scholarly journals Keragaman makanan dan kejadian BBLR: analisis IFLS 5

2018 ◽  
pp. 7
Author(s):  
Siti Maria Ulva

Permasalahan gizi dapat  terjadi sepanjang siklus kehidupan manusia. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Neonatal (AKN). Penyebab paling banyak kematian pada kelompok neonatal adalah bayi dengan berat badan Lahir Rendah (BBLR). BBLR menjadi masalah kesehatan masyarakat secara global dan memberikan efek kerugian dalam kesehatan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Berdasarkan data lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia mewakili 15% sampai dengan 20% dari jumlah total seluruh kelahiran merupakan bayi BBLR. Prevalensi BBLR di Indonesia berdasarkan RISKEDAS tahun 2013 sebesar 10,2 persen, berdasarkan data SDKI tahun 2012 sebesar 7,3 persen. Penelitian ini mengkaji hubungan antara pola makan dan anemia dengan kejadian BBLR di Indonesia dengan memanfaatkan data sekunder  Indonesia Family Life Survey (IFLS 5) tahun 2014-2015 yang tersebar. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain penelitian Cross Sectional. Memanfaatkan data sekunder IFLS 5 kemudian dianalisis secara restrospective. Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun sudah menikah, pernah melahirkan, anak terakhir dan lahir hidup serta memenuhi kriteria inklusi yaitu memiliki berat badan bayi ditimbang. Variabel bebas yaitu pola makan dan anemia sedangkan variabel terikatnya adalah BBLR. Variabel luar pada penelitian ini yaitu usia, paritas ibu, pendidikan, pekerjaan, komplikasi kehamilan, konsumsi TTD dan lokasi tempat tinggal. Total responden yang masuk dalam sampel penelitian adalah 2.368 dengan kejadian BBLR 8,66 persen. Persentase pola makan tidak beragam ada 72,25 persen lebih banyak daripada pola makan beragam. Ada hubungan yang signifikan antara pola makan beragam dengan BBLR. Tetapi tidak ada hubungan antara anemia dengan BBLR. Temuan pada analisis lanjutan untuk kelompok makanan ada dua kelompok makanan yang berhubungan signifikan dengan BBLR (p<0,05) yaitu kelompok kacang-kacangan serta kelompok daging dan ikan. Variabel lain pendidikan dan pekerjaan ibu berhubungan signifikan dengan BBLR dalam penelitian ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pola makan beragam memberikan resiko yang rendah dengan kejadian BBLR tetapi tidak dengan anemia. Perlu upaya perbaikan gizi masyarakat melalui pola makan beragam dan seimbang. Faktor sosial yang berhubungan signifikan dengan BBLR adalah pendidikan dan pekerjaan ibu.

HEARTY ◽  
2021 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 50
Author(s):  
Danny Kusuma Aerosta ◽  
Rico Januar Sitorus ◽  
Rostika Flora

<p class="16bIsiAbstrak">Sariawan tercatat sebagai penyakit yang dikeluhkan seperlima populasi dunia. Dan beberapa studi mengungkapkan tidak adanya pengaruh antara kebiasaan merokok dengan kejadian sariawan. Namun penelitan sebelumnya memiliki jumlah sampel yang tidak besar. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan prevalensi dan distribusi sariawan dengan kebiasaan merokok pada perokok aktif dan pasif. Metode penelitian yang dipergunakan adalah cross-sectional dengan mempergunakan data <em>Indonesia Family Life Survey</em> (IFLS) 5 sebagai data induk untuk menganalisis hubungan antara kebiasaan merokok dan kejadian sariawan. Prevalensi sariawan didapatkan dari keterangan lisan partisipan terhadap keluhan sariawan dalam sebulan terakhir. Kebiasaan merokok adalah kategori paparan rokok antara perokok aktif dan pasif. Distribusi paparan didasarkan atas usia, jenis kelamin, pendidikan, gejala depresi, riwayat hipertensi dan diabetes, dan jenis makanan yang dikonsumsi dalam sepekan terakhir.  Peluang kejadian dari faktor pajanan dominan dihitung dengan analisis multivariat regresi logistik. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan angka kejadian sariawan sebesar 17,89%. Dan hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian sariawan. Peluang kejadian sariawan dari faktor resiko dominan, antara lain kebiasaan merokok, usia, gejala depresi, riwayat diabetes melitus, konsumsi mie instan, minuman berkarbonasi, makanan pedas dan gorengan sebesar 55,40%. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian sariawan dengan<em> pvalue&gt;0,0001.</em></p>


