scholarly journals MUSEUMS BEYOND WALLS IN THE CONTEXT OF THE THIRD PLACE’S CONCEPT

Muzealnictwo ◽  
2018 ◽  
Vol 59 ◽  
pp. 123-131
Author(s):  
Katarzyna Jagodzińska

The article focuses on museums’ activity that reaches beyond the walls of their premises in the context of a concept of the so-called third place. The third place – as a gathering place which is neither one’s home, i.e. first place, nor workplace, i.e. second place – was described by an American sociologist Ray Oldenburg in 1999 in his book The Great Good Place: Cafes, Coffee Shops, Bookstores, Bars, Hair Salons, and Other Hangouts at the Heart of a Community. Three study cases have been used in the article: Museum Forum (project carried out by the National Museum in Kraków), Bródno Sculpture Park (project co-conducted by the Museum of Modern Art in Warsaw), and the method of work implemented by the Ethnographic Museum in Kraków, including in particular the project Dzikie Planty (Wild “Planty” Park). I discuss assumptions the projects have been based on, how they fit in an overall strategy of the museums, and reasons why they have been undertaken. Finally, I wonder whether having been conducted in a fully accessible public space and conducive to users’ interaction make it justified to categorise them as the third places in the meaning given by Oldenburg. Although Oldenburg’s concept has been regarded by museum theorists as not applicable to museums, I have come to the conclusion that projects conducted by museums in a non-committal context of an open space meet the conditions the third places do.

Author(s):  
Teresa Natalia ◽  
Dewi Ratnaningrum

Ray Oldenburg, in his book entitled "The Great Good Places" explains a concept of initial space, by which one can find comfort aside from the house (first place) and workplace (second place). Unfortunately, these days, this concept of place are not familiar within the community. Alternative Green Space of Pademangan is a place which accommodates the needs and interests of the community in daily life from where visitors can interact with others in a natural environment. Lacking in open space, various potential activities by the community, and the use of road as a public space are some of the reasons behind this project. Based on field study and regional analysis, this project seeks to become a third place that provides individually and communally. Regardless to it main focus on the surrounding community, this project also opens to public and allows visitors from outside the region, making it a comfortable place to socialized. Aiming to create a light and transparent building, and with the method of critical regionalism that responds to the region, this project attempts to create a spacious place and safe haven for visitors.  Keywords: green; pademangan; third Place Ray Oldenburg, dalam bukunya yang berjudul “The Great Good Places” menawarkan sebuah konsep ruang ketiga, di mana seseorang dapat menemukan zona nyamannya di luar dari rumah (first place) dan tempat kerja (second place). Namun, sayangnya, saat ini third place belum menjadi bagian dari seluruh masyarakat, padahal third place memungkinkan seseorang untuk beristirahat sejenak dan bersosialisasi dengan sesama. Ruang Hijau Alternatif Pademangan merupakan sebuah wadah yang berusaha menjawab kebutuhan dan ketertarikan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari di mana pengunjung tidak hanya dapat berinteraksi satu dengan yang lain tetapi juga dapat berinteraksi dengan ‘unsur hijau’. Kurangnya ruang terbuka hijau, banyaknya potensi kegiatan di dalam masyarakat, serta penggunaan ruang jalan sebagai ruang publik adalah beberapa alasan yang melatarbelakangi proyek ini. Berdasarkan hasil survey lapangan dan analisis kawasan, proyek ini berusaha untuk menjadi third place yang yang dapat dimanfaatkan baik secara individual maupun komunal. Terlepas dari fokus utamanya yang tertuju pada masyarakat sekitar, proyek ini juga terbuka untuk umum dan memungkinkan untuk pengunjung dari luar kawasan, menjadikannya sebuah tempat yang mampu menciptakan interaksi sekaligus memberikan kenyamanan bagi pengunjungnya. Dengan konsep bangunan yang ringan dan transparan, dan dengan metode critical regionalism yang berusaha menjawab kebutuhan kawasan, proyek ini berusaha  untuk menjadi tempat yang dapat  memberikan kesan lega dan menjadi tempat yang dapat diandalkan masyarakat setempat untuk beristirahat. 


