Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH)
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

35
(FIVE YEARS 35)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Sekolah Tinggi Teologi Injili Dan Kejuruan (STTIK) Kupang

2685-1466, 2685-1393

2021 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 63-75
Author(s):  
Tio Pilus Arisandie

The Pesaguan Dayak tribe is a tribe in West Kalimantan Province. Most of the people of this tribe are Catholic and Protestant. In the initial observation (pre-research), it seems that their understanding of the Bible and its position in the practice of life needs attention. However, in everyday life, the Pesaguan Dayak community is still robust with the customs, ethics, and moral norms of the tribal religion. To obtain a Christian portrait of the Pasaguan Dayak tribe, the researchers used qualitative research methods, emphasizing surveys or observations and interviews. From the results of research and interviews conducted, it was found that in the daily life of the Pesaguan Dayak people, the Bible is not the primary basis for the Pesaguan Dayak tribe. Another portrait of Christianity found in the field is the absence of awareness from the Pesaguan Dayak community to reach out to Malays to believe in Jesus, even though they live next door.   Suku Dayak Pesaguan adalah suku yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Sebagian besar orang-orang dari suku ini beragama Katolik dan Protestan. Pada obersevasi awal (prapenelitian), tampaknya pemahaman mereka tentang Alkitab dan posisinya dalam praktik kehidupan, perlu mendapat perhatian. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat suku Dayak Pesaguan masih sangat kuat dengan adat istiadat, etika dan norma-norma moral agama suku.  Untuk memperoleh potret kekristenan suku Dayak Pasaguan, maka peneliti memanfaatkan metode penelitian kualitatif, dengan menekankan pada survei atau observasi dan wawancara. Dari hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan, ditemukan bahwa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Dayak Pesaguan, Alkitab bukanlah landasan dasar utama yang dimiliki suku Dayak Pesaguan. Potret kekristenan lainya yang ditemukan di lapangan yaitu belum adanya kesadaran dari masyarakat suku Dayak Pesaguan untuk menjangkau orang Melayu untuk percaya pada Yesus, meskipun mereka hidup bertetangga.


2021 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 18-32
Author(s):  
Gabriel Dhandi ◽  
Firman Panjaitan

The COVID-19 pandemic is an epidemic that is shaking the world today. Its appearance unsettled many people, as many people were affected. Like losing a job, a business goes bankrupt, many lives are lost, some countries are hit by a recession, so suffering is created. From this suffering, there are some people or groups who think that the COVID-19 pandemic arises as a result of human sins and violations against God. By using the literature study method, which departs from compiled data obtained from various books and presented in descriptive form, then the study in this article will discuss the Book of Job which describes the suffering that befell the person Job without cause. The three friends responded to Job’s personal suffering as God’s punishment for sin. But he was godly men, fearing God, and shunning evil (1:1). The results of the study of the Book of Job showed that the suffering he experienced was not because God had punished Job personally. It is because God has His own purpose for Him. Thus, it can be concluded that the emergence of the COVID-19 pandemic is not the result of human sin.   Pandemi COVID-19 merupakan sebuah wabah yang mengguncangkan dunia dewasa ini. Kemunculannya membuat resah banyak orang, dimana banyak orang yang terkena dampak. Seperti kehilangan pekerjaan, usaha bangkrut, banyak nyawa yang hilang, beberapa negara terkena resesi, sehingga penderitaan pun tercipta. Dari penderitaan tersebut ada beberapa orang atau kelompok yang beranggapan bahwa pandemi COVID-19 muncul akibat dosa dan pelanggaran manusia terhadap Allah. Dengan menggunakan metode studi literatur, yang berangkat dari kompilasi data yang didapat dari berbagai buku dan disajikan dalam bentuk deskriptif, maka kajian dalam artikel ini akan membahas Kitab Ayub yang menggambarkan tentang penderitaan yang menimpa pribadi Ayub tanpa sebab. Penderitaan yang menimpa pribadi Ayub direspon oleh ketiga temannya sebagai hukuman Allah akibat dosa. Tetapi ia adalah seorang yang saleh, takut akan Tuhan, dan menjauhi kejahatan (1:1). Hasil kajian Kitab Ayub ternyata penderitaan yang dialami bukan karena Allah menghukum pribadi Ayub. Melainkan karena Allah memiliki tujuan-Nya sendiri bagi dirinya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemunculan pandemi COVID-19 bukan akibat dari dosa manusia.


