Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

52
(FIVE YEARS 12)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

2622-3945, 2407-8115

2019 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 39
Author(s):  
Zhulfiana Pratiwi Hafid

Penelitian ini dilakukan dengan bertujuan untuk mengetahui peranan justice collaborator dalam pengungkapan suatu kasus tindak pidana; untuk mengetahui bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap justice collaborator. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan beberapa contoh kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa  kehadiran seorang justice collaborator dalam mengungkap tindak pidana korupsi sangat membantu dalam proses persidangan atau penjatuhan hukuman kepada terdakwa, sehingga secara tidak langsung memudahkan para aparat penegak hukum. Perlindungan yang diterapkan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 dan SEMA No. 04 Tahun 2011 belum memberikan kesan positif dalam hal pemberian perlindungan fisik dan hukum, penanganan secara khusus, dan penghargaan kepada justice collaborator. Namun dalam hal perlindungan hukum yang diberikan kepada justice collaborator dianggap belum signifikan terhadap pemberian reward dan punishment.This research was conducted with the aim of: 1) To determine the role of justice collaborators in disclosing a criminal case; 2) To find out how to regulate legal protection against justice collaborator. This type of research is normative legal research, with a legal approach and several case examples. The results of this research show that: 1) the presence of a very justice collaborator in uncovering criminal acts of corruption is very helpful in the trial process or sentencing of the accused, thus indirectly facilitating law enforcement officials. 2) protection applied to Law Number 31 of 2014 and SEMA No. 04 of 2011 has not given a positive impression in terms of providing physical and legal protection, special handling, and appreciation to justice collaborator. However, in terms of legal protection given to justice collaborators it is deemed not significant to the provision of reward and punishment.


2019 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 59
Author(s):  
Subehan Khalik

Pertemuan Islam-Kristen pada masa pertengahan lebih dominan diwarnai dengan konflik bersenjata perang salib yang memberi manfaat besar terhadap kaum Kristen, meski mereka telah mengalami kekalahan telak dalam pertempuran yang memakan waktu hampir dua abad. Pasca perang Salib pergulatan antara Islam-Kristen. Bangsa Barat  mengalami peradaban baru dengan mulai mencaplok daerah-daerah Timur yang mayoritas beragama Islam. Sedangkan umat Islam kala itu sedang mengalami masa perpecahan kaum muslimin dan ketidak mampuan mereka menahan serangan Mongol pada masa selanjutnya.  Daerah-daerah Islam mulai dijajah dalam bentuk politik kolonilisme dan imprealisme. Sementara di semenanjung Afrika, kehadiran Prancis sangat kontras lewat perlawatan Napolen Bonaparte ke beberapa Negara muslim semisal Mesir. Konteks ini memberi corak bahwa Islam telah mengalami keterpurukan dalam peradaban dan akses terhadap tekhnologi maju, sampai kepada Indonesia.  The meeting of Islam and Christian in the middle age dominantly caused by armed conflict of crusades which gave great benefits to the Christians, although they had suffered a severe defeat in a battle that took almost two centuries. Post-Crusade struggle between Christianity and Islam. The West experienced a new civilization by begin to annex the Eastern regions which were predominantly Muslim. Whereas Muslims at that time were experiencing a period of Muslim division and their inability to resist Mongol attacks in the next coming years. Islamic regions began to be colonized in the form of political colonization and Imprealism. While on the African peninsula, France's presence was very contrasting through the leadership of Napolen Bonaparte to several Muslim countries such as Egypt.This context gives a pattern that Islam has experienced a deterioration in civilization and access to advanced technology, to Indonesia.


