gizi bayi. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kejadian anemia pada ibu menyusui dengan status gizi bayi usia 7-12 bulan.Metode : Desain penelitian cross-sectional dengan subjek 51 ibu menyusui yang dipilih secara purposive sampling. Kadar hemoglobin ibu diukur menggunakan metode Cyanmethemoglobin, berat badan bayi diukur dengan Baby Scale. Asupan mikronutrien ibu diperoleh dengan metode Recall 24 jam dan asupan MPASI diperoleh dengan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) kemudian dihitung dengan nutrisoft. Analisis bivariat menggunakan uji Chi Square.Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa 58,8% ibu menyusui mengalami anemia dan 9,8% bayi usia 7-12 bulan mengalami gizi kurang. Rerata kadar hemoglobin ibu 11,8 gr/dL dan rerata z-score bayi -0,40 ± 1,00 SD. Asupan MPASI 74,5% tergolong kurang. Tidak ada hubungan bermakna antara kejadian anemia pada ibu menyusui dengan status gizi bayi usia 7-12 bulan (p=0,95) dan tidak ada hubungan bermakna antara asupan MPASI dengan status gizi bayi usia 7-12 bulan (p=0,16).Simpulan : Tidak ada hubungan antara kejadian anemia ibu menyusui dengan status gizi bayi usia 7-12 bulan.


2019 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 110-117
Author(s):  
Youvita Indamaika Simbolon ◽  
Triyanti Triyanti ◽  
Ratu Ayu Dewi Sartika

Latar belakang: Tingkat kepatuhan diet di Indonesia rata-rata masih rendah. Diet dalam menjaga makanan seringkali menjadi kendala karena masih tergoda dengan segala makanan yang dapat memperburuk kesehatan. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sampel yang diteliti adalah seluruh penderita diabetes melitus tipe 2 dengan rentang usia 25-65 tahun yang sedang rawat jalan, sampel diambil dengan metode non-random sampling dengan teknik purposive sampling sebanyak 130 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran antropometri, pengisian kuesioner, form food recall 1x24 jam dan semi-quantitative food frequency questionnaire (SFFQ). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13,8% responden yang patuh diet. Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2 dengan jenis kelamin (p=0,008) dan lama menderita (p=0,044). Hasil uji regresi logistik menunjukkan lama menderita merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan: Penderita diabetes melitus diharapkan untuk memperhatikan pola makan yang dianjurkan dan melaksanakannya dengan baik, mampu secara aktif untuk meningkatkan pengetahuannya terkait penyakit diabetes melitus dan faktor-faktor terkait lainnya dan tetap mempertahankan pola makan yang sudah dijalankan bagi yang sudah lama menderita diabetes melitus tipe 2.


2019 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 17
Author(s):  
Indah Palupi

Abstrak Remaja sering kali mengalami permasalahan gizi, baik gizi kurang maupun gizi lebih. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi status gizi pada remaja. Salah satunya adalah kebiasaan makan remaja yang melewatkan waktu makan, makan tidak teratur, tidak menyukai makanan tertentu, serta mengurangi frekuensi makan. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan dengan status gizi pada mahasiswa STIK Immanuel Bandung. Desain dalam penelitian ini menggunakan cross sectional study, dengan pendekatan purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa STIK Immanuel Bandung. Rumus yang digunakan untuk perhitungan sampel adalah slovin, sehingga berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan 68 sampel. Kebiasaan makan diukur menggunakan kuesioner Food Frequency Questionnaire dan status gizi diukur menggunakan alat microtoise serta timbangan berat badan. Data dianalisis menggunakan uji statistik Chi-square. Hasil dalam penelitian didapatkan nilai signifikan 0,648 (p > 0,05) ini berarti tidak adanya hubungan antara kebiasaan makan dengan status gizi pada mahasiswa STIK Immanuel Bandung. Kata Kunci : kebiasaan Makan, Status Gizi, Mahasiswa Abstract Teenagers often experience nutritional problems, both malnutrition and over weight. This is because many factors can affect nutritional status in adolescents. Adolescents have many eating habits. Some of adolescents often skip meals, eat irregularly, do not like certain foods, and reduce the frequency of eating. The aimed of this study was to determine the relationship between food behaviour with nutritional status in Immanuel Institute of Health Science’s Student College. Design of this study was cross sectional, with purposive sampling. 68 student college from Immanuel Institute of Health Science used as participant. Food behaviour was measured by Food Frequency Questionnaire (FFQ). Nutritional status was measured by stature meter and weight scales. Data were analyzed by Chi-quare. Results showed that there were no relationship between food beaviour and nutritional status in Immanuel Institute of Health Scince’s student college (r = 0,648; p = > 0.05). Keyword : food behaviour, nutritional status, student college.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 203-211
Author(s):  
Permadina Kanah

