Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

58
(FIVE YEARS 48)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

2622-9668, 2622-982x

2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 241-252
Author(s):  
Agustina Balik ◽  
Yosia Hetharie
Keyword(s):  

AbstractOutsourcing agreement system is the most widely used by companies as a basic for binding workers. Workers are required to fully comply with standard provisions our clauses. One of the requirements in a standard clauses made by PT DB Ambon that workers are subject to company regulations (PP). Even though (PP) it was never annouced to workers when workers violate the company regulations (PP) that they have never read, it is immediately that company decided to unilaterally work relations. Companies do not hestitate to make resignation letter on behalf of workers who were laid off without approval. By signing the letter of resignation does not get severance. The aspect of justice that is expected to occur is that companies must make company regulation by involving workers representatives who have the role of voicing workers rights. Company regulations (PP) must be announced or owned by every workers. With the company regulation (PP), it can be used as a basic for making work agreements for workers.Keywords: justice aspects; outsourcing work agreements; standard clausesAbstrakSistem perjanjian kerja outsourcing adalah yang paling banyak dipakai oleh perusahan sebagai dasar untuk mengikat pekerja. Pekerja dituntut untuk tunduk sepenuhnya pada ketentuan atau klausula yang sifatnya baku. Salah satu syarat dalam klausula baku yang dibuat oleh PT. DB Ambon bahwa pekerja tunduk pada Peraturan Perusahaan (PP). Padahal Peraturan Perusahaan (PP) itu tidak pernah diumumkan kepada pekerja. Ketika pekerja melanggar Peraturan Perusahaan (PP) yang tidak pernah mereka baca itu, serta merta perusaha  memutuskan hubungan kerja sepihak. Perusahan tidak segan-segan  membuat surat pengunduran diri atas nama pekerja yang di PHK tanpa persetujuannya. Dengan menandatangani surat pengunduran diri tersebut, maka tenaga kerja tersebut tidak memperoleh pesangon. Aspek keadilan yang diharapkan terjadi yaitu bahwa Perusahaan harus membuat Peraturan Perusahaan dengan melibatkan perwakilan pekerja yang berperan menyuarakan hak-hak pekerja sehingga perusahaan tidak sewenang-wenang terhadap hak-hak pekerja. Peraturan Perusahan (PP) harus dumumkan atau dimiliki oleh setiap pekerja. Dengan adanya Peraturan Perusahan (PP), maka dapat dijadikan dasar pembuatan perjanjian kerja bagi pekerja.Kata kunci: aspek keadilan; klausula baku, perjanjian kerja outsourcing


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 153-162
Author(s):  
Leny Dwi Nurmala ◽  
Ramdhan Kasim ◽  
Nurmin K Martam

AbstractThe influence of tax amnesty to compliance taxpayers individual non employees in KPP Pratama Gorontalo “ The purpose of this study is to knowthe influence of tax amnesty to compliance taxpayers individual non employees in KPP Pratama Gorontalo. The methodology applied research methodology descriptive quantitative. In this study the authors concluded that there was a policy tax amnesty issued by directorate general of taxation impact positive and significant impact on compliance taxpayers individual non employees in KPP Pratama Gorontalo.Keywords: tax amnesty; taxpayer complianceAbstrakPengaruh tax amnesty terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan di KPP Pratama Gorontalo “Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tax amnesty terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi karyawan di KPP Pratama Gorontalo. Metodologi yang digunakan adalah metodologi penelitian deskriptif kuantitatif. Dalam penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa terdapat kebijakan tax amnesty yang dikeluarkan oleh direktorat jenderal dampak perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan di KPP Pratama Gorontalo.Kata kunci: kepatuhan wajib pajak; pengampunan pajak


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 266-277
Author(s):  
Panca Narayana ◽  
Judhith Vidya Dayati ◽  
Miranti Verdiana