2019 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 111
Author(s):  
Wahida Rahim

Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah proses menciptakan sesuatu yang lain secara kreatif dan inovatif  dengan memanfaatkan peluang yang tersedia. Atau dengan kata lain, kewirausahaan merupakan kemampuan kreatif dan inovatif dari seseorang yang dijadikan dasar dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses.   Kewirausahaan dalam Islam merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan. Allah swt. menyukai orang yang kuat dan mau berusaha serta mampu menciptakan kreasi baru yang lebih baik untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam memulai sebuah usaha adalah membentuk badan hukum, yang merupakan dasar  dalam memulai sebuah bisnis. Keberadaan badan hukum akan melindungi usaha yang dijalankan oleh seseorang dari segala tuntutan akibat aktivitas  yang dijalankan.Entrepreneurship is the process to create other things creatively and innovatively by using provided opportunity. In other words, entrepreneurship is creative and innovative ability of someone which is being as a base and resource in looking for oppotunity to be success. In our religion, Islam, entrepreneurship is a very advised work. Our God, Allah almighty, likes strong and hard workers and also people who are able to create new and better creations in their life for their happiness on this world and the hereafter. The most important thing that we have to be considered  in starting a business is legality of the business by making a corporation first to protect the business from all risks that can happens.


2019 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 71
Author(s):  
Azman Arsyad

Ide formalisasi syariah Islam dan penegakan daulah khilafah yang ingin diterapkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia mempunyai implikasi untuk mengubah ideologi Negara Indonesia (internal) dan melawan ideologi barat yang masuk ke Indonesia. Lebih jauh, hal ini akan mempengaruhi hubungan antar negara yang berlaku saat ini. Tujuan ini akan sulit tercapai (dalam waktu dekat) oleh karena banyaknya tantangan diantaranya sistem demokrasi yang sudah lama dikembangkan di Indonesia, civil society (masyarakat madani) yang berwawasan moderat menginginkan substansi Islam, Peran lembaga MUI yang moderat sehingga dapat menangkal paham radikal dan sekuler.The idea of formalization of Islamic law and establishment of the Khilafah by Hizbut Tahrir Indonesia will have implications on changing the state ideology of Indonesia (internal) and resist western ideologies that came into Indonesia. Furthermore, it will affect the relationship between the state just like any today. This goal will be hard to achieve (in the near future), because of many obstacles, including; the democratic system has long been roots in Indonesia, the majority of Islamic mass organization have moderate vision and more likely to be on the substance of Islam not the formalization, not to mention, the Indonesian Ulama Council, which is still effective in counteracting the radical and secular ideas and movements.


2019 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 91
Author(s):  
Supardin Supardin
Keyword(s):  

Penelitian ini membahas tentang Fikih Etimologi Inna’ wa Aḳwātuhā dalam memahami ayat-ayat hukum dalam al-Quran. Melakukan penyisiran ayat-ayat hukum dalam al-Quran yang terdapat Inna’ wa Aḳwātuhā selanjutnya memberikan penjelasan tentang fungsi dan peranannya.Inna’ wa Aḳwātuhā berfungsi me-nasab-kan isim yang  berasal dari mubtada’, dan juga me-rafa’-kan khabarnya yang berasal dari   khabar mubtada. Inna dan kawan-kawannya itu terdiri atas  ليت، كأن، لكن، أن، إن  dan لعل. Dan setiap mubtada’ yang dimasuki oleh Inna’ wa Aḳwātuhā   disebut  إسم إن  sedangkan setiap khabar mubtada yang dimasuki oleh Inna’ wa Aḳwātuhā disebut خبر إن .Dalam ayat-ayat al-Qur’an Inna’ wa Aḳwātuhā  memiliki makna yang terkandung di dalamnya pada dasarnya terdiri atas tiga macam, yakni penguat, susulan dan harapan (do’a).This study discusses about Fiqh Etimology Inna 'wa Aḳwātuhā in understanding the verses of the law in the Koran. Sweeping the verses of the law in the Koran which is Inna 'wa Aḳwātuhā then provides an explanation of its functions and roles. Inna 'wa Aḳwātuhā functions to recite the term that originates from mubtada ’, and also ratifies the khabarnya from the mubtada khabar. Inna and his friends consisted of ليت ، كأن ، لكن ، أن ، إن and لعل. And each mubtada 'entered by Inna' wa Aḳwātuhā is called إسم إن while each mubtada khabar is entered by Inna ’wa Aḳwātuhā called خبر إن. In the verses of the Qur'an Inna 'wa Aḳwātuhā has the meaning contained therein basically consists of three types, namely reinforcement, follow-up and hope (do'a)


