scholarly journals Hubungan Peran Keluarga Sebagai Pengawas Menelan Obat (Pmo) Dan Persepsi Pasien Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TBC Di Puskemas Deket Kabupaten Lamongan Tahun 2020

2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 1-13
Author(s):  
Arifal Aris Aris ◽  
Dian Nurafifah ◽  
Novi Sagita
Keyword(s):  

ABSTRAK Introduction : Penyakit Tuberkulosis (TBC) paru merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah kesehatan didunia. Problem : Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan peran keluarga sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO) dan persepsi paisen dengan kepatuhan minum obat penderita TBC di Puskesmas Deket Lamongan Design : Desain penelitian ini menggunakan analitik korelasi populasi adalah seluruh pasien yang berobat di poli TBC sebanyak 25 penderita menggunakan teknik Total sampling penggumpulan data menggunakan kuesioner. Analisa data menggunakan uji Spearman Rank (Rho). Analysis : Berdasarkan analisa data yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa responden yang memiliki peran keluarga sebagai pengawas menelan obat (PMO) kurang dengan kepatuhan minum obat tidak patuh sebanyak 20 responden (80%) dan memiliki peran sebagai pengawas menelan obat (PMO) kurang dengan kepatuhan minum obat patuh sebanyak 1 responden (40%). Menunjukkan bahwa responden yang memiliki persepsi kurang dengan kepatuhan minum obat tidak patuh sebanyak 18 responden (72%) dan memiliki persepsi kurang dengan kepatuhan minum obat patuh sebanyak 1 responden (4%).  Dengan nilai a=0,01 diperoleh nilai p=0,000 artinya ada hubungan antara peran keluarga sebagai pengawas menelan obat dengan kepatuhan minum obat penderita TBC di Puskesmas Deket Lamongan.  Nilai a =0,05 diperoleh nilai p=0,017 artinya tidak ada hubungan antara persepsi pasien dengan kepatuhan minum obat penderita TBC di Puskesmas Deket Lamongan. Diharapkan penderita Tuberkulosis (TBC) dan keluarga penderita Tuberkulosis (TBC) dapat memahami pentingnya peran keluarga dalam kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis (TBC) dan pentingnya persepsi pasien yang postif dapat mempengaruhi keberhasilan dalam kepatuhan minum obat. Discussion : Untuk mengatasi masalah pasien tuberkulosis terutama dalam kepatuhan minum obat, salah satunya dengan peran keluarga sebagai pengawas menelan obat

2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 588
Author(s):  
Etlida Wati ◽  
Ulva Arini

<p>Documentation is an activity of recording, reporting or recording an event and activities carried out in the form of providing services that are considered important and valuable. One factor that can influence documentation is the nurse's workload. The purpose of this study is to identify the relationship between nurses' workload and the application of documentation in the Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara. This  research is quantitative with a cross sectional approach descriptive correlation design. Samples were taken with a total sampling of 65 nurses. Instruments to measure documentation using observation sheets. While the nurse workload instrument uses a questionnaire sheet. The analysis technique uses Spearman Rank correlation. Based on the research results of the workload of a nurse in the hospital room , most of them are in the weight category, as many as 46 respondents (70.8%). Application of nursing care documentation in the hospital room Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara, most of them are respondents in the incomplete category as many as 63 respondents (96.9%). There is a significant relationship between nurse workload with the application of documentation, this is evidenced by the results of the Spearman Rank correlation bivariate analysis, which is r = 0.688 with p = 0.000 &lt;0.05. It is hoped that management will motivate nurses to complete the documentation of nursing care</p>


2020 ◽  
Vol 2 (3) ◽  
pp. 469-479
Author(s):  
Esta Pandiangan ◽  
Imanuel Sri Mei Wulandari

Latar Belakang: Sekitar 80% pasien pre operasi mengalami kecemasan yang dapat mempengaruhi perubahan tanda-tanda vital pasien, diperlukan dukungan keluarga yang optimal untuk membantu pasien mengatasi kecemasan yang dihadapi sehingga pasien mampu menjalani proses pengobatan.Tujuan: Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan yang dihadapi oleh pasien pre operasi di Rumah Sakit Advent Bandung.Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif korelasi analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang dijadwalkan menjalani operasi pada bulan maret 2020, dan terdapat 48 responden yang sesuai dengan kriteria penelitian.Hasil Penelitian: Hasil yang didapatkan adalah sebagian besar dukungan keluarga dalam kategori baik (45,8%), tingkat kecemasan pasien pre operasi sebagian besar berada pada tingkat kecemasan sedang (56,3%), uji spearman rank menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel dengan nilai p value  < 0,05, dengan keeratan hubungan kuat (0,529).Kesimpulan: Dukungan keluarga yang baik mampu mengurangi kecemasan yang dihadapi oleh pasien saat akan menjalani tindakan operasi, hal ini perlu ditingkatkan sehingga mampu mengurangi beban psikologi yang dialami oleh pasien.


