scholarly journals Pola Makan Dan Kadar Asam Urat Terhadap Risiko Preeklampsia RSIA Sitti Khadijah 1 2018

2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
Author(s):  
M Hamsah ◽  
Zulfitriani Murfat ◽  
Rosmiati Rosmiati

Preeklampsia merupakan salah satu masalah kesehatan penyebab kematian ibu selain karena perdarahan dan infeksi, selain itu juga merupakan penyebab kematian dan morbiditas perinatal yang sangat tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Ibu tahun 2012 meningkat sekitar 359/100.000 kelahiran hidup tahun 2007, penyebab kematian ibu di Indonesia adalah preeklampsia 24%, perdarahan 39%, eklamsia 34%, infeksi 7%, partus lama 5%, abortus 5%, dan lainnya 9%. Sekitar 82% pada persalinan ibu yang berusia muda 14-20 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan pola makan dan kadar asam urat terhadap risiko kejadian preeklampsia pada ibu hamil di RSIA Sitii Khadijah 1 Makassar. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross – sectional teknik purposive samplingdengan mengambil seluruh pasien yang memenuhi kriteria inklusi sampel yaitu 34 responden.Pengumpulan data pola makan menggunakan food model dan formulir food recall 24 jam, sampel asam urat diambil menggunakan alat Easy Touch. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan program Nutrisurvey dan SPSS. Hasil yang diperoleh pada asupan karbohidrat (p: 0,024), lemak (p: 0,008), energy (p: 0,021), natrium (p: 0,026), dan rendahnya vitamin C (p: 0,024) berdasarkan data analisis Chi-Square bermakna dengan nilai p<0,05 yang berarti ada hubungan dengan kadar asam urat terhadap risiko kejadian preeklampsia. Sedangkan pada asupan protein (p: 0,76) tidak bermakna dengan nilai p˃0,05 yang berarti tidak ada hubungan dengan kadar asam urat terhadap risiko kejadian preeklampsia.

2019 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 39-48
Author(s):  
Enggar Wijayanti ◽  
Ulfa Fitriani

Latar Belakang. Anemia merupakan salah satu permasalahan gizi yang banyak terjadi di negara berkembang. Faktor gizi yang turut berkontribusi terhadap kejadian anemia diantaranya adalah kurangnya asupan zat gizi yang memengaruhi pembentukan Hemoglobin (Hb) pada penderita anemia. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi energi, protein, zat besi, asam folat, vitamin C, vitamin A, dan seng pada subjek penderita anemia dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang diduga menjadi faktor penyebab anemia. Metode. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dan merupakan bagian dari penelitian “Observasi Klinik Formula Jamu Anemia” yang dilakukan pada bulan Maret-Desember 2018. Jumlah subjek sebanyak 83 orang dengan rentang usia 16-49 tahun. Data konsumsi makanan dikumpulkan dengan wawancara menggunakan food recall 24 jam dan selanjutnya dianalisis dengan program Nutrisurvey. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki status gizi normal. Tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng subjek kurang dari AKG, konsumsi energi dalam kategori cukup, dan konsumsi protein, vitamin A serta vitamin C lebih dari AKG. Hasil uji bivariat chi-square menunjukkan tidak ada korelasi yang bermakna antara status anemia dengan konsumsi zat gizi (p>0,05). Kesimpulan. Wanita usia subur (WUS) yang menderita anemia rata-rata memiliki tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng kurang dari AKG


2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 39
Author(s):  
Riski Desiplia ◽  
Eka Novita Indra ◽  
Desty Ervira Puspaningtyas

Latar Belakang: Kebutuhan energi yang berasal dari karbohidrat, protein, dan lemak berperan untuk meningkatkan kesehatan dan stamina dalam permainan sepak bola. Aktivitas latihan pada sepak bola menyebabkan kebutuhan energi atlet mengalami peningkatan. Selain energi, atlet membutuhkan tambahan vitamin dan mineral, baik dari makanan atau dari konsumsi suplemen. Atlet sepak bola profesional memiliki pola latihan yang berbeda dengan atlet sepak bola semi-profesional yang turut berperan dalam perbedaan kebutuhan energi dan konsumsi suplemen.Tujuan: Mengetahui hubungan asupan energi dan konsumsi suplemen dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola semi-profesional. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di Klub Guntur FC dan HW UMY pada bulan Maret hingga April 2017. Subjek penelitian ini berjumlah 33 atlet sepak bola. Data asupan energi dan konsumsi suplemen dikumpulkan dengan formulir food recall 24 jam dan kuesioner penggunaan suplemen. Tingkat kebugaran diukur dengan multistage fitness test. Perbedaan proporsi dan rata-rata tingkat kebugaran berdasarkan asupan energi dan konsumsi suplemen dianalisis menggunakan uji Chi-Square dan Independent Sample T-test. Hasil: Lebih dari 50% subjek mengonsumsi suplemen jenis vitamin C, suplemen dalam bentuk cair dengan tingkat konsumsi setiap hari. Tidak terdapat perbedaan proporsi subjek dengan tingkat kebugaran, baik pada kelompok asupan baik dan kurang baik (p=0,331). Terdapat perbedaan proporsi subjek dengan tingkat kebugaran baik pada kelompok frekuensi konsumsi suplemen sering dan selalu (p=0,013). Terdapat perbedaan rata-rata tingkat kebugaran antara kelompok frekuensi konsumsi suplemen sering dan selalu (p<0,001). Kesimpulan: Tidak ada hubungan asupan energi dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola. Ada hubungan frekuensi konsumsi suplemen dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola.