Author(s):  
Almira Livia Putri Laisa ◽  
Maria Veronica Gandha

Since the 2000s, Tebet has been a gathering place for youngsters in Jakarta. Presently, Tebet continues to grow with shops, cafés, and restaurants. This area has the potential to become the Third Place for Tebet residents. However, with the lack of entertainment/recreation facilities in Tebet, it is able to diminish the concept of the Tebet area itself, because it creates moves of the visitors to become faster. Re-Spot, Tebet is one of the people's choices to be used as a neutral hang out space with a new injection program in it, namely Sport as Entertainment, where entertainment activities here are part of sports that consider aspects of user comfort by optimizing the potential of the local environment. By using a new injection program that fits the interests of youngsters in Tebet which is then elaborated with the concept of the Design by sports Movement in building circulation to create circulation which is part of the sports movement. Thus, Re-Spot will be an innovation for the Tebet Timur environment, and public space that can append a value to the activities that already exist in the Tebet Timur environment itself. By comparing indicators based on theories about the third space usedKeywords:  Hang out; Sports; Sports as Entertainment; Third PlaceAbstrakSejak tahun 2000-an, Tebet menjadi salah satu tempat nongkrong anak muda di Jakarta. Hingga saat ini Tebet semakin berkembang dengan dipenuhi dengan gerai distro dan café-café maupun restoran. Kawasan ini berpotensi sebagai Third Places bagi warga Tebet. Akan tetapi, dengan kurangnya sarana hiburan/rekreasi di Tebet, mampu mengurangi citra dari kawasan Tebet itu sendiri, karena menyebabkan pergerakan pengunjung menjadi semakin cepat. Re-Spot, Tebet merupakan salah satu pilihan masyarakat untuk dijadikan tempat nongkrong yang bersifat netral dengan adanya injection program baru di dalamnya yaitu Sport as Entertainment, dimana kegiatan entertainment disini merupakan bagian dari olahraga yang mempertimbangkan aspek kenyamanan pengguna dengan memanfaatkan potensi lingkungan setempat secara optimal. Dengan menggunakan injection program baru yang menyesuaikan minat dari anak muda di Tebet yang kemudian dielaborasikan dengan konsep Design By Sport Movement pada sirkulasi bangunan untuk menghasilkan sirkulasi yang merupakan bagian dari gerakan olahraga. Sehingga Re-Spot mampu menjadi inovasi baru bagi lingkungan Tebet Timur, dan juga menjadi ruang publik yang dapat menambah nilai bagi kegiatan yang sudah ada lingkungan Tebet Timur itu sendiri. Dengan membandingkan indicator berdasarkan teori mengenai ruang ketiga yang dipakai.