AbstractThe research objective is the impersonal relationship between doctor and patient who have a balanced relationship. Using normative research with an orientation that is not based on conceptual. Through this research the researcher offers that the notification center is the medical law and health law. Medical law is a law that regulates the relationship between a doctor and a patient in carrying out medical actions with semantics that may not be ascertained, together with medical compensation that cannot be predicted and does not cause the ability or skill of a doctor, on that basis cannot be sued or convicted. Thus, Medical Practice has provided clear information that will cause and every action needed to be truly needed, allows patients to take compensation. Clinics as providers of care facilities can be sued for not being able to meet patients. The clinic has personnel responsibilities, professional quality of treatment, facilities and equipment, and safety of treatment.Keywords: informed consent; medical risk; medical; informed consentAbstrakTujuan penelitian yaitu hubungan impersonal antara dokter dengan pasien yang memiliki hubungan yang seimbang. Menggunakan penelitian normatif dengan orientasi yang tidak bersumber pada konseptual. Melalui penelitian ini peneliti menawarkan bahwa pusat pemberitahuan adalah Undang-Undang Kedokteran dan Undang-Undang Kesehatan. Hukum kedokteran adalah hukum yang mengatur hubungan dokter dengan pasien didalam melakukan tindakan medis dengan upaya yang semaksimal mungkin yang hasilnya tidak dapat dipastikan, sama dengan resiko medik merupakan kerugian yang tidak dapat diramalkan dan bukan akibat kurangnya kemampuan atau ketrampilan dokter, atas dasar itu dokter tidak dapat digugat atau dipidana. Undang-Undang Praktik Kedokteran telah memberikan penjelasan mengenai resiko-resiko yang akan timbul dan setiap tindakan yang mengandung resiko tinggi harus ada persetujuan tertulis, apabila pasien melakukan persetujuan tertulis maka dokter tidak dapat diminta ganti rugi. Klinik sebagai penyedia sarana pengobatan dapat digugat apabila tidak memenuhi kebutuhan pasien. Klinik mempunyai tanggungjawab personalia, professional terhadap mutu pengobatan, sarana dan peralatan dan keamanan terhadap perawatannya.Kata kunci: kedokteran: resiko medis; tindakan medik


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 214-228
Author(s):  
Yafet Y W Rissy

AbstractThis article discusses the shifting phenomenon from rule of law to ‘rule of persuasion’ by analysing regulations concerning Covid-19 mitigation through large-scale social restrictions (PSBB) and their impact on Indonesian economy and financial sector. Analysis of PSBB regulations shows that the regulations do not have criminal and law enforcement provisions that could lead legal uncertainty. PSBB regulations are simply a persuasion model. This has led to the shifting from rule of law to ‘law rule of persuasion’. As a result, on one hand, law enforcement related to PSBB regulations would not be effective and could make the Covid-19 pandemic prolonged, and on the other hand, legal uncertainty itself as well as the Covid-19 pandemic would have serious implications for Indonesian economy and financial sector. It is recommended that in the future, any regulations, especially at the level of statutes (acts), should seriously consider the establishment of legal certainty through criminal provisions and law enforcement and anticipate properly the impact such regulations and Covid-19 on Indonesian economy and financial sector.Keywords: legal uncertainty; rule of law; ‘rule of persuasion’AbstrakArtikel ini membahas fenomena pergeseran negara ke ‘negara himbauan’ dengan melakukan analisis terhadap regulasi terkait penangangan Covid-19 melalui pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan dampaknya terhadap keuangan dan perekonomian Indonesia. Analisis terhadap regulasi PSBB menunjukan bahwa regulasi tidak memiliki ketentuan pidana dan aspek penegakan hukumnya yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Regulasi PSBB sekedar merupakan model himbauan yang telah menegaskan adanya fenomena pergeseran dari negara hukum ke ‘negara himbauan’. Akibatnya, di satu sisi, penegakan hukum terhadap regulasi PSBB tidak akan berjalan efektif dan bisa membuat pandemi Covid-19 berkepanjangan, dan di sisi lainnya, ketidakpastian hukum sebagaimana juga pandemic Covid-19 akan memiliki implikasi serius bagi perekonomian dan keuangan Indonesia. Direkomendasikan agar kedepannya, regulasi apapun, utamanya di tingkat undang-undang, harus secara sungguh memperhatikan aspek kepastian hukum melalui pengaturan dalam ketentuan pidana dan penegakan hukumnya dan mengantisipasi secara tepat dampak regulasi dan Covid-19 bagi perekonomian dan keuangan Indonesia. Kata kunci: ketidakpastian hukum; negara hukum; ‘negara himbauan’ 