2021 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 1-17
Author(s):  
Ricu Sele ◽  
Soelistiyo Daniel Zacheus

The divorce rate in Indonesia is increasingly showing a significant upward trend. Therefore, this study aims to describe the factors of divorce, the response of Lakit and the church to the divorce. Divorce doesn't just happen. Divorce is triggered by various factors. These factors are used as justification for conducting a divorce. Those reasons are used as the basis for suing and carrying out a divorce. The Bible is against divorce. God hates divorce. God never designed a marriage for divorce. Biblical marriage is marriage for life. Marriage must be built on a strong foundation, namely love. Like the bond of love between Christ and His church, so is the bond of husband and wife in a marriage. The church is in line with the Bible / Word of God, does not tolerate divorce. The church must strive to prevent its people from divorcing. Because divorce does not solve problems, but in Christ and His love all problems that arise in marriage can be resolved. He is in Christ and in His love there must be a way out. The method used by researchers in this writing is descriptive qualitative by using literature sources that support the writing of this article. Hopefully the results of this research can be a reference for pastors and churches and people to solve every problem in marriage wisely so that it doesn't end in divorce. Angka perceraian di Indonesia semakin menunjuk tren peningkatan yang signifikan. Karena itu penelitian ini bertujuan untuk memaparkan faktor-faktor perceraian, tanggapan Alkitab dan gereja terhadap perceraian tersebut. Perceraian dipicu oleh berbagai faktor. Alasan-alasan itulah yang dijadikan sebagai dasar untuk menuntut dan melakukan perceraian. Alkitab menentang perceraian. Tuhan tidak pernah merancang sebuah pernikahan untuk perceraian. Pernikahan Alkitabiah adalah pernikahan seumur hidup. Pernikahan harus dibangun dasar yang kuat yaitu kasih. Seperti ikatan kasih antara Kristus dan jemaatNya. Gerejapun sejalan dengan Alkitab/Firman Allah, tidak mentolerir adanya perceraian. Gereja harus berjuang untuk menghindarkan umatnya dari perceraian. Sebab perceraian tidak menyelesaikan masalah, tetapi di dalam Kristus dan kasihNya semua persoalan yang muncul dalam pernikahan bisa diselesaikan. Adapun metode yang dipergunakan peneliti dalam penulisan ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan sumber-sumber literatur yang mendukung penulisan artikel ini. Kiranya hasil penelitian ini, dapat menjadi acuan bagi Pendeta dan gereja serta umat untuk menyelesaikan setiap masalah dalam pernikahan secara bijak sehingga tidak berakhir dengan perceraian.


2021 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 33-47
Author(s):  
Veydy Yanto Mangantibe ◽  
Mario Chlief Taliwuna

This article discusses religious tolerance as a mission approach in Indonesia. Religious toleranceis not sufficient to respond only to the attitude of acknowledging and accepting reality indifferent beliefs. But it must also be understood as a way that is formed in the attitude of socialinteraction which recognizes that they must need other people in their differences. If not, thenthey will be faced with problems of personal beliefs driven by different teaching understandingswhich lead to conflict in the division of the nation. This article uses a qualitative approach with adescriptive analysis method. Religious tolerance is one of the "assets" for the creation of theUnitary State of the Republic of Indonesia (NKRI) in different ethnicities, cultures and religions.The religious tolerance that exists in Indonesian society is an opportunity to bring peace with theform of accommodation in the form of social interactions to avoid conflict which results in thedivision of the nation so that this has an impact on the peace and harmony of nations in differentbeliefs. This is also a form of mission approach with an attitude of faith that brings peace to God love in the midst of differences in ethnicity, culture and religious beliefs.   Artikel ini membahas mengenai toleransi beragama sebagai pendekatan misi di Indoensia: Toleransi agama tidak cukup hanya direspon dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan dalam keyakinan yang berbeda, namun harus dipahami sebagai cara yang terbentuk dalam sikap interaksi sosial yang mengakui bahwa mereka harus membuthkan orang lain dalam perbedaan, jika tidak maka  akan diperhadapkan dengan maslah-masalah keyakinan pribadi yang didorong dengan pemahaman pengajaran yang berbeda yang mengikibatkan konflik pada perpecahan bangsa. Adapun artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Toleransi beragama adalah salah satu “modal” bagi terciptanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam berbedaan suku, budaya dan agama. Sikap toleransi agama yang ada di tengah masyarakat Indonesia, merupakan kesempatan untuk membawa damai dengan bentuk akomodasi dalam wujud interkasi sosial demi menghidari konflik yang mengikibatkan pada perpecahan bangsa sehingga hal ini berdampak pada kedamaiaan dan kerhamonisan berbangsa dalam keyakinan yang berbeda. Tentunya ini juga sebagai bentuk pendekatan misi dengan sikap iman yang membawa damai kasih Allah ditengah-tengah perbedaan suku, budaya dan keyakinan agama.


