scholarly journals HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA DI BAGIAN MIXING PT. ELANGPERDANA TYRE INDUSTRY TAHUN 2020

PROMOTOR ◽  
2021 ◽  
Vol 4 (4) ◽  
pp. 338
Author(s):  
Nanda Fitriyani Ainiyyah ◽  
Anissatul Fathimah ◽  
Andi Asnifatima

Kebisingan merupakan salah satu faktor bahaya fisik yang sering di jumpai di lingkungan kerja, dimana kebisingan tersebut dapat menyebabkan gangguan psikologis serta stress kerja. Menurut NIOSH (2010), penyakit akibat kebisingan kerja ditemukan pada 17.00 kasus dari 59.100 kasus, yaitu sejumlah 1 dari 9 penyakit akibat kerja yang dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebisingan terhadap stress kerja pada pekerja di bagian <em>mixing </em>PT. ElangPerdana  tyre industry. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Teknik pengambilan sampel menggunakan <em>total sampling </em>dengan jumlah sampel 68 responden. Pengambilan data kebisingan dengan menggunakan alat <em>sound level meter </em>wawancara mendalam mengenai alat pelindung telinga serta penyebaran kuesioner. Analasis data penelitian menggunakan aplikasi statistik dengan menggunakan uji <em>Chi-Square. </em>Diketahui nilai <em>p-value </em>Beban kerja mental (<em>p-value=</em>0,022) artinya <em>p- value</em>&lt;0,05 menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara beban kerja mental terhadap stress kerja pada pekerja di bagian <em>mixing</em>. Hasil uji statistik <em>Chi-Square Test </em>diperoleh nilai kebisingan (<em>p-value=</em>0,575), usia (<em>p-value=</em>1,000), tingkat pendidikan (<em>p-value=</em>1,000), masa kerja (<em>p-value=</em>0,680) dari ketiga variable tersebut tidak ada hubungan yang signifikan terhadap stress kerja pada pekerja di bagian <em>mixing </em>PT. Elangperdana Trye Industry, dan hasil penelitian ini menunjukan  51 pekerja (75,0%) tidak mengalami stress kerja dan 17 pekerja (25,0%) mengalami stress kerja. Pengukuran kebisingan pada pekerja di bagian <em>mixing </em>PT. Elangperdana Tyre Industry terdapat 3 titik yang memiliki nilai ambang batas &gt;85 dBA yaitu Feeding CV MIX 2 (93,7 dBA), Mill 2 MIX 2 (89,1 dBA), Cement House (88,1 dBA). Kesimpulan dari penelitian yang memiliki hubungan antara kebisingan terhadap stress kerja yaitu beban kerja mental dan yang tidak memiliki hubungan yaitu, kebisingan, usia, tingkat Pendidikan, dan masa kerja. Saran Melakukan safety talk kepada pekerja sebagai bentuk sosialisasi tentang bahaya kebisingan di tempat kerja kepada pekerja, Tenaga kerja yang bekerja di area bising dapat saling mengawasi, mengingatkan dan menegaskan rekan kerja sehingga dapat membangun kedisiplinan dan konsisten dalam penggunaan Alat Pelindung Telinga.

PROMOTOR ◽  
2021 ◽  
Vol 4 (4) ◽  
pp. 329
Author(s):  
Jundan Sibti Umar ◽  
Rubi Ginanjar ◽  
Rahma Listyandini