2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 4
Author(s):  
Idah Faridah ◽  
Aria Pranatha ◽  
Aditiya Puspanegara

Profesi kesehatan pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit yang paling rentan mengalami burnout adalah perawat. Faktor individu dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi terjadinya Burnout. Faktor individu salah satunya adalah self efficacy sedang faktor lingkungan disebabkan stres kerja Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Self Efficacy dan stress kerja dengan Burnout pada perawat dalam melakukan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Cirebon. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analitik korelasional dan rancangan cross sectional yang menggunakan 70 orang sampel perawat dan yang termasuk ke kriteria inklusi sebanyak 58 orang sampel dengan teknik Total Sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner Maslach Burnout Inventory, Self Efficacy dan stres kerja. Hasil penelitian menunjukkan 55,2% responden memiliki self efficacy sedang, 70,7% responden mengalami stres kerja ringan, 81% responden mengalami burnout sedang. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Spearman Rank diperoleh dengan p = 0,278 dan p=0,120 (p > 0,05), hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang kuat antara self-efficacy dan stres kerja dengan burnout. Dari hasil penelitian ini diharapkan para perawat mampu menghindari dan memanajemen stress agar tidak terjadi Burnout serta tetap menunjukkan profesionalitasnya dalam menjalankan tugas. Implikasi utuk peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan mempertimbangkan faktor individu, faktor lingkungan, faktor organisasi yang dapat mempengaruhi burnout. Rumah sakit dapat melakukan kegiatan untuk meningkatkan self efficacy perawat melalui pelatihan kompetensi, menurunkan stres kerja dan burnout melalui kegiatan refreshing, dan rotasi kerja.


2018 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 124
Author(s):  
Fathiya Hanisya ◽  
Dikha Ayu Kurnia

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang dapat mempengaruhi sisi psikologi penderitanya. Stres merupakan salah satu akibat dari penyakit kronis. Stres memiliki dampak negatif pada penderita diabetes melitus karena menyebabkan keadaan hiperglikemia. Hiperglikemia merupakan awal mula dari kerusakan fungsi kognitif, salah satunya kerusakan pada fungsi memori. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara stres dengan fungsi memori. Desain penelitian ini adalah analitik korelatif dengan pendekatan cross sectional, menggunakan 85 responden penderita diabetes melitus di Kecamatan Sawangan Depok. Stres dinilai menggunakan Depression, Anxiety, Stress scale 42 khususnya pada subscale stres sebanyak 14 pernyataan. Sedangkan fungsi memori dinilai menggunakan digit span forward and backward. Uji analisis bivariat menggunakan uji Spearman Rank menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara stres dan fungsi memori pada penderita diabetes melitus di Kota Depok (p<0,05). Penelitian ini merekomendasikan kepada praktisi kesehatan untuk menekankan manajemen stres dalam tatalaksana diabetes melitus dan penilaian awal tingkat stres sebelum dilakukan pendidikan kesehatan pada penderita diabetes melitus. Kata kunci: stres, fungsi memori, diabetes melitus, depok AbstractDiabetes mellitus is a chronic disease that affect psychological side of individual with diabetes. Stress is one of the result of chronic disease. Stress has a negative impact on people with diabetes melitus because it causes a state of hyperglycemia. Hyperglycaemia is the beginning of cognitive function impairment, one of which is damage to memory function. This study aims was to determine the relationship between stress and memory function. The design of this study was correlative analytic with cross sectional approach, using 85 respondents with diabetes mellitus in Kecamatan Sawangan Depok. Stress was assessed using Depression, Anxiety, Stress scale 42 (DASS 42), especially on stress subscales consists of 14 statements. While the memory function was assessed using the forward and backward digit span. Bivariate analysis test using Spearman Rank test stated that there was a significant relationship between stress and memory function in people with diabetes mellitus in Depok City (p <0,05). This study recommends to health practitioners to emphasize stress management in the management of diabetes mellitus and early assessment of stress levels prior to health education in people with diabetes mellitus. Keywords: stress, memory function, diabetes mellitus, depok


2019 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 402
Author(s):  
Iskim Luthfa ◽  
Nurul Fadhilah

