Wood‐based, Bifunctional, Mulberry‐Like Nanostructured Black Titania Evaporator for Solar‐Driven Clean Water Generation

2022 ◽  
Author(s):  
Bo Xiao ◽  
Fang Yu ◽  
Yue Xia ◽  
Junshi Wang ◽  
Xin Xiong ◽  
...  
Keyword(s):  
Author(s):  
Emilda Emilda

The limitations of waste management in the Cipayung Landfill (TPA) causing a buildup of garbage up to more than 30 meters. This condition has a health impact on people in Cipayung Village. This study aims to analyze the impact of waste management at Cipayung Landfill on public health in Cipayung Village, Depok City. The research is descriptive qualitative. Data obtained by purposive sampling. Data was collected by interviews, observation and documentation. Based on interviews with 30 respondents, it was found that the most common diseases were diarrhea, then other types of stomach ailments, subsequent itching on the skin and coughing. This is presumably because the environmental conditions in the form of unhealthy air and water and clean and healthy living behaviors (PHBS) have not become the habit of the people. The results indicated that there were no respondents who had implemented all of these criteria. In general respondents have implemented  3 criteria, namely maintaining hair hygiene, maintaining skin cleanliness, and maintaining hand hygiene. While maintaining clean water storage is the most often overlooked behavior. To minimize this health impact, improvements in waste management in Cipayung landfill are needed along with continuous socialization and education to develop PHBS habits and the importance of maintaining a clean environment.


Waterlines ◽  
1983 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 24-25
Author(s):  
Stephanie Loiacono

Waterlines ◽  
1983 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 21-23 ◽  
Author(s):  
Hilary Byrne
Keyword(s):  

2020 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 86-91
Author(s):  
DESSY ANGRAINI ◽  
Iza Ayu Saufani

Era SDGs (sustainable development goals) merupakan kelanjutan program MDGs (Millenium Development Goals) memiliki tujuan bersama yang universal untuk memelihara keseimbangan tiga dimensi pembangunan yang berkelanjutan, salah satu tujuannya adalah menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua orang. Pentingnya ketersediaan air bersih bagi kehidupan masyarakat dapat memberikan pengaruh penting terhadap kesehatan masyarakat,sehingga air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari kualitasnya harus memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan air. Berdasarkan informasi wali jorong palupuah mengatakan bahwa sumber air yang digunakan oleh warga untuk kebutuhan sehari-hari secara fisik berwarna, terdapat endapan pada penampungan air, dan belum pernah diuji keamananya.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran ketersediaanair bersih di Jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh KabupatenAgam.Penelitian ini merupakan penelitian observasional survey dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga yang berada di Jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sampel penelitian berjumlah 74 KK ditentukan dengan teknik proportionate stratified random sampling dan analisis data dilakukan dengan univariate. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden di jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh Kabupaten Agam, Sumatera Barat mayoritas berusia 25-45 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir adalah tamat SMA. Berdasarkan hasil survey rata-rata jumlah anggota keluarga di jorong Palupuah berjumlah 3 orang (32,4%), dan mayoritas responden bekerja sebagai IRT dengan tingkat penghasilan keluarga rata-rata Rp.1.500.000.Terdapat lima sumber air baku utama yang dijadikan sebagai sumber air bersih oleh masyarakat jorong dan sebagian besar sumber air yang digunakan berasal dari sumber mata air (71.8%). Selain itu, masih ada sebagian masyarakat yang mengeluhkan penyaluran air yang tidak lancar (35,1%). Serta masih ada 41.9% yang mengatakan tidak mudah mendapatkan air bersih. Kualitas air bersih yang disalurkan di Jorong Palupuah termasuk dalam kategori baik. Namun, sebagian besar masyarakat tidak menggunakan PDAM dan sumber air yang digunakan sangat tidak menunjang untuk dikonsumsi.


2020 ◽  
Vol 21 (2) ◽  
pp. 227-235
Author(s):  
Muhammad Rizki Apritama ◽  
I Wayan Koko Suryawan ◽  
Yosef Adicita