<div class="WordSection1"><p>Perkembangan teknologi pada indutri dapat mengakibatkan risiko kesehatan pada pekerja. Kebisingan yang dihasilkan dari mesin dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan <em>auditori </em>maupun <em>non-auditori </em>bagi tenaga kerja. Salah satu gangguan <em>non-auditori </em>dari paparan kebisingan yang dapat mengganggu kinerja tenaga kerja adalah stres kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan kebisingan terhadap stress kerja pada tenaga kerja pengolahaan kelapa sawit PTPN VIII PKS 2 Cikasungka Kabupaten Bogor Tahun 2020. Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan desain penelitian <em>cross sectional. </em>Jumlah populasi sebanyak 42 pekerja bagian pengolahan dengan jumlah sampel seluruh populasi. Teknik pengambilan sampling menggunakan <em>nonprobability sampling </em>dengan mengambil sampling jenuh. Pengambilan data kebisingan dilakukan dengan pengukuran langsung menggunakan alat <em>sound level meter </em>dan kuesioner. Analisis data penelitian menggunakan aplikasi statistic dengan menggunakan uji <em>chi-square. </em>Hasil penelitian didapat, intensitas kebisingan di PTPN VIII PKS 2 Cikasungka di enam stasiun berkisar antara 84,6-97,5 dBA dan stress kerja menunjukan bahwa 31 tenaga kerja (73,8%) mengalami stress ringan dan 11 tenaga kerja (26,2%) mengalami stress berat. Hasil uji statistic <em>Chi-Square Test </em>menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kebisingan dengan stress kerja dengan nilai <em>p-value </em>adalah 1,000 (p&gt;0,05) dan ada hubungan antara beban kerja dengan stress kerja dengan <em>p- value </em>adalah 0,043 (p&lt;0,05) Kesimpulan dari penelitian ini adalah kebisingan di PTPN VIII PKS 2 Cikasungka melebihi nilai ambang batas 85 dBA dengan tidak ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stress kerja dan ada hubungan beban kerja dengan stress kerja pada tenaga kerja pengolahan kelapa sawit PTPN VIII PKS 2 Cikasungka Kabupaten Bogor Tahun 2020. Tingkat kebisingan yang tinggi dapat berpotensi menimbulkan stress kerja. Untuk itu disarankan untuk melakukan pengendalian kebisingan dengan cara mengecek, dan memberi pelumas pada mesin dan menyediakan alat pelindung telinga untuk tenaga kerja agar mengurangi tingkat kebisingan yang tinggi.</p></div>


2021 ◽  
Author(s):  
NAHDHA SYARIFAH ◽  
Dwi Septiawati

Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal dari tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh secara terus-menerus. Intensitas kebisingan dapat menjadi faktor risiko terjadinya kejadian hipertensi pada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas kebisingan dengan kejadian hipertensi pada masyarakat di pemukiman Kelurahan 26 Ilir Kecamatan Bukit Kecil Kota Palembang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dengan teknik pengambilan sampel secara Purposive Sampling sebanyak 105 responden. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mini InScience Pro SQ-100 Sound Level Meter dan Aneroid Sphygmomanometer. Data dianalisis secara univariat, bivariat dengan menggunakan uji Chi Square, dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda dan model faktor risiko. Hasil bivariat menunjukan ada hubungan antara intensitas kebisingan (p-value 0,000), usia (p-value 0,032), aktivitas fisik (pvalue 0,038), jarak rumah (p-value 0,004), barrier (p-value 0,001), dan tidak ada hubungan antara riwayat keluarga (p-value 0,828), merokok (p-value 0,782), serta keberadaan tanaman hias (p-value 0,058) terhadap kejadian hipertensi, dan pada analisis multivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan kejadian hipertensi pada masyarakat (p-value = 0,013) setelah dikontrol dengan variabel usia, riwayat keluarga, jarak rumah, dan barrier. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang terpapar kebisingan tinggi secara terus menerus dapat meningkatkan risiko untuk mengalami hipertensi. Saran yang dapat diberikan adalah diharapkan masyarakat rutin beraktivitas fisik setidaknya 10 menit setiap harinya, menambah barrier serta menanam tanaman hias.


PROMOTOR ◽  
2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 114
Author(s):  
Firdha Wahyuni Ardianty ◽  
Anissatul Fathimah ◽  
Andi Asnifatima