<p><em>People with diabetes mellitus are at risk of developing complications, so that it affects the quality of life. These complications can be minimized through self-care management. This study aims to determine the relationship between self management with the quality of life for people with diabetes mellitus. This research is a kind of quantitative research with correlation study. This research used cross sectional design. The sampling technique uses non probability with estimation consecutive sampling. The number of respondents in this research are 118 respondents. Instrument for measuring self management used diabetes self management questionnaire (DSMQ), and instruments to measure quality of life used quality of life WHOQOL-BREEF. The data obtained were processed statistically by using spearman rank test formula and p value of 0,000 There is a significant relationship of self management with the quality of life of people with diabetes mellitus.</em></p><p> </p><p><em>Penderita </em><em>Diabetes mellitus </em><em>beresiko mengalami komplikasi yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Komplikasi tersebut dapat diminimalkan melalui manajemen perawatan diri (self management). Penelitian ini bert</em><em>ujuan </em><em>untuk</em><em> menganalisis hubungan self management dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus. </em><em>Jenis p</em><em>enelitian ini </em><em>adalah</em><em> deskriptif korelasi</em><em> dengan desain cross sectional</em><em>. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability </em><em>sampling </em><em>dengan pendeka</em><em>t</em><em>an consecutive sampling</em><em>.</em><em> </em><em>J</em><em>umlah </em><em>sampel sebanyak</em><em> </em><em>118 responden.</em><em> </em><em>Instrumen </em><em>penelitian </em><em>untuk mengukur self management </em><em>menggunakan</em><em> </em><em>diabetes self management questionnaire</em><em> (DSMQ), </em><em>dan instrumen untuk mengukur kualitas hidup menggunakan </em><em>quality of life </em><em>WHOQOL-BREEF.</em><em> Analisis data menggunakan spearman rank dan didapatkan hasil nilai </em><em>p value 0,000</em><em> dan r 0,394.Terdapat </em><em>hubungan </em><em>antara </em><em>self management</em><em> dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus</em><em> dengan arah korelasi positif.</em></p>


Author(s):  
Thomas Scheier ◽  
Stefan P. Kuster ◽  
Mesida Dunic ◽  
Christian Falk ◽  
Hugo Sax ◽  
...  

Abstract Background Understaffing has been previously reported as a risk factor for central line-associated bloodstream infections (CLABSI). No previous study addressed the question whether fluctuations in staffing have an impact on CLABSI incidence. We analyzed prospectively collected CLABSI surveillance data and data on employee turnover of health care workers (HCW) to address this research question. Methods In January 2016, a semiautomatic surveillance system for CLABSI was implemented at the University Hospital Zurich, a 940 bed tertiary care hospital in Switzerland. Monthly incidence rates (CLABSI/1000 catheter days) were calculated and correlations with human resources management-derived data on employee turnover of HCWs (defined as number of leaving HCWs per month divided by the number of employed HCWs) investigated. Results Over a period of 24 months, we detected on the hospital level a positive correlation of CLABSI incidence rates and turnover of nursing personnel (Spearman rank correlation, r = 0.467, P = 0.022). In more detailed analyses on the professional training of nursing personnel, a correlation of CLABSI incidence rates and licensed practical nurses (Spearman rank correlation, r = 0.26, P = 0.038) or registered nurses (r = 0.471, P = 0.021) was found. Physician turnover did not correlate with CLABSI incidence (Spearman rank correlation, r =  −0.058, P = 0.787). Conclusions Prospectively determined CLABSI incidence correlated positively with the degree of turnover of nurses overall and nurses with advanced training, but not with the turnover of physicians. Efforts to maintain continuity in nursing staff might be helpful for sustained reduction in CLABSI rates.


2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
Author(s):  
Peter Diedrich Jensen ◽  
Asbjørn Haaning Nielsen ◽  
Carsten Wiberg Simonsen ◽  
Ulrik Thorngren Baandrup ◽  
Svend Eggert Jensen ◽  
...  