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 201-213
Author(s):  
Teguh Prasetyo ◽  
Jeferson Kameo

AbstractPeople in the society would have never been living afar from crime or misdemeanor. At the same time, people in the society have also never ceased to think and making every effort within the law to prevent and eradicate crimes and misdemeanors. Not only things such us found in this 21th century, which is the century accompanied with sophisticated telecommunication and information technology revolution. But also with all types of crimes and misdemeanor, or in this article has been given specific attention on the typology of crimes and misdemeanor which are essentially by nature business and economic, or in this article has been considered as the oldest crimes as old as mankind itself. Many kind of efforts to prevent or to eradicate the crime with rules of law have begun since the Garden of Eden, from there until this sophisticated telecommunication and information technological age the law has already been existed. In the essence, the law which governs the typology of handling all kinds of business and economic crimes and misdemeanor are themselves running from the basic ideas of contract, or the agreement based on Pancasila. In Indonesia, Pancasila is the First Agreement and the highest law in the legal system.Keywords: crime; dignified justice; economicAbstrakManusia dalam masyarakat tidak pernah hidup sepi kehidupannya dari kejahatan dan atau pun pelanggaran. Bersamaan dengan itu pula manusia di dalam masyarakat tidak pernah berhenti berpikir dan mengupayakan pencegahan, maupun penanggulangan kejahatan dan atau pun pelanggaran menurut hukum.Tidak saja seperti yang dapat disaksikan berlangsung di abad 21, yaitu abad yang penuh dengan kompleksitas kecanggihan revolusi teknologi informasi dan telekomunikasi. Namun, segala bentuk kejahatan, maupun pelanggaran, atau dalam artikel ini diberikan perhatian terhadap tipologi kejahatan dan pelanggaran yang bercorak Tindak Pidana Ekonomi (TPE) sudah sama tuanya dengan keberadaan manusia itu sendiri. Berbagai macam usaha untuk mencegah terjadinya tindak Kejahatan dan Pelanggaran maupun menanggulanginya dengan pengaturan berupa kaidah hukum sudah dimulai sejak taman Eden, di sana pun hingga zaman teknonologi informasi dan telekomunikasi super canggih ini sudah ada hukum untuk itu. Pada hakikatnya, hukum yang mengatur tipologi penanganan atas berbagai kejahatan ekonomi-bisnis dilakukan melalui kesepakatan atau Perjanjian. Di Indonesia, Kesepakatan atau Perjanjian Pertama tersebut tidak lain adalah Pancasila hukum tertinggi, dan sumber dari segala sumber hukum.Kata kunci: delik; ekonomi, keadilan bermartabat


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 163-178
Author(s):  
Dwi Putri Sartika Alamsyah ◽  
Slamet Suhartono ◽  
Krisnadi Nasution