Author(s):  
Wewin Febriana Dewi ◽  
Maria Veronica Gandha

Pondok Kelapa is an area located on the edge of East Jakarta and is dominated by settlements, according to data from BKKBN the dominance of age in Pondok Kelapa ranges from 6 years old to 22 years old, the age at which people prefer to gather to exchange information with their friends. The third place is a space for humans to meet and exchange information, this research of Third Place uses criteria from The Great Good Place, a book by Ray Oldenburg(1999). It is not home and it is not a place to work, the third place is often used as teenagers to gather. The third place has an important role for humans, therefore all humans have the right to have it in the environment they live. The lack of a third place in the Pondok Kelapa causes its citizens to go downtown where the third room is better and this causes traffics on weekends. The purpose of this research is to apply the criteria of the third place in the arts and culture building as a positive container as well as a community forum for the environment. Keywords:  Art and Culture; Expression; Third place Abstrak Pondok Kelapa adalah Kelurahan yang berada di tepi Jakarta Timur dan didominasi oleh pemukiman, menurut data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (disingkat BKKBN)[1] dominasi umur di pondok kelapa berkisar 6 tahun hingga 22 tahun, umur dimana lebih suka berkumpul bertukar informasi dengan teman seusianya. Ruang ketiga adalah ruang untuk manusia bertemu dan bertukar informasi, penilitian ini menggunakan kriteria dari buku Ray Olderburg tahun 1999 yang berjudul The Great Good Place. Ruang ketiga bukan rumah dan bukan tempat berkerja, Ruang Ketiga sering dijadikan remaja untuk berkumpul. Ruang Ketiga memiliki peran penting untuk manusia, maka dari itu semua manusia berhak memilikinya di lingkungan Ia tinggal. Kurangnya ruang ketiga di pondok kelapa menyebabkan warganya pergi ke pusat kota dimana ruang ketiga lebih baik dan hal ini menyebabkan kemacetan di akhir minggu. Tujuan dari penilitian ini adalah menerapkan kriteria ruang ketiga pada bangunan seni dan budaya sebagai wadah positif juga wadah komunitas bagi lingkungan.


Author(s):  
Thao Phing ◽  
Suwardana Winata

The city has traces of human civilization from time to time with various phenomena that occur. As time goes by, the existence of Third Place in Jakarta remains limited. The activities among those Third Places tend to be less interactive. Most of Third Places aim to address the concept of green and open space, but it fails to communicate its crucial purposes as platfrom activities for the community. In this modern era, the concept is change necessary where it accomodates public needs and no longer be depicted a mere open space. Krendang needs a facility to accommodate motherhood and children activities as the third place. As the people become more individualistic and don't want to socialize, it is more difficult to find leisure and creativity facilities. Motherhood Community and Social Market in Krendang was designed to facilitate the activities of mother and children in the middle of densely population in Krendang, Tambora, West Jakarta.  Abstrak Kota memiliki rekam jejak peradaban manusia dari waktu ke waktu dengan berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya. Seiring berjalanya waktu, Third Place di kota Jakarta masih terbatas. Kegiatan yang ditawarkan didalamnya cenderung tidak interaktif. Kebanyakan Third Place di Jakarta mencoba menampilkan sisi ruang terbuka dan penghijauan saja namun tidak berbicara mengenai kegiatan atau wadah bagi masyarakat itu sendiri. Dalam perjalanannya menuju era yang lebih modern, perlu adanya sebuah perubahan terhadap konsep Third Place dimana konsep ini tidak hanya sebagai ruang terbuka saja atau mall melainkan harus dapat mewadahi kegiatan yang dibutuhkan oleh masyarakat disekitarnya. Fasilitas bagi kaum ibu yakni memasak dan bagi anak – anak yakni bermain dan berkreativitas harus menjadi perhatian utama Third Place pada kawasan Krendang. Pada era modern ini masyarakat mulai cenderung menjadi kaum yang individualistis dan terkesan tidak ingin bersosialisasi. Motherhood Community and Social Market in Krendang diciptakan karena adanya fenomena kepadatan yang terjadi dan menyebabkan manusia tidak lagi memiliki wadah untuk mereka beraktivitas dengan baik pada kehidupa sehari – hari mereka. Selain itu hal ini juga terjadi karena sering adanya masalah seperti kebakaran di kawasan Krendang. Maka dari itu Motherhood Community and Social Market in Krendang di harapkan dapat menghadirkan fasilitas bagi kaum ibu dan anak yang layak dan juga agar terciptanya suatu kondisi sosial yang baik pada Third Place. 