2021 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 76-87
Author(s):  
Yunardi Kristian Zega

The doctrine of salvation (soteriology) is one of the most important doctrines in Christianity. The doctrine of soteriology needs to be understood and understood properly and correctly, so as not to lead to misleading interpretations. One of the interesting verses to discuss in the doctrine of soteriology is the assurance of salvation in the Gospel of John 10: 28-29. For this reason, in this article, the author will analyze the Gospel of John 10: 28-29 in order to provide a soteriological understanding that is in accordance with the truths contained in the text. The result of the analysis of this article is that Jesus guarantees the salvation of believers so that they do not perish forever, and God the Father also guarantees this salvation. Therefore, believers will receive the power of the Holy Spirit so that they can practice every truth that God wants in their lives. Thus, every believer can have a correct understanding of the assurance of his safety. This needs to be a concern for Christian educators, whether they teach in families, schools, or churches. Doktrin keselamatan (soteriologi) adalah salah satu doktrin yang sangat penting di dalam Kekristenan. Doktrin soteriologi perlu untuk dapat dimengerti dan dipahami dengan baik dan benar, agar tidak menimbulkan penafsiran yang menyesatkan. Salah satu ayat yang cukup menarik untuk dibahas dalam doktrin soteriologi adalah mengenai jaminan keselamatan dalam Injil Yohanes 10:28-29. Untuk itu, dalam artikel ini, penulis akan menganalisis Injil Yohanes 10:28-29 agar dapat memberikan pemahaman soteriologi yang sesuai dengan kebenaran yang ada di dalam nats tersebut. Hasil dari analisis artikel ini ialah, Yesus memberikan jaminan keselamatan bagi orang-orang percaya agar tidak binasa sampai selama-lamanya, dan Allah Bapa juga ikut menjamin keselamatan tersebut. Oleh sebab itu, orang-orang percaya akan menerima kuasa Roh Kudus sehingga mereka dapat melakukan setiap kebenaran yang dikehendaki Allah di dalam kehidupannya. Dengan demikian, agar setiap orang percaya dapat memiliki pemahaman yang benar mengenai jaminan keselamatannya. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi para pendidik Kristen, baik yang mengajar di keluarga, sekolah, maupun gereja.


2021 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 48-62
Author(s):  
Markus Oci ◽  
Kalis Stevanus

The rapid development of Science and Technology in the era of the Industrial Revolution 4.0 has influenced various aspects of human life, both in the world of work and the world of education. The purpose of this article is written with the hope that Christian Religious Colleges can answer the challenges of the Industrial Revolution 4.0 in order to produce human resources or graduates who are able to compete in the midst of global competition. One of the steps is to reconstruct a curriculum that is responsive to technological developments. The compilation and implementation of curricula at Christian Religious Colleges must refer to KKNI and the National Higher Education Standards. The research method used is qualitative research with a literature study approach. The analysis process carried out is to use various literary sources, both journals, books and other reliable reference materials to support the author's analysis. Thus it can be concluded that there are six steps in the preparation of the curriculum for Christian Religious Higher Education which refers to the Indonesian National Qualifications Framework (KKNI): 1. Formulating a Graduate Profile; 2. Formulating Graduate Learning Outcomes; 3. Determine the Study Material; 4. Compiling Subjects; 5. Determining the Structure of the Course and, 6. Developing a semester learning plan (RPS).   Derasnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di era Revolusi Industri 4.0 telah mempengaruhi pelbagai aspek kehidupan manusia, baik di dunia kerja maupun dunia pendidikan. Tujuan artikel ini ditulis dengan harapan Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen dapat menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0 guna menghasilkan sumber daya manusia atau lulusan yang mampu bersaing di tengah persaingan global. Salah satu langkahnya adalah merekonstruksi kurikulum yang responsif terhadap perkembangan teknologi. Penyusunan dan pelaksanaan kurikulum di Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen wajib mengacu pada KKNI dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi pustaka. Proses analisis yang dilakukan adalah menggunakan berbagai sumber literatur-literatur baik jurnal,  buku dan bahan referensi lainnya yang terpercaya untuk mendukung analisis penulis. Dengan demikian  dapat  disimpulkan ada enam langkah dalam penyusunan kurikulum Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen yang mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI): 1. Merumuskan Profil Lulusan; 2. Merumuskan Capaian Pembelajaran Lulusan; 3. Menentukan Bahan Kajian; 4. Menyusun Matakuliah; 5. Menetapkan Struktur Matakuliah dan, 6. Menyusun Rencana pembelajaran semester (RPS).


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 114-125
Author(s):  
Rannu Sanderan

This article explains about digging deeper of Hans-Georg Gadamer's ideas, in term of intuition as a supralogic. This study aim is to find out how the role of intuition develops a view of the goodness and the general truth. In this case, intuition allows someone to act wisely, also could live harmoniously in their community base. Research design: This research aims to describe Gadamer's view of intuition from the point of view of hermeneutic philosophy. The concept of humans is discussed more clearly by Gadamer in his own four ideas, that is: (1) bildung or culture, (2) sensus communis or conscience or heart, (3) consideration, and (4) taste. In this study, can be drawn that the idea of a communist census enables one to act almost intuitively. Implication and the result: Intuition or heart, heart or conscience has a social aspect, that is the sense of community, and by which we can gain knowledge and carry out interpretations. The Intuition approach as a supralogic is an openness to others, whatever its form, be it text, musical sounds or works of art, whose truth cannot be achieved by scientific methods. It is hoped that this study will bring benefit for cultural practitioners and education observers. Pendalaman gagasan Hans-Georg Gadamer tentang intuisi sebagai supralogika. Tujuan penelitian ini adalah hendak mengetahui bagaimanakah peran intuisi memperkembangkan suatu pandangan kebaikan yang benar dan umum? Dalam hal ini, intuisi memungkinkan seseorang bertindak bijak, hidup serasi di dalam komunitas. Penelitian ini hendak menguraikan pandangan Gadamer tentang intuisi dari sudut pandang filsafat hermeneutik. Konsep tentang manusia dibahas lebih luas oleh Gadamer dalam empat konsep, yakni bildung atau kebudayaan, sensus communis atau suara hati atau kalbu, pertimbangan dan taste atau selera. Dalam kajian ini, gagasansensus communis-lah yang memungkinkan seseorang bertindak hampir-hampir secara intuitif. Hasilnya, intuisi atau hati, kalbu atau suara hati mempunyai aspek sosial yaitu rasa komunitas, dan olehnya kita dapat mengetahui dan menginterpretasi. Pendekatan Intuisi sebagai supralogi adalah keterbukaan terhadap yang lain, apapun bentuknya, baik teks, bunyi musik atau karya seni, yang kebenarannya tak dapat dicapai dengan metode ilmiah. Kajian ini diharap memberi manfaat bagi pelaku budaya dan pemerhati pendidikan.  


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 170-183
Author(s):  
Joko Santoso

Today's family members face increasingly difficult situations. Changes in the times have shifted and shot far, which has an impact on the pattern of family life. So that the family must rebuild and rebuild a foundation that can answer the needs of the times and be in line with God's teachings. The family in managing and laying the foundation for future generations must have a solid foundation; Includes the foundation of family understanding, the foundation of family relationship patterns, the foundation of family goals, and the foundation for achieving goals. To find the results of this study using a qualitative approach that is based on the initial step by collecting the required data, then clarification and description are carried out. Meanwhile, the results are obtained through creating concepts that reveal one's personality and views of the future. Membina keluarga dizaman sekarang ini menghadapi situasi yang semakin sulit. Perubahan zaman telah bergeser dan melesat jauh, yang berdampak pada pola kehidupan dalam berkeluarga. Sehingga keluarga harus merekonstruksi ulang dan membangun kembali pondasi yang dapat menjawab kebutuhan zaman dan sejalan dengan ajaran Tuhan. Keluarga dalam pengelolaan dan menanamkan pondasi bagi generasi penerus harus memiliki dasar yang kokoh; meliputi pondasi pemahaman keluarga, pondasi pola hubungan keluarga, pondasi tujuan keluarga, dan pondasi pencapaian tujuan. Untuk menemukan hasil penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didasarkan pada langkah awal dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, kemudian dilakukan klarifikasi dan deskripsi. Sedangkan hasilnya didapatkan melalui membuat isntrumen konsep-konsep yang menyingkapkan kepribadian diri, menggali potensi dan pandangan terhadap masa depan.


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 184-197
Author(s):  
Yonatan Alex Arifianto

Christianity is inseparable from ministry either in a holistic mission or a church ministry. As one of the gifts given by God in believers who must be actualized to God and others through a special gift, namely the gift of serving. Using descriptive qualitative method, the writer analyzes and examines the meaning of the gift of service which is expected to increase understanding and can have an impact on God's servants. which the purpose of writing is to bring believers more active in serving through the gift of serving. By understanding Christian service in Romans 12: 7, it can be concluded that the gift of serving is a must for believers given to him by God. For that the servant is expected to be able and careful in understanding the theological review in Romans 12: 7, so that the servant realizes that the service entrusted is an honor given by God and is done with sincerity as the dedication of a believer who receives gifts based on the example of Jesus. Then interpret service in socio-theology, which makes the meaning of serving which must be actualized to God and others as part of being a blessing for the world. Kekristenan tidak lepas dari pelayanan baik secara misi holistik maupun pelayanan gereja. Sebagai salah satu dalam karunia yang diberikan oleh Tuhan dalam kepada orang percaya yang harus diaktualisasikan kepada Tuhan dan sesama lewat karunia khusus yaitu karunia melayani. Menggunakan metode kulaitatif deskriptif, penulis menganalisis dan mengkaji makna karunia melayani yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan dapat membawa dampak bagi para pelayan Tuhan. yang mana tujuan dalam penulisan ini untuk membawa orang percaya semakin giat dalam melayani lewat karunia melayani. Dengan memahami melayani menurut Kristen dalamRoma 12: 7, dapat disimpulkan bahwa Karunia melayani adalah sebuah keharusan bagi orang percaya yang kepadanya diberikan oleh Tuhan. Untuk itu pelayan diharapakan mampu  dan cermat dalam memahami tinjauan teologis dalam Roma 12: 7, sehingga pelayan menyadari bahwa pelayanan yang dipercayakan adalah kehormatan yang diberikan Tuhan dan dikerjakan dengan kesungguhan sebagai dedikasi orang percaya yang menerima karunia yang didasari  dari keteladanan Yesus. Lalu memaknai pelayanan dalam sosio-teologi, yang menjadikan makna melayani yang harus diaktualisasikan.


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 136-150
Author(s):  
Yuel Yuel

This study aims to examine the phenomenon of religio magis putri mayang sari among Tamiang Layang Christian adolescents. The research method used is qualitative. The technique of collecting data by means of interviews, observation and documentation. The research subjects were students of SMAN 1 Tamiang Layang, caretakers of the tombs, and parents of students. The results showed that the socio-cultural construction of the Ma'anyan community towards the Puteri Mayang Rite as a social reality is an expression of Ma'anyan appreciation of the world and transcendent values are religio magis. Then, the Ma'anyan adolescent social construction of the Princess Mayang Rite was implemented in Christian Religious Education learning through interactive, inspirational, challenging learning strategies and participant observation as well as in multicultural learning. The social construction of Ma'anyan youth towards the Princess Mayang Rite contains an understanding of religious, social values, a sense of pride in one's own culture (local culture), and tolerance obtains support from educators. The results of the study recommend that Christian Religious Education teachers support the social construction of Ma'anyan adolescents so that they are conveyed in the learning process in the classroom. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fenomena religio magis putri mayang sari di kalangan remaja Kristen Tamiang Layang. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Adapun subyek penelitian adalah siswa SMAN 1 Tamiang Layang, juru kunci makam, dan orang tua siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi sosial budaya masyarakat Ma’anyan terhadap Ritus Puteri Mayang sebagai realitas sosial adalah ungkapan penghayatan Ma’anyan tentang dunia dan nilai transenden bersifat religio magis. Kemudian, konstruksi sosial remaja Ma’anyan terhadap Ritus Puteri Mayang diimplementasikan pada pembelajaran Pendidikan Agama Kristen melalui strategi pembelajaran interaktif, inspiratif, menantang, dan observasi partisipan serta dalam pembelajaran multikultural. Konstruksi sosial remaja Ma’anyan terhadap Ritus Puteri Mayang mengandung pemahaman tentang nilai religius, sosial kemasyarakatan, ada rasa bangga terhadap kebudayaan sendiri (budaya lokal), dan toleransi memperoleh dukungan dari para pendidik. Hasil penelitian merekomendasikan agar guru Pendidikan Agama Kristen mendukung konstruksi sosial remaja Ma’anyan agar disampaikan dalam proses pembelajaran di kelas.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document