scholarly journals Hubungan Antara Asupan Zat Gizi Makro dan Status Gizi dengan Kebugaran Jasmani Mahasiswa UKM Taekwondo

2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 90
Author(s):  
Intan Galih Cornia ◽  
Merryana Adriani

Background: Taekwondo is a physical activity or body movement that is conducted repeatedly with muscles as the most active organ. The problems that occurs to the athletes is the poor-organized consumption pattern, thus they lack of nutritional intake. The good nutritional intake is obtained from the sufficient nutritional intake so that the physical fitness becomes better. Meanwhile, young adults require sufficient nutritional intake so that their physical fitness can be better.Objective: This research aimed to analyze the relationship between the nutritional intake and nutrition status with the physical fitness of the university students joining the student activity unit of taekwondo in Universitas Airlangga Surabaya.Methods: This research was the analytical research with the cross-sectional design. The sample of the research was as many as 52 people who were acquired by utilizing the simple random sampling. The data collection included nutritional status by measuring the weight and height to figure out the Body Mass Index (BMI) and 2x24 hours food recall to understand the food intake.Results: The result demonstrated that there was a relationship between the nutritional status (p=0.014) and the intake of energy, protein, carbohydrate, and fat (p=0.05) had no relationship with the physical fitness.Conclusions: It could that the nutritional status was related to the physical fitness. The respondents who had normal nutrition status obtained the good physical fitness. There should be the addition of information regarding the nutrients to obtain the good nutritional status.ABSTRAKLatar Belakang: Taekwondo merupakan aktivitas fisik atau gerakan anggota tubuh yang dilakukan secara berulang dan organ yang paling aktif yaitu otot. Permasalah yang sering terjadi pada olahragawan yaitu suka konsumsi makanan yang tidak teratur sehingga asupan gizinya kurang tercukupi. Asupan gizi yang baik diperoleh dari asupan gizi yang cukup sehingga kebugaran jasmaninya baik.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara asupan zat gizi makro dan status gizi dengan kebugaran jasmani mahasiswa UKM taekwondo.Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan jumlah sampel 52 orang, diambil secara acak sederhana menggunakan simple random sampling. Pengumpulan data meliputi status gizi dengan cara penimbangan berat dan pengukuran tinggi badan untuk mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT), food recall 2x24 untuk mengetahui asupan makannya dan tes balke untuk kebugaran jasmani. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan kolerasi pearson.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara status gizi (p=0,014) dengan kebugaran jasmani sedangkan asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak (P=0,05) tidak terdapat hubungan dengan kebugaran jasmani.Kesimpulan: Status gizi berhubungan dengan kebugaran jasmani. Responden yang memiliki status gizi normal cenderung memiliki kebugaran jasmani yang baik. Perlu dilakukan penambahan informasi terkait zat gizi agar tercipta status gizi yang baik.

2018 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 144
Author(s):  
Rina Wasesa Aprilia Lazulfa ◽  
Bambang Wirjatmadi ◽  
Merryana Adriani

Tuberculosis is an infectious disease caused by mycobacterium t uberculosis germs. Germs in form of droplets spread through saliva splashes out when coughing, sneezing and talking then inhaled during breathing. The degree of sputum smear positivity of patients describe the increasing number of  tuberculosis bacteria in the lungs that could potentially transmit the infection. In general, patients with  tuberculosis have decreased appetite which impact on weight loss. This research was comparative observational analytic research using cross sectional approach with simple random sampling conducted at the Hospital Asy-Syaafi  Pamekasan with a sample size of 50 people. The results of Mann Whitney test showed a signifi cant difference in  adequacy level of energy (p= 0.026), carbohydrates (p = 0.000),  protein (p = 0.001), fat (p = 0.029) and nutritional status (p = 0.022) between the groups of  tuberculosis with sputum smear (+) and sputum smear (-). It was concluded that adequacy level (energy, p rotein, fat and carbohydrates) and nutrition status among respondents t uberculosis sputum smear (+) have signifi cant differences with the respondent t uberculosis sputum smear (-).