ABSTRACTThe clean water supply system network on Lengkang Kecil Island was developed in 2019. A small portion of the community's freshwater comes from harvesting rainwater and dug wells, which are only obtained during the rainy season. The primary source of clean water used by the community comes from underwater pipelines with a daily discharge of 0.86 l/sec. The water supply of the Lengkang Kecil Island community is 74.3 m3/day, with 146 House Connections (HCs) and to serve public facilities such as elementary schools, primary health centers, and mosques. Hydraulic evaluation of clean water distribution using EPANET 2.0 software on flow velocity shows the lowest rate of 0.29 m/s and the highest of 1.21 m/s. The lowest pressure value in the distribution system is 6.94-6.96 m and headloss units in the range 0.08-0.25 m/km. These three criteria are still within the distribution network design criteria (feasible). A carbon footprint can be calculated from each activity from the analysis of the evaluation of clean water distribution networks. The most massive emissions came from pumping activities with 131 kg CO2-eq, followed by emissions from wastewater 62.5 kgCO2-eq. Further research is needed to determine the quality of wastewater and the design for a centralized wastewater treatment plant (IPALT) to improve Lengkang Kecil Island residents' living standards.Keywords: Lengkang Kecil Island, water, EPANET, carbon footprintABSTRAKJaringan sistem penyediaan air bersih pada Pulau Lengkang Kecil dimulai pada tahun 2019. Sebagian kecil air bersih yang digunakan masyarakat berasal dari pemanenan air hujan dan sumur gali yang hanya didapat pada musim hujan. Sumber air bersih utama yang digunakan masyarakat berasal dari pengaliran perpipaan bawah laut dengan debit harian 0,86 l/detik. Kebutuhan air masyarakat Pulau Lengkang Kecil adalah 74,3 m3/hari dengan 146 Sambungan Rumah (SR) serta untuk melayani fasilitas umum seperti sekolah dasar (SD), puskesmas, dan masjid. Evaluasi hidrolis distribusi air bersih dengan menggunakan software EPANET 2.0 terhadap kriteria kecepatan aliran menunjukkan nilai terendah 0,29 m/s dan tertinggi 1,21 m/s. Nilai sisa tekan dalam sistem distribusi adalah 6,94–6,96 m dan unit headloss pada kisaran 0,08–0,25 m/km. Ketiga kriteria ini masih berada dalam kriteria desain jaringan distribusi (layak). Dari analisis evaluasi jaringan distribusi air bersih, dapat dihitung jejak karbon yang dihasilkan dari setiap kegiatannya. Emisi terbesar berasal dari kegiatan pemompaan dengan nilai 131 kgCO2-eq, diikuti dengan emisi yang berasal dari air limbah dengan nilai 62,5 kgCO2-eq. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui kualitas dari air limbah dan desain untuk instalasi pengolahan air limbah terpusat (IPALT) untuk meningkatkan taraf hidup penduduk Pulau Lengkang Kecil.Kata kunci: Pulau Lengkang Kecil, air, EPANET, jejak karbon


2020 ◽  
Vol 21 (2) ◽  
pp. 204-212
Author(s):  
Heru Sri Naryanto ◽  
Puspa Khaerani ◽  
Syakira Trisnafiah ◽  
Achmad Fakhrus Shomim ◽  
Wisyanto Wisyanto ◽  
...  

ABSTRACTGeostech Building, as an office and laboratory facility, requires a source of clean water from groundwater related to the limited supply of clean water from the PDAM. Due to the needs of freshwater from groundwater origin, data and information are needed regarding the potential groundwater in the area, including aquifer configuration, depth, and groundwater potential. The presence of groundwater is not distributed through every area, and it's related to the geological and geohydrological conditions. One of the geophysical methods that can describe subsurface is 2D geoelectric methods. This method can distinguish and analyze rock types, geological structures, groundwater aquifers, and other important information based on the characteristics of the electricity of rocks by looking at the value of the type of resistance. In this measurement, the Wenner Alpha configuration has been used, where the arrangement of A-B current electrodes and M-N potential electrodes have constant spacing. From the measurement results, it can be interpreted that there is a low resistivity layer containing porous groundwater as an aquifer. Based on regional geological data, it has been estimated that this layer is in the form of sandy tuff (0-1.5 ohm-m). The exploitation of groundwater with drilling is expected to reach the aquifer's upper layer at depth, starting from 11.5-13 meters. The groundwater aquifer thickness cannot be ascertained because of the penetration of the lower depth of 2D geoelectric measurements truncated by the constraint of a maximum stretch of cable. The upper layer of the aquifer contains a turned layer of fine tufa and medium tuff, which is impermeable, coarse tuff, and mixed soil with varying thickness at the upper layer.Keywords: 2D geoelectric, aquifer, potential groundwater, Geostech  ABSTRAKGedung Geostech sebagai sarana perkantoran dan laboratorium memerlukan sumber air bersih dari air tanah terkait dengan terbatasnya suplai air bersih dari PDAM. Kebutuhan air bersih berasal dari air tanah, maka diperlukan data dan informasi mengenai kondisi potensi air tanah di kawasan tersebut termasuk konfigurasi akuifer, kedalaman, dan potensi air tanahnya. Keberadaan air tanah tidaklah merata untuk setiap tempat dan sangat terkait dengan kondisi geologi dan geohidrologinya. Salah satu metode geofisika yang dapat memberikan gambaran kondisi bawah permukaan adalah dengan metode geolistrik 2D. Metode ini dapat membedakan dan menganalisis jenis batuan, struktur geologi, akuifer air tanah, dan informasi penting lainnya berdasarkan sifat kelistrikan batuan dengan melihat nilai tahanan jenisnya. Dalam pengukuran ini digunakan konfigurasi Wenner Alpha, dimana susunan elektroda arus A dan B dan elektroda potensial M dan N mempunyai spasi yang konstan. Dari hasil pengukuran dapat diinterpretasikan adanya lapisan dengan resistivitas rendah yang mengandung air tanah dan bersifat porous sebagai akuifer. Berdasarkan data geologi regional diperkirakan lapisan ini berupa tuf pasiran (0-1,5 ohm-m). Pengambilan air tanah dengan pemboran diperkirakan akan mengenai batas atas lapisan akuifer pada kedalaman 11,5-13 meter. Ketebalan akuifer air tanah tidak bisa dihitung karena penetrasi kedalaman pengukuran geolistrik 2D terbatasi oleh bentangan elektroda di permukaan. Lapisan di atas akuifer merupakan lapisan selang-seling tuf halus dan tuf sedang yang kedap air, tuf kasar, dan pada bagian paling atas merupakan tanah urugan dengan ketebalan bervariasi.Kata kunci: Geolistrik 2D, akuifer, potensi air tanah, Geostech  


