The commitment of state to expand the market share of sharia bank in Indonesia become reality with the approval of corporate action of merger for 3 state-owned Sharia banks, namely Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Negara Indonesia Syariah (BNIS) and Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) by the Financial Services Authority (OJK). The effective date of the merger has become effective starting on February 1, 2021 and is currently becomes Bank Syariah Indonesia (BSI). The merger is an effort for sharia bank to make greater extent in terms of capital, asset, market and image. On the other hand, there are some considerations that must be conducted seriously so that the post-merger phase does not harm all the stakeholders such as parties who have been and will be involved post-merger, status of the employment agreement, cooperation agreement with other parties, and integration of customer data. To analyze this problem, the method used is juridical-normative with conceptual and statute approach. Therefore, the employment agreement must be reviewed between the employer and the employee so that the relationship of labor law is conducted clearly, as well as the review for ongoing cooperation with other parties. In case of data consumer, there must be a guarantee in the process of integrating customer data from 3 banks into 1 bank in the form of big data so that the path to good corporate governance (GCG) for Bank Syariah Indonesia can be achieved measurably. Keywords: Merger, Sharia Bank, and Good Corporate Governance (GCG) AbstrakKomitmen negara memperluas pangsa pasar bank Syariah di Indonesia semakin menjadi kenyataan dengan disetujuinya aksi korporasi berupa merger 3 bank BUMN syariah yaitu Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah dan BRI Syariah oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Merger telah berlaku efektif mulai tanggal 01 Februari 2021 dan saat ini menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI). Merger merupakan ikhtiar untuk membawa bank syariah semakin besar baik dari segi modal, aset, pasar dan image. Namun di sisi lain, terdapat rambu-rambu hukum yang wajib diperhatikan secara serius agar tahap pasca merger tidak merugikan stakeholders yaitu seperti pihak-pihak yang sudah dan akan terlibat dalam operasionalisasi bank, status perjanjian kerja, perjanjian kerjasama dengan pihak lain, dan integrasi data nasabah. Untuk menganalisis masalah ini, metode yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan pendekatan konsep (conceptual approach) dan perundang-undangan (statute approach). Oleh karena itu, perjanjian kerja harus ditinjau kembali antara pemberi kerja dan penerima kerja sehingga terciptanya hubungan hukum ketenagakerjaan yang jelas, begitu juga dengan perlunya review perjanjian dengan pihak lain yang sedang berjalan dan akan berjalan serta jaminan pengelolaan dalam fase pengintegrasian data nasabah dari 3 bank menjadi 1 bank dalam sebuah big data. Dengan cara tersebut, jalan menuju good corporate governance (GCG) bagi Bank Syariah Indonesia dapat tercapai dengan terukur. Katakunci: Merger, Bank Syariah dan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik