JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

107
(FIVE YEARS 107)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Badan Analisis Dan Pengembangan Ilmiah Nasional - Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia

2721-1924, 2302-6391

2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 117-123
Author(s):  
Debby Cinthya Damiri Valentina

Pendahuluan: Hipoglikemia berat dapat menyebabkan kerusakan pada otak sehingga terjadi keadaan koma yang menetap. Kondisi ini disebut sebagai ensefalopati hipoglikemia (EH). Ensefalopati hipoglikemia memiliki luaran klinis yang variatif, sehingga dibutuhkan nilai prediktif dari pemeriksaan fisik dan penunjang untuk menentukan prognosis dari penyakit tersebut. Metode: Metode yang digunakan dalam tinjauan pustaka ini adalah pencarian literatur menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian dilakukan analisis, sintesis dan rangkum dalam tinjauan pustaka ini. Pembahasan: Ensefalopati hipoglikemia ditegakkan berdasarkan temuan klinis berupa keadaan stupor atau koma yang bertahan ≥24 jam walaupun telah dilakukan tatalaksana terhadap hipoglikemia. Riwayat penyakit sebelumnya harus digali seperti riwayat hipotensi, hipertensi, asidosis, intoksikasi obat, maupun infeksi. Penegakkan diagnosis EH harus dilakukan secara tepat dengan menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding lain melalui pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi. Pemeriksaan radiologi berupa MRI serebral dapat menunjukkan adanya lesi hiperintens simetris pada korteks serebri, hipokampus, kapsula interna, amigdala, atau ganglia basalis. Luasnya bagian otak yang terkena tidak secara signifikan berpengaruh terhadap luaran klinis pasien, sehingga diperlukan faktor prediktif lain untuk menentukan prognosis penyakit. Faktor prediktif yang dapat membantu dalam menentukan prognosis dari penyakit EH adalah suhu tubuh, durasi hipoglikemia, konsentrasi glukosa darah, dan kadar asam laktat. Simpulan: Riwayat penyakit dan gejala klinis bersama dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologi perlu dilakukan secara tepat untuk menegakkan diagnosis EH dan menyingkirkan diagnosis lain. Selain itu, pemeriksaan faktor prediktif dapat dilakukan untuk menentukan prognosis penyakit dari EH.


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 1-7
Author(s):  
Ramadhina Tria Sesanti

Akne vulgaris adalah penyakit kulit yang banyak terjadi pada sekitar 80-100% populasi pada usia 15-18 tahun ke atas. Menurut studi Global Burden of Disease (GBD), akne vulgaris mengenai 85% orang dewasa muda berusia 12–25 tahun. Penyakit ini menyebabkan depresi dan kecemasan. Etiologi dari akne belum diketahui secara pasti, tetapi pada usia pubertas dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, yaitu meningkatnya hormon androgen, penggunakan kosmetik, personal hygine, pola tidur yang buruk dan stres. Untuk mengetahui hubungan tingkat stres dan pemakaian bb cream terhadap kejadian akne vulgaris. Desain penelitian menggunakan cross sectional dan dilakukan pada bulan Januari 2021 pada mahasiswi FK UMS angkatan 2018. Besar subjek pada penelitian ini adalah 33 responden yang sesuai dengan kriteria restriksi dan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Data tingkat stres dan pemakaian BB cream menggunakan kuesioner. Data kejadian akne vulgaris dengan diagnosis oleh dokter umum. Data analisis menggunakan uji chi-square dan uji regresi logistik. Hasil uji chi-square terdapat hubungan antara tingkat stres terhadap kejadian akne vulgaris (p=0,001), terdapat hubungan antara pemakaian BB cream terhadap kejadian akne vulgaris (p=0,003). Hasil analisis multivariat stres menunjukkan nilai p = 0,010 (p<0,05) dan timbulnya akne vulgaris dan pada variabel BB cream menunjukkan nilai p = 0,027 (p<0,05). Terdapat hubungan antara tingkat stres terhadap kejadian akne vulgaris, terdapat hubungan antara tingkat stres terhadap kejadian akne vulgaris.