AbstractThe purpose of this research is to produce a review related to the exertion of Sui generis Regime in the utilization of Geo Stationary Orbit based on the principles of space law which are examined by comparison of laws and needs between developed and developing countries. This provision was made to provide legal substance related to technical matters and exertion related to the exploration of existing territories in space encompassing the Geo Stationary Orbit slot, and spacecraft  skimming. Developing countries strive to be determined "distinctive legal regime" (Sui Generis Regime) against the Geo Stationary Orbit (GSO) which is a specialty or specificity of existing international legal regimes or has previously been regulated in order not to become a stand-alone law. Research used a normative research using Normative Juridical methods namely by conducting an assessment related to legal aspects or the existence of regulations regarding space surrounding the responsibility of the problem. This is done to obtain data and to be able to analyze the sui generis regime on the exertion of geostationary orbits by Indonesia. The research is more concern related reviews special legal regime on the use of orbital slots which will experience challenges both in juridical and non-juridical terms, with the relationship between international law, this happened because there was no principium load, canon rule, and technical mechanism towards the 1967 space rules amendment. The uncertainty of these rules, especially in the utilization of Geo Stationary Orbit is used as a guideline for the need for the Sui Generis Regime as a regulation for the utilization of GSO which is inseparable from the principiums of space law. This is strengthened to provide benefits in terms of juridical and non-juridical aspects in the use of Geo Stationary Orbit. And aims to use space fairly and toward the interest of every humanity now or future.Keyword: geo stationary orbit; sui generis regime; the principle of spaceAbstrakTujuan [enelitian yaitu untuk menghasilkan ulasan terkait penggunaan Sui generis Regime dalam penggunaan Geo Stationary Orbit berdasarkan prinsip-prinsip hukum ruang angkasa yang dikaji dengan perbandingan hukum dan kebutuhan antara negara maju dengan negara berkembang. Ketentuan ini dibuat untuk memberikan subtansi hukum terkait hal-hal teknis dan penggunaan terkait ekplorasi wilayah yang ada di antariksa melingkupi slot Geo Stationary Orbit, serta peluncuran wahana antariksa. Negara-negara berkembang lebih mengupayakan agar dapat ditetapkannya “suatu rezim hukum khusus” (Sui Generis Regime) terhadap Geo Stationary Orbit (GSO) yang merupakan spesialisasi atau kekhususan dari rezim hukum internasional yang telah ada atau telah mengatur sebelumnya agar tidak menjadi hukum yang berdiri sendiri. Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan menggunakan metode Yuridis Normatif yaitu dengan melakukan pengkajian terkait aspek hukum atau adanya regulasi tentang ruang angkasa melingkupi tanggung jawab permasalahan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data dan agar dapat melakukan analisa sui generis regime terhadap pemanfaatan orbit geostationer oleh Indonesia. Penelitian lebih membahas ulasan terkait rezim hukum khusus berkaitan pemanfaatan  pada slot orbit akan mengalami tantangan baik dalam segi yuridis maupun non yuridis, dengan keterkaitan antara hukum internasional, hal ini terjadi karena tidak adanya muatan prinsip, aturan norma dan mekanisme teknis pada amandemen aturan luar angkasa 1967. Tidak tegasnya aturan tersebut terutama dalam penggunaan Geo Stationary Orbit dijadikan sebagai pedoman untuk perlunya Sui Generis Regime sebagai aturan penggunaan GSO yang tidak lepas dari prinsip-prinsip hukum ruang angkasa. Hal ini dikuatkan untuk memberikan keuntungan dari segi yuridis dan dari segi non yuridis dalam penggunaan Geo Stationary Orbit. Serta bertujuan untuk pemanfaatan ruang angkasa yang adil dan untuk kepentingan seluruh umat manusia sekarang ataupun masa yang akan datang.Kata kunci: geo stationary orbit; prinsip ruang angkasa; sui generis regime


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 253-265
Author(s):  
Fajar Sugianto ◽  
Felicia Christina Simeon ◽  
Dea Prasetyawati Wibowo

