Jurnal Planoearth
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

60
(FIVE YEARS 45)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Universitas Muhammadiyah Mataram

2615-4226, 2502-5031

2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 29
Author(s):  
Tisa Angelia ◽  
Moh. Saiful Hakiki

Abstrak: Infrastruktur air bersih adalah komponen pendukung pariwisata yang penting. Permukiman Desa Wisata Bukit Surowiti memiliki kendala dalam pemenuhan kebutuhan air bersih sebagai salah satu wisata di Kabupaten Gresik. Identifikasi faktor-faktor pengembangan penyediaan air bersih di kawasan wisata ini bertujuan untuk merumuskan konsep pengembangan penyediaan air bersih. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik analisa triangulasi yang sebelumnya dilakukan analisa theoritical descriptive dan tervalidasi dengan delphi. Hasil penelitian adalah mengembangkan penyediaan tempat-tempat penampungan air bersih secara alami maupun buatan yang memperhatikan unsur estetika dan didukung oleh partisipasi masyarakat dan swasta dalam pendistribusian air bersih khususnya air PDAM.Kata Kunci : Desa Bukit Surowiti, Infrastruktur Air Bersih, Permukiman Kawasan WisataAbstrak: Clean water infrastructure is important tourism support component. The settlement of Bukit Surowiti Tourism Village has problems in fulfilling the need for clean water as one of the tours in Gresik Regency. The identification of the development factors of clean water supply in the tourist area aims to formulate the concept of developing clean water supply. This type of research is qualitative descriptive with triangulation analysis techniques wich previously carried out theoritical descriptive analysis and validated with Delphi. The result of this research is to develop the provision of natural and artificial water storage places that pay attention to aesthetic elements and are supported by public and private participation in distribution of clean water, especially PDAM water.Key Words : Bukit Surowiti Village, Clean Water Infrastructure, Tourist area settlements 


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 7
Author(s):  
R Aditya Yudhanegara

On May 20, 2011, the government of the Republic of Indonesia enacted Presidential Instruction (Inpres) number 10 of 2011 as the start of the forest moratorium policy. This policy aimed to reduce the rate of deforestation and forest degradation through a moratorium on the issuance of new permits. However, the effectiveness of this policy in achieving these goals is still being debated. This study shows that the forest moratorium policy has successfully reduced the extent of the concession area, as well as the average deforestation and forest degradation rate in Papua Province. However, the concession extent was not directly proportional to the rate of deforestation and forest degradation in the concession area, and the decline of the average rate of deforestation and forest degradation was not accompanied by a steady rate during the enactment of the policy. This study also reveals that policy implementation at the provincial level was hampered by the communication factor, the resources factor, and the disposition factor. We recommend that, besides limiting the concession area, the government should improve the licensing governance by strengthening the monitoring and evaluation, as well as the mechanism of business-work-plan approval. Also, the central government should improve coordination with the local government to overcome factors hampering the implementation of the moratorium policy.