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 143-148
Author(s):  
Mutia Diah Pratiwi ◽  
Fidha Rahmayani
Keyword(s):  

ABSTRAK   Pendahuluan: Stroke merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat dan memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Pada stroke terjadi hemiparesis kontralateral, tetapi pada kasus tertentu, hemiparesis kontralateral dapat disertai dengan gejala saraf kranial ipsilateral Ilustrasi Kasus: Pasien perempuan, berusia 23 tahun, datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan disertai kelopak mata kiri tidak bisa membuka, penglihatan ganda, dan bicara pelo. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/100mmHg. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan ptosis mata kiri, dilatasi pupil mata kiri, refleks cahaya langsung dan tidak langsung negatif pada mata kiri, refleks pupil akomodasi negatif pada mata kiri, parese nervus okulomotorius dan trokhlearis kiri, kelumpuhan otot wajah bagian bawah sisi kanan, dan deviasi lidah ke kanan saat protrusi. Selain itu, kekuatan otot ekstremitas superior adalah 3/5 dan inferior adalah 2/5, serta refleks Babinski dan Chaddok positif pada bagian kanan. Dari pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan kardiomegali tanpa bendungan paru, dan dari CT scan kepala tanpa kontras didapatkan lesi iskemik di kapsula interna. Pasien didiagnosis hemiparesis alternans dan selama perawatan, pasien diberikan aspirin 80 mg satu kali perhari dan amlodipin 10 satu kali perhari. Diskusi: Pemeriksaan MRI tidak dilakukan pada pasien, tetapi pemeriksaan ini penting diusulkan untuk mengetahui struktur batang otak yang terlibat pada kondisi hemiparesis alternans yang dialami pasien Simpulan: Hemiparesis alternans superior atau Sindroma Weber dapat menyebabkan kematian, sehingga diagnosis dan tata laksana segera dibutuhkan untuk pasien hemiparesis alternans. Faktor risiko pada hemiparesis alternans akibat stroke dapat berupa multifaktorial dan perlu diinvestigasi   Kata kunci: hemiparesis alternans superior, sindroma Weber, stroke


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 132-142
Author(s):  
Ratna Krismondani

Pendahuluan: Saat ini prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di seluruh dunia mencapai proporsi pandemik yang menyerang lebih dari 8% populasi global (hampir lebih dari 350 juta orang) dan akan meningkat menjadi lebih dari 550 juta orang pada tahun 2035. Hiperglikemia persisten pada pasien diabetes melitus dapat berkembang menjadi penyakit ginjal kronis yang disebut nefropati diabetik. Diperkirakan 25 % hingga 40 % penderita diabetes melitus akan berkembang menjadi nefropati diabetik secara progresif setelah 15 tahun durasi penyakitnya terjadi dan 20 % pasien nefropati diabetik akan berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir atau end stage kidney disease (ESKD) yang membutuhkan transpalantasi organ atau dialisis. Intervensi terapeutik yang diberikan untuk pasien DM dengan nefropati diabetik belum dapat mencegah progresifitas kerusakan ginjal. Penelitian akhir-akhir ini menemukan potensi dari biosuplemen sinbiotik soygurt sebagai terapi adjuvant yang potensial untuk pasien nefropati diabetik. Pembahasan: Soygurt merupakan biosuplemen yang berasal dari susu kedelai yang di fermentasikan. Potensinya sebagai terapi adjuvant pada pasien nefropati diabetik melalui dua mekanisme yaitu mekanisme langsung dan tidak langsung. Pada mekanisme langsung bermanfaat dalam memperbaiki dan mencegah kerusakan ginjal dengan berperan sebagai antioksidan, menghambat pelepasan mediator inflamasi dan faktor koagulasi darah, serta memperbaiki dan menghambat terjadinya fibrosis pada ginjal. Sedangkan pada mekanisme tidak langsung bermanfaat dalam menurunkan faktor risiko terjadi komplikasi diabetes melitus pada ginjal seperti obesitas, resistensi insulin, hiperglikemi, hipertensi dan dislipidemia. Simpulan: Biosuplemen sinbiotik soygurt memiliki potensi yang besar dalam mencegah progresifitas dan memperbaiki faktor risiko kerusakan ginjal pada pasien nefropati diabetik.  