2019 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 83
Author(s):  
Andi Safriani

Konsep negara hukum juga disebut sebagai negara konstitusional atau constitusional state, yaitu negara yang dibatasi oleh konstitusi. Semua konstitusi selalu menjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian, karena kekuasaan itu sendiri pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi sebagaimana mestinya. Untuk menjamin konstitusionalitas pelaksanaannya baik dalam bentuk aturan hukum maupun tindakan penyelenggara negara berdasarkan ketentuan undang-undang, dibentuklah Mahkamah Konstitusi. Kewenangan Mahkamah Konstitusi antara suatu negara dengan negara lain tentunya memiliki persamaan dan perbedaan. The Concept of the rule of law too as a constitutional state. All constitutions always make power the center of attention. Because power itself in essence really needs to regulated and limited to ensure the quality of its implementation in the form of rules and the actions of states administrators based on the provisions of the law a constitutional court was formed. The Authority of the constitutional court between a country and another country certainly has similarities and differences.          


2019 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 99
Author(s):  
Rahma Amir

Indonesia merupakan Negara yang kaya  akan kebudayaan dengan jumlah penduduk yang besar menjadikan Indonesia memiliki masyarakat dengan suku, golongan, ras, budaya, adat istiadat, agama yang beraneka ragam. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor yang di antaranya adalah keadaan sosio-antropologis, geografis dan teritorial Indonesia yang letaknya di antara samudera Hindia dan samudera Pasifik yang sangat potensial berkembangnya pluralitas budaya dan agama dalam masyarakat Indonesia. Akibat perkembangan pluralitas  tersebut kemudian memunculkan perkawinan yang variatif yaitu salah satunya bentuk perkawinan beda agama. Pada umumnya, perkawinan dianggap sesuatu hal yang suci dan karenanya setiap agama selalu menghubungkan kaidah-kaidah perkawinan dengan ajaran agama. Sesungguhnya Islam, tidak melarang perkawinan antara muslim dengan wanita ahl kitab (Yahudi dan Nasrani), dengan keharusan memenuhi beberapa ketentuan. Sebagai Negara demokrasi, perkawinan beda agama diatur dalam beberapa peraturan yang termaktub dalam UU RI No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan peraturan-peraturan lainnya.Indonesia is a country that is rich in culture with a large population making Indonesia has a diverse population, ethnicity, race, culture, customs, religion. This is due to several factors including the socio-anthropological, geographical and territorial conditions of Indonesia which are located between the Indian Ocean and the Pacific Ocean which has the potential to develop cultural and religious plurality in Indonesian society. As a result of the development of plurality, then a variety of marriages emerged, one of which was the form of interfaith marriage. In general, marriage is considered to be something sacred and therefore every religion always connects the rules of marriage with religious teachings. Indeed, Islam does not prohibit marriage between Muslims and ahl Kitab women (Jews and Christians), with the obligation to fulfill several provisions. As a democratic country, interfaith marriages are regulated in a number of regulations embodied in RI Law No. 1 of 1974 concerning Marriage and other regulations.


2019 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 119
Author(s):  
Andi Intan Cahyani

