scholarly journals Analisis Pelaksanaan Program Prolanis Di Puskesmas Rawat Inap Biha Kabupaten Pesisir Barat

2021 ◽  
Vol 15 (3) ◽  
pp. 301-308
Author(s):  
Lena Wedyarti ◽  
Bambang Setiaji ◽  
Ferizal Masra

Hipertensi dan diabetes mellitus merupakan Penyakit Tidak Menular (PTM) yang paling banyak mendapat perhatian dunia. Hipertensi dan diabetes mellitus dijuluki sebagai silent killer karena sering muncul tanpa keluhan, akibatnya banyak penderita terlambat untuk mendapatkan penanganan yang memadai. Menurut Kemenkes RI tahun 2017 hanya 36,8% penderita hipertensi yang tercakup oleh tenaga kesehatan sementara penderita diabetes mellitus hanya 30,4%. (Kemenkes RI, 2017). Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dengan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan penderita penyakit kronis untuk meraih kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Tujuan dalam penelitian untuk menganalisis pelaksanaan prolanis di Puskesmas Biha. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif menggunakan metode pengumpulan data survey bersifat cross sectional dengan jenis rancangan deskriptif. Informan berjumlah 8 orang dan instrumen yaitu pedoman wawancara mendalam, daftar tilik observasi dan daftar tilik telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan prolanis masih belum maksimal, hal ini ditandai dengan pelaksanaan edukasi belum maksimal, masih banyak peserta yang kurang pengetahuan tentang penyakitnya. Saran kepada puskesmas agar petugas membuat jadwal pasti pelaksanaan edukasi tentang hipertensi dan dm serta membuat inovasi agar peserta dapat antusias mengikuti kegiatan tersebut.

HEARTY ◽  
2018 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
Author(s):  
Ita Latifah ◽  
Husnah Maryati

Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) merupakan program kesehatan yang bertujuan mencegah komplikasi penyakit kronis terutama penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus Tipe 2. Program ini di inisiasi oleh BPJS Kesehatan dengan melihat kondisi perkembangan penyakit tidak menular yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular khususnya hipertensi cenderung mengalami kenaikan dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013 (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Kasus Hipertensi di Kota Bogor menduduki peringkat kedua penyakit terbanyak dan UPTD puskesmas Tegal Gundil merupakan salah satu puskesmas yang memiliki angka kejadian hipertensi terbanyak sebesar 4.755 kasus (Profil Dinkes Kota Bogor, 2015). Permasalahan pada UPTD Puskesmas Tegal Gundil adalah pelaksanaan prolanis sudah dilakukan sejak tahun 2015 tetapi kasus hipertensi masih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mendalam mengenai pelaksanaan program Prolanis BPJS Kesehatan pada pasien hipertensi di UPTD Puskesmas Tegal Gundil Kota Bogor tahun 2017. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif menggunakan metode pengumpulan data survey bersifat cross sectional dengan jenis rancangan deskriptif. Informan berjumlah 5 orang dan instrumen yaitu pedoman wawancara mendalam, daftar tilik observasi dan daftar tilik telaah dokumen. Saran meningkatkan koordinasi antara pihak yang terlibat dalam prolanis.


2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
Author(s):  
Marlia Alief Rachmawati ◽  
Handayani . ◽  
Adyan Donastin

Abstrak: Diabetes Mellitus tipe II adalah penyakit kronis mengalami resistansi terhadap aksi insulindan ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan cukup insulin. DM tipe II sendiri mendudukiperingkat ke-2 di dunia dengan penderita terbanyak Pola makan yang buruk dan kurangnya olahragadapat memengaruhi terjadinya DM tipe II. Perkembangan pola makan yang salah arah saat inimempercepat peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia. Pada saat tubuh melakukan gerakan,maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalamtubuh akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan berkurang. Penelitian inibertujuan adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dan kebiasaan olahraga dengan kadargula penderita Diabetes Mellitus II pada penderita Diabetes Mellitus II di RSI Jemursari Penelitianini dilakukan dengan metode survey atau observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampelyang diambil sebanyak 24 pasien. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien DiabetesMellitus Tipe 2 yang menjalani rawat jalan pada poli penyakit dalam, namun dibatasi dengankriteria inklusi dan eksklusi yang penulis buat. Dari 24 pasien, pada hubungan pola makan dengankadar gula darah sebanyak 13 pasien (54,2%) mempunyai kadar gula tidak tinggi. 11 pasien (45,8%)mempunyai kadar gula tinggi. Dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p=1,000 (p>0,05). Makadapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pola makan dan kadargula. Serta hubungan olahraga dengan kadar gula darah sebanyak 13 pasien (54,2%) mempunyaikadar gula tidak tinggi. 11 pasien (45,8%) mempunyai kadar gula tinggi. Dengan hasil uji statistikdidapatkan nilai p=0,432 (p>0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tidaksignifikan antara olahraga dan kadar gula.


Diabetes ◽  
2018 ◽  
Vol 67 (Supplement 1) ◽  
pp. 2393-PUB
Author(s):  
KENICHIRO TAKAHASHI ◽  
MINORI SHINODA ◽  
RIKA SAKAMOTO ◽  
JUN SUZUKI ◽  
TADASHI YAMAKAWA ◽  
...  

Author(s):  
Singam Sivasankar Reddy ◽  
Syeda Rahath ◽  
Rakshitha H N ◽  
Godson K Lal ◽  
Swathy S ◽  
...  