2020 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 12-16
Author(s):  
Risnawati Valentina ◽  
Pujianto

Perkembangan jaminan kesehatan mulai berkembang dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak tahun 2014 yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pemanfaatan layanan rawat jalan juga mengalami peningkatan baik rawat jalan maupun rawat inap. Oleh sebab itu, tujuan penelitian ini adalah melihat distribusi perilaku perokok, pelayanan rawat jalan, dan faktor- faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan layanan rawat jalan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data Indonesia Family Life Survey 5 (IFLS 5) tahun 2014-2015 dengan desain penelitian cross-sectional dan pendekatan kuantitatif di mana pengukuran variabel independen dan variabel dependen yang dilakukan pada Maret 2019. Teori pemanfaatan layanan kesehatan oleh Andersen mencakup predisposing (umur dan jenis kelamin), enabling (ke pemilikan jaminan kesehatan), dan need (status perokok dan penyakit yang berhubungan dengan perilaku merokok). Hasil yang diperoleh  adalah distribusi frekuensi pemanfaatan layanan rawat jalan selama empat minggu sebesar 1.600 (13,4%), distribusi frekuensi perilaku merokok sebesar 10.396 (86,9%), dan variabel umur, jenis kelamin, ke pemilikan jaminan kesehatan, status perokok dan penyakit yang berhubungan dengan perilaku merokok berhubungan signifikan dengan pemanfaatan layanan rawat jalan dengan p value = 0,00. Pemanfaatan layanan rawat jalan dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar diri