<div class="WordSection1"><p>Amerika Serikat, berdasarkan <em>National Institute for Deafness and Communication Disorders </em>(NICDC) dan <em>National Occupational Safety and Health Administration </em>(OSHA) pada  tahun 2008 mengatakan bahwa lebih dari 30-40 juta masyarakat Amerika Serikat terpajam bunyi bising yang menyebabkan gangguan <em>non audiotory</em>. Selain itu menurut <em>National Institute For Occupational Safety And Health </em>(NIOSH) diketahui bahwa 22 juta pekerja memiliki potensi mengalami gangguan <em>non audiotory </em>setiap tahunnya. Di berbagai industri di Indonesia, angka kebisingan ini berkisar antara 30-50%. Sehingga gangguan <em>non audiotory </em>menjadi permasalahan yang patut diperhatikan bagi perindustrian di Indonesia. Pada tahun 2007, sekitar 23.000 orang kasus dilaporkan sebagai gangguan <em>non audiotory </em>akibat mesin-mesin yang menghasilkan intensitas kebisingan di ats NAB (Muslim, 2015). Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan yaitu  gangguan <em>audiotory </em>dan gangguan <em>non audiotory</em>. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pajanan kebisingan dengan gangguan <em>non audiotory </em>pada petugas keamanan dalam (PKD) pada PT Kereta Api Indonesia (KAI) di stasiun bogor. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel independen meliputi pajanan kebisingan, umur pekerja, masa kerja, pendidikan, lama pajanan/jam kerja dan alat pelindung telinga sedangkan variabel dependennya yaitu gangguan <em>non audiotory</em>. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Teknik pengambilan sampel menggunakan <em>Non-probability Sampling </em>dengan jumlah sampel penelitian sebesar 75 responden. Pengambilan data kebisingan dengan menggunakan alat <em>sound level meter</em>, menyebarkan kuesioner serta wawancara mendalam mengenai alat pelindung telinga. Analisis data penelitian menggunakan aplikasi statistic dengan menggunakan uji <em>chi-square</em>. Berdasarkan hasil penelitian ini, kebisingan pada petugas keamanan dalam stasiun bogor di empat titik pengukuran nilai minimum sebesar 84,5 dBA dan nilai maksimum sebesar 92,5 dBA dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 50 pekerja (66,7%) tidak mengalami gangguan <em>non audiotory </em>dan 25 pekerja (33,3%) mengalami gangguan <em>non audiotory</em>. Hasil uji statistic <em>Chi-Square Test </em>diperoleh dari enam variabel yang diteliti diketahui bahwa semua variabel tidak bermakna dengan nilai  pajanan  kebisingan (<em>p-value</em>=0,111), umur (<em>p-value</em>=0,683), masa kerja (<em>p-value</em>=0,173) yang memiliki nilai (<em>p-value</em>&gt;0,05) artinya dari variabel tersebut tidak ada hubungan yang bermakna dengan gangguan <em>non audiotory </em>pada petugas keamanan dalam pada PT Kereta Api Indonesia di stasiun bogor. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang bermakna antara pajanan kebisingan, umur dan masa kerja dengan gangguan <em>non audiotory </em>pada petugas keamanan dalam pada PT Kereta Api Indonesia di stasiun bogor. Saran bagi PT KAI yaitu melakukan pergantian petugas setiap 4 jam sekali dari tempat kerja yang bising ke tempat yang tidak terpapar bising sedangkan saran bagi  pekerja memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mencari tempat yang tidak bising pada saat istirahat, agar tubuh menjadi lebih rileks sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya gangguan <em>non audiotory</em>.</p></div>


Author(s):  
Tri Okta Ratnaningtyas ◽  
Nurwulan Adi Ismaya ◽  
Lela Kania Rahsa Puji ◽  
Nur Hasanah ◽  
Mirta Sepi Afriyani

Bising, salah satu masalah utama kesehatan di negara-negara industri dan merupakan sumber utama dari stres. Data WHO menyebutkan bising melebihi 90 dB di tempat kerja memapar tenaga kerja di negara industri dengan total hampir 14% dan bising lebih dari 85dB juga diperkirakan memapar 20 juta orang Amerika. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan kebisingan dengan stres kerja pada pekerja di PT. X tahun 2020. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan kuantitatif serta desain studi cross sectional. Besar sampel penelitian berjumlah 82 pekerja. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel dalam studi ini. Sound Level Meter dan kuesioner merupakan alat pengumpulan data dalam studi ini. Univariat dan bivariat (dengan uji chi square) adalah analisis data yang digunakan dalam studi ini. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa ada hubungan antara kebisingan dengan stres kerja (p-value = 0,018 < α = 0,05).


2014 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 88
Author(s):  
Riri Juliyati ◽  
Zulfan Saam ◽  
Nopriadi Nopriadi

This research aims to analyze the correlation between shift work and noise withwork stress of the workers in milling production division of PT . Riau Crumb Rubber Factory.This research is an observational analytic with cross sectional approach. The population ofthis study consists of 125 workers in milling production. With purposive sampling techniqueand using predetermined criteria obtained a total sample of 60 people. The data werecollected using work stress scale and the measurement noise by using a sound level meter andanalyzed with bivariate using the chi square test. The results showed that there was asignificant correlation between work shifts with work stress with p value (0.000) < α ( 0.05 ).Employees who work on the night shift tend to have a high work stress when compared withemployees working on the morning shift and afternoon . There is a significant correlationbetween the level of noise with work stress with p value (0.000) < α ( 0.05 ). The higher thenoise level the higher work stress.


