scholarly journals HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL PASCA 6-12 BULAN DENGAN KADAR CD4 PADA LELAKI SEKS LELAKI (LSL) YANG TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DI BANDAR LAMPUNG TAHUN 2019

2020 ◽  
Vol 4 (4) ◽  
Author(s):  
Marisa Anggraini ◽  
Firhat Esfandiari ◽  
Muhamad Rizky Arahman

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh. Untuk menekan jumlah virus dalam darah maka harus memulai terapi pengobatan antiretroviral. Lelaki Seks Lelaki (LSL) merupakan faktor risiko tertinggi dalam penularan HIV dan salah satu cara untuk mengetahui kriteria imunologis seseorang terinfeksi HIV adalah dengan mengukur kadar CD4 setelah pengobatan pasca 6-12 bulan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan kepatuhan minum obat antiretroviralpasca 6-12 bulan dengan kadar CD4pada Lelaki Seks Lelaki (LSL) yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Bandar Lampung. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian analitik observasional dengan pengambilan sampel menggunakan snowball sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner baku Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8). Analisis bivariat menggunakan uji Chi Square.Jumlah populasi merupakan seluruh Lelaki Seks Lelaki (LSL) yang terinfeksi HIV di Bandar Lampung dengan sampel didapatkan 37 responden. Uji univariat tingkat kepatuhan minum obat antiretroviral kategori tidak patuh sebanyak 19 orang dan kategori patuh sebanyak 18 orang. Hasil uji bivariat didapatkan nilai p value = 0,001. Terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan minum obat antiretroviral dengan kadar CD4pada Lelaki Seks Lelaki (LSL) yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

2018 ◽  
Vol 8 ◽  
pp. 104-110
Author(s):  
Rani Oktavia Claudia ◽  
Dewi Rahmawati ◽  
Jaka Fadraersada

Human  Immunodeficiency  Virus  (HIV)  adalah  virus  yang  menyerang  sistem kekebalan  dan  melemahkan  sistem  pertahanan  tubuh  terhadap  infeksi. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang ditandai dengan satu atau lebih penyakit indikator dengan tidak ada penyebab lain selain immunodeficiency. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, pola pengobatan, dan kepatuhan pasien HIV/AIDS di Kota Samarinda. Metode yang digunakan adalah observasional yang dilakukan secara prospektif dengan menggunakan lembar pengumpul data dan kuisoner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS).  Pengambilan data dilakukan dari bulan Juli-November 2018. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif untuk memaparkan data yang didapatkan Hasil penelitian karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki 16 (53,34%), umur terbanyak adalah 26-35 tahun 13 (43,34%), jenis pekerjaan terbanyak adalah swasta 12 (40%), cara penularan terbanyak adalah hubungan seksual dengan lelaki (homoseksual dan heteroseksual) 15 (50%), stadium HIV/AIDS terbanyak adalah stadium I 20 (66,67%). Berdasarkan data pola pengobatan terapi yang paling banyak digunakan pada pasien HIV/AIDS adalah Triple FDC 26 (86,67%). Berdasarkan kuisoner MMAS sebanyak 16 (53,34%) pasien HIV/AIDS memiliki Kepatuhan Sedang.


2021 ◽  
Vol 17 (1) ◽  
pp. 66
Author(s):  
Riris Nur Rizqiya

TB Paru adalah penyebab utama penyakit di antara 10 penyebab kematian teratas di seluruh dunia. Pengobatan TB minimal memerlukan waktu 6 bulan sehingga memerlukan dukungan sosial yang baik kepada penderita TB Paru. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan stigma masyarakat dengan kepatuhan minum obat. Penelitian ini menggunakan observasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian adalah 67 pasien TB Paru dengan teknik pengambilan datanya menggunakan teknik simple random sampling didapatkan 45 sampel. Instrumen stigma masyarakat menggunakan kuesioner Internalized Stigma of Mental Illness (ISMI) dengan r tabel 0,62 dan reliabilitas 0,964 didapatkan 28 item yang valid. Instrumen kepatuhan minum obat menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) dengan r tabel 0.8 dan reliabilitas 0,7 didapatkan 8 item yang valid. Uji etika penelitian dilaksanakan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Jember dengan nomor: No.3561/UN25.1.14/SP/2020. Analisis data yang digunakan adalah uji spearman. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara stigma masyarakat dengan kepatuhan minum obat pada pasien TB Paru (p-value = 0,404;CI=95%).Data demografi pasien didapatkan usia responden TB Paru dengan nilai median 48.00 (Q1, Q3;35.00,61.00) dengan min-max 15-70 dan jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki yaitu 30 responden (66.7%). Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara sitgma masyarakat dengan kepatuhan minum obat. Puskesmas telah meningkatkan program edukasi tentang penyakit TB Paru dan pencegahannya dimungkinkan menjadi salah satu menurunnya stigma pada pasien TB Paru. Dukungan keluarga terhadap pengobatan pasien ditandai dengan adanya pendampingan ketika berobat ke Puskesmas. Puskesmas memiliki peran penting dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien TB Paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Kata kunci: tuberkulosis paru, stigma masyarakat, kepatuhan minum obat.HUBUNGAN STIGMA MASYARAKAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TB PARU DI PUSKESMAS PUHJARAK KECAMATAN PLEMAHAN KABUPATEN KEDIRI


