ph optimum
Recently Published Documents


TOTAL DOCUMENTS

1480
(FIVE YEARS 77)

H-INDEX

78
(FIVE YEARS 4)

2021 ◽  
Vol 11 (02) ◽  
pp. 59
Author(s):  
Heri Soedarmanto ◽  
Evy Setiawaty ◽  
Taufik Iskandar

Konversi biomassa melalui pirolisis menghasilkan bio-arang, bio-minyak dan gas. Pirolisis biomassa dipengaruhi oleh kondisi pirolisis seperti bahan baku dan suhu pirolisis. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi optimum kadar ultimate (CHO) dan pH bio-arang berdasarkan ukuran partikel bahan baku limbah kayu durian dan suhu pirolisis sebagai pembenah tanah. Limbah kayu durian yang digunakan dalam penelitian ini berukuran diameter 0,17–0,42 mm; 0,42–1,00 mm; dan 1,00–2,83 mm, dengan variasi suhu pirolisis 350°C, 450°C, dan 550°C sebanyak tiga kali ulangan. Optimasi menggunakan metode Response Surface Methodology. Berdasarkan model kuadratik, didapatkan kadar karbon optimum bio-arang sebesar 81,78% dengan ukuran partikel bahan baku pada 2,09 mm dan suhu pirolisis 530,5oC. Kadar hidrogen optimum bio-arang sebesar 3,35% dengan ukuran partikel bahan baku 2,89 mm dan suhu pirolisis 547,4oC. Kadar oksigen optimum bio-arang sebesar 12,22% dengan ukuran partikel bahan baku 1,89 mm dan suhu pirolisis 529,5oC. pH optimum bio-arang sebesar 8,35 dengan ukuran partikel bahan baku 0,6 mm dan suhu pirolisis 521,8oC. Kondisi proses terbaik untuk menghasilkan kadar ultimate dan pH yang paling optimal berada pada range ukuran diameter bahan baku 0,6 mm–2,89 mm dan suhu pirolisis sebesar 521,8oC–547,4oC.  The Optimization of Ultimate Levels and Basicity of Durian Wood Waste Biochar as Soil AmendmentAbstractBiomass conversion through pyrolysis produces biochar, bio-oil and gas. Pyrolysis of biomass is influenced by pyrolysis conditions such as raw materials and pyrolysis temperature. The purpose of this study was to analyze the optimum conditions for ultimate levels (CHO) and pH of biochar based on the particle size of the durian wood waste and the pyrolysis temperature as soil amendment. Particle sizes of durian waste were 0.17–0.42 mm; 0.42–1.00 mm; and 1.00–2.83 mm in diameter where pyrolysis temperatures were 350°C; 450°C; and 550°C. Optimization was used by the Response Surface Methodology method. Based on the quadratic model, the optimum carbon content of biochar was 81.78% with the particle size at 2.09 mm and the pyrolysis temperature of 530.5oC. The optimum hydrogen content of biochar was 3.35% with a particle size of 2.89 mm and a pyrolysis temperature of 547.4oC. The optimum oxygen content of biochar was 12.22% with a particle size of 1.89 mm and a pyrolysis temperature of 529.5oC. The optimum pH of biochar was 8.35 with a particle size of 0.6 mm and a pyrolysis temperature of 521.8oC. The most optimal ultimate levels and pH were in the diameter size range of 0.6 mm-2.89 mm and pyrolysis temperature of 521.8oC-547.4oC.