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 56-68
Author(s):  
Imam Hermansyah ◽  
Eddy Zulfikar

ABSTRAK Pendahuluan: Kanker kolorektal selaku keganasan ketiga tersering di dunia umumnya ditangani dengan operasi, radioterapi, maupun kemoterapi berdasarkan stadium penyakitnya. Namun, akibat prosedur invasif dan efek samping yang ditimbulkan oleh terapi tersebut, Chimeric Antigen Receptor (CAR) T-cell hadir sebagai pilihan terapi terbaru yang bersifat lebih spesifik terhadap sel tumor. Efektivitas CAR T-cell untuk mengobati tumor padat masih terbatas oleh karena molekul imun inhibitorik, Programmed Cell Death-1 (PD-1) yang memiliki efek imunosupresif terhadap sel T. Oleh karena itu, penyusunan literature review ini bertujuan untuk mengkaji potensi terapi kombinasi imunoterapi CAR-T cell dengan anti PD-1 dalam pengobatan kanker kolorektal stadium lanjut. Metode: Literature review ini disusun menggunakan metode studi pustaka dengan strategi pencarian jurnal ilmiah PubMed yang kemudian dianalisis secara sistematis.  Pembahasan: Berdasarkan studi sebelumnya, ekspresi EpCAM dalam jumlah tinggi ditemukan pada sel kanker kolorektal.  Sekresi IFN-γ dan TNF-α dalam jumlah yang tinggi ditemukan pada sel tumor EpCAM positif menunjukkan bahwa EpCAM-CAR-T cell memiliki efek sitotoksik spesifik terhadap sel tumor target. Rata-rata volume tumor kolorektal pada kelompok EpCAM CAR-T cell lebih rendah dibanding kontrol, menunjukkan EpCAM-CAR-T cell mampu menghambat pembentukan dan pertumbuhan sel tumor. Di sisi lain, 35,8% pasien kanker kolorektal metastasis diketahui memiliki objective response rate dan 73,6% diantaranya tercatat memiliki disease control rate ≥12 minggu setelah terapi anti PD-1 nivolumab, menunjukkan efektivitas nivolumab dalam pengendalian penyakit jangka panjang dengan masa survival yang lebih lama pada pasien kanker kolorektal metastasis. Simpulan: Kombinasi imunoterapi EpCAM CAR-T cell dengan anti PD-1 memiliki potensi sebagai pengobatan terbaru yang efektif untuk kanker kolorektal stadium lanjut.   Kata kunci: Anti PD-1, CAR-T cell, imunoterapi, kanker kolorektal


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 110-116
Author(s):  
Angelica Riadi Alim
Keyword(s):  

Pendahuluan: Asma adalah penyakit respiratorik yang memiliki prevalensi tinggi di seluruh dunia. Salah satu gejala asma adalah serangan asma, yaitu sesak napas. Gejala ini dapat berakhir fatal jika tidak diatasi dengan baik. Metode: Tinjauan Pustaka ini disusun dengan cara meninjau beberapa sumber ilmiah dengan beberapa kata kunci. Selanjutnya penulis menganalisis, meninjau dan memilah referensi yang relevan. Pembahasan: Kandungan kafein dalam daun Camellia sinensis dapat berfungsi sebagai bronkodilator sehingga penggunaan ekstrak daun C. sinensis dapat menjadi solusi yang tepat dalam upaya preventif terhadap serangan asma dan menurunkan angka mortalitas asma. Simpulan: Penggunaan ekstrak daun Camellia sinensis berpotensi sebagai upaya preventif terhadap serangan asma. Kata Kunci: asma, Camellia sinensis, kafein