2018 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
Author(s):  
Arie Herlambang

Clean water to poor communities who live in crowded municipal area is stillexpensive and a luxury. This condition is evidenced by the number of people whouse ground water for their daily water, because water taps still seems expensivefor them. Diarrheal disease is still relatively high for Indonesia, where nearly 16thousand people suffer from diarrhea due to poor sanitation. To help the poor inthe city, there are several alternative technologies that can be applied to publicaccess to clean water and adequate low-cost, including ground water treatmenttechnology with a filter system equipped with an ultraviolet sterilizer, or ozonegenerators, or using ultrafiltration, if possible can also use the reverse osmosismembrane that for fresh water. Arsinum is the best alternative should be chosenfor fulfilled potable water in slump area.Keywords : Sanitation, water treatment technology, portable water, low-cost, slump area


2017 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 67
Author(s):  
Supriyanto Supriyanto ◽  
Indah Purwaningsih

Abstract: Pityriasis versicolor or better known as “panu” is a superfcial fungal infection characterized by changes in skin pigment due to Stratum corneum colonization by dimorphic lipophilic fungi from normal skin flora. Pitiriasis versicolor is an infectious disease that is estimated occur due to poor sanitation (personal hygine) and lack of clean water. This research was aimed to determine factors related to Pityriasis versicolor infection. It used retrospective design where researcher tried to looking back about the incident of Pitiriasis versicolor on 76 fshermen who choosen by using simple random sampling. Based on the result of reseach, it was determine that bath habit (p = 0,000), clothing hygiene (p = 0,839), towels cleanliness (p = 0,699), clean water supply (p = 0,000), home environment hygiene (p = 0,588), for p<0,05 then these factors were related to the occurrence of Pitiriasis versicolor infection on fshermen in Penjajap Village Pemangkat. Thus, it could be conclude that there was signifcant correlation between bath habit and clean water supply with the incidence of Pityriasis versicolor infection. While the cleanliness of clothing, cleanliness of towels, and cleanliness of the home environment is not associated with the incidence of Pityriasis versicolor infection. Abstrak: Pityriasis versikolor atau lebih dikenal dengan panu adalah infeksi jamur superfsial yang ditandai perubahan pigmen kulit akibat kolonisasi stratum korneum oleh jamur lipoflik dimorfk dari flora normal kulit. Pityriasis versikolor merupakan penyakit menular yang diperkirakan terjadi karena sanitasi (personal hygiene) yang buruk dan kurangnya air bersih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor personal hygiene terhadap infeksi pityriasis versikolor. Penelitian ini menggunakan rancangan retrospektif dimana peneliti berusaha melihat ke belakang (backward looking) terhadap kejadian pityriasis versikolor pada 76 nelayan yang terpilih sebagai responden dengan teknik simple random sampling. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kebiasaan mandi (p = 0,000), kebersihan pakaian (p = 0,839), kebersihan handuk (p = 0,699), persediaan air bersih (p = 0,000), kebersihan lingkungan rumah (p = 0,588), untuk p < 0,05 maka faktor-faktor tersebut berhubungan terhadap terjadinya infeksi pityriasis versikolor pada nelayan di Desa Penjajap Kecamatan Pemangkat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifkan antara kebiasaan mandi dan persediaan air bersih dengan kejadian infeksi pityriasis versikolor. Sedangkan kebersihan pakaian, kebersihan handuk, dan kebersihan lingkungan rumah tidak berhubungan dengan kejadian infeksi pityriasis versikolor.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document