WARTA AKAB ◽  
2021 ◽  
Vol 45 (2) ◽  
Author(s):  
Ahmad Zakaria ◽  
Aynuddin Aynuddin ◽  
Wittri Djasmasari
Keyword(s):  

Teknik preparasi sampel memainkan peran penting dalam tujuan analisis. Teknik preparasi sampel logam berat menggunakan SSA-Nyala umumnya dengan penambahan asam pekat seperti asam nitrat (HNO3), asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), asam perklorat (HClO4), atau campurannya. Meskipun HNO3 telah diterima dan digunakan sebagai pengencer logam berat untuk mengatur pH di bawah 2, tetapi tidak banyak makalah atau laporan penelitian yang mengeksplorasi suhu atau kondisi pH alternatif dalam analisis sampel logam berat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui suhu dan pH optimum dalam analisis logam Cu, Fe, Pb, dan Mn. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan suhu dan konsentrasi HNO3 dalam larutan standar. Hasil pengukuran kemudian dianalisis linieritas, sensitivitas, dan deviasinya. Data menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan HNO3 dengan konsentrasi rendah dan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak perlu menggunakan HNO3 berlebihan dalam preparasi sampel. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mensimulasikan teknik preparasi pada spesies logam berat yang berbeda. Kata kunci : Logam Berat; SSA-Nyala; pH; Suhu


2021 ◽  
Vol 71 (1) ◽  
Author(s):  
Charles E. Deutch ◽  
Amy M. Farden ◽  
Emily S. DiCesare

Abstract Purpose Gracilibacillus dipsosauri strain DD1 is a salt-tolerant Gram-positive bacterium that can hydrolyze the synthetic substrates o-nitrophenyl-β-d-galactopyranoside (β-ONP-galactose) and p-nitrophenyl-α-d-galactopyranoside (α-PNP-galactose). The goals of this project were to characterize the enzymes responsible for these activities and to identify the genes encoding them. Methods G. dipsosauri strain DD1 was grown in tryptic soy broth containing various carbohydrates at 37 °C with aeration. Enzyme activities in cell extracts and whole cells were measured colorimetrically by hydrolysis of synthetic substrates containing nitrophenyl moieties. Two enzymes with β-galactosidase activity and one with α-galactosidase activity were partially purified by ammonium sulfate fractionation, ion-exchange chromatography, and gel-filtration chromatography from G. dipsosauri. Coomassie Blue-stained bands corresponding to each activity were excised from nondenaturing polyacrylamide gels and subjected to peptide sequencing after trypsin digestion and HPLC/MS analysis. Result Formation of β-galactosidase and α-galactosidase activities was repressed by d-glucose and not induced by lactose or d-melibiose. β-Galactosidase I had hydrolytic and transgalactosylation activity with lactose as the substrate but β-galactosidase II showed no activity towards lactose. The α-galactosidase had hydrolytic and transgalactosylation activity with d-melibiose but not with d-raffinose. β-Galactosidase I had a lower Km with β-ONP-galactose as the substrate (0.693 mmol l−1) than β-galactosidase II (1.662 mmol l−1), was active at more alkaline pH, and was inhibited by the product d-galactose. β-Galactosidase II was active at more acidic pH, was partially inhibited by ammonium salts, and showed higher activity with α-PNP-arabinose as a substrate. The α-galactosidase had a low Km with α-PNP-galactose as the substrate (0.338 mmol l−1), a pH optimum of about 7, and was inhibited by chloride-containing salts. β-Galactosidase I activity was found to be due to the protein A0A317L6F0 (encoded by gene DLJ74_04930), β-galactosidase II activity to the protein A0A317KZG3 (encoded by gene DLJ74_12640), and the α-galactosidase activity to the protein A0A317KU47 (encoded by gene DLJ74_17745). Conclusions G. dipsosauri forms three intracellular enzymes with different physiological properties which are responsible for the hydrolysis of β-ONP-galactose and α-PNP-galactose. BLAST analysis indicated that similar β-galactosidases may be formed by G. ureilyticus, G. orientalis, and G. kekensis and similar α-galactosidases by these bacteria and G. halophilus.


