scholarly journals Defining and Valuing the Relationship Pattern of Actors’ Involvement on Cattle Farming Systems using Stakeholder Network Analysis in West New Guinea, Indonesia

Author(s):  
Deny Anjelus Iyai ◽  
Mulyadi Mulyadi ◽  
Muhammad Jen Wajo ◽  
Rosdiana Naibey ◽  
Dwi Nur Hayati ◽  
...  

Abstrak Sapi merupakan salah satu peternakan prioritas utama di Indonesia. Ternak sapi telah memainkan peran penting dalam aspek ekonomi dari total pendapatan. Sebagai peternakan prioritas karena berbagai keterlibatan dan peran pemangku kepentingan. Studi dilakukan di Manokwari pada bulan April-Juni 2019 dengan menggunakan focus group discussion terhadap dua puluh individu, kelompok dan lembaga massa yang diwakili. Pertanyaan yang dibahas mengenai latar belakang, pengiriman sumber daya, interkonektivitas antar aktor, intervensi dan inovasi. Temuan utama adalah bahwa aktor yang dikelompokkan mendominasi, diikuti oleh aktor hukum, lembaga swasta, peran pemangku kepentingan dan memiliki efek positif karena kepentingan. Namun, ancaman eksis baik secara langsung tetapi tanpa efek balik. Tiga sumber daya bersama teratas adalah akses, kepuasan, dan waktu yang dihabiskan. Aktor dapat memiliki program jangka panjang dengan keberlanjutan menggunakan sumber daya netral hingga kuat. Hubungan aktor ditemukan dalam tiga kelompok, yaitu positif, negatif dan tidak ada hubungan. Intervensi sangat dibutuhkan, yaitu waktu yang dihabiskan, kepuasan, kebijakan, pengetahuan dan akses. Prioritas inovasi akan keterampilan, kebijakan, dan pengetahuan. Kata kunci: Analisis jaringan pemangku kepentingan; Intervensi dan inovasi; Pelaku; Sumber daya bersama; Usaha peternakan sapi.  .   Abstract Cattle is one of the top priority animal agriculture in Indonesia. It has played significant roles in economical aspect of Total revenues. Those are due to stakeholders’ involvement. Study was done in Manokwari from April to June 2019 by using focus group discussion towards twenty various represented individuals, groups and mass institutions. The queries discussed concerning background, resources delivery, interconnectivity amongst actors, intervention and innovation. The primarily finding is that grouped actors dominated, followed by laws actors, private types institutions, stakeholder role and having positive effect due to importance. However, threat existed directly without turn-back effect. The three top shared resources were access, satisfaction, and time spent. Actors can have long term period program with sustainability using neutral to strong power resource. Relationship of actors found in three groups, i.e. positive, negative and no relationship. Intervention was urgently needed, i.e. time spent, satisfaction, policy, knowledge and access. Priority of innovation will be skills, policy, and knowledge. Keywords: Actors; Cattle farming business; Intervention and innovation; Shared resources; Stakeholder network analysis.

2020 ◽  
Vol 20 (2) ◽  
Author(s):  
Desni Triana Ruly Saragih ◽  
Meky Sagrim ◽  
Hendrik Fatem ◽  
Stepanus Pakage ◽  
Yosina Waromi ◽  
...  