Author(s):  
Arnold Christianto Oenang ◽  
Sutarki Sutisna

Humans are social creatures who need the presence of others to complete their lives and have a place to do these activities. These needs are then the background for the formation of public space. With the changing times and technology, the need for a public space to do more and more activities. The space is referred to as the Third place by sociologist Ray Oldenburg. La Piazza is one place that can be called a Third place, but the place was closed because it was not going well. The purpose of this design is to reactivate the function of La Piazza as a Third place in Kelapa Gading. La Piazza Third place has a new design that emphasizes the concept of open architecture and architecture for the Third place as well as the concept of forests. so the design of the new building in addition to having spaces that are open to the public and community space, also gives the impression of being open and inviting as well as cool and calm. In this project, some existing structures in the old building were reused, such as basements, connectors to the parking building, connectors to the ivory coconut mall, and structures from the existing northern La Piazza building. There are 3 forest elements applied to buildings, namely water, greenery and sunlight. These 3 things can relax people with a lot of thoughts and stress about work, especially those who work in offices, according to Regent's University London research. Abstrak Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain untuk melengkapi hidupnya dan memiliki tempat untuk melakukan aktifitas tersebut. Kebutuhan inilah yang kemudian yang menjadi latar belakang terbentuknya ruang publik. Dengan adanya perkembangan jaman dan teknologi, kebutuhan akan sebuah ruang publik untuk melakukan aktivitas semakin banyak. Ruang tersebut disebut sebagai tempat ketiga oleh sosiologis Ray Oldenburg. La Piazza merupakan salah satu tempat yang dapat disebut sebagai tempat ketiga, namun tempat tersebut ditutup karena kurang berjalan dengan baik. Tujuan desain ini untuk mengaktifkan kembali fungsi La Piazza sebagai tempat ketiga di Kelapa Gading. La Piazza Third place memiliki desain yang baru mengutamakan konsep open architecture dan architecture for the Third place juga konsep hutan. sehingga desain pada bangunan baru selain memiliki ruang - ruang yang terbuka untuk umum dan ruang komunitas, juga memberikan kesan terbuka dan mengundang serta sejuk dan tenang. Dalam proyek ini beberapa struktur eksisting pada bangunan lama digunakan kembali, seperti basement, konektor menuju gedung parkir, konektor menuju mall kelapa gading, dan struktur dari eksisting gedung La Piazza bagian utara.  Terdapat 3 elemen hutan yang diterapkan pada bangunan, yaitu air, tanaman hijau dan cahaya matahari. 3 hal tersebut dapat merelaksasi orang yang sedang banyak pikiran dan stress akan pekerjaan khususnya orang - orang yang bekerja di kantoran, menurut penelitian regent's university london.


Author(s):  
Devi Septiani ◽  
Tony Winata

Reduced public open space due to competition in urban areas has resulted in reduced community gathering activities (third place). Many big cities in Indonesia are aggressively building new parks or revitalizing old parks, like in the city of Jakarta. This is because the population density reaches 15,663 people / km2. The population continues to grow from 4.5 million people (1970) to double that, which is 9.6 million in 2010, while now it has reached 10.4 million people and is estimated to be 11-15 million by 2020-2030. As a result, almost all of the surface of the city has been devoured by buildings and changed the function of its designation Kelapa Gading sub-district with an area of 161.21 ha, this district has several shopping centers whose area exceeds the existing green space, namely, an area of 996,215 m2, through the results of observational studies that have been carried out then a proposed project that can meet the needs of the ivory coconut community for a healthy lifestyle with limited land as a means of sports that can accommodate various groups of people. Not only as a sports facility, but as a recreational facility and container that can accommodate interactions in the ivory coconut community. By looking at the parameters that exist in designing the third space, this design is adjusted to the ivory community's need for public space as the third space. AbstrakBerkurangnya ruang terbuka publik akibat persaingan lahan di perkotaan mengakibatkan berkurangnya aktivitas berkumpul bagi masyarakat (third place). Banyak kota – kota besar di Indonesia yang gencar untuk membangun taman baru atau merevitalisasi taman lama, seperti di Kota Jakarta. Hal ini dikarenakan tingkat kepadatan penduduk yang mencapai 15.663 jiwa/km2. Populasi terus bertambah dari 4.5 juta jiwa (1970) hingga menjadi dua kali lipatnya, yaitu 9.6 juta pada tahun 2010, sedangkan sekarang telah mencapai 10.4 juta orang dan diperkirakan untuk menjadi 11 – 15 juta pada tahun 2020 – 2030 mendatang. Akibatnya hampir seluruh permukaan kota telah habis dimakan bangunan dan berubah fungsi peruntukannya Kecamatan Kelapa gading dengan luasan wilayah 161,21 ha, kecamatan ini memiliki beberapa pusat perbelanjaan yang luasnya melebihi RTH yang ada yaitu, seluas 996.215 m2, melalui hasil studi observasi yang telah dilakukan maka diusulkan proyek yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat kelapa gading akan gaya hidup yang sehat dengan lahan yang terbatas sebagai sarana olahraga yang dapat menampung berbagai kalangan maasyarakat. Tidak hanya sebagai sarana olahraga, tetapi sebagai sarana rekreasi dan wadah yang dapat menampung terjadinya interaksi dalam masyarakat kelapa gading. Dengan melihat parameter yang ada dalam mendesain ruang ketiga maka rancangan ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat kelapa gading akan ruang publik sebagai ruang ketiga.