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 15-22
Author(s):  
Yosef Yantamajaya Simbolon

Pendahuluan: Kanker payudara seharusnya dapat ditemukan pada tahap yang lebih dini, akan tetapi kanker ini lebih sering diketahui pada stadium lanjut yang menyebabkan tingginya angka kematian. Prognosis kanker yang buruk akan mempengaruhi kualitas hidup pasien, kondisi keuangan, peran dan fungsi pasien dan keluarga bahkan kematian. Acuan prognosis  pada pasien kanker payudara didasarkan pada analisa penanda biologis tumor primer yang mencakup reseptor estrogen (ER), reseptor progesteron (PR), Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2) dan Ki67 yang diklasidikasikan menjadi 4 subtipe molekuler yaitu Luminal A, Luminal B, HER2 overexpression, dan Triple Negative. Metode: Jenis penelitian ini menggunakan metode studi systematic review dengan data yang akan digunakan adalah hasil-hasil penelitian yang telah beredar di dunia. Populasi penelitian ini adalah literatur jurnal hasil pencarian mengenai infiltrasi limfovaskular terhadap subtipe molekuler dari kanker payudara yang dipublikasikan di jurnal internasional dan dapat diakses melalui internet. Sampel penelitian ini ditentukan berdasarkan beberapa kriteria inklusi dan eksklusi yang telah dibuat. Hasil: Dari 5 jurnal internasional yang telah dikumpulkan, selanjutnya dianalisis menggunakan forest plot. Berdasarkan analisis data, didapatkan P =0,21 yang artinya uji perbedaan subkelompok menunjukkan bahwa tidak ada efek subkelompok yang signifikan terjadi secara statistik. Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara infiltrasi limfovaskular dengan subtipe molekuler kanker payudara invasif.


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 48-55
Author(s):  
Abiyyu Didar Haq ◽  
Adli Putra Nugraha ◽  
I Komang Gede Andhika Wibisana ◽  
Febbi Anggy ◽  
Fiana Damayanti ◽  
...  

Pendahuluan: Pandemi penyakit virus corona (COVID-19) 2019 yang mulai mewabah pada awal tahun  2020 memicu ditetapkannya Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) oleh WHO. Disebabkan oleh SARS-CoV-2, COVID-19 memiliki utamanya menginfeksi sistem pernafasan dengan menempel pada reseptor ACE2. Infeksi COVID-19 menyebabkan beragam manifestasi klinis mulai tanpa gejala hingga gejala berat yang mengancam nyawa bergantung pada berbagai faktor. Berbagai faktor yang mampu menentukan berat-ringannya manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh infeksi COVID-19 sangat perlu diperhatikan oleh klinisi sehingga mampu mengantisipasi kondisi pasien sebelum manifestasi klinis tersebut muncul. Kajian literatur ini bertujuan untuk membahas dan merangkum berbagai literatur terkait beberapa faktor yang dinilai paling menentukan tingkat keparahan infeksi COVID-19. Metode: Kajian literatur ini menggunakan berbagai artikel jurnal yang didapatkan dari pusat data daring yaitu PubMed dan Google Scholar. Artikel yang dipilih berupa artikel penelitian, systematic review dan meta-analysis, serta narrative review terfokus pada transmisi, manifestasi klinis, patogenesis dan respon imun, serta faktor risiko tingkat keparahan dari COVID-19. Pembahasan: Dari hasil pencarian literatur, didapatkan bahwa beberapa faktor yang paling sering diamati dan paling menentukan tingkat keparahan infeksi COVID-19 adalah usia, penyakit komorbid, defisiensi vitamin D, dan obesitas. Keempat faktor ini bukan merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam menentukan tingkat keparahan infeksi COVID-19 namun merupakan faktor yang saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menentukan tingkat keparahan infeksi COVID-19 dengan mekanismenya masing – masing. Simpulan: Sebagian besar faktor yang menentukan tingkat keparahan COVID-19 merupakan faktor yang bisa dicegah. Hal ini membuat pengetahuan dan pemahaman klinisi mengenai faktor – faktor apa saja yang paling sering menentukan tingkat keparahan infeksi COVID-19 akan sangat membantu mencegah munculnya manifestasi klinis yang berat pada pasien COVID-19.