ABSTRACT. Stakeholders and their network place top rank of value chain business and ruled prominent roles in the livestock development sector particularly poultry commodity. The involvement of many stakeholders and other parties is questionable because they perform and shape the market and business chain. The study was done in Manokwari using focus group discussion towards twenty-four various represented individuals, groups and mass organizations. The key queries discussed concerning the introduced background of the organization, shared resources, inter-connectivity amongst actors, intervention and innovation preferences and shared by actors. Stakeholder Network Analysis was employed to run the network and relationship between actors using the Pearson Correlation Coefficient and Hierarchical Clustering Analysis. The finding is that the stakeholders in the poultry farming systems are dominated by private group actors who are working in groups to manage the farms and its value chain process and officially have been under laws. These actors commonly act like positive important stakeholders, who ruled the farms. The threats are real and exist and should be lowering as much as possible to mitigate the turn-back effect. The top five shared resources are access, spaces, time, policy, knowledge and skills. Those resources will stay longer to sustain the strong needs of poultry farms. The relationship of actors is dominated by the ranges of correlation are varying in between negative, neutral to positive. Actors are not delivering the intervention and innovation yet. Actors with low interest and low power should then be promoted to high interest and high power by using aids, guidance, and services from each actor from its value chain and cooperation and farming business.  (Pemetaan Pemangku Produksi dan Bisnis Unggas Strategis dan Berkelanjutan Dengan Aplikasi Analisis Jaringan Stakeholder) ABSTRAK. Pemangku kepentingan dan jaringannya menempati peringkat teratas dalam bisnis rantai nilai dan memegang peran penting dalam sektor pengembangan peternakan khususnya komoditas unggas. Keterlibatan banyak pemangku kepentingan dan pihak lain patut dipertanyakan. Penelitian dilakukan di Manokwari dengan menggunakan FGD terhadap dua puluh empat perwakilan individu, kelompok dan ormas. Pertanyaan utama membahas tentang latar belakang organisasi yang diperkenalkan, sumber daya bersama, interkoneksi antar aktor, preferensi intervensi dan inovasi dan dibagikan oleh aktor. Analisis Jaringan Pemangku Kepentingan digunakan untuk menjalankan jaringan dan hubungan dengan menggunakan Koefisien Korelasi Pearson dan Analisis Pengelompokan Hirarkis. Temuannya adalah bahwa para pemangku kepentingan dalam sistem peternakan unggas didominasi oleh pelaku kelompok swasta yang bekerja dalam kelompok untuk mengelola peternakan dan proses rantai nilainya dan secara resmi berada di bawah undang-undang. Aktor ini biasanya bertindak seperti pemangku kepentingan penting yang positif, yang mengatur pertanian. Ancaman itu nyata dan ada dan harus diturunkan sebanyak mungkin untuk mengurangi efek balik. Lima sumber daya bersama teratas adalah akses, ruang, waktu, kebijakan, pengetahuan, dan keterampilan. Sumber daya tersebut akan bertahan lebih lama untuk menopang kebutuhan kuat peternakan unggas. Hubungan antar aktor didominasi oleh rentang korelasi yang bervariasi antara negatif, netral hingga positif. Para pelaku belum melakukan intervensi dan inovasi. Pelaku dengan kepentingan rendah dan kekuasaan rendah kemudian harus dipromosikan menjadi kepentingan tinggi dan kekuasaan tinggi dengan menggunakan bantuan, bimbingan, dan layanan dari masing-masing pelaku dari rantai nilai dan koperasi dan usaha tani.


2020 ◽  
Author(s):  
Deny Anjelus Iyai ◽  
Isti Widayati ◽  
Hendrik Fatem ◽  
Dwi Nurhayati ◽  
Maria Arim ◽  
...  

AbstractStakeholders and its network play prominent roles in development particularly agriculture sector. The involvement of many stakeholders and other parties shaped how farms can sustain in terms of economic, social and environment indicators. Exploring the importance and roles of actors become strategic and vital to recognize. Study was done in Manokwari using focus group discussion towards twenty various represented individuals, groups and mass institutions. The queries discussed concerning background, resources delivery, interconnectivity amongst actors, intervention and innovation. The finding is that the stakeholders in mixed crop-livestock are dominated by individuals’ actors who privately manage the farms officially has laws. These actors are commonly act like stakeholders who are positively important ruled the farms. The threats are real and exist and should be lowering as much as possible to mitigate the turn-back effect. The top five shared resources are access, satisfaction, power, knowledge and time allocation. Those resources will stay longer to sustain strong needs of the farms. The relationship of actors is dominated by positive similarity and the ranges of correlation are varying in between negative, neutral to positive. This is due to actors reluctant to deliver the intervention and innovation. Actors with low interest and low power should then be promote to high interest and power by using aids, guidance and services from each actor in mixed crop-livestock farms business.