Status gizi merupakan keadaan yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik terhadap energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan yang dampak fisiknya dapat diukur. Status gizi dipengaruhi oleh faktor status kesehatan, pengetahuan, ekonomi, dan juga dapat dipengaruhi oleh pola konsumsi. Pengetahuan gizi yang rendah dapat penyebab timbulnya masalah gizi dan perubahan kebiasaan makan, serta pola konsumsi makanan bergizi pada masa remaja. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan pola konsumsi dengan status gizi pada mahasiswa Fakultas Kesehatan UNUSA. Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester 6 Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Prodi Gizi Fakultas Kesehatan UNUSA. Teknik pemilihan sampel dengan cara Purposive Sampling dan didapatkan jumlah sampel sebesar 79 mahasiswa. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner pengetahuan gizi, pola konsumsi dengan Food Frequency Questionnaire (FFQ), dan status gizi menggunakan pengukuran IMT. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 21 tahun yaitu 46 mahasiswa (58,20%). Sebagian besar berjenis kelamin perempuan, yaitu 65 mahasiswa (82,30%). Terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan, pola konsumsi dengan status gizi pada mahasiswa dimana p = 0,001 (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin rendah pengetahuan mahasiswa tentang gizi dan semakin kurang baik pola konsumsi mahasiswa maka akan semakin besar kemungkinan untuk memiliki status gizi kurus atau gemuk. Saran agar mahasiswa perlu memperhatikan pola konsumsi makan yang sesuai dengan gizi seimbang guna tercapai status gizi yang baik.


2019 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 31
Author(s):  
Sumartini Sumartini

Mahasiswa merupakan sumber daya manusia untuk pembangunan di masa mendatang. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia banyak faktor yang mempengaruhi. Salah satu faktor penting untuk menjaga kualitas hidup manusia yang optimal adalah kesehatan dan gizi, sedangkan kualitas sumber daya manusia digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi, usia, harapan hidup dan tingkat pendidikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi, pola konsumsi dan raihan  nilai pada matakuliah ilmu gizi pangan pada mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan FT UNPAS Bandung. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pola konsumsi sesuai dengan pengetahuan gizi sehingga siswa dapat memperoleh status gizi ideal dan meningkatkan kesadaran akan kebiasaan makan yang baik di Program Studi Teknologi Pangan FT UNPAS Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional analitik dengan menggunakan pengetahuan gizi, pola konsumsi dan status gizi sebagai variabel. Total populasi adalah 300 mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan FT UNPAS yang mengambil matakuliah ilmu gizi pangan Bandung. Sampel sebanyak 175  siswa ditentukan dengan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner pengetahuan gizi dan Food Frequency Questionnaire (FFQ). Data tabulasi dan analisis data disajikan dalam persentase dan analisis korelasi dengan metode Chi Square. Berdasarkan penelitian menunjukkan: (1) ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi, (2) ada hubungan antara pola konsumsi dengan status gizi, (3) ada hubungan antara pengetahuan gizi dan pola konsumsi dengan status gizi pada mahasiswa (4) ada hubungan antara raihan nilai dengan status gizi, pada mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan FT UNPAS  dan jajanan yang ada di kampus IV UNPAS sudah memenuhi asupan gizi untuk makanan siang mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan FT UNPAS.  


