Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi Pada Balita di TK Pelita Pertiwi Cicurug Sukabumi

Author(s):  
Rahmini Shabariah ◽  
Thera Cahya Pradini

Latar Belakang: balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi. Status gizi pada berat badan menurut tinggi badan dikategorikan menjadi gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, overweight dan obesitas. Masalah yang dapat muncul dari kondisi tersebut menjadikan perlunya diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang dan gizi lebih, salah satu contohnya adalah faktor asupan gizi. Tujuan: untuk Mengetahui hubungan antara asupan zat gizi dengan status gizi pada balita di TK Pelita Pertiwi Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi. Metode: penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analitik dengan desain yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional dengan metode total sampling. Jumlah sampel sebanyak 56 orang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, lembar food recall, microtoise dan timbangan berat badan. Hasil: hasil penelitian ini, sebanyak 56 responden balita di TK Pelita Pertiwi diperoleh status gizi kurang 28,6%, gizi baik 55,4%, overweight 10,7% dan obesitas 5,4%. Hubungan antara asupan zat gizi makronutrien energi dan mikronutrien kalsium, mg dan fe dengan status gizi pada balita didapatkan hubungan yang signifikan (P<0,05 chi square) sedangkan hubungan antara asupan zat gizi makronutrien karbohidrat, protein dan lemak dan mikronutrien vit A, Vit D, sodium, fosfor, iodine dan zink serta ASI Exclusive dengan status gizi pada balita tidak ditemukan hubungan yang signifikan (P>0,05 chi square). Kesimpulan: kesimpulan dari penelitian ini, terdapat adanya hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi makronutrien energi dan asupan zat gizi mikronutrien kalsium, mg dan fe dengan status gizi pada balita di TK Pelita Pertiwi.

2019 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 39-48
Author(s):  
Enggar Wijayanti ◽  
Ulfa Fitriani

Latar Belakang. Anemia merupakan salah satu permasalahan gizi yang banyak terjadi di negara berkembang. Faktor gizi yang turut berkontribusi terhadap kejadian anemia diantaranya adalah kurangnya asupan zat gizi yang memengaruhi pembentukan Hemoglobin (Hb) pada penderita anemia. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi energi, protein, zat besi, asam folat, vitamin C, vitamin A, dan seng pada subjek penderita anemia dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang diduga menjadi faktor penyebab anemia. Metode. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dan merupakan bagian dari penelitian “Observasi Klinik Formula Jamu Anemia” yang dilakukan pada bulan Maret-Desember 2018. Jumlah subjek sebanyak 83 orang dengan rentang usia 16-49 tahun. Data konsumsi makanan dikumpulkan dengan wawancara menggunakan food recall 24 jam dan selanjutnya dianalisis dengan program Nutrisurvey. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki status gizi normal. Tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng subjek kurang dari AKG, konsumsi energi dalam kategori cukup, dan konsumsi protein, vitamin A serta vitamin C lebih dari AKG. Hasil uji bivariat chi-square menunjukkan tidak ada korelasi yang bermakna antara status anemia dengan konsumsi zat gizi (p>0,05). Kesimpulan. Wanita usia subur (WUS) yang menderita anemia rata-rata memiliki tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng kurang dari AKG


2019 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Hesty Dwi Septiawahyuni ◽  
Dewi Retno Suminar