Abstract The purpose of the research is to make a law comparison related to disputes by mediation. This research is using normative method with empirical approach. Through this research the researcher offers an interesting development of dispute resolution through mediation where mediation is no longer used to settle disputes outside the court, but in it’s development mediation is also used to settle disputes in court, known as mediation in court. This phenomenon first developed in developed countries like United States before finally developed in Indonesia. Every people have their own various ways to obtain agreement in the case process or to resolve disputes and conflicts. One way to resolve disputes is through mediation. Mediation clearly involves third parties (both individuals and in the form of an independent institution) that are neutral and impartial, who will take a role as a mediator. The basic principles in mediating dispute resolution both in court and outside the court are still being carried out, such as the principles of confidentiality, neutrality, empowerment of the parties, and mediation results are sought to reach a win-win solution agreement.Keywords: dispute; mediation; mediatorAbstrak Tujuan penelitian yaitu melakukan perbandingan hukum terkait penyelesaian sengketa dengan cara mediasi. Menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan empiris. Melalui penelitian ini peneliti menawarkan perkembangan yang menarik dari penyelesaian sengketa melalui mediasi dimana mediasi tidak lagi semata-mata digunakan untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan saja, akan tetapi dalam perkembangannya mediasi juga digunakan untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan, yang dikenal dengan mediasi di pengadilan. Fenomena ini lebih dulu berkembang di Negara-negara maju seperti di Amerika Serikat sebelum akhirnya berkembang di Indonesia. Setiap masyarakat memiliki berbagai macam cara untuk memperoleh kesepakatan dalam proses perkara atau untuk menyelesaikan sengketa dan konflik. Salah satu cara penyelesaian sengketa yang ada adalah melalui mediasi. Mediasi jelas melibatkan pihak ketiga (baik perorangan maupun dalam bentuk suatu lembaga independen) yang bersifat netral dan tidak memihak, yang akan berperan sebagai mediator. Prinsip-prinsip dasar dalam penyelesaian sengketa secara mediasi baik di pengadilan maupun di luar pengadilan tetap dijalankan, seperti prinsip kerahasian, netralitas, pemberdayaan para pihak, dan hasil mediasi diupayakan mencapai kesepakatan win-win solution.Kata kunci: mediasi; mediator; sengketa


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
Author(s):  
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune

-


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 179-188
Author(s):  
Merline Eva Lyanthi

AbstractThe capital market like other markets can be interpreted as a meeting place between the seller and the buyer to make transactions in the form of objects traded, including capital or funds. The existence of the capital market itself already exists in almost all countries in the world except for countries that are still unable to break away from unstable economic and political problems. The capital market has a strategic role to advance national development in order as a source of financing for the business world and investment for the community. In an effort to develop the capital market to be able to develop properly in Indonesia, the 1995 Capital Market Law No. 8 of 1995 was issued. The Capital Market Law aims to provide guarantees in the form of legal certainty for the parties involved in activities in Indonesia. Capital Market and to provide protection for the interests of the investor community to avoid practices that can harm either party. Capital market activities require the help of a number of professions that can support capital market activities, one of which is the Notary profession. Notary as a capital market supporting profession is regulated by the Capital Market Law. The role of the Notary Position in carrying out a capital market activity is required when carrying out the process of public offering of shares in terms of making and examining the validity of the deeds or agreements made by the Notary Public relating to the General Meeting of Shareholders and amendments to the Articles of Association or bylaws of parties or actors in the capital market and require the Notary to submit information in the form of input or provide an independent information suggestion.Keywords: capital market; notaryAbstrakPasar modal seperti pasar lainnya ialah dapat diartikan sebagai suatu tempat bertemunya antara penjual dengan pembeli untuk melakukan transaksi berupa objek yang diperjualbelikan antara lain modal atau dana. Keberadaan pasar modal itu sendiri sudah ada hampir diseluruh negara di dunia kecuali bagi negara-negara yang masih belum mampu untuk melepaskan diri dari permasalahan ekonomi dan politik yang belum stabil. Pasar modal memiliki suatu peranan yang strategis untuk memajukan pembangunan nasional dalam rangka sebagai sumber pembiayaan untuk dunia usaha dan investasi untuk masyarakat. Dalam rangka upaya mengembangkan pasar modal untuk dapat berkembangan dengan baik di Indonesia, maka Tahun 1995 diterbitkan Undang-Undang tentang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995. Undang-Undang Pasar Modal ini bertujuan untuk memberikan jaminan berupa kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat dalam kegiatan di Pasar Modal dan untuk memberikan perlindungan bagi kepentingan masyarakat pemodal agar terhindar dari praktik yang dapat merugikan salah satu pihak. Kegiatan pasar modal membutuhkan bantuan beberapa profesi yang dapat menunjang aktivitas pasar modal salah satunya ialah profesi Notaris. Notaris sebagai profesi penunjang pasar modal diatur oleh Undang-Undang Pasar Modal. Peran Jabatan Notaris dalam menjalankan suatu kegiatan pasar modal diperlukan pada saat melakukan proses penawaran umum saham dalam hal membuat dan meneliti keabsahan akta-akta atau perjanjian-penjanjian yang dibuat oleh Notaris yang berhubungan dengan Rapat Umum Pemegang Saham dan perubahan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga pihak atau pelaku dalam pasar modal serta mewajibkan Notaris untuk menyampaikan informasi berupa masukan atau memberikan suatu saran informasi yang independen.Kata kunci: notaris; pasar modal