PROMOTOR ◽  
2019 ◽  
Vol 2 (3) ◽  
pp. 191
Author(s):  
Indri Putri Pratiwi ◽  
Andi Asnifatima ◽  
Rubi Ginanjar

<p>Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (� 10 mmHg). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara paparan<br />kebisingan dengan peningkatan tekanan darah karyawan di Stasiun Bojong Gede. Penelitian menggunakan obsevasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian berjumlah 97<br />dengan menggunakan teknik pengambilan non probability sampling (sampel jenuh) dimana seluruh populasi dijadikan sampel. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan di ruang terbuka dan ruang<br />tertutup di Stasiun Bojong Gede, dengan menggunakan sound level meter. Pengumpulan data karakteristik dan kebiasaan karyawan dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Pengukuran tekanan darah di lakukan pada saat sebelum dan sesudah bekerja menggunakan sphygmomanometer.<br />Tingkat bising di ruang terbuka melebihi Nilai Ambang Batas dan tingkat bising di ruang tertutup sesuai NAB. Dari hasil pengukuran 76% responden bekerja dengan kebisingan melebihi NAB dan 72% responden mengalami peningkatan tekanan darah. Karyawan laki-laki 91% perempuan 9%, usia<br />&lt;30 tahun 81%, masa kerja &lt;8 tahun 96%, ruang tertutup 83% dan ruang terbuka 17%, karyawan yang memiliki riwayat hipertensi 4%, yang mengonsumsi kafein 81%, merokok 53%, mengalami<br />gangguan fisiologis 86%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara karakteristik individu (jenis kelamin (p-value=0,998), usia (p-value=0,147), masa kerja (pvalue=1,000), riwayat hipertensi<br />(p-value=1,000) dengan peningkatan tekanan darah). Dantidak ada hubungan antara kebiasaan individu (konsumsi kafein (p-value=0,385), kebiasaan merokok (pvalue= 0,094), pola istirahat (p-value=0,135), gangguan psikologis (p-value=0,798). Serta ada</p><p>hubungan antara lokasi kerja (p-value=0,002), kebisingan (p-value=0,007) dengan peningkatan<br />tekanan darah. Dikarenakan jarak sumber bising dengan karyawan hanya � 2 meter. Kesimpulannya<br />adalah ada hubungan antara kebisingan kereta api terhadap peningkatan tekanan darah karyawan di<br />Stasiun Bojonggede. Disarankan agar dilakukan sosialisasi berupa penyuluhan atau pamflet tentang<br />keselamatan dan kesehatan kerja di area Stasiun Bojong Gede.</p>


2022 ◽  
pp. 1384-1394
Author(s):  
Vita Sari ◽  
Yuliati ◽  
Nurgahayu

Kebisingan menimbulkan beberapa dampak pada kesehatan. Selain berdampak pada gangguan pendengaran. intensitas bising yang tinggi juga dapat mengakibatkan hilangnnya konsentrasi, hilangnya keseimbangan dan disorientasi, kelelahan, gangguan komunikasi, gangguan tidur, gangguan pelakasaan tugas, gangguan faal tubuh, serta adanya efek visceral, seperti perubahaan frekuensi jantung atau peningkatan denyut nadi, perubahaan tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas kebisingan terhadap gangguan pendengaran, gangguan psikologis dan gangguan komunikasi pada pekerja di PT. Maruki International Indonesia Makassar tahun 2020. Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan rancangan cross sectional study, dengan sampel 32 pekerja secara sampling jenuh dari pekerja Factory 1 dan 2 di PT. Maruki International Indonesia Makassar. Teknik pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, alat sound level meter untuk pengukuran intensitas kebisingan. Selanjutnya data dianalisis menggunakan uji chi-square pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Hasil penelitian yang diperoleh adalah ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap gangguan pendengaran dengan nilai p = 0.022, ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap gangguan psikologis dengan nilai p = 0.017, dan tidak ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap gangguan komunikasi dengan nilai p = 0.474. Disarankan kepada pimpinan untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja dengan lebih meningkatkan upaya pengendalian kebisingan yang sudah dilakukan dan menambah preventif lainnya seperti pelatihan mengenai penggunaan APT (Alat Pelindung Telinga) pada saat bekerja di lingkungan yang bising.


Author(s):  
Yula C. Serpanos ◽  
Janet R. Schoepflin ◽  
Steven R. Cox ◽  
Diane Davis