Background: One Indicator of successful health development are toddlers free from stunting. The cause of stunting is a lack of macro and micro nutrients and chronic infectious diseases. Micronutrients such as zinc have  a role in growth which affects the  hormones that play a role in bone growth. The role of zinc in motoric development indirectly is in arranging  and releasing neurotransmitters that can affect nerve stimulation in the brain. This neurotransmitters will deliver nerve stimulation so that motor motion occurs. Motor development is a motion that involves muscles, brain and nerve that are controlled by the central part of the motor that is brain. Objectives: The purpose of this study was to analyze the relationship between adequacy of zinc intake and motoric development in stunted and non-stunted toddlers.Methods: This type of research is an observational study with cross sectional design. The sample size was 50 toddlers, consisted of 25 stunting toodlers and 25 non-stunting toddlers and lived  in Puskesmas Wilangan, Nganjuk District, chosen by simple random sampling technique. Adequacy of zinc intake data was assessed using the Food Recall Form 3x 24 hours. Measurement of motoric development using the Pre-Screening Development Questionnaire (KPSP). Descriptive and inferential data analysis using Chi Square Test. Results: The result showed that there was a correlation between the level of zinc adequacy and motor development in the stunting toddler group (p=0.04) and non-stunting toddlers group (p=0.031).Conclusions: The level of adequacy of zinc has enough motor development better than the level of zinc sufficiency is less in the group of non-stunting toddlers.ABSTRAKLatar Belakang: Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah balita  terbebas dari stunting. Penyebab stunting yaitu kekurangan zat gizi makro maupun mikro dan penyakit infeksi kronis. Zat gizi mikro seperti zinc mempunyai peran pada pertumbuhan yaitu mempengaruhi hormon-hormon yang berperan dalam pertumbuhan tulang. Selain itu, peran zinc pada perkembangan motorik secara tidak langsung yaitu dalam menyusun dan melepas neurotransmitter yang dapat mempengaruhi rangsangan syaraf di dalam otak. Neurotransmitter ini akan menghantarkan rangsangan syaraf sehingga gerak motorik terjadi. Perkembangan motorik merupakan gerak yang melibatkan otot, otak dan syaraf yang dikontrol pada bagian pusat motorik yaitu otak.Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan kecukupan asupan zinc dengan perkembangan motorik pada balita stunting dan non-stunting.  Metode: Jenis penelitian tergolong penelitian observasional dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian berjumlah 50 balita, terdiri dari 25 balita stunting dan 25 balita non-stunting yang bertempat tinggal  di wilayah kerja Puskesmas Wilangan Kabupaten Nganjuk, dipilih dengan teknik simple random sampling. Data kecukupan asupan zinc dinilai menggunakan formulir Food Recall yang dilakukan 3x24 jam. Pengukuran perkembangan motorik menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Analisis data secara deskriptif dan Inferensial menggunakan uji Chi Square.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat kecukupan zinc dengan perkembangan motorik pada kelompok balita stunting (p=0,04) dan kelompok balita non-stunting (p=0,031).  Kesimpulan: Tingkat kecukupan zinc cukup mempunyai perkembangan motorik yang lebih baik daripada tingkat kecukupan zinc kurang pada kelompok balita non-stunting.


2019 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 33
Author(s):  
Sonya Rosa ◽  
Lolita Riamawati