2017 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 115
Author(s):  
Rozi Hanifia Putri ◽  
Djatmika Djatmika ◽  
Riyadi Santosa

<p><strong>Latar Belakang:</strong> Penelitian ini membahas tentang analisis terjemahan <em>turn</em> yang mengakomodasi terjadinya <em>flouting </em>maksim prinsip kerjasama (PK) dalam novel <em>The Cairo Affair</em> (TCA)<em>.</em> Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik penerjemahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) mengidentifikasi jenis <em>flouting </em>maksim PK yang terjadi dalam ujaran teks sumber maupun teks sasaran dan menjelaskan makna implikatur pada novel TCA; (2) mendeskripsikan teknik penerjemahan dari <em>turn</em> yang mengakomodasi flouting maksim PK; dan (3) mengetahui hubungan dari teknik penerjemahan terhadap kualitas terjemahan, yang meliputi keakuratan dan keberterimaan</p><p><strong>Metodologi:</strong> Penelitian ini merupakan penelitan kualitatif yang bersifat deskriptif induktif. Sumber data penelitian ini berasal dari novel TCA; dan informan untuk menilai kualitas terjemahan. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengkajian dokumen, kuisioner dan <em>Focus Group Discussion</em> (FGD).</p><p>Result: Jenis <em>flouting </em> maksim PK dibagi menjadi dua menurut jumlahnya, yaitu tunggal dan ganda, dan mayoritas didominasi oleh <em>flouting</em> maksim tunggal, yaitu flouting maksim relasi pada domain –P –D. Terdapat 12 teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah untuk menerjemahkan <em>turn</em> yang mengakomodasi <em>flouting </em>maksim PK, yaitu teknik kesepdanan lazim, variasi, peminjaman (murni dan naturalisasi), amplifikai (penambahan dan eksplisitasi), reduksi, kalke, harfiah, transposisi, modulasi, kreasi diskursif, generalisasi, dan adaptasi. Kualitas terjemahan dinilai dari dua aspek yaitu keakuratan dan keberterimaan. Dari temuan teknik tersebut dapat dihasilkan terjemahan <em>turn</em> yang akurat dan berterima. Keberterimaan dalam penelitian ini selain dipengaruhi oleh pemilihan kata, dipengaruhi juga oleh domain hubungan antara peserta tutur. Tingkat keberterimaan yang kurang di karenakan penerapan teknik variasi pada domain +P +D. Pemilihan kata yang tidak tepat juga berpengaruh besar terhadap keberterimaan pada domain +P –D. Data pada domain +P –D menunjukkan bahwa penutur yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari mitra tuturnya, seharusnya memakai bahasa yang informal bukan formal.</p><p>Kesimpulan: Teknik kesepadanan lazim memiliki dampak yang positif terhadap kualitas terjemahan dilihat dari aspek keakuratan pesan dan keberterimaan. Sedangkan, teknik harfiah dan kreasi diskursif menghasilkan kualitas terjemahan yang kurang akurat dan kurang berterima. Teknik penerjemahan yang digunakan tidak menimbulkan pergeseran daya pragmatis dalam terjemahannya, namun memiliki pengaruh terhadap kekauratan pesannya.</p><p> </p><p>Kata kunci: <em>flouting</em> maksim PK, hubungan antara peserta tutur, teknik penerjemahan, kualitas terjemahan.</p><p> </p><p align="center"><strong>Abstract </strong></p><p><strong>Background:</strong> This research discusses a turn translation analysis which accommodates a flouting maxim of cooperative principle (CP) in The Cairo Affair novel (TCA). This research applies pragmatics translational approach. The aims of this research are: (1) to identify the types of flouting maxims CP that occur in source text or target text and to explain the implicature meaning in TCA novel; (2) to describe the translation techniques used in translating turns which accommodate flouting maxim of CP; and (3) to find out the relationship of translation techniques towards the translation quality, which includes accuracy and acceptability.</p><p><strong>Methodology: </strong>This is inductive descriptive- qualitative research. The data sources of this research are taken from TCA novel and informants for assessing the translation quality. The data were collected by a document analysis, questionnaire, and Focus Group Discussion (FGD).</p><p><strong>Result: </strong>The types of flouting maxim of CP are divided into two according to the number of maxim flouted, single flouted and double flouted, and are dominated by a single flouted maxim, such as flouting maxim of relation in –P –D domain. There are 12 translation techniques used in translating turns, namely, established equivalent techniques, variation, borrowing (pure and naturalized), amplification (addition and explicitation), reduction, <em>calque</em>, literal, transposition, modulation, and adaptation. The translation quality is assessed in two aspects such as accuracy and acceptability. The translation techniques produce accurate and acceptable turn translation. The acceptability is also influenced by domain participant’s relationship. Less acceptable quality of translation is caused by the use of variation techniques in +P +D domain. Incorrect word selection influences the acceptability too in +P –D domain. The data shows that the speaker has a superior status than the listener, but the speaker prefers to use formal language rather than informal way. </p><p><strong>Conclussion: </strong>It can be concluded that established equivalent techniques has a positive impact to translation quality according to the accuracy of message and the acceptability. Meanwhile, literal and discursive creation techniques produce less accurate and less accebtable translation quality. The translation techniques used are not cause a pragmatic force shift on its translation, but it influence the message accuracy.</p><p> </p><p>Keywords: flouting maxim of CP, participant’s relationship, translation techniques, translation quality</p>