2021 ◽  
Vol 1 ◽  
pp. 38-43
Author(s):  
Chresiani Destianita Yoedistira ◽  
Elvin Febriyanti Hardi ◽  
Eva Monica

Penyakit PGK (Penyakit Gagal Ginjal), protein yang hilang melalui urin dapat menyebabkan penurunan kadar albumin atau hipoalbuminemia. Keluarnya albumin melalui urin disebabkan karena adanya penurunan protein yang keluar kedalam filtrat glomerulus. Pengembangan teknologi sensor untuk mendeteksi gagal ginjal. Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan sensor kimia dengan menggunakan reagen cobalt dan amoniak. Pembuatan sensor kimia menggunakan teknik imobilisasi. Teknik imobilisasi  merupakan suatu proses pengikatan molekul reagen cobalt pada bahan pendukung yaitu amoniak sehingga molekul reagen dapat tersebar didalam fase pendukung tersebut secara merata dan homogen. Tahap awal pada pembuatan sensor kimia adalah menentukan kondisi reagen yang optimum. Sensor memiliki hasil optimasi dengan pH optimum pH 7. Memiliki linearitas yang baik pada rentang konsentrasi 150-650 ppm dengan nilai  koefisien korelasi  r = 0,9677. Waktu pakai strip test lebih dari 3 bulan pada suhu ruang. Hasil penelitian validasi metode ini memenuhi persyaratan standar. Pengembangan sensor kimia berbasis cobalt (Co) dapat digunakan untuk mendeteksi PGK (Penyakit Gagal Ginjal) karena telah memenuhi kriteria validasi metode selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, LOD dan LOQ sehingga dapat digunakan dalam deteksi albumin dalam urin.


2021 ◽  
Vol 26 (2) ◽  
Author(s):  
Purbowatiningrum Ria Sarjono ◽  
Nies Suci Mulyani ◽  
Ina Noprastika ◽  
Ismiyarto Ismiyarto ◽  
Ngadiwiyana Ngadiwiyana ◽  
...  

AbstrakSaccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang berpotensi memproduksi enzim selulase yang mampu menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosida pada rantai selulosa untuk menghasilkan glukosa. Salah satu sumber selulosa yang mudah ditemukan dan melimpah di alam adalah eceng gondok. Glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis dapat dimanfaatkan untuk produksi sirup gula, asam organik dan bioetanol. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan Saccharomyces cerevisiae yang diadaptasikan pada media fermentasi eceng gondok dan memperoleh data kadar gula pereduksi dari aktivitas Saccharomyces cerevisiae dalam menghidrolisis eceng gondok pada variasi pH dan waktu fermentasi. Proses yang terlebih dahulu dilakukan terhadap eceng gondok adalah delignifikasi dengan NaOH. Saccharomyces cerevisiae diadaptasikan dalam media modifikasi eceng gondok sebagai sumber karbon. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dibuat dalam media modifikasi eceng gondok untuk mengetahui waktu optimum pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dalam menghasilkan enzim selulase, sehingga dapat mengetahui fase eksponensial dari Saccharomyces cerevisiae. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh pada media fermentasi eceng gondok dan Kadar gula pereduksi tertinggi dari aktivitas Saccharomyces cerevisiae dalam menghidrolisis eceng gondok pada pH optimum 5 dan waktu fermentasi optimum dalam menghasilkan gula pereduksi pada jam ke-48 sebesar 0,267 mg/L dari 0,3 gram eceng gondok kering.Kata kunci: Saccharomyces cerevisiae, hidrolisis selulosa, pH dan waktu fermentasi


Molecules ◽  
2021 ◽  
Vol 26 (19) ◽  
pp. 5978
Author(s):  
Jan Dohnálek ◽  
Jarmila Dušková ◽  
Galina Tishchenko ◽  
Petr Kolenko ◽  
Tereza Skálová ◽  
...  