Background: Central obesity is a condition where there is a lot of fat accumulating in the body especially around the abdomen. Intake of micronutrients such as calcium and water that are lacking and low physical activity in office workers can cause central obesity.Objectives: This study aims to analyze the relationship between micronutrient intake (calcium and water) and physical activity with central obesity in office workers in PT X, Lamongan.Methods: This study was carried out using a analytic observational method using a cross sectional study design with a quantitative approach. The research sample was 44 office workers in PT X, Lamongan who were taken randomly. Data collected included measurements of waist circumference, measurements of body weight and height, 3x24 hour food recall and physical activity questionnaire. Analysis of the data in this study used a Chi-square test with 95% CI (α = 0.05).Results: This study showed that micronutrient intake consisting of calcium intake (p = 0.486) and water intake (p = 1.000) was not associated with central obesity. Meanwhile, there is a relationship between physical activity and central obesity in office workers (p = 0.028, OR = 5.40).Conclusions: Central obesity in office workers has a relationship with physical activity. However, micronutrient intake (calcium and water) is not associated with central obesity in office workers. Workers should routinely monitor their weight and abdominal circumference together with physical activities such as exercise to prevent central obesity.ABSTRAKLatar Belakang: Obesitas sentral adalah suatu keadaan dimana terdapat banyak lemak yang menumpuk di dalam tubuh khususnya di sekitar perut. Asupan zat gizi mikro seperti kalsium dan air yang kurang serta rendahnya aktivitas fisik pada pekerja bagian perkantoran dapat menyebabkan terjadinya obesitas sentral.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara asupan zat gizi mikro (kalsium da air) dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas sentral pada pekerja bagian perkantoran di PT X, Lamongan.Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan metode observasional analitik menggunakan desain studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian sebesar 44 pekerja bagian perkantoran di PT X, Lamongan yang diambil secara acak. Data yang dikumpulkan meliputi pengukuran lingkar perut, pengukuran berat badan dan tinggi badan, food recall 3x24 jam dan kuesioner aktivitas fisik. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-s     quare dengan CI sebesar 95% (α = 0.05).Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa asupan zat gizi mikro yang terdiri dari asupan kalsium (p=0,486) dan asupan air (p=1,000) tidak berhubungan dengan kejadian obesitas sentral. Sementara  itu, terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas sentral pada pekerja bagian perkantoran (p=0,028, OR=5,40).Kesimpulan: Obesitas sentral pada pekerja bagian perkantoran memiliki hubungan dengan aktivitas fisik. Akan tetapi, asupan zat gizi mikro (kalsium dan air) tidak berhubungan dengan obesitas sentral pada pekerja bagian perkantoran. Pekerja sebaiknya melakukan pemantauan terhadap berat badan dan lingkar perut secara rutin bersamaan dengan melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga untuk mencegah terjadinya obesitas sentral.


2020 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
Author(s):  
Erny Elviany Sabaruddin ◽  
Zahroh Abdillah

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Tujuan penelitian ini adalah diketahui persentase kelelahan kerja tinggi dan dibuktikan adanya hubungan kelelahan kerja perawat dengan asupan energi,beban kerja fisik, pencahayaan, psikososial dan masa kerja di RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogor tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Populasi dalam  penelitian ini merupakan seluruh karyawan RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogor yang berjumlah 154 orang  dan  yang  menjadi sampel yaitu perawat berjumlah  35 orang dan pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Melakukan wawancara dengan  menggunakan kuesioner dari International Fatigue Research Commite (IFRC) untuk mendapatkan data kelelahan kerja, kuesioner untuk mendapat kandata psikososial, asupan kalori dikumpulkan dengan melakukan  metode food recall- 24 jam, pengukuran beban kerja fisik dengan stop watch dan pengukuran intensitas pencahayaan dengan lux meter. Uji statistic untuk menganalisis  korelasi antara variable independen dan variable dependen menggunakan uji chi square. Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara kelelahan kerja dengan beban kerja, pencahayaan dan psikososial. Beberapa saran bagi rumah sakit diantaranya menyesuaikan jumlah ketenagakerjaan perawat sesuai metode perhitungan seperti Metode Gillies, memberikan tunjangan atau insentif kepada perawat sesuai kebijakan rumah sakit, memberikan reward bagi perawat teladan serta mengganti dan melakukan perawatan pada lampuKata kunci : Kelelahan Kerja, Asupan Energi, Beban Kerja Fisik   ABSTRACTFatigue is a mechanism for protecting the body to avoid further damage resulting in recovery after rest. The purpose of this study is to know the percentage of high work fatigue and proven thecorrelation in nurse work fatigue based on energy intake,physical workload, lighting, psychosocial and years of work at RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogor in 2019. This research was quantitative analytical with cross-sectional design.The population was the entire employee of RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogorwas 154 employees and samplewas35 nurses that taken by purposive sampling method. The work fatigue data were gathered by conducting interviews by using questionnaires from International Fatigue Research Commite, using questionnaires to get psychosocial data, the calory intake data were gathered by conducted a food recall 24 hours method, physical workload measurements with stopwatch and lighting intensity measurements with lux meter. A statisctic test was used to analyze the correlation between independent variables and dependent variable is chi square test. The results of this study prove that there were significant differences in work fatigue based on workload, lighting and psychosocial. Some suggestions for hospitals include adjusting the number of nurses in accordance with calculation methods such as the Gillies Method, providing benefits or incentives to nurses according to hospital policies, giving rewards to exemplary nurses and replacing and maintaining lights.Keywords: Work Fatigue, Energy Intake, Physical Workload 