Abstract Background Non-invasive estimation of the cardiac iron concentration (CIC) by T2* cardiovascular magnetic resonance (CMR) has been validated repeatedly and is in widespread clinical use. However, calibration data are limited, and mostly from post-mortem studies. In the present study, we performed an in vivo calibration in a dextran-iron loaded minipig model. Methods R2* (= 1/T2*) was assessed in vivo by 1.5 T CMR in the cardiac septum. Chemical CIC was assessed by inductively coupled plasma-optical emission spectroscopy in endomyocardial catheter biopsies (EMBs) from cardiac septum taken during follow up of 11 minipigs on dextran-iron loading, and also in full-wall biopsies from cardiac septum, taken post-mortem in another 16  minipigs, after completed iron loading. Results A strong correlation could be demonstrated between chemical CIC in 55 EMBs and parallel cardiac T2* (Spearman rank correlation coefficient 0.72, P < 0.001). Regression analysis led to [CIC] = (R2* − 17.16)/41.12 for the calibration equation with CIC in mg/g dry weight and R2* in Hz. An even stronger correlation was found, when chemical CIC was measured by full-wall biopsies from cardiac septum, taken immediately after euthanasia, in connection with the last CMR session after finished iron loading (Spearman rank correlation coefficient 0.95 (P < 0.001). Regression analysis led to the calibration equation [CIC] = (R2* − 17.2)/31.8. Conclusions Calibration of cardiac T2* by EMBs is possible in the minipig model but is less accurate than by full-wall biopsies. Likely explanations are sampling error, variable content of non-iron containing tissue and smaller biopsies, when using catheter biopsies. The results further validate the CMR T2* technique for estimation of cardiac iron in conditions with iron overload and add to the limited calibration data published earlier.


2017 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Kadek Novia Purnamasari ◽  
Adijanti Marheni

Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Seiring dengan perubahan yang dialami, remaja cenderung mencari jati diri dengan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dilakukannya. Terkadang, keinginan para remaja terhalang oleh sikap orangtua dalam mengasuh anak yang masih menjunjung tinggi aturan kebudayaan, sehingga mempengaruhi hubungan antara orangtua dengan anak. Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja terhadap perilakunya. Tidak sedikit anak dengan pola asuh orangtua yang otoriter cenderung menarik diri dari lingkungannya. Hal ini dapat memicu remaja untuk enggan menjalin persahabatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang negatif antara pola asuh otoriter dengan perilaku menjalin persahabatan pada remaja. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional. Subyek penelitian ini adalah remaja SMA Negeri di Denpasar sebanyak 207 orang dengan kriteria anak yang berpola asuh otoriter dan berusia antara 15-17 tahun. Metode pengambilan sampelnya dengan metode area probability random sampling. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Korelasi Product moment dari Karl Pearson. Oleh karena data hasil penelitian memiliki distribusi yang tidak normal, maka peneliti memutuskan untuk mengubah metode analisis data menjadi nonparametrik Korelasi Spearman Rank. Hasil probabilitas pada korelasi spearman rank 0,000 (p < 0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan (signifikan) dengan kategori nilai korelasi rendah berdasarkan tabel makna nilai korelasi menurut Sugiyono 2007, dimana koefisien korelasi spearman rank-nya adalah +0,327. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang negatif antara pola asuh otoriter dengan perilaku menjalin persahabatan pada remaja.   Kata kunci : Pola Asuh Otoriter, Perilaku Menjalin Persahabatan, Remaja


Author(s):  
Dyah Marianingrum ◽  
Ibrahim ,

According to the 2017 International Diabetes Federation, the global prevalence rate of Diabetes Mellitus sufferers of 8.8% of the total population in the world from year to year shows an increase. The number of deaths that occurred as many as 4 million people in 2017. The western Pacific region including Indonesia has the highest mortality rate compared to all regions with a mortality rate of 1.3 million in adults. This shows the awareness of the sufferers of Diabetes Mellitus for routine check-ups to health centers is still lacking. According to the 2013 Basic Health Research, the prevalence of people with diabetes mellitus in Indonesia based on a diagnosis or symptoms of 2.1% increased from previous research of 1.1%. The prevalence of DM in Riau Islands Province increased from 0.8 to 1.5%. According to Batam City Health Office data in 2016, the incidence of Diabetes Mellitus in several Puskesmas with 3,724 visits, Botania Puskesmas was the third highest after Lubuk Baja and Balik Padang. This study used a survey method with a cross-sectional approach. The population in this study was Type 2 diabetes mellitus patients who examined themselves at the Botania Health Center in Batam City. Sampling using a purposive sampling technique with criteria established by researchers. The dependent variable in this study is blood sugar level because it is a diagnosis of diabetes mellitus while the independent variable is the measurement of waist circumference. Data analysis using the Spearman rank test. The results of the univariate analysis showed 73.7% of the majority of respondents had a high sugar level. Bivariate analysis with the Spearman Rank test, the results of the analysis found there is a relationship between waist circumference size and blood sugar levels (P-value = 0.341) with the direction of a positive relationship and the strength of the relationship is sufficient (r = 0.409). There is a significant relationship between waist circumference size and blood sugar level with sufficient strength of a relationship


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document