2020 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 69-78
Author(s):  
Nurlaili Handayani ◽  
Muhammad Dawam Jamil ◽  
Ika Ratna Palupi

Faktor gizi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan belajar anak, termasuk pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berada pada usia remaja dan disiapkan sebagai tenaga terampil sesuai bidang keahliannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan faktor gizi yang meliputi asupan energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, dan zink), kebiasaan sarapan, dan status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMK di Sleman, DIY. Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross sectional pada 100 siswa kejuruan dengan jurusan bidang teknik kendaraan ringan yang berasal dari SMKN 2 Depok, SMKN 1 Seyegan dan SMK Muhammadiyah Prambanan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner karakteristik individu dan semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Status gizi ditentukan dengan indikator IMT/U dan prestasi belajar diukur dari nilai ujian praktik mata pelajaran kejuruan. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan subjek memiliki asupan energi defisit (68%), protein defisit (40%), lemak defisit (57%), karbohidrat defisit (65%), vitamin C defisit (27%), zat besi defisit (59%), zink defisit (93%), status gizi normal (67%), dan kebiasaan sarapan jarang (35%). Tidak terdapat hubungan antara tingkat asupan energi dan zat gizi serta status gizi dengan prestasi belajar (p>0,05) tetapi ada hubungan signifikan antara kebiasaan sarapan (p=0,010) serta pekerjaan ayah dan ibu (p=0,030 dan p=0,031) dengan prestasi belajar. Disimpulkan bahwa kebiasaan sarapan merupakan faktor gizi yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa SMK.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 39-52
Author(s):  
Mariana Sari ◽  
Laras Sitoayu ◽  
Nazhif Gifari ◽  
Nadiyah Nadiyah ◽  
Rachmanida Nuzrina
Keyword(s):  
T Test ◽  
Z Score ◽  

Latar Belakang. Tingkatan kognitif adalah tingkatan pengetahuan anak dalam kemampuan berpikir, mengingat sampai memecahkan masalah, sedangkan intelegensi (kecerdasan) merupakan tindakan terarah yang membutuhkan keterampilan dan kemampuan nalar yang baik untuk memecahkan masalah. Perkembangan otak berkaitan dengan kemampuan kognitif seseorang yang memiliki peranan penting terhadap prestasi dan keberhasilan dalam pendidikan. Asupan gizi dan status gizi yang normal dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan optimal anak. Hasil survei menyatakan bahwa 34,3 persen anak usia sekolah di Indonesia memiliki kognitif rata-rata. Faktor yang memengaruhi perkembangan kognitif yaitu keturunan, kematangan biologis, pengalaman fisik, lingkungan, dan ekuilibrasi. Tujuan. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan asupan energi, zat gizi makro, vitamin C, zat besi, seng, dan IMT/U berdasarkan tingkatan kognitif. Metode. Sampel yang diambil berjumlah 60 orang dengan desain cross-sectional. Asupan makanan diukur menggunakan food recall, IMT/U menggunakan timbangan dan microtoise, perkembangan kognitif menggunakan kuesioner. Uji statistik menggunakan t-test independent dan Mann Whitney. Hasil. Siswa dengan kognitif konkret 43 persen dan kognitif formal 57 persen. Rata-rata asupan energi yaitu 1292 kkal; triptofan 0,3 g; linoleat 2,6 g; linolenat 0,13 g; karbohidrat 178 g; vitamin C 6,3 mg; zat besi (Fe) 4,8 mg; seng (Zn) 4,9 mg; dan IMT/U -0.1 z-score. Variabel yang signifikan adalah asupan energi (p=0,0001), triptofan (p=0,032), linoleat (p=0,003), linolenat (p=0,044), karbohidrat (p=0,0001), zat besi (Fe) (p=0,032), seng (Zn) (p=0,009), dan IMT/U (p=0,038). Asupan vitamin C tidak signifikan dengan nilai p=403. Kesimpulan. Asupan energi, zat gizi makro, zat besi, seng, dan IMT/U yang memadai berpengaruh terhadap perkembangan kognitif siswa kelas 5 di SD Negeri Duri Kepa 13 Pagi Jakarta Barat. Siswa dengan asupan zat gizi dalam jumlah cukup dan IMT/U normal memiliki tingkatan kognitif lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki asupan zat gizi dan IMT/U kurang.