2019 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 110-117
Author(s):  
Youvita Indamaika Simbolon ◽  
Triyanti Triyanti ◽  
Ratu Ayu Dewi Sartika

Latar belakang: Tingkat kepatuhan diet di Indonesia rata-rata masih rendah. Diet dalam menjaga makanan seringkali menjadi kendala karena masih tergoda dengan segala makanan yang dapat memperburuk kesehatan. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sampel yang diteliti adalah seluruh penderita diabetes melitus tipe 2 dengan rentang usia 25-65 tahun yang sedang rawat jalan, sampel diambil dengan metode non-random sampling dengan teknik purposive sampling sebanyak 130 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran antropometri, pengisian kuesioner, form food recall 1x24 jam dan semi-quantitative food frequency questionnaire (SFFQ). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13,8% responden yang patuh diet. Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2 dengan jenis kelamin (p=0,008) dan lama menderita (p=0,044). Hasil uji regresi logistik menunjukkan lama menderita merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan: Penderita diabetes melitus diharapkan untuk memperhatikan pola makan yang dianjurkan dan melaksanakannya dengan baik, mampu secara aktif untuk meningkatkan pengetahuannya terkait penyakit diabetes melitus dan faktor-faktor terkait lainnya dan tetap mempertahankan pola makan yang sudah dijalankan bagi yang sudah lama menderita diabetes melitus tipe 2.


2013 ◽  
Vol 2 (4) ◽  
pp. 491-497
Author(s):  
Kartika Febriani ◽  
Ani Margawati

Latar belakang: Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa. Remaja mengalami perkembangan secara fisik dan psikologi. Perlu asupan energi yang optimal untuk menunjang perkembangan fisik dan psikologi remaja. Remaja mendapat asupan energi jajanan cukup tinggi. Asupan energi jajanan diduga berkaitan dengan prestasi belajar. Salah satu faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar yang baik adalah asupan energi yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan energi jajanan dengan prestasi belajar pada remaja di SMP PL Domenico Savio.Metode: Penelitian ini dilakukan di SMP PL Domenico Savio Semarang. Desain penelitian cross sectional dengan jumlah sampel 63 subjek. Pengambilan sampel penelitian menggunakan consecutive random sampling pada siswa kelas 7 dan 8 reguler. Data  asupan energi jajanan dan selain jajanan diambil menggunakan Food Recall 3x24 jam. Data prestasi belajar diambil dari rata- rata nilai rapor semester genap. Hubungan asupan energi jajanan dengan prestasi belajar dianalisis menggunakan uji Chi-square. Hubungan asupan energi jajanan, asupan energi selain jajanan, dan prestasi belajar dianalisis menggunakan uji regresi logistik.Hasil: Pada penelitian ini ditemukan 30 subjek (47,6%) asupan energi jajanan cukup dan 33 subjek (52,4%) asupan energi jajanan kurang. Subjek dengan asupan energi jajanan cukup dan prestasi belajar baik adalah 20 orang (55,6%), asupan energi jajanan kurang dan prestasi belajar baik adalah 16 orang (44,4%), asupan energi jajanan cukup dan prestasi belajar kurang  adalah 10 orang (37%), subjek yang asupan energi jajanan kurang dan prestasi belajar kurang adalah 17 orang (63%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi jajanan dengan prestasi belajar (p=0,145). Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi selain jajanan dan prestasi belajar (p=0,026). Asupan energi dari jajanan bukan merupakan variabel yang berhubungan kuat dengan prestasi belajar (p<0,05).Simpulan: Asupan energi jajanan bukan merupakan faktor yang berhubungan kuat dengan prestasi belajar, tetapi asupan energi selain jajanan berhubungan dengan prestasi belajar.