2017 ◽  
Vol 1 (4) ◽  
pp. 275
Author(s):  
Arini Rahmatika Sari ◽  
Lailatul Muniroh

Introduction: Work Fatigue is the common condition experienced by most worker but if this condition occured continously, it will affect of the worker’s health condition. Work fatigue can be affected by several factors, some of which are energy intake and nutritional status. Objective: The aim of this research was to analyze the correlation between the adequacy of energy intake and nutritional status with the level of work fatigue. Methods: This study was an analytic observational, used cross sectional study with 33 sample from 48 workers of cocoa powder production PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya selected by simple random sampling. Data were collected by food recall 2X24 hours for energy intake, measuring weight and height for nutritional stastus and Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) questionnaire for the level of fatigue. Data were analyzed by ranks spearman correlation test. Results: Most of workers were <25 years old (42.4%), the adequacy of energy intake were deficit (66.7%), the nutritional status were normal (54.5%), and the work fatigue were moderate (63.6%). The result of this research showed that there were corellation between the adequacy of energy intake (p-value=0.001) and nutritional status (p-value=0.018) with the level of work fatigue. Conclussion: In conclusion, lower energy intake and high BMI would increase the level of fatigue.ABSTRAKPendahuluan: Kelelahan kerja menjadi keadaan umum yang dialami hampir semua tenaga kerja, namun jika hal ini terjadi secara terus menerus dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja. Kelelahan kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, beberapa diantaranya yaitu asupan energi dan status gizi pekerja.Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kecukupan asupan energi dan status gizi dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebesar 33 pekerja dari 48 pekerja bagian produksi cocoa powder PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya yang dipilih menggunakan metode simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan food recall 2X24 hours untuk asupan energi, pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk status gizi, serta kuesioner Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) untuk tingkat kelelahan kerja. Analisis data menggunakan uji statistik ranks spearman. Hasil: Sebagian pekerja besar responden berusia <25 tahun (42,4%), kecukupan asupan energi yang tergolong kurang (66,7%), status gizi normal (54,5%), dan tingkat kelelahan kerja yang tergolong sedang (63,6%). Terdapat hubungan antara kecukupan asupan energi (p=0,001) dan status gizi (p=0,018) dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Kesimpulan:. Semakin kurang asupan energi dan semakin tinggi IMT maka akan semakin tinggi tingkat kelelahan kerja pada pekerja.


2017 ◽  
Vol 1 (4) ◽  
pp. 275
Author(s):  
Arini Rahmatika Sari ◽  
Lailatul Muniroh

Introduction: Work Fatigue is the common condition experienced by most worker but if this condition occured continously, it will affect of the worker’s health condition. Work fatigue can be affected by several factors, some of which are energy intake and nutritional status. Objective: The aim of this research was to analyze the correlation between the adequacy of energy intake and nutritional status with the level of work fatigue. Methods: This study was an analytic observational, used cross sectional study with 33 sample from 48 workers of cocoa powder production PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya selected by simple random sampling. Data were collected by food recall 2X24 hours for energy intake, measuring weight and height for nutritional stastus and Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) questionnaire for the level of fatigue. Data were analyzed by ranks spearman correlation test. Results: Most of workers were <25 years old (42.4%), the adequacy of energy intake were deficit (66.7%), the nutritional status were normal (54.5%), and the work fatigue were moderate (63.6%). The result of this research showed that there were corellation between the adequacy of energy intake (p-value=0.001) and nutritional status (p-value=0.018) with the level of work fatigue. Conclussion: In conclusion, lower energy intake and high BMI would increase the level of fatigue.ABSTRAKPendahuluan: Kelelahan kerja menjadi keadaan umum yang dialami hampir semua tenaga kerja, namun jika hal ini terjadi secara terus menerus dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja. Kelelahan kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, beberapa diantaranya yaitu asupan energi dan status gizi pekerja.Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kecukupan asupan energi dan status gizi dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebesar 33 pekerja dari 48 pekerja bagian produksi cocoa powder PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya yang dipilih menggunakan metode simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan food recall 2X24 hours untuk asupan energi, pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk status gizi, serta kuesioner Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) untuk tingkat kelelahan kerja. Analisis data menggunakan uji statistik ranks spearman. Hasil: Sebagian pekerja besar responden berusia <25 tahun (42,4%), kecukupan asupan energi yang tergolong kurang (66,7%), status gizi normal (54,5%), dan tingkat kelelahan kerja yang tergolong sedang (63,6%). Terdapat hubungan antara kecukupan asupan energi (p=0,001) dan status gizi (p=0,018) dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Kesimpulan:. Semakin kurang asupan energi dan semakin tinggi IMT maka akan semakin tinggi tingkat kelelahan kerja pada pekerja.