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Rian Dinata

Abstract:  Palembang City locates on a lowland where the altitude is between 12 and 30m above sea level. There are many small rivers that flow into a main river, Musi river. Due to the topographical configuration and a seasonal heavy rainfall, those rivers had been overflowed and the city had an inundation disaster. Bendung watershed is one of the nineteen watersheds in Palembang City, and the watershed also experiences the inundation disaster frequently due to the flood caused by a poor river maintenance and drainage system.The local government of Palembang City has applied some flood control projects such as a normalization project to reduce the flood damages. These measures checked the river flow over the dike, but some areas still suffered from the flood damages due to their topography. Based on the current situation, this study evaluates the efficiency of the existing normalization project in this watershed to find a solution that reduces the flood in those areas. Furthermore, this study investigates the feasibility of infiltration-well system to overcome the flood in those areas. The feasibility study includes the cost and benefit analysis to realize the infiltration-well system for easing the inundation problem.Abstrak: Kota Palembang terletak di dataran rendah dengan ketinggian antara 12 sampai 30m di atas permukaan laut. Karena konfigurasi topografi dan curah hujan musiman yang tinggi, sebagian Kota Palembang sangat rentan terhadap genangan dan bencana banjir . DAS Bendung merupakan salah satu dari sembilan belas DAS yang ada di Kota Palembang, dan DAS tersebut juga sering mengalami bencana genangan akibat banjir yang disebabkan oleh sistem drainase yang buruk.Pemerintah Daerah Kota Palembang telah menerapkan beberapa proyek pengendalian banjir seperti proyek normalisasi sungai. Proyek ini cukup sukses mencegah air sungai bendung meluap melewati tanggul sungai tersebut, tetapi beberapa lokasi yang jauh dari sungai bendung masih mengalami genangan karena topografinya. Berdasarkan kondisi ini, studi ini mengevaluasi efisiensi proyek normalisasi di DAS ini untuk mencari solusi yang dapat mengurangi banjir di wilayah tersebut. Selanjutnya studi ini mengkaji kelayakan sistem sumur resapan untuk mengatasi banjir di wilayah tersebut. Studi kelayakan lain meliputi analisis biaya dan manfaat sistem sumur resapan untuk mengatasi masalah genangan. 


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 42
Author(s):  
Tribhuana Tungga Dewi ◽  
Taslim Sjah ◽  
Sukartono Sukartono ◽  
Bambang Dipokusumo ◽  
Nani Herawati

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), adalah salah satu dari 3 provinsi di Indonesia sebagai penghasil komoditas kedelai. Komoditas ini di Provinsi NTB dikembangkan sebagai menunjang komoditas kedelai nasional, yang selama ini masih dilakukan impor. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bima, sebagai salah satu wilayah kabupaten di Provinsi NTB yang berpotensi dalam pengembangan komoditas kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kelas kesesuaian lahan dalam pengembangan tanaman pangan, terutama tanaman kedelai (glycine max L merril) di Kabupaten Bima. Penelitian ini berguna sebagai bahan informasi dan rekomendasi terkait kesesuaian lahan serta dapat dijadikan dasar pengembangan budidaya tanaman kedelai pada lahan kering. Metode penelitian yang digunakan yaitu  metode survei dan metode pengumpulan data sekunder berupa peta dan data spasial dari instansi yang terkait. Pengelompokan kelas kesesuaian lahan pada setiap unit lahan menggunakan sistim overlay atau tumpang tepat dengan berpedoman pada kriteria kesesuaian lahan tanaman kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan kering actual, pada kelas cukup sesuai (S2) adalah seluas 3.244,20 ha dengan prosentase sebesar 20,12%; kelas kesesuaian lahan kering sesuai marginal (S3) seluas 28.108,12 ha dengan prosentase 78,43%; dan kelas kesesuaian lahan tidak sesuai (N) sebesar 744 ha dengan prosentase paling kecil yaitu 1,45%. Dengan demikian, potensi lahan kering untuk pengembangan tanaman kedelai (glycine max L merril) di Kabupaten Bima sangat besar yaitu 31.352,32 ha.Abstract:  West Nusa Tenggara (NTB) Province, is one of 3 provinces in Indonesia as a producer of soybean commodity. This commodity in NTB Province was developed to support the national soybean commodity, which has been still imported. This research was conducted in Bima Regency as one of the districts in NTB Province which has the potential for developing soybean commodities. This study aims to map land suitability classes for the development of food crops, especially soybean (glycine max (L.) Merrill) in Bima Regency. This research is useful as information and recommendations related to land suitability and can be used as a basis for developing soybean cultivation on dry land. The research method used is the survey method and secondary data collection methods such as maps and spatial data from related agencies. Classification of land suitability classes for each land unit uses an overlay or overlapping system based on criteria of the land suitability for soybean crops. The results showed that suitability class of dry land quite suitable (S2) is 3,244.20 ha with a percentage of 20.12%; suitability class of dry land marginally suitable (S3) covering an area of 28,108.12 ha with a percentage of 78.43%; and unsuitable land suitability class (N) is 744 ha with the smallest percentage of 1.45%. Therefore, the potential of dry land for the development of soybean crop  (Glycine max (L.) Merrill) in Bima is very large, that is 31,352.32 ha or 98.55% of the total dry land in Bima Regency.