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 229-241
Author(s):  
Chesa Effendi Chesa Effendi ◽  
Ni Gusti Ayu Made Nia Rahayu ◽  
Rizki Istighfariana Achmadi Rizki Istighfariana Achmadi

AbstractThe research objective is to analyze decisions of countries that impose prohibition and restriction on exports during the Covid-19 pandemic. The method used in this research is normative legal research based on the rules of international trade law. In this research the researchers state that exports prohibition and restrictions imposed by countries during Covid-19 pandemic can be justified based on WTO law. The Covid-19 pandemic is undeniably bringing unprecedented challenges in the world of health, economy, and also international trade. The need for medical items, such as protective equipment, medicines, and other products that are important to deal with this pandemic has skyrocketed in almost every country in the world. As a result, there is a huge shock to global demand for medical products since practically all countries need the same product to deal with Covid-19 pandemic. However, all countries depend on international trade and global value chains to obtain medical goods. The situation is further complicated by the ongoing disruption of international transportation, particularly air cargo operations related to passenger travel. Basically, countries decisions on prohibitions and restrictions exports can be justified by the WTO law as long as these actions can be proven to be correlated as a reason to deal with Covid-19 pandemic.Keywords: Covid-19 pandemic; export restrictions; WTOAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisa mengenai tindakan negara dalam melakukan larangan dan pembatasan ekspor di masa pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang berdasarkan pada aturan-aturan hukum internasional. Melalui penelitian ini peneliti berpendapat bahwa larangan dan pembatasan ekspor yang dilakukan oleh negara pada masa pandemi Covid-19 dapat dijustifikasi berdasarkan aturan perdagangan internasional WTO. Pandemi Covid-19 tidak dapat dipungkiri membawa tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam dunia kesehatan, ekonomi, termasuk dalam perdagangan internasional. Kebutuhan akan barang-barang medis, seperti peralatan pelindung, obat-obatan, dan produk-produk lain yang penting untuk memerangi pandemi Covid-19 ini telah meroket di hampir setiap negara di dunia. Akibatnya, ada guncangan besar pada permintaan global untuk produk medis, karena secara praktis semua negara membutuhkan produk yang sama untuk memerangi pandemi Covid-19. Namun, semua negara bergantung pada perdagangan internasional dan rantai nilai global untuk mendapatkan barang-barang medis. Keadaan semakin dipersulit mengingat adanya gangguan yang berkelanjutan pada transportasi internasional, khususnya operasi kargo udara yang terkait dengan perjalanan penumpang. Pada dasarnya tindakan negara berupa larangan dan pembatasan ekspor baik pada peralatan medis maupun bahan makanan dapat dibenarkan selama tindakan tersebut dapat dibuktikan korelasinya sebagai alasan untuk memerangi pandemi Covid-19.Kata kunci: pandemi Covid-19; pembatasan ekspor; WTO


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document