2017 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 133
Author(s):  
Brigita Rainy Oktiva ◽  
Merryana Adriani

  Background: Stunted is still a health problem in Indonesia. The prevalence of stunted in Surabaya has continued to increase for 3 years, while the prevalence of stunted in Tambak Wedi Kenjeran in 2017 shows high percentage (43.8%). Stunted are associated with zinc levels of the body due to zinc as a role in synthesis of growth hormone. Measurement of zinc levels can be done through the hair in describing chronic stunted incident. Measurement of zinc levels through the hair is easier to implement than other measurements of zinc levels, such as blood serum.Objectives: The purpose of this study was to analyze the difference of hair zinc level in children of stunted and non stunted age 12-24 months in Tambak Wedi village, Kenjeran district, Surabaya. Methods: This research was an observational analytic with cross sectional design. The population of this study were all children aged 12-24 months in Tambak Wedi Kenjeran, Surabaya in the amount of 267 children. The samples of this study were 36 children that divided into 18 children stunted and 18 children non-stunted, taken by simple random sampling. Data were collected by measuring height, questionnaire interview, food recall 2x24 hour, and hair zinc level measurement using Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Data were analyzed using Mann-Whitney Test to find the difference in two variables with data not distributed normally. Results: The results of this study showed no differences of hair zinc levels in stunted and non stunted children (p = 0.517). Conclusion: Hair zinc levels in stunted and non stunted children aged 12-24 months in Tambak Wedi Kenjeran, Surabaya showed no differences. Required continue research by measuring the body's zinc levels simultaneously through blood serum and hair to get more accurate results. ABSTRAK Latar Belakang: Permasalahan stunting masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia. Prevalensi stunting di Surabaya terus mengalami peningkatan selama 3 tahun, sedangkan di Kelurahan Tambak Wedi Kenjeran prevalensi stunting pada tahun 2017 masih sangat tinggi (43,8%). Kejadian stunting berkaitan dengan kadar zinc tubuh dikarenakan zinc berperan dalam sintesis hormon pertumbuhan. Pengukuran kadar zinc dapat dilakukan melalui rambut dalam menggambarkan kejadian stunting secara kronis. Pengukuran kadar zinc melalui rambut lebih mudah dilaksanakan dibandingkan pengukuran kadar zinc lainnya karena pengukuran kadar zinc rambut lebih sensitif dan stabil.Tujuan: Mengetahui perbedaan kadar zinc rambut pada balita stunting dan non stunting usia 12-24 bulan di Kelurahan Tambak Wedi Kecamatan Kenjeran Surabaya.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh balita berusia 12-24 bulan di Kelurahan Tambak Wedi Kenjeran, Surabaya dengan jumlah 267 balita. Sampel penelitian ini sebesar 36 orang dengan 18 orang mengalami stunting dan 18 orang tidak stunting, diambil secara acak menggunakan teknik simple random sampling. Penentuan sampel menggunakan uji hipotesis dua proporsi. Pengumpulan data meliputi pengukuran tinggi badan, wawancara kuesioner, food recall 2x24 jam, dan pengambilan sampel rambut untuk pengukuran kadar zinc rambut dengan alat Spektofotometer Serapan Atom (SSA). Data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan pada dua variabel dengan data tidak berdistribusi normal.Hasil: Tidak terdapat perbedaan kadar zinc rambut pada balita stunting dan non stunting (p=0,517).Kesimpulan: Kadar zinc rambut pada anak stunting dan non stunting dengan usia 12-24 bulan di Kelurahan Tambak Wedi Kenjeran, Surabaya tidak berbeda. Diperlukan penelitian lanjutan dengan mengukur kadar zinc tubuh secara bersamaan melalui serum darah dan rambut untuk mendapatkan hasil lebih akurat.