Author(s):  
Putri Aprillia ◽  
Nina Carina

The routine which is carried out between home and the workplace, school or campus every day could trigger stress which caused by the burden of thoughts and workloads. This could also make the individual traits get higher and reduce social interactions because of their respective activities. Therefore, the third place is present as a neutral public space to be able to accommodate the need for social interaction to exchange ideas, release the burden of thoughts and also emphasize the tightness of activities in schools, campus, workplace, etc without feeling awkward for doing interaction among people who have different backgrounds. These problems will be answered through architectural product as a space for education and creativity which is equipped with playing facilities, gatherings, and also leisure facilities to maintain the quality of individual’s life. Kemang, South Jakarta, is selected as the area for designing a third place because Kemang is close to housing complex, office buildings, and schools. In addition, Kemang is also a trajectory for many people who travel from home to workplace, school or campus and vice versa. The program will raise art and sports as the design theme which will be supported by some supporting programs which are still related to the design theme as the answer of the problems and to strengthen the identity of Kemang. Moreover, art and sports are close to third place. This project will be designed by John Zeisel’s re-image method and will be supported by Erica M. Bartels’s transparency theory by giving priority to the permeable as part of the design concept and also paying attention to the existing factors of authenticity. AbstrakRutinitas yang dilakukan antara rumah dan tempat kerja, sekolah atau kampus hampir setiap hari dapat memicu stres dan penat akibat beban pikiran dan juga beban kerja. Hal ini juga dapat menjadikan sifat individualisme semakin tinggi dan berkurangnya interaksi sosial antar individu dikarenakan kesibukan masing – masing. Oleh karena itu, ruang ketiga hadir sebagai ruang publik yang bersifat netral agar mampu mewadahi dan menjawab kebutuhan akan interaksi sosial untuk bertukar pikiran, melepas beban pikiran dan juga stres akibat padatnya aktivitas di sekolah, kampus, tempat kerja, dan lain-lain tanpa merasa canggung untuk berinteraksi meskipun berbeda latar belakang. Permasalahan ini akan dijawab melalui produk arsitektur berupa penciptaan wadah untuk edukasi dan kreativitas yang dilengkapi dengan sarana bermain, berkumpul, dan juga bersantai guna menjaga kualitas hidup individu. Kawasan Kemang, Jakarta Selatan, dipilih sebagai kawasan untuk perancangan ruang ketiga karena Kemang merupakan kawasan yang dekat dengan perumahan, perkantoran, dan sekolah. Selain itu, Kemang juga menjadi lintasan banyak orang bepergian dari rumah ke tempat kerja, sekolah, atau kampus dan sebaliknya. Program akan mengangkat tema seputar seni dan olahraga yang kemudian akan didukung dengan beberapa program penunjang yang masih berkaitan dengan tema tersebut sebagai bentuk jawaban dari permasalahan dan pengangkatan identitas kawasan Kemang. Selain karena hal tersebut, seni dan olahraga juga memiliki keterkaitan yang cukup erat dengan ruang ketiga. Proyek ini akan dirancangan menggunakan metode re-image oleh John Zeisel yang kemudian akan didukung dengan teori transparency oleh Erica M.Bartels dengan mengutamakan sifat mudah ditembus sebagai bagian dari konsep perancangan dan juga memperhatikan faktor kesejaman yang ada.