Keberadaan Pengadilan Agama sebagai pengadilan  Islam limitatif  mempengaruhi masyarakat Islam untuk mendapatkan keadilan. Dengan demikian, adanya Undang-Undang 50 Tahun 2009 atas perubahan kedua Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Menjadi tongak supremasi hukum peradilan Agama di Indonesia. Sumber hukum Pengadilan Agama secara garis besar terdiri dari sumber hukum materil yang bersumber dari hukum Islam dan hukum materil yang terikat dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 atas perubahan kedua Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan sumber hukum formil adalah sumber hukum yang terdiri dari hukum perundang-undangan, hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi, hukum agama dan hukum adat yang dinyatakan sebagai hukum positif. Kewenangan memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan Perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam  merupakan tanggung jawab Pengadilan Agama yang didasari atas kewenangan relatif dan kewenangan absolut. The existence of the Religious Court as an Islamic court that limits the influence of the Islamic community to obtain justice. Thus, the existence of Law Number 50/2009 on the second amendment to Law Number 7/1989 concerning the Religious Courts, has become a pillar of the supremacy of the law of the Religious Courts in Indonesia. The legal source of the Religious Courts in general consists of material legal sources sourced from Islamic law and material law which are bound by Law Number 50/2009 concerning the second amendment to Law Number 7/ 1989 concerning Religious Courts and formal legal sources are sources of law which consists of statutory law, customary law, jurisprudential law, religious law and customary law which are stated as positive law. The authority to examine, decide and settle cases in the first level among people who are Muslim is the responsibility of the Religious Court which is based on relative authority and absolute authority


2019 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 25
Author(s):  
Burhan Burhan

Penelitian ini dilakukan dan bertujuan untuk: 1) Untuk mengetahui implementasi diversi dalam sistem peradilan anak di Kantor Polres Gowa; 2) Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam penerapan diversi kepada anak-anak yang menghadapi hukum di Kantor Polres Gowa. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penerapan diversi kepada anak-anak yang berhadapan dengan hukum di kantor Polres Gowa telah dilakukan secara finansial, hal ini terlihat dari kasus anak-anak yang berhadapan dengan hukum yang ditangani sejak 2017 hingga 2019 terdapat 94 kasus dan dapat diselesaikan 93 kasus; 2) Faktor penghambat dalam penerapan diversi di Kantor Polres Gowa adalah bahwa hukum hanya memberikan batas waktu 30 hari untuk upaya diversi, faktor sumber daya penyelidik masih kurang jika dibandingkan dengan jumlah kasus yang ditangani. Faktor masyarakat yang terkadang tidak menginginkan perdamaian atau permintaan dari korban atau keluarga korban yang meminta kompensasi yang terlalu besar. The research was conducted and aimed at: 1) To find out the implementation of the application of diversion in the juvenile justice system at the Gowa Regional Police Station; 2) To find out and analyze what factors are the obstacles in the application of diversion to children who face huku at the Gowa Police Station.This type of research is empirical legal research. The results showed that: 1) The application of diversion to children facing the law at the Gowa police station had been carried out financially, it was seen from the cases of children facing the law handled since 2017 until 2019 there were 94 cases and could be resolved diversely 93 cases; 2) The inhibiting factor in the application of diversion in the Gowa Regional Police Station is that the legal factor only gives a 30-day time limit for diversion efforts, the investigator's resource factor is still lacking when compared to the number of cases handled. Community factors that sometimes do not want peace or requests from the victims or the families of victims who ask for compensation that is too large so the perpetrators cannot.


2019 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 15
Author(s):  
Masri Masri Masri

Penelitian ini membahas Eksistensi Aurat wanita dalam Fiqih. ini mengacu pada fikih aurat wanita yang dirumuskan berdasarkan petunjuk dalil-dalil dari al-Quran dan sunnah. Aurat adalah bagian badan yang tidak boleh kelihatan (menurut hukum Islam); kemaluan; organ untuk mengadakan perkembangbiakan.  Dalam Islam, menutup aurat yakni sebuah kewajiban bagi mereka yang telah dewasa (ba<ligh-mumayyiz). Dasar mengenal kewajiban menutup aurat adalah bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Kemudian diramu oleh para ulama hingga menghasilkan fikih aurat yang merupakan bagian dari pada fikih wanita This study discusses the existence of female aurat in Fiqh. this refers to the female genitalia fiqh which is formulated based on the instructions of the postulates of the Koran and the Sunnah. Aurat is a part of the body that cannot be seen (according to Islamic law); pubic; organ for breeding. In Islam, closing aurat is an obligation for those who are adults (baligh-mumayyiz). Basic knowledge of the obligation to cover the genitals is sourced from the Qur'an and the Sunnah. Then mixed by the scholars to produce the Jurisprudence which is part of the female Jurisprudence.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document