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 124-131
Author(s):  
Dwi Nonita Nugraheni ◽  
Sri Wahyu Basuki ◽  
Anika Candrasari ◽  
Budi Hernawan

Osteoporosis merupakan penyakit yang digolongkan sebagai silent killer karena tidak terdeteksi secara dini dan baru diketahui setelah terjadinya fraktur. Kebiasaan merokok menjadi faktor risiko terjadinya osteoporosis, karena pada perokok akan kehilangan massa tulang lebih cepat dibandingkan bukan perokok. Asupan kafein berlebih dikaitkan dengan efek kafein pada homeostasis tulang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kebiasaan merokok dan mengkonsumsi kafein dengan kejadian osteoporosis pada usia lanjut. Desain penelitian ini adalah studi literatur atau literature review. Penelitian ini mengambil sumber dari Pubmed, Science Direct, dan Google Scholar dengan kata kunci: (smoking OR smoking habits) AND (caffeine OR caffeine consumption OR drink coffee) AND (osteoporosis) AND (elderly OR aged). Hasil pencarian didapatkan 1.136 artikel yang ditemukan, lalu setelah duplikat dihilangkan tersisa 1.104 artikel. Kemudian diidentifikasi berdasarkan judul, abstrak, dan kelayakan yang sesuai dengan kriteria restriksi, didapatkan 8 artikel yang direview. Hasil penelitian dari artikel menyatakan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko osteoporosis. Konsumsi kafein tinggi dapat berisiko osteoporosis, sedangkan konsumsi kafein rendah hingga sedang dapat menurunkan risiko osteoporosis. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dan mengkonsusmsi tinggi kafein terhadap risiko osteoporosis pada usia lanjut.


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 23-37
Author(s):  
Ali Habibi ◽  
Siti Zulaikha Risqiyani ◽  
Dwi Ari Santi Putri

ABSTRAK   Pendahuluan : Kanker prostat merupakan keganasan sel-sel prostat yang menjadi salah satu keganasan tersering pada pria dengan prevalensi 137,9 kasus baru per 100.000 pria tiap tahunnya. Salah satu pekerjaan yang memiliki risiko tinggi terhadap kejadian kanker prostat adalah petani, karena diakibatkan pajanan pestisida dan zat berbahaya lainnya. Saat ini, Androgen Deprivation Therapy (ADT) masih menjadi terapi yang banyak digunakan. Namun, ADT dapat menurunkan libido, impotensi, hot flashes, dan peningkatan risiko patah tulang. Karena beberapa kelemahan dari terapi ADT, maka diperlukan inovasi terapi untuk kanker prostat. Metode : PRISMA yang didasarkan fakta-fakta dan pengambilan data secara random dengan memasukan kata kunci yang telah ditentukan. Dari 94 jurnal yang telah ditelaah, 64 jurnal diantaranya dianggap sesuai dengan topik bahasan dan digunakan sebagai referensi. Hasil dan Pembahasan : CAR-T Cell termodifikasi CRISPR/Cas9 diinjeksikan ke mencit terbukti efisien dan efektif meningkatkan fungsi CAR-T Cell. Mekanisme imunosupresif yang diakibatkan oleh ikatan PD-1 dengan PD-L1 dapat dituntaskan dengan menggunakan metode CRISPR/Cas9-mediated anti PD-1, sehingga yang dapat mempertahankan aktivasi CAR-T Cell. Dibuktikan dengan peningkatan degranulasi CAR-T Cell dan clearance tumor pada uji in vivo. Kesimpulan : Chimeric Antigen Receptor T Cell (CAR-T Cell) dengan target Prostate-Specific Membrane Antigen (PSMA) termodifikasi CRISPR/Cas9 berpotensi sebagai inovasi terapi yang efektif pada kanker prostat.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document