Commensal bacterium Clostridium paraputrificum J4 produces several extracellular chitinolytic enzymes including a 62 kDa chitinase Chit62J4 active toward 4-nitrophenyl N,N′-diacetyl-β-d-chitobioside (pNGG). We characterized the crude enzyme from bacterial culture fluid, recombinant enzyme rChit62J4, and its catalytic domain rChit62J4cat. This major chitinase, securing nutrition of the bacterium in the human intestinal tract when supplied with chitin, has a pH optimum of 5.5 and processes pNGG with Km = 0.24 mM and kcat = 30.0 s−1. Sequence comparison of the amino acid sequence of Chit62J4, determined during bacterial genome sequencing, characterizes the enzyme as a family 18 glycosyl hydrolase with a four-domain structure. The catalytic domain has the typical TIM barrel structure and the accessory domains—2x Fn3/Big3 and a carbohydrate binding module—that likely supports enzyme activity on chitin fibers. The catalytic domain is highly homologous to a single-domain chitinase of Bacillus cereus NCTU2. However, the catalytic profiles significantly differ between the two enzymes despite almost identical catalytic sites. The shift of pI and pH optimum of the commensal enzyme toward acidic values compared to the soil bacterium is the likely environmental adaptation that provides C. paraputrificum J4 a competitive advantage over other commensal bacteria.


2021 ◽  
Vol 20 (2) ◽  
pp. 169-174
Author(s):  
Alvina Handoyo ◽  
◽  
Thomas Indarto Putut Suseno ◽  

Selai merupakan produk pangan berbahan dasar buah yang ditambahkan air dan gula dan diproses hingga diperoleh konsistensi sesuai. Kopi adalah bahan yang dapat digunakan untuk membuat selai. Produktivitas kopi di Indonesia tinggi namun konsumsinya masih sangat rendah. Perlu ditambahkan carrier dan pengental agar diperoleh karakteristik fisik selai yang diinginkan. Pada penelitian ini digunakan Labu kuning (Curcubita moschata Duchesne) sebagai carrier dan Carboxymethyl Cellulose (CMC) sebagai pengental. CMC memiliki rentang pH yang cukup luas, yaitu 3-11 dengan pH optimum 5-10 sehingga dapat digunakan pada selai kopi yang memiliki pH 5-6. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh konsentrasi CMC terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik selai kopi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor, yaitu konsentrasi CMC, yaitu 0,60% (P1); 0,90% (P2); 1,20% (P3); 1,50% (P4); 1,80% (P5); 2,10% (P6) dari berat bubur buah. Pengulangan dilakukan sebanyak empat kali. Perlakuan terbaik diperoleh dengan menghitung luas segitiga dari parameter Aw, rasa, aroma, mouthfeel. Parameter lain yang diuji yaitu daya oles, viskositas, sineresis, dan warna. Berdasarkan hasil penelitian diketahui ada pengaruh konsentrasi CMC terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik selai kopi dengan carrier labu kuning. Peningkatan konsentrasi CMC menyebabkan penurunan Aw, daya oles dan sineresis serta peningkatan viskositas. Rata-rata kesukaan konsumen terhadap rasa 3,82-4,11, mouthfeel 4,28-4,82, aroma 4,24-5,14 dengan skala skor 1-7. Perlakuan terbaik dengan luas segitiga 68,0353, Aw 0,930, daya oles 24,91 cm2, viskositas 9442,25 cP, sineresis 5,06-12,53%, tingkat kesukaan panelis terhadap rasa agak tidak suka, mouthfeel netral, aroma agak suka adalah selai dengan konsentrasi CMC 0,60%.


Author(s):  
Seung-Hyeon Choi ◽  
Jam-Eon Park ◽  
Ji Young Choi ◽  
Ji-Sun Kim ◽  
Se Won Kang ◽  
...  

