scholarly journals Hubungan Kadar Vitamin D dan Cathelicidin Plasma dengan Kejadian Infeksi Tuberkulosis pada Anak dengan Kontak BTA Positif

Sari Pediatri ◽  
2016 ◽  
Vol 17 (3) ◽  
pp. 200
Author(s):  
Lola Lusita ◽  
Finny Fitri Yani ◽  
Netti Suharti
Keyword(s):  
T Test ◽  

Latar belakang. Vitamin D dan cathelicidin berperan penting dalam sistem imun alamiah terhadap kuman tuberkulosis. VitaminD memediasi sintesis cathelicidin, melalui ekspresi vitamin D nuclear reseptor (VDR) sehingga cathelicidin dapat membunuhkuman mycobacterium tuberculosis.Tujuan. Melihat hubungan kadar vitamin D dan cathelicidin dengan kejadian infeksi tuberkulosis pada anak yang kontak denganpenderita tuberkulosis dewasa BTA positif.Metode. Penelitian cross sectional dengan sampel dibedakan antara terinfeksi tuberkulosis dengan yang tidak terinfeksi tuberkulosis.Sampel dilakukan pengukuran kadar vitamin D, yaitu kadar 25(OH)D dan cathelicidin plasma. Analisis statistik denganmenggunakan chi square, T-test, Mann-Whitney U, dan uji korelasi Spearman’s.Hasil. Anak terinfeksi tuberkulosis dengan gizi kurang 58%. Sumber kontak dengan BTA positif tiga anak yang terinfeksituberkulosis 54%. Tidak terdapat defisiensi vitamin D. Rerata kadar vitamin D anak terinfeksi dan tidak terinfeksi tuberkulosisberturut-turut 24,93±7,42 dan 24,66±6,23 ng/mL (p=0,868). Kadar cathelicidin rendah terdapat pada 62,5% anak yang terinfeksituberkulosis. Pada anak yang terinfeksi dan tidak terinfeksi tuberkulosis berturut-turut 149,76±160,76 dan 190,74±184,95 ng/mL (p=0,139). Tidak terdapat hubungan kadar vitamin D dan cathelicidin plasma pada anak dengan kontak BTA positif (p=0,135dan r=-0,183)Kesimpulan. Kadar cathelicidin pada anak yang tidak terinfeksi tuberkulosis cenderung lebih tinggi dibandingkan anak yang tidakterinfeksi, walaupun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

Sari Pediatri ◽  
2020 ◽  
Vol 21 (4) ◽  
pp. 213
Author(s):  
Aninditya Dwi Messaurina ◽  
Agung Triono ◽  
Retno Palupi Baroto ◽  
Cahya Dewi Satria ◽  
Sumadiono Sumadiono

Latar belakang. Defisiensi vitamin D banyak ditemukan pada anak lupus eritematosus sistemik (LSE) dibandingkan dengan anak normal. Berbagai penelitian membuktikan defisiensi vitamin D berkontribusi terhadap perkembangan chronic kidney disease. Belum ada penelitian hubungan vitamin D dengan derajat fungsi ginjal pada anak Lupus. Tujuan. Mengetahui hubungan antara 25-hidroksivitamin D dengan derajat fungsi ginjal pada anak Lupus.Metode. Menggunakan desain cross sectional dengan melibatkan 62 anak Lupus di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito yang telah mendapatkan protokol dari Januari 2014 sampai April 2018. Hubungan antara kadar serum 25-hidroksivitamin D dan derajat fungsi ginjal dianalisis menggunakan Independent T-test, sedangkan jenis kelamin, kalsium, steroid, dan aktivitas penyakit dengan uji chi-square. Defisiensi vitamin D didefinisikan konsentrasi 25-hidroksivitamin D<20 ng/ml, sedangkan gangguan ginjal didefinisikan GFR<90/ml/mnt/1.73m2.Hasil. Sebagian besar subyek berjenis kelamin perempuan, 93,5% vs 6,5% dengan rerata usia 14,6±3,1 tahun, dan rerata skor Mex-SLEDAI 7,6±5,6. Secara keseluruhan 66% subyek penelitian mengalami defisiensi vitamin D. Analisis dengan Independent T-tes menunjukkan rerata vitamin D yang mengalami gangguan ginjal 14,14±4,9 lebih rendah dibandingkan normal dengan rerata 19,43±10,3 dengan perbedaan yang bermakna p=0,004. Jenis kelamin, kalsium, steroid, dan aktivitas penyakit tidak berpengaruh signifikan terhadap derajat fungsi ginjal, p>0,05.Kesimpulan. Terdapat hubungan signifikan 25-hidroksivitamin D dengan derajat fungsi ginjal pada anak lupus.