The objective of the study was to evaluate the risk of diabetes mellitus in elderlywith age above 20 years in a hospital setting using Indian Diabetes risk score and to provide patient counselling regarding their life style modifications and health related quality of life among participants with high risk of developing diabetes.A total of 125 non diabetic patients were interviewed with a pre designed selfstructured questionnaire (IDRS). Participants were chosen voluntarily and a written consent was obtained before the administration of the questionnaire from individual patients. In our study we observed that out of 125 patients,males 26[59%]and 18[41%] females were at high risk, males 39[58.2%] and 28[41.8%] females were at moderate risk, males 5[35.7%] and 9[64.3%] females were at low risk of developing diabetes mellitus.


2017 ◽  
pp. 141-151
Author(s):  
Andrew Ruspanah

Pendahuluan. Benign Postate Hiperplasia (BPH) adalah penyakit yang umumnya terjadi pada pria lansia yang disebabkan oleh penuaan. Hiperplasia prostat adalah pertumbuhan jaringan nodul fibroadenomatosa pada prostat. Pembesaran prostat jinak merupakan penyakit yang tersering kedua setelah batu saluran kemih didapatkan secara klinis di Indonesia. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia, obesitas dan riwayat diabetes mellitus dengan kejadian Benign Prostate Hyperplasia (BPH) grade IV di Rumah Sakit Dr. M. Haulussy Ambon periode 2012-2014. Metode. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik desain Cross-Sectional, dengan menggunakan catatan medis data di ruang operasi di Rumah Sakit Dr. M. Haulussy Ambon Tahun 2012-2014 dan memperoleh jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 239, yang diambil dengan teknik total sampling. Analisis dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji Chi Square. Hasil yang di temukan dalam penelitian ini bahwa kejadian BPH lebih besar pada mereka yang berusia> 65 tahun dan 56-65 tahun dibandingkan dengan usia 46-55 dan <46 tahun dengan hasil tes menunjukkan adanya hubungan antara usia dengan BPH dengan nilai (p= 0,000), ada hubungan antara obesitas dengan nilai BPH (p=0,019) dan riwayat diabetes mellitus setelah menggunakan uji Chi-Square, hubungan antara riwayat diabetes mellitus dengan BPH dengan nilai (p = 0,000). Kesimpulan. Ada hubungan antara umur, obesitas dan riwayat diabetes mellitus dengan kejadian BPH.


Jurnal JKFT ◽  
2017 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 8
Author(s):  
Imas Yoyoh ◽  
Imam Mutaqqijn ◽  
Nurjanah Nurjanah

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang terus menerus mengalami peningkatan jumlah yang signifikan dari tahun ke tahun. Komplikasi jangka panjang dari DM baik mikrovaskular dan makrovaskular dapat menyebabkan insufiensi aliran darah ke tungkai, yang dapat berujung pada infeksi, ulkus dan berakhir pada amputasi. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan perawatan kaki dengan risiko ulkus kaki diabetes di Ruang Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang. Desain penelitian ini adalah analitik korelasi dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional dengan jumlah sampel 54 responden, pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang perawatan kaki dan lembar observasi tentang risiko ulkus kaki diabetes. Uji analisis data menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian sebanyak 54 responden didapatkan data kategori perawatan kaki baik dengan risiko ulkus rendah sebanyak 14 responden (58,3%). Sedangkan kategori perawatan kaki kurang baik dengan risiko ulkus tinggi sebanyak 21 responden (70,0%). Hasil analisis diperoleh nilai OR = 3,267 artinya perawatan kaki yang kurang baik mempunyai peluang 3,267 kali untuk risiko tinggi ulkus. Hasil uji statistik menggunakan Chi-Square diperoleh p=0,036 dimana nilai p-value < 0,05, maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan antara perawatan kaki dengan risiko ulkus kaki diabetes di Ruang Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang. Pasien DM dengan perawatan kaki yang kurang baik berpeluang untuk terjadinya risiko ulkus tinggi dibandingkan dengan pasien DM yang perawatan kakinya baik. 


2017 ◽  
pp. 35-44
Author(s):  
Dinh Toan Nguyen

Background: Studies show that diabetes mellitus is the greatest lifestyle risk factor for dementia. Appropriate management and treatment of type 2 diabetes mellitus could prevent the onset and progression of mild cognitive impairment to dementia. MoCA test is high sensitivity with mild dementia but it have not been used and studied widespread in Vietnam. Aim: 1. Using MoCA and MMSE to diagnose dementia in patients with type 2 diabetes mellitus. 2. Assessment of the relationship between dementia and the risk factors. Methods: cross-sectional description in 102 patients with type 2 diabetes mellitus. The Mini-Mental State Examination(MMSE) and the Montreal Cognitive Assessment (MoCA) were used to assess cognitive function. The diagnosis of dementia was made according to Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Results: The average value for MoCA in the group of patients with dementia (15.35 ± 2.69) compared with non-dementia group (20.72 ± 4.53). The sensitivity and specificity of MoCA were 84.8% and 78.3% in identifying individuals with dementia, and MMSE were 78.5% and 82.6%, respectively. Using DSMIV criteria as gold standard we found MoCA and MMSE were more similar for dementia cases (AUC 0.871 and 0.890). The concordance between MoCA and MMSE was moderate (kappa = 0.485). When considering the risk factors, the education,the age, HbA1c, dyslipidemia, Cholesterol total related with dementia in the type 2 diabetes. Conclusion: MoCA scale is a good screening test of dementia in patients with type 2 diabetes mellitus.When compared with the MMSE scale, MoCA scale is more sensitive in detecting dementia. Key words: MoCA, dementia, type 2 diabetes mellitus, risk factors


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document