A novel bacterial isolate designated as strain AGMB01083T was isolated from Korean cow faeces deposited in the National Institute of Animal Science (Wanju, Republic of Korea). The bacterium is obligate anaerobic, Gram-strain-positive, and motile. Cells are straight or curved rod-shaped, flagella and spores are observed. Growth occurs between 20–40 °C (temperature optimum of 35 °C), at pH 7–9 (pH optimum of 7), and in the presence of 0.5–1.0 % (w/v) NaCl. Based on the 16S rRNA gene sequence analysis, the strain belongs to the genus Anaerosporobacter and is most closely related to A. mobilis HY-37-4T (=KCTC5027T, similarity, 95.7 %). The DNA G+C content is 36.2 mol%, determined by the whole-genome sequence. The average nucleotide identity value between strain AGMB01083T and strain A. mobilis HY-37-4T is 75.5 %, below the interspecies identity threshold value. The major cellular fatty acids (>10 %) of strain AGMB01083T are C16 : 0, C16 : 0 dimethyl acetal (DMA), and C16 : 0 3-OH. Based on the phylogenetic, phenotypic, biochemical, chemotaxonomic, and genomic characterization, strain AGMB01083T is proposed to be a novel species, named Anaerosporobacter faecicola, in the genus Anaerosporobacter . The type strain is AGMB01083T (=KCTC 15857T=NBRC 114517T).


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 3374-3387

This project aims to obtain and characterize protein hydrolysates from the solid residues (dark muscle) and effluents (cooking water) generated from the processing of yellowfin tuna (Thunnus albacares) and evaluate their potential to be applied as organic fertilizer in farming. From the studied viscera (stomach, pyloric blind, liver, pancreas, and intestine), it was found that the pyloric blind of the tuna digestive system represents an adequate source of alkaline proteases that act on the dark muscle of tuna and cooking water, at pH optimum of 10.5 and temperature of 50 °C. The results of SDS-PAGE electrophoresis and enzymatic inhibition indicate that the proteolytic activity exhibited by the enzymatic extract of the pyloric blind of tuna is mainly due to serine protease enzymes, especially trypsin type, and it showed a proteolytic activity similar to that of a commercial protease coming from Bacillus sp. It is possible to use these enzymes in processes that require pH values between 8 and 11 and mild temperatures conditions (30-50°C). The cooking water showed a low yield and high ash content, which may decrease the protein hydrolysates' nutritional quality and functional properties.


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 001
Author(s):  
Yuda Kurniawan
Keyword(s):  

Abstrak Koagulasi-flokulasi merupakan salah satu proses di Instalasi Pengolahan Air yang bertujuan menghilangkan partikel tersuspensi dan koloid. Koagulan yang paling banyak digunakan di instalasi pengolahan air saat ini adalah tawas. Namun, penggunaan tawas dapat menimbulkan efek bagi lingkungan dan kesehatan manusia dikarenakan sifatnya yang tidak mudah terbiodegradasi. Cangkang kepiting mengandung zat yang mampu berfungsi sebagai kitin terdeasetilasi yaitu kitin dan kitosan. Kitosan memiliki kemampuan sebagai koagulan karena memiliki banyak kandungan nitrogen pada gugus aminanya. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui efektivitas dari kitosan cangkang kepiting dalam menurunkan kadar kekeruhan dan warna air baku Sungai Kapuas dibandingkan dengan koagulan sintetis yaitu tawas. Adapun tahapan penelitian ini meliputi pembuatan kitosan dan uji karakteristik kitosan cangkang kepiting, penentuan pH dan dosis optimum dengan metode jar test, uji parameter kekeruhan dan warna, dan analisis data. Hasil uji karakteristik kitosan menunjukkan nilai rendemen kitosan cangkang kepiting adalah 17,57%, kadar air kitosan cangkang kepiting yaitu 3,93%, dan derajat deasetilasi sebesar 94,97%. Pada uji jar test, didapatkan dosis optimum kitosan adalah 300 mg/l pada pH optimum 3 untuk penurunan parameter kekeruhan dan warna. Efektivitas penurunan kekeruhan oleh kitosan cangkang kepiting sebesar 61,4% dan penurunan kadar warna sebesar 86,35%.  Kata Kunci: kepiting, kitosan, koagulan, koagulasi


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document