Author(s):  
Ivan Buntara ◽  
Yohanes Firmansyah ◽  
Hendsun Hendsun ◽  
Ernawati Su

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) is a form of gastrointestinal motility disorder, where stomach contents reenter the esophagus and oral cavity, causing symptoms and complications. GERD is a condition that is quite often experienced, where the prevalence estimated at 8 - 33% worldwide. One of the suspected cause of  GERD is Ramadan fasting, which has been routinely carried out by Muslim groups. This study aims to prove whether Ramadan fasting triggers GERD. A cross-sectional study (survey) conducted online via Google form on the last three days of the fasting month (21 May 2020 - 23 May 2020). The variables in this study were respondents who fasted Ramadan and those who did not fast, also the total value of the GERD-Q questionnaire along with the final conclusions. Statistical analysis using Chi square with Yates Correction and Independent T-test with Mann Whitney Alternative Test. 311 respondents met the inclusion criteria. The results of Mann Whitney statistical test found that there was no difference in the mean value of the total GERD-Q questionnaire between the fasting and non-fasting groups (p-value: 0.313). Pearson Chi Square with Yates Correction results found no significant relationship between fasting and incidence of GERD (p-value: 0.552), although clinically there was a possibility of fasting had a risk of 1,228 (95% CI: 0.772 -2,088) times to trigger GERD incident.as Conclusion, Ramadan fasting has not been shown to improve GERD symptoms. Further research needs to be done through longitudinal studies. Keywords: GERD; digestion; Ramadan fastingABSTRAKGastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan suatu bentuk gangguan motilitas saluran cerna, dimana isi lambung masuk kembali ke dalam esofagus dan rongga mulut, sehingga menyebabkan gejala dan komplikasi. GERD merupakan kondisi yang cukup sering dialami, dimana prevalensinya diperkirakan mencapai 8 – 33% di seluruh dunia. Salah satu faktor yang diperkirakan sebagai penyebab GERD adalah puasa Ramadhan yang selama ini rutin dijalankan oleh kelompok Muslim. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah puasa Ramadhan mencetuskan kejadian GERD. Penelitian potong lintang (survei) yang dilaksanakan secara online melalui google form pada tiga hari terakhir bulan puasa Ramadhan 2020 (21 Mei 2020 – 23 Mei 2020). Variabel dalam penelitian ini adalah responden yang berpuasa Ramadhan maupun yang tidak berpuasa Ramadhan dan nilai total kuesioner GERD-Q beserta kesimpulan akhir dari kuesioner GERD-Q. Analisis statistik menggunakan uji statistik Chi square with Yates Correction dan Independent T-test dengan Uji Alternatif Mann Whitney. 311 responden memenuhi kriteria inklusi. Hasil uji statistik Mann Whitney tidak terdapat perbedaan rerata nilai total kuesioner GERD-Q antara kelompok yang berpuasa dan tidak berpuasa (p-value : 0,313). Hasil uji statistik Pearson Chi Square with Yates Correction didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara berpuasa dengan kejadian GERD (p-value : 0,552), walaupun secara klinis ditemukan adanya kemungkinan yang berpuasa lebih berisiko 1,228 (CI 95% : 0,772 -2,088) kali untuk mencetuskan kejadian GERD. Sebagai kesimpulan, Puasa Ramadhan tidak terbukti meningkatkan gejala-gejala GERD. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut melalui studi longitudinal untuk tindak lanjut hasil penelitian ini.


2019 ◽  
Author(s):  
Haira kaniara

Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan di Indonesia mayoritas masih kurang puas. Penyebab ketidakpuasan pasien diantaranya faktor kesalahan identifikasi, komunikasi, pemberian obat, dan risiko jatuh. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan penerapan keselamatan pasien dengan kepuasan pasien di Rumah Sakit X. Desain penelitian menggunakan pendekatan cross sectional dengan menyebarkan kuesioner kepada 143 pasien. Pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling dengan cara menetapkan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian diberikan kuesioner hingga terpenuhi jumlah sample, dan melakukan penelitian pada setiap sampel yang terpilih. Data dianalisis menggunakan independent t-test dan uji chi-square. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan penerapan keselamatan pasien dengan kepuasan pasien (p= 0,001; OR=1,216; α= 0,05). Karakteristik pasien berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan kelas rawat tidak berhubungan dengan kepuasan pasien (p= 0,331; 0,818; 0,949; 1,000; dan 0,382; α= 0,05). Hasil penelitian juga didapatkan bahwa penerapan aspek keselamatan pasien berupa reassessment pasien risiko jatuh dan dimensi kehandalan (memberi petunjuk, memberi penjelasan) ketika akan melakukan tindakan keperawatan masih belum optimal sehingga menjadi saran untuk ditingkatkan agar kepuasan pasien di rumah sakit X semakin meningkat.