2020 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
Author(s):  
Benny Arief Sulistyanto ◽  
Mukti Lestari Madyoratri

Abstrak. Kepatuhan pengobatan hipertensi dapat dipengaruhi oleh faktor sosial-demogafik. Perbedaan fasilitas penunjuang kesehatan pada daerah dataran rendah dan dataran tinggi mengakibatkan tidak meratanya informasi dan pengobatan terkait hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan letak geografis dengan tingkat kepatuhan pengobatan hipertensi di Kabupaten Pekalongan. Penelitian ini merupakan studi deskirptif dengan pendekatan cross-sectional. Kuesioner The 8-item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) versi Bahasa Indonesia digunakan untuk mengukur kepatuhan pengobatan hipertensi pada 65 responden di daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Hasil penelitian ini menemukan bahwa letak geografis mempunyai korelasi terhadap kepatuhan pengobatan hipertensi (p-value < 0,01). Petugas kesehatan hendaknya menggunakan berbagai metode untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan khususnya yang berlokasi di dataran rendah. Namun demikian, peningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan di dataran tinggi tidak boleh diabaikan Kata kunci: kepatuhan pengobatan, hipertensi, MMAS-8, letak geografis Relationship between Geographical Location and Medication Adherence in Hypertensive Patients in Pekalongan DistrictAbstract. Medication adherence among hypertensive patients can be influenced by socio-demographic factors. The differences in health care facilities in the lowlands and highlands create a gap of information and treatment related to hypertension treatments. The purpose of this study is to identify the relationship between geographical location and medication adherence in Pekalongan Regency. A descriptive study with a cross-sectional approach was used. The Indonesian version of the Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) questionnaire was used to measure the adherence of medication treatment among 65 respondents in the highlands and lowlands. The results of this study revealed that geographical location was highly correlated with medication adherence (p-value <0.01). Health workers should use various methods to improve medication adherence, especially those located in the lowlands. Although, improving the quality and quantity of health facilities in the highlands should not be ignored Keywords: medication adherence, hypertension, MMAS-8, geographical location


2020 ◽  
Vol 30 (Supplement_5) ◽  
Author(s):  
A Aguiar ◽  
C Piñeiro ◽  
R Serrão ◽  
R Duarte

Abstract Background Antiretroviral therapy (ART) has the most effective treatment for people with HIV, but its effectiveness depends on the individual medication adherence. Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) is one of the most widely used scales to assess patient adherence. Thus, we aimed to validate a Portuguese version of MMAS-8 and determine its psychometric properties in HIV positive patients. Methods A cross-sectional survey was conducted in Centro Hospitalar Universitário São João (Porto, northern Portugal) at the infectious diseases department. After authorization to use the scale - granted by the author - and, a standard forward-backwards procedure to translate MMAS-8 to Portuguese, the questionnaire was applied to 233 patients with HIV doing ART. Reliability was assessed using Cronbach's alpha and test-retest reliability. Three levels of adherence were considered: 0 to &lt; 6 (low), 6 to &lt; 8 (medium), 8 (high). Results In the studied sample, the mean age was 45.03 years (SD = 11.63), 80.3% men, 19.3% women and 1 transgender, and 53.8% had ≤9 years of education. The mean number of prescribed ART per patient was 1.76. The mean score for the medication adherence scale was 7.29 (SD = 6.74). For the reliability analysis, 12 patients were excluded due to missing data (n = 221). Regarding the level of adherence, 22.5% were low adhering, 71.6% medium and 5.9% high. Corrected item-total correlations showed that 1 item does not correlate very well with the overall scale and was dropped. Scale reliability analysis for the remaining 7 items revealed an overall Cronbach's alpha of 0.661. Women had a protective effect on adherence (OR = 0.31;95%CI:0.15-0.66). Number of years doing ART, age of participants, and type of residence didn't show to be correlated with adherence. Conclusions MMAS-8 is a reliable and valid measure to detect patients at risk of non-adherence. A satisfactory Cronbach's alfa (0.661) was obtained. In general, adherence to medication was medium or high. Key messages This scale can be applied nationwide in other different hospitals, as it could serve as a tool for measuring adherence to ART that can allow for better health care to the ones that are low adhering. A Portuguese version of the MMAS-8 was created for measuring adherence to ART that maintained a similar structure to the original MMAS-8 and good psychometric properties.


2013 ◽  
Vol 16 (7) ◽  
pp. A568 ◽  
Author(s):  
M. Feudjo Tepie ◽  
C. Kempf ◽  
A. Letierce ◽  
I. Ferreira ◽  
L. Kalouche-Khalil ◽  
...  