2020 ◽  
Vol 8 (4) ◽  
pp. 197
Author(s):  
Nur Iffah

ABSTRACT Smoking cause more than seven million deaths every year worldwide.The smokers are die in average 10 years earlier than nonsmokers. Chemicals from cigarette's smoke cause damage to the human body that can occur to anyone regardless of age, both active and passive smokers. The risk of cancer and heart disease are increased at smokers, the other health risks that can occur are kidney failure, intestinal ischemia, and hypertension. Prevalence consumed of cigarettes has been an increase in Indonesia, besides that the age of initiation smokers has getting younger. Thepurpose of this study wast oanalyze factors related to smoking behavior at productive age inIndonesia.The research was an analytic observational study with a cross sectional as study design. This study used secondary data from the Indonesia Family Life Survey (IFLS5) conducted in 2014-2015. This study used all the population of household members of productive age (15-64 years), which was recorded in the secondary data of IFLS5 and 15,836 respondents has fulfilled the criteria.The characteristics of the most respondents were non-active smokers (58.18%), originating from the adult age group of 25-34 years (31.23%), mostly men (60.19%), moderate education level (49 , 73%), married status (80.11%) and lowincome (60.51%).Characteristicsn of respondents havea significant relationship with smoking behavior,with p<0.05 and a risk was1.32 times in adulthood,143.29 times in men, 3.55 and 2.40 times in low and medium education, 1,18 and 2,29 times in those who are married and divorce, then 1.38 and 1.30 times in low and medium income. Low life satisfaction, parental smoking history and negative feelings were related to smoking behavior, with p <0.00 and a risk consecutively was 1.37 times,1.48 timesand 1.03 times.Only the Extroversi on type of personality has a relationship with smoking behavior with a risk of 1.07times.There was a relationship between the characteristics of respondents and smoking behavior, besides that low of life satisfaction, parental smoking history, negative feelings and Extroversion personality types were related to smoking behavior. The prevention and control programs for smoking behavior are require by considering targets that adjusted from the characteristics of active smokers.  Keywords: smoking behavior, productive age, IFLS.        ABSTRAK Merokok menyebabkan lebih dari tujuh juta kematian setiap tahun di seluruh dunia.Rata-rata perokok meninggal 10 tahun lebih awal daripada bukan perokok. Bahan kimia dari asap rokok dapat menimbulkan kerusakan pada tubuh manusia yang dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang usia, baik perokok aktif maupun pasif. Pada perokok terjadi peningkatan risiko kanker dan penyakit jantung, risiko kesehatan lain yang dapat terjadi ialah gagal ginjal, iskemia usus, dan hipertensi. Di Indonesia mengalami peningkatan jumlah konsumsi rokok,selain itu usia perokok pemula juga semakin muda. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan tindakan merokok pada usia produktif diIndonesia.Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder Indonesia Family Life Survey (IFLS5) yang dilakukan pada tahun 2014-2015. Penelitian ini menggunakan semua populasi Anggota Rumah Tangga (ART) berusia produktif yaitu 15-64 tahun yang tercatat pada data sekunder IFLS5 dan sejumlah 15.836 responden memenuhi kriteria.Hasil penelitian menunjukkan karakteristik responden terbanyak adalahbukan perokok aktif (58,18%), berasal dari golongan usia dewasa 25-34 tahun (31,23%), sebagian besar laki-laki (60,19%), tingkat pendidikan sedang (49,73%), berstatus kawin (80,11%) dan berpendapatan rendah (60,51%). Karakteristik responden memiliki hubungan signifikan dengan tindakan merokok yaitu p<0,05 dengan besar risiko1,32 kali pada usia dewasa,143,33 kali pada laki-laki,3,56dan2,41 kali pada pendidikan rendah dan sedang, 2,29 dan 1,18 kali pada yang sudah kawin dan belum kawin, kemudian 1,38dan1,30 kali pada pendapatan rendah dan sedang. Kepuasan hidup rendah, riwayat orangtua merokok dan perasaan negative berhubungandengan tindakan merokok yaitu p<0,00 dengan besar risiko berturut-turut 1,37 kali, 1,48 kali dan 1,02 kali. Hanya jenis kepribadian Extroversion yang memiliki hubungan dengan tindakan merokok dengan risiko 1,07kali.Terdapat hubungan karakteristik responden dengan tindakan merokok, selain itu kepuasan hidup rendah, riwayat orang tua merokok, perasaan negative dan jenis kepribadian Extroversion berhubungan dengan tindakan merokok.Perlunya program pencegahan dan pengendalian tindakan merokok dengan mempertimbangkan sasaran yang disesuaikan karakteristik perokokaktif. Kata kunci: tindakan merokok, usia produktif, IFLS.        


Author(s):  
Ashar Nuzulul Putra

Ketidakmampuan seseorang melakukan aktifitas daily living (kegiatan sehari-hari/dasar seperti berpakaian) umumnya dikarenakan proses penuaan atau dampak dari penyakit kronis, sehingga membatasi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas. Artritis merupakan penyakit yang paling sering dalam menyebabkan disability. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh artritis terhadap ketidakmampuan seseorang dalam berpakaian dengan pendekatan cross-sectional dan menggunakan data Indonesia Family Life Survey 2014. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 8185 responden berusia > 40 tahun. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa artritis memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap terjadi proses ketidakmampuan seseorang dalam berpakaian, sehingga disarankan bagi mereka yang menderita artritis tahap awal lebih rutin dan disiplin mengikuti terapi atau pengobatan yang ada, agar penyakitnya tidak menjadi lebih berat dan menyebabkan ketidakmampuan menggunakan pakaian secara mandiri. Dan bagi mereka yang menderita artritis berat, lebih baik menggunakan pelayanan pendampingan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.