Abstract Background The accuracy of smartphone sound level meter applications (SLMAs) has been investigated with varied results, based on differences in platform, device, app, available features, test stimuli, and methodology. Purpose This article determines the accuracy of smartphone SLMAs with and without calibration of external and internal microphones for measuring sound levels in clinical rooms. Research Design Quasi-experimental research design comparing the accuracy of two smartphone SLMAs with and without calibration of external and internal microphones. Data Collection and Analysis Two iOS-based smartphone SLMAs (NIOSH SLM and SPL Meter) on an iPhone 6S were used with and without calibrated external and internal microphones. Measures included: (1) white noise (WN) stimuli from 20 to 100 dB sound pressure level in a sound-treated test booth and (2) sound levels in quiet in four nonsound-treated clinical rooms and in simulated background sound conditions using music at 45, 55, and 80 dBA. Chi-square analysis was used to determine a significant difference (p ≤ 0.05) in sound measures between the SLMAs and a Type 1 SLM. Results Measures of WN signals and room sound level measures in quiet and simulated background sound conditions were significantly more accurate at levels ≥ 40 dBA using the SLMAs with calibrated external and internal microphones. However, SLMA measures with and without calibration of external and internal microphones overestimated sound levels < 40 dBA. Conclusion The SLMAs studied with calibrated external or internal microphones are able to verify the room environment for audiologic screening at 1,000, 2,000, and 4,000 Hz at 20 dB hearing level (American Academy of Audiology and American Speech-Language-Hearing Association) using supra-aural earphones (American National Standards Institute S3.1–1999 [R2018]). However, the tested SLMAs overestimated low-level sound < 40 dBA, even when the external or internal microphones were calibrated. Clinicians are advised to calibrate the microphones prior to using measurement systems involving smartphones and SLMAs to measure room sound levels and to monitor background noise levels throughout the provision of clinical services.


Author(s):  
Aritra K. Bose ◽  
Dilip D. Kadam ◽  
Anusha C. P.

Background: Wood workers are predisposed to many occupational diseases. Studying work place environment and its association with the morbidities would provide practical insights to promote the health and prevent disease in wood workers. Present study intends to study the epidemiological determinants of health and morbidity in wood workers.Methods: Quantitative method of research is used. All One hundred and five wood workers in the study area were recruited after taking informed consent. A semi-structured, pre-validated, questionnaire consisting of questions on sociodemographic profile, working pattern, morbidities experienced and working environment was prepared. Data was collected using one to one interview at their workplace. Environmental factors like iIllumination (In LUX) and noise level (in db) at the work place was measured using a Lux meter and sound level meter respectively. Association between different variables were analysed using Chi-square test or t-test wherever applicable.Results: Participants were all male belonging to economically productive age group. They were predominantly Muslims, belonging to lower socioeconomic status. Morbidities experienced by the wood workers were musculoskeletal pain (52%), skin problems (57%), eye problems (57.14%) and ear problems (32.38%). Inadequate illumination (<100 LUX) and noise levels more than 90 db were significantly associated with increased accidents and ear morbidities respectively.Conclusions: Poor working environment and non-compliance with the working standards prescribed by ILO (Indian Labour Organisation) are associated with morbidities among the workers. Environmental modification, use of protective devices, availability of basic minimum facilities for working and continuous monitoring of the workplaces by competent authority would help in decreasing the prevalence of morbidities among woodworkers.


Author(s):  
Hidayat Hidayat ◽  
Khiki Purnawaty Kasim ◽  
Alyza Syafitrah Dahliyani

ABSTRAKKeberadaan industri selain memberikan konstribusi besar juga memungkinkan timbulnya masalah, seperti gangguan pendengaran akbiat bising ditempat kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko gangguan pendengaran pada pekerja di bagian produksi PT. Semen Tonasa Kab. Pangkep. Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan desain cross sectional study, jumlah sampel sebanyak 50 orang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, sound level meter dan audiometer. Data yang diperoleh akan diuji statistik dengan menggunakan uji chi-square yang diolah dengan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan dari 50 responden ada 8 responden yang mengalami gangguan pendengar dan 42 yang tidak mengalami gangguan pendengara. Serta adanya hubungan antara gangguan pendengaran dengan Lama Kerja (p = 0,02), Masa Kerja (p = 0,006) dan penggunaan APD (p = 0,03) yang dapat dikategorikan sebagai faktor risiko ganguan pendengaran. Hasil pengukuran kebisingan pada Rawmill 4 yaitu 93,92 dB dan Finishmill 4 yaitu 92,32 dB. Namun pengukuran intensitas kebisingan tidak dapat diuji karena semua titik pengukuran melebihi ambang batas. Kesimpulan dari penelitian ini tingkat kebisingan melebihi nilai ambang batas dan adanya hungan antara lama keja, masa kerja, penggunaan APD dengan gangguan pendengaran. Sebaiknya agar perusahaan membuat hasil pengukuran kebisingan secara berkala agar dikaitkan dengan lama kerja, memperhatikan rotasi pekerja dengan melihat masa kerja dan pemberian sanksi kepada pekerja yang tidak taat menggunakan APD dilingkungan kerja.Kata Kunci : Gangguan Pendengaran, Kebisingan, Masa Kerja, Lama Kerja, Penggunaan APD


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document