2017 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 227
Author(s):  
Whenny Irdiana ◽  
Triska Susila Nindya

Background: Eating habit in adolescence will give an impact on health, especially nutritional problems in the next phase of life that is in adulthood and old age. Many teenagers are still skipping meals and eating imbalance foods. Objectives: This study is aimed to determine the relationship between breakfast habit and nutrient intake with nutritional status of female students in SMAN 3 Surabaya. Method: Research design used was cross sectional. Population of this research is all female students of class X and XI SMAN 3 Surabaya as many as 444 people. Eighty students was choosen using simple random sampling method. The data that had been collected included breakfast habits which gained by direct interview using questionnaire, nutrient intake that was obtained by 2x24 hours food recall method, and nutritional status was determined based on BMI for Age measurement. Results: It is known that most of the respondents do not have daily breakfast habit and macronutrient intake on the average of respondent still not in accordance with the suggestion. In addition, there were respondents with overweight dan underweight, although most of them had normal nutritional status. Results of Spearman correlation test showed no significant relationship between breakfast habit and nutritional status (p=0.402), but female students who skipped breakfast tend to be overweight. The result of this research showed that no correlation between nutrient intake of energy (p=0.811), carbohydrates (p=0.696), protein (p=0.970) and fat (p=0.816) with nutritional status. Conclusion: The unsignificant results between breakfast habit and macronutrient intake with nutritional status could be caused by several factors, such as the number of family members, income and health issue.ABSTRAK Latar Belakang: Kebiasaan makan pada masa remaja dapat berdampak pada kesehatan terutama masalah gizi pada fase kehidupan yang akan datang yaitu saat dewasa dan berusia lanjut. Banyak remaja masih melewatkan waktu makan dan mengkonsumsi makanan yang tidak seimbang.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan sarapan dan asupan zat gizi dengan status gizi pada siswi SMAN 3 Surabaya.Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas X dan XI SMAN 3 Surabaya yang berjumlah 444 orang. Sebanyak 80 siswi dipilih menjadi sampel dengan menggunakan Simple random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi kebiasaan sarapan dengan wawancara langsung menggunakan kuisioner, asupan zat gizi diperoleh dengan metode food recall 2x24 jam, dan status gizi ditentukan berdasarkan pengukuran IMT/U.Hasil: berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar dari responden belum memiliki kebiasaan sarapan setiap hari dan asupan gizi makro pada responden rata-rata masih belum sesuai dengan anjuran. Selain itu, terdapat responden dengan gizi lebih dan gizi kurang meskipun sebagai besar dari mereka memiliki status gizi normal. Hasil dari uji korelasi Spearman, menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi (p=0,402), namun siswi yang tidak sarapan cenderung memiliki gizi lebih. Hasil pada penelitian ini juga menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi energi (p=0,811), karbohidrat (p=0,696), protein (p=0,970) dan lemak (p=0,816) dengan status gizi.Kesimpulan: Tidak adanya hubungan antara kebiasaan sarapan dan asupan zat gizi dengan status gizi dapat disebabkan oleh faktor lain seperti jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan penyakit.  


2017 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 227
Author(s):  
Whenny Irdiana ◽  
Triska Susila Nindya

Background: Eating habit in adolescence will give an impact on health, especially nutritional problems in the next phase of life that is in adulthood and old age. Many teenagers are still skipping meals and eating imbalance foods. Objectives: This study is aimed to determine the relationship between breakfast habit and nutrient intake with nutritional status of female students in SMAN 3 Surabaya. Method: Research design used was cross sectional. Population of this research is all female students of class X and XI SMAN 3 Surabaya as many as 444 people. Eighty students was choosen using simple random sampling method. The data that had been collected included breakfast habits which gained by direct interview using questionnaire, nutrient intake that was obtained by 2x24 hours food recall method, and nutritional status was determined based on BMI for Age measurement. Results: It is known that most of the respondents do not have daily breakfast habit and macronutrient intake on the average of respondent still not in accordance with the suggestion. In addition, there were respondents with overweight dan underweight, although most of them had normal nutritional status. Results of Spearman correlation test showed no significant relationship between breakfast habit and nutritional status (p=0.402), but female students who skipped breakfast tend to be overweight. The result of this research showed that no correlation between nutrient intake of energy (p=0.811), carbohydrates (p=0.696), protein (p=0.970) and fat (p=0.816) with nutritional status. Conclusion: The unsignificant results between breakfast habit and macronutrient intake with nutritional status could be caused by several factors, such as the number of family members, income and health issue.ABSTRAK Latar Belakang: Kebiasaan makan pada masa remaja dapat berdampak pada kesehatan terutama masalah gizi pada fase kehidupan yang akan datang yaitu saat dewasa dan berusia lanjut. Banyak remaja masih melewatkan waktu makan dan mengkonsumsi makanan yang tidak seimbang.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan sarapan dan asupan zat gizi dengan status gizi pada siswi SMAN 3 Surabaya.Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas X dan XI SMAN 3 Surabaya yang berjumlah 444 orang. Sebanyak 80 siswi dipilih menjadi sampel dengan menggunakan Simple random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi kebiasaan sarapan dengan wawancara langsung menggunakan kuisioner, asupan zat gizi diperoleh dengan metode food recall 2x24 jam, dan status gizi ditentukan berdasarkan pengukuran IMT/U.Hasil: berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar dari responden belum memiliki kebiasaan sarapan setiap hari dan asupan gizi makro pada responden rata-rata masih belum sesuai dengan anjuran. Selain itu, terdapat responden dengan gizi lebih dan gizi kurang meskipun sebagai besar dari mereka memiliki status gizi normal. Hasil dari uji korelasi Spearman, menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi (p=0,402), namun siswi yang tidak sarapan cenderung memiliki gizi lebih. Hasil pada penelitian ini juga menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi energi (p=0,811), karbohidrat (p=0,696), protein (p=0,970) dan lemak (p=0,816) dengan status gizi.Kesimpulan: Tidak adanya hubungan antara kebiasaan sarapan dan asupan zat gizi dengan status gizi dapat disebabkan oleh faktor lain seperti jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan penyakit.  