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 38
Author(s):  
Maria Patricia Pearlyn ◽  
Musfira Musfira

Jalur pedestrian merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan pejalan kaki melakukan aktivitas dan memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Kondisi eksisting pedestrian di Distrik Heram sebagian besar pedestrian tidak berfungsi sebagai wadah untuk pejalan kaki. Pedestrian di Distrik Heram digunakan untuk pelaku aktivitas ruang publik seperti sebagai tempat parkir kendaraan, pedagang kaki lima dan pangkalan angkutan kota. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif menggunakan pendekatan deskriptif. Peninjauan langsung di lapangan dilakukan dengan beberapa pengamatan dan identifikasi secara langsung seperti Wawancara, Observasi dan kuesioner.Abstract:  Pedestrian ways are a place or space for pedestrian activities to carry out activities and provide services to pedestrians so as to improve smoothness, safety and comfort for pedestrians. Most of the existing conditions of pedestrians in Heram District do not function as a place for pedestrians. Pedestrians in Heram District are used for public space activities such as parking for vehicles, street vendors and city transportation bases. The research method uses qualitative methods using a descriptive approach. Direct field observations are carried out with several direct observations and identification such as interviews, observations and questionnaires. Jalur pedestrian merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan pejalan kaki melakukan aktivitas dan memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Kondisi eksisting pedestrian di Distrik Heram sebagian besar pedestrian tidak berfungsi sebagai wadah untuk pejalan kaki. Pedestrian di Distrik Heram digunakan untuk pelaku aktivitas ruang publik seperti sebagai tempat parkir kendaraan, pedagang kaki lima dan pangkalan angkutan kota. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif menggunakan pendekatan deskriptif. Peninjauan langsung di lapangan dilakukan dengan beberapa pengamatan dan identifikasi secara langsung seperti Wawancara, Observasi dan kuesioner. Abstract:  Pedestrian ways are a place or space for pedestrian activities to carry out activities and provide services to pedestrians so as to improve smoothness, safety and comfort for pedestrians. Most of the existing conditions of pedestrians in Heram District do not function as a place for pedestrians. Pedestrians in Heram District are used for public space activities such as parking for vehicles, street vendors and city transportation bases. The research method uses qualitative methods using a descriptive approach. Direct field observations are carried out with several direct observations and identification such as interviews, observations and questionnaires.


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 23
Author(s):  
Andarina Aji Pamurti

Petudungan merupakan perkampungan kuno yang berada di tengah Kota Semarang. Pemukiman Petudungan tumbuh dan berkembang menjadi kawasan perdagangan karena terletak pada jalur yang strategis. Masyarakatnya adalah etnis Tionghoa yang berusia lanjut, usia lanjut membutuhkan lingkungan permukiman yang sehat. Hunian di Petudungan terdiri dari dua jenis yaitu rumah toko dan rumah tinggal. Rumah tinggal menggunakan arsitektur tropis Tionghoa dengan pintu dan jendela yang selalu tertutup untuk menghindari pencemaran udara dan kebisingan dari aktivitas perdagangan. Dan drainase yang dipenuhi sampah selain dapat mengakibatkan banjir pada kawasan juga dapat  menjadi vektor penyakit. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pengukuran tingkat kebisingan menggunakan Sound Level Meter, pengukuran kualitas udara menggunakan alat ukur portable PM2.5 Air Quality Tester Detector dan pengukuran kelembaban udara menggunakan Hygrometer. Hasil Pengukuran kebisingan dan kualitas udara Kawasan Petudungan serta kelembaban udara ruangan adalah melebihi standard baku Peraturan Menteri Kesehatan. Tingginya tingkat  kebisingan dan pencemaran udara diakibatkan oleh padatnya kendaraan yang melintas dan kendaraan yang memiliki knalpot buruk. Kurangnya pencahayaan dan ventilasi serta kondisi fisik bangunan lama menyebabkan tingginya kelembaban udara yang dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan lingkungan permukiman yang berada pada kawasan perdagangan. Diharapkan pengambil kebijakan dapat mempertimbangkan perencanaan permukiman yang bercampur dengan kawasan perdagangan.