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 9-14
Author(s):  
Tiara Imelda ◽  
Sri Yulia ◽  
Muliyadi Muliyadi

ABSTRAK Latar Belakang : Pelaksanaan discharge planning yang belum optimal dilaksanakan, dapat menyebabkan tidak efektifnya kontinuitas perawatan di rumah, meningkatkan resiko keparahan (severity), dan dirawat kembali (readmission). Tujuan : Mengetahui hubungan karakteristik perawat dan metode pemberian asuhan keperawatan dengan pelaksanaan discharge planning di Ruang Rawat Inap RSUD Palembang BARI Tahun 2019. Metode : Desain deskriptif analitik dengan cross-sectional. Jumlah sampel sebanyak 30 perawat dengan tehnik purposive sampling. Penelitian menggunakan instrumen kuesioner. Uji statistik Chi Square dan t-test. Hasil : Ada hubungan antara metode pemberian asuhan keperawatan dengan pelaksanaan discharge planning (p=0,020 < ? = 0,05). Sedangkan usia (p=0,742), jenis kelamin (p=0,672), pendidikan (p=0,165), masa kerja (p=0,618) tidak ada hubungan dengan pelaksanaan discharge planning. Simpulan : Metode pemberian asuhan keperawatan merupakan faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan discharge planning. Perlunya penambahan SDM atau perawat di Ruangan pada saat shift malam.  


2012 ◽  
Vol 2012 ◽  
pp. 1-5 ◽  
Author(s):  
Inka Miñambres ◽  
Joan Sánchez-Hernández ◽  
Jose Luis Sánchez-Quesada ◽  
Jose Rodríguez ◽  
Alberto de Leiva ◽  
...  

Background. It remains uncertain whether the metabolic syndrome (MS) or insulin resistance contribute to the association between vitamin D deficiency and obesity. Methods. We conducted a cross-sectional survey of 343 subjects who were overweight or obese. We analyzed anthropometric data and the presence or absence of MS. Additionally, we determined 25-hydroxyvitamin D (25OHD) and insulin concentrations, and the HOMA index was calculated. Chi-square test,Mann-Whitney U test, Student's t-tests,and logistic regression analysis were used. Results. The mean age of the patients was 42±11 years, and 65.9% were women. The mean BMI was 34.7±8.3 kg/m2 and 25(OH)D levels were 53.7±29.8 nmol/L. Forty-six patients (13.4%) had MS. Vitamin D status was associated with the degree of obesity, especially with a BMI > 40 kg/m2. Patients with MS had lower levels of 25(OH)D than patients without (43.3±29.0 versus 55.3±29.6 mmol/L, resp.), and the odds ratio for hypovitaminosis D was 2.7 (confidence interval (CI), 1.14–6.4) (P=.023) for patients with MS versus patients without MS, irrespective of the degree of obesity. Conclusions. Our data confirm the association between vitamin D and MS and suggest that this association is independent of the degree of obesity.


2013 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 114-119 ◽  
Author(s):  
Ratanto Ratanto ◽  
Mustikasari Mustikasari ◽  
Kuntarti Kuntarti
Keyword(s):  
T Test ◽  

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa kinerja perawat berkontribusi bagi mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit. Hasil survey menunjukkan ketidakpuasan pelanggan terhadap kinerja perawat pelaksana sebanyak 43,89%, dan penilaian kinerja perawat pelaksana belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor internal dan eksternal dengan kinerja perawat pelaksana di IRNA RSUD A.W. Sjahranie. Penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 216 perawat pelaksana. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang disusun peneliti. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi-square dan independent t test) dan multivariat (regresi logistik berganda). Hasil penelitian didapatkan faktor yang berhubungan dengan kinerja adalah: pendidikan (p=0,014), motivasi (p=0,013), persepsi (0,001), kepemimpinan (0,001), dan karir (0,001). Faktor pengembangan karir paling dominan berhubungan dengan kinerja (OR=29,962). Peningkatan kinerja perawat pelaksana harus memperhatikan aspek pendididkan, motivasi, persepsi, kepemimpinan dan pengembangan karir.


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 33-37
Author(s):  
Rosyanne Kushargina ◽  
Nunung Cipta Dainy

Background: Adequate nutrition plays an important roles for children on school age to developed and maintain their growth and health. Many factors could affect the nutritional status of school children, one of them is the school location.Objectives: To analysis the correlation between school location with nutritional status of elementary school students.Method: The research design used was a cross-sectional design. 80 subjects were observed from two different schools namely SDN 1 Cikelet Garut (Urban) and SDN Pesanggrahan 02 Pagi Jakarta Selatan (Rural). The relationship of school location and gender with nutritional status were analyzed using Chi Square. Independent Sample T-test used to analyze nutritional status based on different locations.Result: In rural there are 25% of children with over nutritional status (weight/age). There are still stunted child both in urban (7.50%) and rural (10%), but based on weight/height nutritional status, almost all subjects in both urban (92.50%) and rural (97.50%) in obese category. Chi Square analysis showed that the school location was significantly related (P 0.05) only with the weight/age nutritional status. Gender is significantly related to height/age nutritional status. The majority of boys (15,4%) are shorter than girls (2,4%). The results of the Independent Sample T-test based on location, showed that the nutritional status of subjects in urban was significantly different (P0.05) from the nutritional status of subjects in rural. In line with this, based in gender there is significantly different (P0.05) in nutritional status between boy and girl.Conclusions: The results of this study indicate that differences in school locations are related to the nutritional status of elementary school students.