Inovasi ◽  
2018 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 153-162 ◽  
Author(s):  
Wanda Kuswanda

Salah satu habitat gajah yang masih tersisa adalah Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), terutama di wilayah Besitang. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi, kepemilikan lahan, pemetaan wilayah dan mitigasi konflik manusia dengan gajah di Resort Besitang, TNGL. Metode pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner, wawancara dan Focus Group Discussion (FGD). Analisis data menggunakan tabel frekuensi dan analisa deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah yang memiliki potensi konflik gajah di Resort Besitang adalah Daerah Halaban, Aras Senapal, Sekundur, Bukit Selamat dan Bukit Mas dengan intensitas konflik rendah sampai tinggi. Penyebab utama konflik manusia dengan gajah adalah fragmentasi kawasan hutan,  ketidakpastian status lahan di daerah penyangga, pertumbuhan penduduk yang tinggi dan meningkatnya pendatang di wilayah Besitang, perambahan dan ilegal logging yang terus terjadi, minimnya kesadaran masyarakat dan peranan lembaga desa dalam mendukung konservasi gajah. Rekomendasi resolusi mitigasi konflik gajah diantaranya: 1) memperbaiki habitat gajah yang sudah terfragmentasi di dalam kawasan TNGL; 2) meningkatkan peran Tim CRU (Conservation Response Unit); 3) membentuk unit reaksi cepat penanganan konflik gajah dengan melibatkan para pihak; 4) menanam jenis tanaman yang tidak disukai dan dijauhi oleh gajah; 5) mereduksi ketergantungan masyarakat akan sistem pertanian yang membutuhkan lahan yang luas; 6) mengembangkan program untuk membantu peningkatan hasil panen; dan,  7) penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman bahwa gajah merupakan bagian dari ekosistem yang harus lestari.   Kata kunci: gajah, konflik, habitat, Besitang, Taman Nasional Gunung Leuser


2019 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 14-21
Author(s):  
Rili Windiasih

Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi sudah menjadi kebutuhan sekaligus tantangan khususnya bagi pemerintah daerah dalam komunikasi pembangunan untuk pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat. Penelitian menggunakan metode kualitatif studi kasus, dengan pengumpulan data melalui dokumentasi, wawancara, pengamatan dan Focus Group Discussion (FGD). Subjek penelitian dipilih secara purposif yaitu pemerintah daerah di Eks-KaresidenanBanyumas Jawa Tengah, akademisi dan civil society. Penelitian dianalisis dengan analisis interaktif melalui reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpuan dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pentingnya komunikasi pembangunan dengan media teknologi informasi dan komunikasi melalui e-Government untuk meningkatkan pelayanan publik yang baik, cepat dan responsif, adanya partisipasi aktif dari publik dan transparansi baik anggaran serta program pembangunan. (2) Perlunya mengantisipasi adanya kesenjangan teknologi informasisehingga membutuhkan peningkatan kompetensi sumber daya manusia di pemerintahan daerah dan publik, serta memperluas fasilitas akses jaringan informasi.Kata kunci: komunikasi pembangunan, pelayanan publik, partisipasi, teknologi informasi, transparansi 


Widyaparwa ◽  
2017 ◽  
Vol 45 (2) ◽  
pp. 151-164
Author(s):  
Novita Sumarlin Putri

Tindak tutur komisif merupakan salah satu aspek pragmatik yang harus diperhatikan oleh penerjemah ketika menerjemahkan teks. Hal itu dilakukan agar menghasilkan terjemahan yang berkualitas dari aspek keakuratan dan keberterimaan. Berdasarkan alasan tersebut, penelitian ini bertujuan mendiskripsikan tingkat keakuratan dan keberterimaan terjemahan kalimat yang mengakomodasi tindak tutur komisif dengan pendekatan pragmatik. Data yang digunakan ialah tuturan komisif dan hasil penilaian kualitas terjemahan. Data bersumber dari novel Insurgent karya Veronica Roth dan informan. Data dikumpulkan dengan cara analisis dokumen, kuesioner dan Focus Group Discussion. Selanjutnya, data dianalisis dengan cara analisis domain, taksonomi, komponensial, dan tema budaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjemahan dalam novel Insurgent mempunyai nilai keakuratan dan keberterimaan yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tingkat keakuratan dan keberterimaan pada setiap jenis tindak tutur komisif memiliki dampak terhadap kualitas keseluruhan terjemahan kalimat yang mengandung tindak tutur komisif.Commissive speech act is one of the pragmatic aspects to regard by the translator in translating the text. It aims to produce a qualified translation in regarding accuracy and acceptability aspects. According to the aspects, this research aims to describe accuracy and acceptability of translation in sentences which accommodate commissive speech act using pragmatic approach. The data used is commissive speech and qualitative translation value result. The sources of the data are an Insurgent novel by Veronica Roth and informants. The data were collected through document analysis, questionnaire, and Focus Group Discussion then analyzed the domain, taxonomic, componential analysis, and cultural theme. The result shows that translation in the Insurgent novel has high accuracy and acceptability values. This research concludes that the accuracy and acceptability level in each commissive speech act has an impact on quality of whole translated sentences which contain commissive speech act.


2018 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 53
Author(s):  
Bejo Danang Saputra