2020 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 69-78
Author(s):  
Nurlaili Handayani ◽  
Muhammad Dawam Jamil ◽  
Ika Ratna Palupi

Faktor gizi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan belajar anak, termasuk pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berada pada usia remaja dan disiapkan sebagai tenaga terampil sesuai bidang keahliannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan faktor gizi yang meliputi asupan energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, dan zink), kebiasaan sarapan, dan status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMK di Sleman, DIY. Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross sectional pada 100 siswa kejuruan dengan jurusan bidang teknik kendaraan ringan yang berasal dari SMKN 2 Depok, SMKN 1 Seyegan dan SMK Muhammadiyah Prambanan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner karakteristik individu dan semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Status gizi ditentukan dengan indikator IMT/U dan prestasi belajar diukur dari nilai ujian praktik mata pelajaran kejuruan. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan subjek memiliki asupan energi defisit (68%), protein defisit (40%), lemak defisit (57%), karbohidrat defisit (65%), vitamin C defisit (27%), zat besi defisit (59%), zink defisit (93%), status gizi normal (67%), dan kebiasaan sarapan jarang (35%). Tidak terdapat hubungan antara tingkat asupan energi dan zat gizi serta status gizi dengan prestasi belajar (p>0,05) tetapi ada hubungan signifikan antara kebiasaan sarapan (p=0,010) serta pekerjaan ayah dan ibu (p=0,030 dan p=0,031) dengan prestasi belajar. Disimpulkan bahwa kebiasaan sarapan merupakan faktor gizi yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa SMK.


2021 ◽  
Vol 10 ◽  
Author(s):  
Sabuktagin Rahman ◽  
Patricia Lee ◽  
Santhia Ireen ◽  
Moudud ur-Rahman Khan ◽  
Faruk Ahmed

Abstract A validation study of an interviewer-administered, seven-day semi-quantitative food frequency questionnaire (7-d SQFFQ) was conducted in Bangladeshi rural preschool age children. Using a cross-sectional study design, 105 children from 103 households were randomly selected. For the SQFFQ, a list of commonly consumed foods was adapted from the Bangladesh national micronutrient survey 2011–12. The data on the actual number of times and the amount of the children's consumption of the foods in the preceding 1 week were collected by interviewing the mothers. The intake was compared with two non-consecutive days 24-h dietary recalls conducted within 2 weeks after the SQFFQ. Validity was assessed by the standard statistical tests. After adjusting for the energy intake and de-attenuation for within-subject variation, the food groups (cereals, animal source foods, milk and the processed foods) had ‘good’ correlations between the methods (rho 0⋅65–0⋅93; P < 0⋅001). Similarly, the macronutrients (carbohydrate, protein and fats) had ‘good’ correlations (rho 0⋅50–0⋅75; P < 0⋅001) and the key micronutrients (iron, zinc, calcium, vitamin A, etc.) demonstrated ‘good’ correlations (rho 0⋅46–0⋅85; P < 0⋅001). The variation in classifying the two extreme quintiles by the SQFFQ and the 24-h recalls was <10 %. The results from Lin's concordance coefficients showed a ‘moderate’ to ‘excellent’ absolute agreement between the two methods for food groups, and nutrients (0⋅21–0⋅90; P < 0⋅001). This interviewer-administered, 7-d SQFFQ with an open-ended intake frequency demonstrated adequate validity to assess the dietary intake for most nutrients and suitable for dietary assessments of young children in Bangladesh.