2020 ◽  
pp. 31-37
Author(s):  
Nurul Hikmah ◽  
Harpiana Rahman ◽  
Ayu Puspitasari

Tenaga kesehatan merupakan prioritas utama dalam kesuksesan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Indonesia memiliki tantangan dalam meningkatkan jumlah tenaga kesehatan yang terlatih untuk memenuhi tuntutan yang berkembang. Departemen Kesehatan telah menggunakan beberapa pendekatan dalam menentukan kebutuhan staf, menggunakan proyeksi berdasarkan status kesehatan masyarakat, perubahan demografi dan program kesehatan yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati penyebaran tenaga kesehatan puskesmas terhadap ketimpangan ekonomi rumah tangga di wilayah Indonesia Timur, sehingga pemerintah dapat menangani secara serius dan tegas terhadap permasalahan distribusi tenaga kesehatan, khususnya daerah yang sulit dijangkau. Penelitian ini merupakan penelitian jenis kuantitatif dengan desain rancangan penelitian cross sectional. Menggunakan data sekunder skala besar dari Indonesia Family Life survey (IFLS) East. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan distribusi tenaga kesehatan antara puskesmas yang berada di wilayah dengan tingkat ekonomi rumah tangga tinggi dan rendah lokasi geografis berdasarkan perkotaan/pedesaan dan keterpencilan bahkan provinsi. Puskesmas di wilayah Indonesia Timur lebih banyak mengalami kekosongan tenaga khususnya dokter dan bidan, juga rendahnya jumlah tenaga kesehatan masyarakat membuktikan bahwa pelayanan kesehatan primer yang berorientasi pada promotif dan preventif terabaikan. Optimalisasi peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator yang lebih memfokuskan dan membantu daerah yang kekurangan tenaga kesehatan khususnya provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua Barat yang lebih banyak mengalami kekurangan tenaga kesehatan masyarakat bahkan kekosongan tenaga dokter dan bidan.


2021 ◽  
Vol 2 (4) ◽  
pp. 459-470
Author(s):  
Dian Kartika Irnayanti ◽  
Krisnawati Bantas

Penelitian ini bertujuan untuk menilai risiko merokok terhadap diabetes mellitus berdasarkan indeks massa tubuh pada penduduk ≥ 15 tahun di Indonesia. Desain studi menggunakan cross-sectional dengan data sekunder Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia Tahun 2014 atau the Indonesia Family Life Survey Wave 5 (IFLS5) di 13 provinsi pada tahun 2014-2015, dengan total sampling sebesar 6.302 responden. Variabel yang diteliti adalah diabetes mellitus sebagai variabel dependen dan status merokok sebagai variabel independen. Sementara itu, variabel kovariat terdiri dari umur, jenis kelamin, status pernikahan, status hipertensi, jumlah batang rokok yang dihisap perhari, dan lama merokok. Analisis menggunakan regresi logistik dengan 95% CI. Prevalensi DM dalam penelitian ini adalah sebesar 6,6%. Sementara itu, prevalensi perokok aktif adalah 29,6%. Pada responden kurus dengan IMT < 18,5 kg/m2, risiko DM pada perokok aktif (OR = 2,22; 95% CI 0,45-10,97) berbeda dengan risiko DM pada mantan perokok (OR = 0,50; 95% CI 0,04-6,00) jika dibandingkan dengan bukan perokok, tetapi keduanya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Sementara itu, pada responden yang obesitas, risiko DM antara mantan perokok (OR = 2,04; 95% CI 0,95-4,37) dengan perokok aktif (OR = 1,94; 95% CI 1,01-3,72) hampir sama, dimana keduanya menunjukkan hubungan yang positif. Sementara itu, pada responden dengan IMT normal dan IMT kegemukan, risiko DM pada perokok aktif dan mantan perokok tidak berbeda dengan bukan perokok. Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan risiko DM yang signifikan pada perokok aktif maupun mantan perokok jika dikategorikan berdasarkan status IMT.


2019 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
Author(s):  
Dini Indrastuty ◽  
Pujiyanto Pujiyanto