2018 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 267
Author(s):  
Mia Lestari Putri ◽  
Betty Yosephin Simanjuntak ◽  
Tetes Wahyu W.

<p>Deficiency of micronutrition is one of the factors which influence the deficiency of chronic nutrition. Deficiency of vitamin D can lower the absorption of calcium and phosphor. Deficiency of zinc can stunt children because zinc has the main role on growth acceleration period both before and after their birth. One of the impacts of chronic nutrition deficiency is the descending of growth acceleration or linear disturbance so the children fail on gaining height potency which causes the children to become stunt. This research is purposed to know the relation of consuming vitamin D and zinc with the stunting of the students of SD Negeri 77 Padang Serai Kota Bengkulu. This research is kind of analytical observation research with a cross-sectional approach which is done from January to April in SD Negeri 77 Padang Serai Kota Bengkulu. There are 80 subjects in this research. The variable which is observed about consuming vitamin D, consuming zinc and stunting the analysis used a chi-square test. In this research, the data is collected by using an interview with semi FFQ form (Food Frequency Questionnaire). The result of this research shows that there is a relation between consuming zinc and stunting to the students of SD Negeri 77 Padang Serai Kota Bengkulu, however, there is no relation between consuming vitamin D and stunting to the students of SD Negeri 77 Padang Serai Kota Bengkulu.</p>


2019 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 25
Author(s):  
Lusia Murtisiwi

Penderita penyakit ginjal kronis (PGK) yang menjalani hemodialisis umumnya mengalami anemia. Anemia pada PGK dapat diterapi dengan pemberian epoetin. Kualitas hidup merupakan aspek yang penting dievaluasi sebagai outcome dari intervensi pada pasien hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis dengan terapi epoetin alfa dan epoetin beta di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.    Penelitian cross sectional terhadap pasien hemodialisis rutin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ini dilakukan pada bulan November 2014Januari 2015. Penilaian kualitas hidup pasien menggunakan kuesioner KDQOL-SF versi 1.3. Subyek penelitian ini terdiri dari dua kelompok, kelompok pertama merupakan pasien yang menggunakan epoetin alfa untuk penanganan anemia, sedangkan kelompok kedua merupakan pasien yang menggunakan terapi epoetin beta untuk penanganan anemia. Data dianalisis menggunakan Levene test, Chi-Square Goodness of Fit, Independent t-test, uji Mann-Whitney dan uji ANCOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kualitas hidup keseluruhan  pasien yang menjalani hemodialisis dengan terapi epoetin alfa dan epoetin beta di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta menunjukkan hasil yang berbeda tidak bermakna (p>0,05) yaitu sebesar 60,25±12,97, pada kelompok epoetin alfa dan 63,93±15,53 pada kelompok epoetin beta.


2013 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 11-17
Author(s):  
Putu Ayu Sani Utami ◽  
Junaiti Sahar ◽  
Widyatuti Widyatuti

Kunjungan rumah merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah lansia, berfungsi untuk mengendalikan faktor risiko hipertensi pada agregat lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengendalian faktor risiko hipertensi pada agregat lansia yang sudah dan belum mendapatkan kunjungan rumah di sebuah Kelurahan di Depok. Jenis penelitian menggunakan desain deskriptif komparatif dengan pendekatan cross sectional. Melalui teknik cluster random sampling diperoleh 176 lansia yang terbagi dalam kelompok yang mendapatkan kunjungan rumah dan yang tidak. Data dianalisis dengan chi square, independent t-test dan Mann Withney test. Hasil penelitian membuktikan bahwa pengaturan diet, pembatasan perilaku merokok, manajemen stres, pengendalian tekanan darah, pengaturan perilaku berolahraga dan status gizi lansia yang mendapatkan kunjungan rumah lebih baik dibandingkan lansia yang tidak. Tingkat stress, tekanan darah sistolik dan diastolik pada agregat lansia dengan hipertensi yang belum mendapatkan kunjungan rumah lebih tinggi dibandingkan lansia yang mendapatkan kunjungan rumah. Upaya promotif dan preventif yang dilakukan perawat komunitas melalui kunjungan rumah dapat mengendalikan faktor risiko hipertensi pada agregat lansia.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document