PLoS ONE ◽  
2013 ◽  
Vol 8 (4) ◽  
pp. e62775 ◽  
Author(s):  
Gabrielle K. Y. Lee ◽  
Harry H. X. Wang ◽  
Kirin Q. L. Liu ◽  
Yu Cheung ◽  
Donald E. Morisky ◽  
...  

Author(s):  
Gloria K Sam ◽  
Jobin Thomas ◽  
Riya Alexander ◽  
Sheen Ann Varughese

Objectives: The prime objective of this study is to assess knowledge, attitude, and practice (KAP) toward medications in a community of Davangere city.Methods: This community-based study was conducted for 6 months using medication therapy management aspects. Ethical clearance was obtainedfrom the Institutional Ethical Committee. Patients above 18 years of age who were willing to participate were included in the study. The data werecollected using specific data collection forms, and KAP toward medications of each patient was assessed using KAP questionnaire. Medicationadherence was analyzed using Morisky Medication Adherence Scale 4. Patient counseling about disease, medication, and lifestyle modification wasgiven, and the orally taking household drugs were segregated according to class and specific clinical uses.Results: Out of 129 patients, 58.1% were male. Out of 19 diseases encountered during the study, diabetes mellitus (32.56%) and hypertension(25.58%) were most prevalent. Majority of patients (63.57%) were prescribed with cardiovascular agents. Paracetamol was found as a commonhousehold drug. Sixty-nine percent of patients were procuring medication directly from the pharmacy and the remaining 31% were procuring theirmedication after consulting the physician. Mean scores of KAP in basal and endpoint assessment were compared using Student’s t-test. p value wasfound to be <0.000.Conclusion: The study tried to entitle the name of pharmacist as a patient educator who gives proper guidance to the patient and family membersabout the disease, domestic drug management, lifestyle modification, etc. The result of efficient patient counseling will be reflected on the properadherence of patient toward the medication and improved quality of life.Keywords: Knowledge, attitude and practice (KAP), Medication therapy management (MTM), Morisky medication adherence Scale – 4 (MMAS-4),patient education.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 207-217
Author(s):  
Rosita Rosita

Bacterial vaginosis (BV) merupakan kondisi ketidak seimbangan dari ekosistem vagina, yaitu menurunnya jumlah Lactobacillus. BV biasanya tidak bergejala, namun ketika menimbulkan gejala biasanya disertai dengan keputihan yang berbau. BV yang sudah lama diketahui dapat memberikan komplikasi yang serius, BV juga memberikan dampak pada wanita yang tidak hamil yaitu peningkatan risiko terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV) maupun infeksi penyakit kelamin lainnya. Persalinan preterm meningkatkan kematian perinatal sebesar 65-75%. Bayi preterm yang bertahan hidup akan mengalami morbiditas serius jangka pendek maupun jangka panjang. Diperkirakan 50% dari kelahiran preterm spontan terkait dengan infeksi saluran genital. Infeksi pada vagina merupakan faktor risiko persalinan preterm yang paling kuat. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif deskriptif dengan pendekatan Analisis Data Sekunder. Sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pasien atau WUS yang terdata atau tercatat dalam laporan di wilayah Kabupaten Bandung sebanyak 83 orang. Dari 291 ibu yang bersalin preterm, yang mengalami positif BV sebanyak 94 orang, sebanyak 109 orang mengeluh keputihan berwarna abnormal, 86 orang dengan konsistensi kental, mengeluh berbau sebanyak 72 orang dan adanya gatal sebanyak 24 orang.  Sedangkan untuk hasil pemeriksaan DUH tubuh, dari 291 ibu preterm sebanyak 76 orang warna pengeluaran cairan vagina berwarna, sebanyak 82 orang konsistensinya lebih kental, sebanyak 101 bau KOH lebih dari 10% dan sebanyak 32 orang Ph vagina lebih dari 4. Hasil analisis bivariat menunjukan ibu yang lahir preterm sebanyak 59,6% hasil pemeriksaan positif BV. Berdasarkan uji Chi-square menunjukan P Value 0,014 < 0,05 maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh antara bacterial vaginosis dengan persalinan preterm. sebanyak 16% ibu dengan pengeluaran flor albus berwarna putih menyebabkan kelahiran preterm, konsistensi flor albus yang kental sebanyak 124 ibu dapat mengalami kelahiran preterm. Berdasarkan uji Chi-square menunjukan p Value 0,010 < 0,05 maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh aktivitas seksual terhadap bacterial vaginosis. sebanyak 123 orang ibu yang lahir preterm disebabkan oleh bau KOH lebih dari 10%, berdasarkan uji Chi-square menunjukan p Value 0,010 < 0,05 maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh DUH tubuh vagina terhadap kehjadian kelahiran preterm. Diharapkan ibu hamil dapat mengetahui tanda gejala BV secara dini dan menghindari faktor-faktor yang dapat memperberat kejadian BV. Diharapkan kepada pada setiap petugas dapat mendeteksi kejadian BV agar menghindari kejadian persalinan / kelahiran preterm.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document