Author(s):  
Benjamin Miller ◽  
Paul Branscum

The purpose of this study was to evaluate the association between non-nutritive sweetener (NNS) consumption and stress and anxiety, among a sample of college students. Two-hundred and twenty-seven students from a large mid-western university participated in this cross-sectional study. Students completed an online survey that evaluated NNS using a validated food frequency questionnaire. Stress and anxiety were evaluated using previously validated instruments. Most students reported very low/low/average concern for stress (63.9%), and had low/moderate anxiety (82.3%). Participants experiencing high and very high levels of stress had significantly higher NNS consumption compared to those with a very low and low risk, and concern for stress ( p < .046; d = 0.28). There was no difference however for NNS intake and anxiety. Reduction of artificial sweetener intake may be associated with stress levels among college students. However, more research is needed to examine any causal relationship between artificial sweetener intake and stress.


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 91
Author(s):  
Septi Lidya Sari ◽  
Diah Mulyawati Utari ◽  
Trini Sudiarti

Latar Belakang: Minuman berpemanis kemasan merupakan jenis minuman padat kalori dan tinggi gula, namun rendah nilai gizi. Konsumsi minuman berpemanis secara berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit tidak menular, seperti obesitas, diabetes melitus tipe II, dan penyakit kardiovaskular. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi konsumsi minuman berpemanis kemasan dan mengetahui apakah terdapat perbedaan proporsi konsumsi minuman berpemanis kemasan berdasarkan karakteristik individu dan penggunaan label informasi nilai gizi (ING) pada kalangan remaja. Metode: Desain studi yang digunakan, yaitu cross sectional dengan jumlah responden sebanyak 167 siswa kelas X dan XI pada salah satu SMA swasta (SMAS) di Jakarta Timur. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner online dan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) secara mandiri. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji Chi-Square. Hasil: Tingkat konsumsi minuman berpemanis kemasan pada sebagian besar responden (55,1%) tergolong tinggi (≥3 kali per hari). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna proporsi konsumsi minuman berpemanis kemasan berdasarkan jenis kelamin (p=0,03) dan kemampuan membaca label ING (p=0,011). Kesimpulan: Tingkat konsumsi minuman berpemanis kemasan cenderung lebih tinggi pada responden laki-laki dan juga pada responden dengan kemampuan membaca label ING rendah.


2003 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 147-157 ◽  
Author(s):  
Keiko Ogawa ◽  
Yoshitaka Tsubono ◽  
Yoshikazu Nishino ◽  
Yoko Watanabe ◽  
Takayoshi Ohkubo ◽  
...  

AbstractObjectives:To examine the validity and reproducibility of a self-administered food-frequency questionnaire (FFQ) used for two cohort studies in Japan.Design:Cross-sectional study.Setting:Two rural towns in the Miyagi Prefecture, in north-eastern Japan.Subjects:Fifty-five men and 58 women.Results:A 40-item FFQ was administered twice, 1 year apart. In the mean time, four 3-day diet records (DRs) were collected in four seasons within the year. We calculated daily consumption of total energy and 15 nutrients, 40 food items and nine food groups from the FFQs and the DRs. We computed Spearman correlation coefficients between the FFQs and the DRs. With adjustment for age, total energy and deattenuation for measurement error with the DRs, the correlation coefficients for nutrient intakes ranged from 0.25 to 0.58 in men and from 0.30 to 0.69 in women, with median of 0.43 and 0.43, respectively. Median (range) of the correlation coefficients was 0.35 (−0.30 to 0.72) in men and 0.34 (−0.06 to 0.75) in women for food items and 0.60 (−0.10 to 0.76) and 0.51 (0.28–0.70) for food groups, respectively. Median (range) of the correlation coefficients for the two FFQs administered 1 year apart was 0.49 (0.31–0.71) in men and 0.50 (0.40–0.64) in women for nutrients, 0.43 (0.14–0.76) and 0.45 (0.06–0.74) respectively for food items, and 0.50 (0.30–0.70) and 0.57 (0.39–0.66) respectively for food groups. Relatively higher agreement percentages for intakes of nutrients and food groups with high validity were obtained together with lower complete disagreement percentages.Conclusions:The FFQ has a high reproducibility and a reasonably good validity, and is useful in assessing the usual intakes of nutrients, foods and food groups among a rural Japanese population.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document