2017 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 133
Author(s):  
Brigita Rainy Oktiva ◽  
Merryana Adriani

  Background: Stunted is still a health problem in Indonesia. The prevalence of stunted in Surabaya has continued to increase for 3 years, while the prevalence of stunted in Tambak Wedi Kenjeran in 2017 shows high percentage (43.8%). Stunted are associated with zinc levels of the body due to zinc as a role in synthesis of growth hormone. Measurement of zinc levels can be done through the hair in describing chronic stunted incident. Measurement of zinc levels through the hair is easier to implement than other measurements of zinc levels, such as blood serum.Objectives: The purpose of this study was to analyze the difference of hair zinc level in children of stunted and non stunted age 12-24 months in Tambak Wedi village, Kenjeran district, Surabaya. Methods: This research was an observational analytic with cross sectional design. The population of this study were all children aged 12-24 months in Tambak Wedi Kenjeran, Surabaya in the amount of 267 children. The samples of this study were 36 children that divided into 18 children stunted and 18 children non-stunted, taken by simple random sampling. Data were collected by measuring height, questionnaire interview, food recall 2x24 hour, and hair zinc level measurement using Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Data were analyzed using Mann-Whitney Test to find the difference in two variables with data not distributed normally. Results: The results of this study showed no differences of hair zinc levels in stunted and non stunted children (p = 0.517). Conclusion: Hair zinc levels in stunted and non stunted children aged 12-24 months in Tambak Wedi Kenjeran, Surabaya showed no differences. Required continue research by measuring the body's zinc levels simultaneously through blood serum and hair to get more accurate results. ABSTRAK Latar Belakang: Permasalahan stunting masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia. Prevalensi stunting di Surabaya terus mengalami peningkatan selama 3 tahun, sedangkan di Kelurahan Tambak Wedi Kenjeran prevalensi stunting pada tahun 2017 masih sangat tinggi (43,8%). Kejadian stunting berkaitan dengan kadar zinc tubuh dikarenakan zinc berperan dalam sintesis hormon pertumbuhan. Pengukuran kadar zinc dapat dilakukan melalui rambut dalam menggambarkan kejadian stunting secara kronis. Pengukuran kadar zinc melalui rambut lebih mudah dilaksanakan dibandingkan pengukuran kadar zinc lainnya karena pengukuran kadar zinc rambut lebih sensitif dan stabil.Tujuan: Mengetahui perbedaan kadar zinc rambut pada balita stunting dan non stunting usia 12-24 bulan di Kelurahan Tambak Wedi Kecamatan Kenjeran Surabaya.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh balita berusia 12-24 bulan di Kelurahan Tambak Wedi Kenjeran, Surabaya dengan jumlah 267 balita. Sampel penelitian ini sebesar 36 orang dengan 18 orang mengalami stunting dan 18 orang tidak stunting, diambil secara acak menggunakan teknik simple random sampling. Penentuan sampel menggunakan uji hipotesis dua proporsi. Pengumpulan data meliputi pengukuran tinggi badan, wawancara kuesioner, food recall 2x24 jam, dan pengambilan sampel rambut untuk pengukuran kadar zinc rambut dengan alat Spektofotometer Serapan Atom (SSA). Data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan pada dua variabel dengan data tidak berdistribusi normal.Hasil: Tidak terdapat perbedaan kadar zinc rambut pada balita stunting dan non stunting (p=0,517).Kesimpulan: Kadar zinc rambut pada anak stunting dan non stunting dengan usia 12-24 bulan di Kelurahan Tambak Wedi Kenjeran, Surabaya tidak berbeda. Diperlukan penelitian lanjutan dengan mengukur kadar zinc tubuh secara bersamaan melalui serum darah dan rambut untuk mendapatkan hasil lebih akurat.