AbstrakStunting merupakan masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Stunting pada balita memiliki risiko pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktifitas yang dalam jangka panjang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Ketika dewasa, anak yang menderita stunting rentan menderita penyakit tidak menular. Ini menyebabkan pengeluaran pemerintah dalam hal pembiayaan jaminan kesehatan nasional terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan faktor sosial ekonomi rumah tangga dari balita stunting. Studi ini menggunakan data sekunder Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2014 dengan desain studi cross sectional dan aplikasi model logit ekonometrik. Jumlah observasi yang menjadi sampel analisis dalam penelitian ini sebesar 3.794 balita dalam skala nasional. Hasil penelitian menunjukkan kejadian balita stunting memiliki hubungan signifikan dengan status pekerjaan ibu, tempat tinggal, sanitasi dan status ekonomi. Ibu yang lebih banyak meluangkan waktu dan memperhatikan gizi anak, tempat tinggal balita yang dapat menjangkau fasilitas layanan kesehatan, akses sanitasi yang baik, status ekonomi keluarga, intervensi pemerintah yang tepat, dan peran lintas sektor dan tatanan masyarakat berdampak dalam penanganan masalah stunting di Indonesia. Abstract Stunting is a chronic nutritional problem in infants characterized by shorter stature compared to their age. Stunting in toddlers has risk at the level of intelligence, vulnerability to disease, lowering productivity which in the long run can hamper economic growth. When adults, children who suffer from stunting are prone to non-communicable diseases. This causes government spending in terms of financing national health insurance to continue to increase. This study aims to analyze the determinants of household socioeconomic factors of stunting toddlers. It used the secondary data of the Indonesian Family Life Survey (IFLS) in 2014 with cross-sectional study design and the application of an econometric logit model. The number of observations as a sample in this study amounted to 3,794 toddlers on a national scale. The results showed the incidence of stunting toddlers had a significant relationship with the employment status of mothers, shelter, sanitation and economic status. Mothers who spend more time and pay attention to child nutrition, toddlers who can reach health care facilities, access to good sanitation, family economic status, proper government intervention, and the role of cross-sector and community order have an impact on the handling of stunting problems in Indonesia.


2020 ◽  
pp. 101053952095641
Author(s):  
Faiza Yuniati ◽  
Sudijanto Kamso

A large number of productive age populations in Indonesia are tagged reliable human resources, assuming they have a good quality of life (QoL). This study aims to examine the determinant factors related to QoL based on the 2014 Indonesia Family Life Survey. This is a population-based cross-sectional study comprising 13 368 participants aged 15 to 64 years from 23 provinces. The analysis was carried out to construct a composite indicator of QoL. The result showed that the low prevalence of 54% among the general population needs to be ameliorated. Demographic factors (eg, age, marital status, and education), primary activities, pain, and chronic illnesses were significantly related to QoL and used to provide supporting information.


Author(s):  
Safitri Tia Tampy ◽  
◽  
Hari Wahyu Nugroho ◽  
Rahmi Syuadzah ◽  
◽  
...  

ABSTRACT Background: Nowadays, lack of children nutritional status fulfillment is still a problem experienced by developing countries, including Indonesia. The most nutritional problems among children in Indonesia are stunting and wasting. Stunting and wasting are indicators of growth disorders including cognitive impairment. This study aimed to analyzed the correlation between stunting, wasting, and children’s cognitive ability using Indonesia family Life Survey 2000-2014. Subjects and Method: This was a cross sectional study conducted using secondary data analysis of the 3rd, 4th, and 5th Indonesian Family Life Survey (IFLS). The study took place in June-July 2020. The study subjects were children aged 7-14 years amounting to 4781 children. The dependent variable was cognitive ability. The independent variables were stunting and wasting. The data obtained from IFLS was cleansed using STATA 15 and analyzed using multilevel logistic regression using SPSS 16.1. Results: The prevalence of stunting among children were 35.5%, wasting were 10.6%, and cognitive abilities below the average were 41.1%. Children who were not stunted were 1.33 times more likely to have cognitive abilities that matched or were above the average age of children (OR= 1.33; 95% CI= 1.18 to 1.50; p< 0.001). Children who did not experience wasting had 1.20 times the likelihood of having cognitive abilities that matched or were above the average age of children (OR= 1.33; 95% CI= 1.00 to 1.45; p< 0.001). Conclusion: Stunting and wasting are associate with children’s cognitive ability. Keywords: stunting, wasting, children’s cognitive ability, Indonesian family life survey Correspondence: Safitri Tia Tampy. Department of Child Health Science, Pediatric Research Center, Dr. Moewardi Hospital, Surakarta, Central Java. DOI: https://doi.org/10.26911/the7thicph.03.19


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document