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 49
Author(s):  
Ardi Yuniarman ◽  
Agus Kurniawan ◽  
Dodik Sutikno ◽  
Osy Insyan

Sektor pariwisata pada era otonomi daerah sekarang ini hanya semata-mata untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Fenomena ini sering terjadi di dalam pengembangan dan perencanaan kawasan terutama kawasan yang berada di wilayah pesisir, sehingga perlunya penelitian ini untuk mengkaji lebih dalam terhadap potensi dan masalah yang ada di Desa Singar Penjalin, sehingga pentingnya penelitian ini untuk melihat potensi dan masalah pada kondisi fisik kawasan baik secara fisik dasar maupun fisik binaan. Metodologi penelitiaan ini menggunakan pendekatan deskriptif kwalitatif. Dari hasil yang ditemukan bahwa Kawasan Desa Singgar Penjalin merupakan kawasan pintu masuk kawasan Administrasi Perkotaan Tanjung yang melintang dari luar menuju kawasan pusat pemerintahan dengan beberapa kegiatan pariwisata dan fasilitas penunjang seperti hotel, kafe dan lapangan Golf, sudah memiliki arah pengembangan sebagai kawasan pariwisata dalam peraturan daerahnya, topografi yang variatif berpotensi memberikan atraktif sebagai kawasan wisata serta jenis tanah yang cocok sebagai fungsi pertanian. Ketidak jelasan pola pengembangan kawasan terlihat banyaknya alis fungsi lahan yang besar, susahnya mengidentifikasi kawasan akibat dari kurang kuatnya penanda kawasan dan citra sebagai ciri khas kawasan,  pemanfaatan dan pembangunan fisik di area sempadan pantai yang merupakan kawasan lindung, serta akses yang masih kurang baik menuju kawasan wisata sepanjang pantai di Desa Sigar Penjalin.Abstract:  The tourism sector in the current era of regional autonomy is only to increase Regional Original Income. This phenomenon often occurs in regional development and planning, especially areas located in coastal areas, so the need for this research is to examine more deeply the potential and problems that exist in Singar Penjalin Village, so the importance of this research is to see the potential and problems in the physical condition of the area. both basic physical and built physical. This research methodology uses a qualitative descriptive approach. From the results, it was found that the Singgar Penjalin Village Area is the entrance area of the Tanjung Urban Administration area that crosses from the outside to the central government area with several tourism activities and supporting facilities such as hotels, cafes and golf courses, already has a development direction asa tourism area in its regional regulations. , the varied topography has the potential to provide attractiveness as a tourist area as well as suitable soil types as agricultural functions. The unclear pattern of regional development can be seen from the large number of eyebrows of land functions, the difficulty of identifying areas as a result of the lack of strong regional markers and images as regional characteristics, physical use and development in the coastal border area which is a protected area, and poor access to the area. along the coast in Sigar Penjalin Village. 


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 129
Author(s):  
Ardiyanto Maksimilianus Gai