2017 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
pp. 141
Author(s):  
Erni Susana Normate ◽  
Marselinus Laga Nur ◽  
Sarci Magdalena Toy

Abstrak Teman sebaya dan citra tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan remaja putri merasa kelebihan berat badan dan merasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya. Remaja tersebut akan menerapkan perilaku makan yang tidak sehat yang akhirnya berdampak pada status gizi yang buruk. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan teman sebaya, citra tubuh dan pola konsumsi dengan status gizi remaja putri SMAN 1 Kupang. Metode penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh siswi yang ada di SMAN 1 Kupang dan sampel penelitian sebesar 88 responden yang diperoleh dengan teknik simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai hubungan dengan status gizi remaja putri yaitu teman sebaya sedangkan variabel yang tidak mempunyai hubungan yaitu citra tubuh dan pola konsumsi. Upaya peningkatkan pengetahuan remaja tentang diet yang benar sangat diperlukan agar tidak mudah terpengaruh oleh teman sebaya dan melakukan diet yang salah.   Abstract Peers and body image are factors that caused adolescents to feel overweight and dissatisfied toward her body shape. Then adolescents will ted to eat unhealthy food that results in a low nutritional status. The aim of this study was to analyze the relationship of peer, body image, and consumption pattern with nutritional status of adolescents at SMAN 1 Kupang. Research method used was analytical survey with cross sectional study design. The population of this study was all students in SMAN 1 Kupang and sample of this study was 88 respondents selected by using simple random sampling technique. Peers   were significantly related to nutritional status of adolescents. While the variables that had no relationship were body image and consumption pattern. The efforts to increase knowledge about proper diet is necessary for adolescents so that they could not easily affected by peers and have wrong diet.


2018 ◽  
Vol 2 (4) ◽  
pp. 332
Author(s):  
Febry Dian Permatasari ◽  
Annis Catur Adi ◽  
Ratna Candra Dewi