Perencanaan pengembangan uji kompetensi perawat Indonesia akan dikembangkan  dengan metode OSCE.. Pelaksanaan uji OSCE membutuhkan persiapan yang matang, terutama kesiapan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini adalah dosen untuk melaksanakan uji OSCE. Mengetahui kesiapan SDM dalam pengembangan uji OSCE di Prodi D3 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap. Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan rancangan studi kasus. Informan penelitian adalah 6 orang dosen dan Kepala Program Studi D3 keperawatan. Data diperoleh melalui, focus group discussion, wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan constant comparative method. Penelitian menunjukan bahwa pengetahuan dosen tentang OSCE dan kompetensi berdasarkan pendidikan memenuhi persyaratan untuk pengembangan uji OSCE, namun masih membutuhkan pelatihan mengenai OSCE. Uji OSCE dapat diselenggarakan dengan melibatkan dosen dari prodi lain karena jumlah dosen di Prodi D3 Keperawatan  STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap belum memenuhi kebutuhan pelaksanaan uji OSCE. Hambatan penyelenggaraan OSCE adalah SDM belum terkoordinasi, belum terlatih dan keterbatasan sarana pendukun. Pengetahuan dan kompetensi dosen berdasarkan tingkat pendidikan memenuhi syarat dalam pengembangan OSCE dan OSCE dapat diselenggarakan dengan melibatkan dosen prodi lain.


Author(s):  
Dewi Novianti ◽  
Siti Fatonah

Social media is a necessity for everyone in communicating and exchanging information. Social media users do not know the boundaries of age, generation, gender, ethnicity, and religion. However, what is interesting is the user among housewives. This study took the research subjects of housewives. Housewives are chosen as research subjects because they are pillars or pillars in a household. If the pillar is strong, then the household will also be healthy. Thus, if we want to build a resilient and robust generation, we will start from the housewives. A healthy household starts from strong mothers too. This study aims to find out the insights of the housewives of Kanoman village regarding the content on smartphones and social media and provide knowledge of social media literacy to housewives. This study used a qualitative approach with data collection techniques using participant observation, interviews, focus group discussion (FGD), and documentation. The results of the study showed that previously housewives had not experienced social media literacy. Then the researchers took steps to be able to achieve the desired literacy results. Researchers took several steps to make them become social media literates. They become able to use social media, understand social media, and even produce messages through social media.


2018 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
Author(s):  
Theresia Martina Marwanti

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran ketahanan sosial dalam menghadapi perubahan sosial pada komunitas adat Kampung Pulo, yang meliputi profil komunitas, perlindungan sosial, partisipasi komunitas dan penyelesaian konflik terkait dengan perubahan sosial. Metode penelitian menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, studi dokumentasi dan focus group discussion (FGD). Penentuan sumber data ada 6 informan dilakukan secara purposive. Pemeriksaan keabsahan data, melalui uji kredibilitas dan uji konfirmabilitas. Teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan reduksi data, kategorisasi dan penyajian data. Hasil penelitian menunjukkan perlindungan sosial warga komunitas ini  bersifat tradisional maupun kontemporer. Dalam hal partisipasi, hampir semua warga masyarakat adat ikut berpartisipasi aktif dalam menghadapi perubahan sosial. Konflik yang terjadi diantara warga komunitas adat dalam menghadapi perubahan masih ditemukan, namun tidak sampai ke permukaan dan tidak menimbulkan gejolak. Secara umum komunitas adat Kampung Pulo, memiliki ketahanan sosial yang sudah baik, sehingga mampu menjadi benteng pengamanan bagi perubahan sosial dalam kehidupannya. Kata kunci: ketahanan sosial, komunitas adat, perubahan sosial


2018 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 263-274
Author(s):  
Zein Mufarrih Muktaf ◽  
Budi Santoso

Yogyakarta adalah sebuah wilayah di selatan pulau Jawa yang rawan bencana alam. Maka diperlukan adanya peningkatan kapasitas masyarakat Yogyakarta dalam usaha pengurangan resiko bencana. Permasalahan terjadi saat komunikasi lembaga instansi yang berkaitan dengan penanganan bencana tidak terkoordinasi dengan baik. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana komunikasi koordinasi setiap instansi dalam penanganan bencana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa permasalahan yang terjadi dan bagaimana solusinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan pengambilan data menggunakan pendekatan focus group discussion (FGD). Kesimpulan dari penelitian adalah kurangnya komunikasi koordinasi antar instansi dalam tanggap bencana di Yogyakarta, dan perlu meningkatkan komunikasi koordinasi antar instansi.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document