Kawasan penyangga di TN Sebangau memiliki permasalahan dari berbagai sektor, seperti sosial, ekonomi dan lingkungan. Salah satunya adalah masalah kerusakan hutan. Saat ini masyarakat yang tinggal di kawasan penyangga TN Sebangau bergantung pada hasil sumber daya alamnya. Namun, kesejahteraan yang rendah menuntut masyarakat untuk melakukan beberapa kegiatan yang melanggar kebijakan TN Sebangau dan berpotensi mengganggu lingkungan sekitarnya. Konsep pendekatan mengenai penghidupan yang berkelanjutan (sustainable livelihood) merupakan salah satu bentuk metode yang dapat mengatasi permasalahan yang muncul pada masyarakat yang tinggal di kawasan penyangga TN Sebangau. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan menggunakan metode skoring, AHP dan analisis triangulasi. Subjek penelitian adalah masyarakat yang tinggal di kawasan penyangga TN Sebangau. Variabel yang digunakan adalah modal sosial, modal alam, modal fisik, modal manusia dan modal finansial. Hasil penelitian menunjukkan dari kriteria dan subkriteria pada 3 strategi, yaitu pengembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial dan aksi sosial, kriteria ‘pengembangan masyarakat lokal’ merupakan model pemberdayaan yang tepat untuk diterapkan di kawasan penyangga TN Sebangau. Sehingga diperlukan strategi pengembangan yang sesuai dengan masing-masing variabel terkait penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood).Abstract:  Sebangau National Park buffer zone had problem in many sectors like social, economic and environment. One of them is deforestation. Currently, people who lived at Sebangau National Park buffer zone depends on it natural resources. However, low-welvare condition requires people doing some violation against Sebangau National Park policy and potentially interfere the ecosistem. Sustainable livelihood approach presumed can be one solution to solve the problem at Sebangau National Park buffer zone. This research used qualitative descriptive approach, with scoring method, AHP and triangulation analysis. Research subject is people who lived at  Sebangau National Park buffer zone. Variabel that used is social capital, natural capital, physical capital, human capital and financial capital. The results showed that from criteria and sub criteria on 3 strategy, that is local community development strategy, social planning strategy and social action strategy, local community development criteria is exactly empowerment model to apply at Sebangau National Park buffer zone. So that the development strategy of the models are needed in accordance with each variable related to sustainable livelihood.


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 79
Author(s):  
Suning Suning Suning

Industri pariwisata berbasis maritim saat ini menjadi kebutuhan daerah dan kota untuk pengembangan kawasan pariwisata, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai edukasi mengenalkan maritim kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi karakteristik pariwisata, potensi maritim, dan menentukan arahan pengembangan pariwisata. Metode penelitian yang di gunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif, dengan teknik analisis hierarki proses (AHP). Hasil penelitian menunjukkan karakteristik pariwisata yang ada di Pantai Kenjeran dilihat dari fasilitas sarana prasarana lingkungan sudah tersedia, namun perlu di tambahkan beberapa sarana prasarana seperti toilet, mushola, dan bak sampah di beberapa titik yang saat ini sudah mengalamim kerusakan. Potensi maritim yang ada berupa jenis biota laut, hasil produksi tangkapan laut, dan teknologi alat tangkap ikan. Arahan pengembangan kegiatan pariwisata berbasis maritim dengan skala prioritas 1 sebesar 58,2% jenis biota laut, 39,8% hasil produksi tangkapan ikan, dan 54,1% teknologi alat tangkap ikan. Skala prioritas 2 sebesar 41,8% jenis biota laut, 60,2% hasil produksi tangkapan ikan, dan 45,9% teknologi alat tangkap ikan. Dengan demikian arahan kebijakan yang direkomendasikan adalah penyediaan laboratorium biota laut dan kegiatan peningkatan alat teknologi tangkap ikan bagi para nelayan.


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 111
Author(s):  
Titik Wahyuningsih

The increasing amount of people traveling in the city of Mataram causes the demand for satisfactory public transportation both in terms of quantity and quality. Damri Bus is one of the transportation that provides passenger public transportation services with one of the routes, specifically Lombok International Airport (LIA) - Mataram. The purpose of this research is to find out how much the Damri Bus passenger transportation rates are based on vehicle operating costs (VOC) route BIL - Mataram. The method used to analyze passenger transportation rates based on VOC is using the PCI (Pacific International Consultant) method. Based on the results of the analysis, it is known that the Damri Bus VOC is Rp 2,788,439, while the results of the data analysis based on the VOC obtained average rates in the Morning is Rp15,015, in the Noon is Rp 13,223 and in the Afternoon is Rp 42,262, with an average tariff is Rp 23,499 , 89. The actual tariff of Damri Bus routes BIL - Mataram is Rp. 30,000, the results show that the results of the tariff analysis with the actual tariff are still appropriate.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document