2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 87-93
Author(s):  
Rahmi Nurmadinisia ◽  
Yulia Anggraeni Hidayat

Pendahuluan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara status gizi dan indeks prestasi mahasiswa STIKes Raflesia Depok. Prestasi akademik pada mahasiswa dipengaruhi oleh faktor yang bersumber dari internal dan eksternal setiap individu. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi adalah status gizi. Gizi yang baik sangat penting untuk perkembangan mental, produktivitas serta prestasi akademik. Namun, peranan masing-masing faktor penentu tidak selalu sama dan tetap. Metode: Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif cross sectional dengan jumlah sampel 140 orang mahasiswa. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan, dan pengisian kuesioner secara mandiri (self-administering questionnaire) sesuai pedoman pengisian kuesioner. Kuesioner 2x24-hour of food recall digunakan untuk mengetahui asupan gizi mahasiswa. Data sekunder didapatkan berupa indeks prestasi mahasiswa. Analisis data menggunakan uji Chi Square dan regresi logistik. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan indeks prestasi mahasiswa. Dalam penelitian ini terdapat faktor lain yang lebih kuat sebagai penentu kesuksesan indeks prestasi mahasiswa. Kesimpulan: Asupan Fe memiliki hubungan secara signifikan dengan indeks prestasi mahasiswa D3 Keperawatan STIKes Raflesia Depok.


2016 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
Author(s):  
Indah Paradifa Sari ◽  
Arina Widya Murni ◽  
Masrul Masrul

Abstrak   Setiap individu memiliki pola defekasi berbeda-beda yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah asupan serat. Secara fisiologis serat makanan didefenisikan sebagai karbohidrat yang resisten terhadap enzim hidrolisis saluran pencernaan manusia. Berdasarkan data RISKESDAS 2013, Sumatera Barat menempati urutan ketiga terendah konsumsi serat di seluruh provinsi Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan antara konsumsi serat dan pola defekasi pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Unand angkatan 2012. Ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional yang dilakukan pada 114 responden. Data primer dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan food recall 2x24 jam dan diolah dengan menggunakan Nutrisurvey untuk food recall dan uji statistik chi-square. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswi Fakultas Kedokteran Unand angkatan 2012 mengkonsumsi serat rendah dan mengalami resiko terjadinya konstipasi. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi serat terhadap pola defekasi dengan nilai p > α (0,408 > 0,05).Kata kunci: konsumsi serat, pola defekasi, kuesioner, food recall AbstractEach individual has a different pattern of defecation which is influenced by several factors such as intake of fiber. Dietary fiber is defined as carbohydrates that are resistant to hydrolysis enzymes in human digestive. Based on data RISKESDAS 2013, West Sumatra ranks third lowest fiber intake across Indonesian provinces. The objective of this study was to determine the relationship between fiber intake and defecation pattern in the student of the Faculty of Medicine Unand 2012. This was a cross sectional study that conducted on 114 respondents. Primary data was collected by interviews using questionnaires and food recall 2x24 hours and processed using Nutrisurvey for food recall and  chi-square statistic test. Results of univariate analysis showed that most of the student of the Faculty of Medicine Unand 2012 consume low fiber and the risk of experiencing constipation. Results of bivariate analysis showed no significant association between fiber intake and defecation patterns with p-value > α (0.408> 0.05). Keywords: fiber consumption, defecation pattern, questionnaires, food recall


2021 ◽  
Vol 2 (01) ◽  
Author(s):  
Stefany Lubis ◽  
Mertien Sa’pang ◽  
Laras Sitoayu ◽  
Putri Ronitawati ◽  
Anugrah Novianti