Background: Basketball is sport that requires physical endurance, speed and high energy expenditure. Some college students have problem like low of fitness level because lack of physical activity, so it can inhibit basketball player’s performance. Besides, the irregular consumption of  food and drink daily also causes effect nutritional status. Technique and exercise without good nutrition status will not reach optimal achievement.Objectives: This research aims to analyze of correlation between nutritional status and physical activity with fitness level among basketball players in student’s basketball club in Surabaya.Methods: This was study with cross sectional design. The sample was 40 students who were recruited through simple random sampling. The data collection including nutritional status by measuring theweight and height, questionnaire about physical activity and measuring fitness level with bleep test method. Data analysis used was Pearson Correlation. Results: The majority nutritional status respondents was normal in boys (85.7%) and in girls (84.1%). Majority of respondents have high physical activity for both boys (52.4%) and girls (73.7%). While the fitness level was mostly good in boys (28.5%) and girls (26.3%). There was a significant correlation between physical activity and fitness level among basketball players (p=0.046). However, the correlation between nutrition status and fitness level was not statistically significant (p=0.693).Conclusions: Physical activity was significantly correlated with fitness level and but not with nutrition status. Basketball player should maintain their nutritional status together with physical activity through regular exercise and healthy eating. Normal nutrition status without adequate physical activity will not increase fitness level. ABSTRAKLatar Belakang: Olahraga bola basket menuntut ketahanan fisik, kecepatan, dan pengeluaran energi yang besar. Pada mahasiswa, sering muncul masalah rendahnya tingkat kebugaran karena aktivitas fisik yang kurang sehingga dapat menghambat kemampuan olahraga. Selain itu, konsumsi makanan dan minuman yang tidak teratur dapat mempengaruhi status gizi. Teknik dan latihan tanpa dilengkapi dengan status gizi baik tidak akan mencapai prestasi yang optimal.Tujuan: Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan antara status gizi dan aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran pemain bola basket di UKM basket Surabaya.Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross Sectional. Sampel penelitian sebanyak 40 orang diambil secara acak dengan menggunakan simple random sampling. Pengumpulan data meliputi status gizi dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan, kuesioner aktivitas fisik dan pengukuran tingkat kebugaran dengan metode bleep test. Analisis data yang digunakan adalah korelasi Pearson.Hasil: Mayoritas status gizi responden normal (85,7%) laki-laki dan (84,1%) perempuan. Mayoritas aktivitas fisik responden adalah tinggi (52,4%) laki-laki dan (73,7%) perempuan. Sedangkan tingkat kebugaran mayoritas baik dengan (28,5%) laki-laki dan (26,3%) perempuan. Adanya hubungan antara aktivitas fisik (p=0,049) dengan tingkat kebugaran, sedangkan status gizi dengan tingkat kebugaran pemain bola basket tidak ditemukan hubungan yang signifikan (p=0,693).Kesimpulan: Aktivitas fisik berhubungan dengan tingkat kebugaran dan status gizi tidak berhubungan dengan tingkat kebugaran pada pemain bola basket. Pemain bola basket sebaiknya memantau status gizi (IMT) bersamaan dengan melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara rutin dalam kehidupan sehari-hari. Apabila hanya dengan status gizi baik tanpa aktivitas fisik, maka tingkat kebugaran tidak akan meningkat.


2017 ◽  
Vol 1 (01) ◽  
pp. 61
Author(s):  
Hepi Diah Apika ◽  
Endo Dardjito ◽  
Dyah Umiyarni Purnamasari

Abstract The purpose of this study analyze the relationship between the iodine content of salt consumption and the level of consumption of iodine levels in women of childbearing age UIE. The study was observational with cross sectional design. The research location in the village of Kebumen, Baturraden subdistrict, Banyumas. Subjects were 38 selected by simple random sampling technique. The consumption level of iodine was measured by the method of Food Recall 2x24 hours. Salt iodine content was measured by iodometric titration method and UIE levels measured by acid digestion method in the laboratory BP2GAKI Magelang. Data analysis using spearman correlation. A total of 71.1% women of childbearing age using the iodine content of salt consumption of <30 ppm. The consumption level of iodine less subject category (86.8%). UIE levels by an average of 156.50 μg/L category of normal iodine intake. There was no relationship with the iodine content of salt UIE levels (p=0.671). No correlation with levels of iodine consumption levels UIE (p=0.586). Levels of UIE women of childbearing age are not affected by the iodine content of salt and iodine consumption levels.   Keywords: Iodized salt, consumption levels, UIE   Abstrak   Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kadar yodium konsumsi garam dan tingkat konsumsi kadar yodium pada wanita usia subur UIE. Penelitian ini bersifat observasional dengan rancangan cross sectional. Lokasi penelitian di desa Kebumen, Kecamatan Baturraden, Banyumas. Subjek penelitian dipilih dengan teknik simple random sampling. Tingkat konsumsi yodium diukur dengan metode Food Recall 2x24 jam. Kandungan garam yodium diukur dengan metode titrasi iodometrik dan tingkat UIE yang diukur dengan metode pencernaan asam di laboratorium BP2GAKI Magelang. Analisis data menggunakan korelasi spearman. Sebanyak 71,1% wanita usia subur menggunakan kandungan yodium konsumsi garam <30 ppm. Tingkat konsumsi kategori subjek kurang yodium (86,8%). Tingkat UIE rata-rata 156,50 μg / L kategori asupan yodium normal. Tidak ada hubungan dengan kadar yodium kadar garam UIE (p = 0,671). Tidak ada korelasi dengan tingkat kadar konsumsi yodium UIE (p = 0,586). Tingkat wanita UIE pada usia subur tidak terpengaruh oleh kadar yodium tingkat konsumsi garam dan yodium.  Kata kunci: garam beryodium, tingkat konsumsi, UIE


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document