Author(s):  
Chantika Mayadewi ◽  
Dewi Ratnaningrum

As social beings, humans naturally need social interaction with others, but often do not have a proper place to support the interaction. Especially in densely populated settlements with limited open space such as in Tanah Sereal, Tambora District, West Jakarta, where community makes the streets and narrow alleys as a place to do various activities. On the other hand, modern times with increasingly evolving technology make society more inclusive and individual, so a facility is needed where residents can carry out joint activities outside the place of residence (first place) and work place (second place) reffered to as the third place that can answer various social needs and urban green spaces in densely populated areas. The method that is used in this study is the conventional method of analysis-synthesis which includes data collection (input), analysis (process), and synthesis (output). Data is obtained from grounded observations, interviews with local residents, literature studies, as well as regional mappings. The third place project in Tanah Sereal is titled Tanah Sereal Commuity Activity Space, which is intended to provide a place of activities for residents of dense settlements in having a shared activity space or a third place that is intergrated with green alley to address social and environmental problems in densely populated areas. The main program of the building is hydroponic planting areas (urban farming), equipped with foodcourt, play areas, teenage discussion areas, communal areas, seminar room, temporary event room, as well as community development program such as hydroponic workshop and garment workshop aimed at improving the skills, productivity, and standard of living of surrounding communities. AbstrakSebagai makhluk sosial, manusia tentunya membutuhkan interaksi sosial dengan sesamanya, namun seringkali tidak memiliki wadah yang layak untuk mendukung terjadinya interaksi tersebut. Terutama di permukiman padat penduduk dengan keterbatasan lahan terbuka seperti di Kelurahan Tanah Sereal, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, di mana masyarakat menjadikan jalan dan gang-gang sempit sebagai tempat untuk melakukan berbagai aktivitas. Di sisi lain, zaman modern dengan teknologi yang semakin berkembang membuat masyarakat menjadi semakin inklusif dan individual, sehingga diperlukan fasilitas di mana warga dapat melaksanakan kegiatan bersama sebagai kegiatan di luar tempat tinggal (first place) dan tempat kerja (second place) disebut sebagai tempat ketiga atau third place yang dapat menjawab berbagai kebutuhan sosial dan ruang hijau kota di kawasan padat penduduk. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode konvensional yaitu analisis-sintesis yang meliputi pengumpulan data (input), analisis (proses), dan sintesis (output). Data didapat dari pengamatan grounded ke lapangan, wawancara dengan warga sekitar, kajian literatur, serta mapping kawasan. Proyek third place yang ada di Tanah Sereal ini berjudul Wadah Aktivitas Masyarakat di Tanah Sereal, bertujuan untuk menyediakan sebuah wadah aktivitas bagi warga permukiman padat dalam memiliki ruang aktivitas bersama atau third place yang terintegrasi dengan gang hijau untuk mengatasi permasalahan sosial dan lingkungan di kawasan padat penduduk. Proyek ini memiliki program utama yaitu area tanam hidroponik (urban farming), dilengkapi dengan foodcourt, area bermain, area diskusi remaja, area komunal, ruang seminar, balai serbaguna, serta program pengembangan masyarakat seperti workshop hidroponik dan workshop garmen untuk meningkatkan skill, produktivitas, dan taraf hidup masyarakat sekitar.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document