Salah satu kelompok usia yang rentan mengalami masalah gizi yaitu balita, asupan gizi yang kurang dikonsumsi balita merupakan faktor penyebab langsung terjadinya masalah gizi. Pada masa pandemi, konsumsi pangan yang mengandung zat gizi seimbang sangat dibutuhkan karena diperlukan imunitas tubuh. Asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat yang kurang menyebabkan zat gizi tidak optimal sehingga rentan mengalami penyakit infeksi. Faktor ekonomi juga mempengaruhi adanya masalah gizi balita karena tersedianya bahan pangan yang bergizi dipengaruhi oleh sosial ekonomi keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsumsi pangan, penyakit infeksi dan sosial ekonomi dengan status gizi (BB/U) balita. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dan jumlah sampel 57 balita yang tinggal di permukiman kumuh RT 03 Kelurahan Gandasari Tangerang. Pengumpulan data karakteristik responden meliputi usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, penyakit infeksi dan sosial ekonomi diperoleh dengan wawancara menggunakan instrumen kuesioner umum. Data status gizi dengan BB/U, konsumsi pangan menggunakan kuesioner food recall 2x24 jam dan dianalisa menggunakan program Nutrisurvey. Analisis data menggunakan uji chi square. Hasil dari penelitian ini menunjukkan balita mempunyai status gizi normal (57.9%). Penyakit infeksi yang sering dialami adalah ISPA (56,1%) sedangka diare (38,6%). Sebagian besar balita memiliki tingkat asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat dalam kategori cukup dan tingkat sosial ekonomi rendah (73,7%). Tidak terdapat hubungan konsumsi pangan (p=1,000), penyakit infeksi (p=0,093) dan sosial ekonomi (p=0,426) terhadap status gizi balita indeks BB/U.Kata Kunci: Konsumsi Pangan, Penyakit Infeksi, Sosial Ekonomi, Status Gizi 


2018 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 45
Author(s):  
Siti Nurkomala ◽  
Nuryanto Nuryanto ◽  
Binar Panunggal

Latar Belakang: Praktik pemberian MPASI berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi dan anak. Pemberian MPASI yang tidak tepat dapat menyebabkan stunting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik pemberian MPASI pada anak stunting dan tidak stunting usia 6-24 bulan. Metode: Penelitian cross-sectional dilakukan di Kabupaten Cirebon. Subjek terdiri dari 42 subjek stunting dan 42 subjek tidak stunting yang diambil dengan metode consecutive sampling. Praktik pemberian MPASI meliputi waktu pemberian MPASI pertama, variasi bahan MPASI, frekuensi pemberian MPASI, dan asupan zat gizi, didapatkan dari kuesioner food recall 3x24 jam. Stunting ditentukan dengan perhitungan Z-Score PB/U <-2 SD, sedangkan tidak stunting ditentukan dengan PB/U -2 s/d +2 SD. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square, Independent T-Test, dan Mann Whitney.Hasil: Rerata kecukupan asupan energi pada kelompok stunting adalah 70.14±21.91% total kebutuhan, sedangkan pada kelompok tidak stunting adalah 106.4±35.26% total kebutuhan. Total subjek pada kelompok stunting yang memiliki asupan energi kurang sebanyak 88.1%, asupan energi cukup sebanyak 9.5%, dan asupan energi berlebih sebanyak 2.4%, sedangkan asupan energi yang rendah, cukup, dan berlebih pada kelompok tidak stunting masing-masing sebanyak 33.3%. Asupan energi, protein, besi dan seng menunjukkan adanya perbedaan antara kelompok stunting dan tidak stunting (p<0.05). Terdapat perbedaan variasi bahan MPASI antara kelompok stunting dan tidak stunting (p=0.008), sedangkan waktu pemberian MPASI pertama dan frekuensi pemberian MPASI tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan (p>0.05).Simpulan: Terdapat perbedaan variasi bahan MPASI dan rerata asupan energi, protein, besi, dan seng pada praktik pemberian MPASI antara anak stunting dan tidak stunting usia 6-24 bulan.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document