Chronic Renal Failure (CRF) is a disease caused due to kidney damage or deterioration glomerulus filtrate rate (GFR/GFR/Glomerular Filtration Rate) <60 ml/min /1.73 m2 for ≥ 3 months. One of the complications that often appears in CRF is anemia or decrease of hemoglobin level in the blood that is related to the relationship intake of nutrients (protein, vitamin C, folic acid and iron). The purpose of this study was to determine the relationship Intake of nutrients (protein, vitamin C, folic acid and iron) on Hb levels of chronic renal failure patients undergoing hemodialysis in RSI Siti Khadijah Palembang. This type of research is an observational analytic with a cross-sectional study design. Population in this study were all outpatients with chronic renal failure undergoing hemodialysis in RSI Siti Khadijah Palembang with total research subjects were 50 subjects, taken using purposive sampling and analyzed using chi-square test. The result showed that there are 52% of patients with chronic renal failure are male more than female. The aged 50-64 years old is 44% and 30-49 years old are 32%. The percentage of outpatients who had an adequate intake of protein, vitamin C, folic acid and iron were 28%, 10%, 0%, and 18% respectively, meanwhile, most of the patients had low hemoglobin levels which were 94%. There was not a significant association between intake of nutrients (protein, vitamin C, folic acid and iron) on Hb levels of chronic renal failure patients undergoing hemodialysis in RSI Siti Khadijah Palembang. Based on these results, should be noted again nutrient intake (protein, vitamin C, folic acid and iron) outpatient before and after undergoing hemodialysis to support the optimal outcome of hemodialysis therapy.


Author(s):  
Rahmini Shabariah ◽  
Thera Cahya Pradini

Latar Belakang: balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi. Status gizi pada berat badan menurut tinggi badan dikategorikan menjadi gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, overweight dan obesitas. Masalah yang dapat muncul dari kondisi tersebut menjadikan perlunya diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang dan gizi lebih, salah satu contohnya adalah faktor asupan gizi. Tujuan: untuk Mengetahui hubungan antara asupan zat gizi dengan status gizi pada balita di TK Pelita Pertiwi Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi. Metode: penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analitik dengan desain yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional dengan metode total sampling. Jumlah sampel sebanyak 56 orang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, lembar food recall, microtoise dan timbangan berat badan. Hasil: hasil penelitian ini, sebanyak 56 responden balita di TK Pelita Pertiwi diperoleh status gizi kurang 28,6%, gizi baik 55,4%, overweight 10,7% dan obesitas 5,4%. Hubungan antara asupan zat gizi makronutrien energi dan mikronutrien kalsium, mg dan fe dengan status gizi pada balita didapatkan hubungan yang signifikan (P<0,05 chi square) sedangkan hubungan antara asupan zat gizi makronutrien karbohidrat, protein dan lemak dan mikronutrien vit A, Vit D, sodium, fosfor, iodine dan zink serta ASI Exclusive dengan status gizi pada balita tidak ditemukan hubungan yang signifikan (P>0,05 chi square). Kesimpulan: kesimpulan dari penelitian ini, terdapat adanya hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi makronutrien energi dan asupan zat gizi mikronutrien kalsium, mg dan fe dengan status gizi pada balita di TK Pelita Pertiwi.


2018 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 123
Author(s):  
Wida Ratna Yunita ◽  
Triska Susila Nindya

Breakfast habits, nutritional and fl uid adequacy is very important for students learning concentration. The purpose of this research was to analyze the relationship between breakfast habits, nutritional and fl uid adequacy with thelearning concentration in students. This was an observational research with cross sectional design, conducted in SDN Sukomanunggal IV Surabaya with 60 respondents. Characteristics of respondents, breakfast habit, food intake, fl uidintake and learning concentration test were collected. The breakfast habit was measured by questionnaire. The nutrition and fluid intake were measured using recall 3×24 hours and the concentration was measured by using bender gestalttest. The data was analyzed by chi square test and logistic regression. Respondents have an adequate of carbohydrate (63.3%), protein (60.0%), fat (61.7%) and vitamin C (58.3%). Meanwhile inadequate of energy (51.7%), iron (53.3%) and fluid (56.7%). There are signifi cant correlation between breakfast habit, energy, carbohydrate, protein, Fe, vitamin C and fl uid adequacy level with learning concentration. There was no signifi cant correlation between fat adequacy level with learning concentration. Therefore parents need to provide the breakfast regularly.


2015 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Ratna D Siregar ◽  
Nur Indrawati Lipoeto ◽  
Yuliarni Syafrita

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi vitamin A, vitamin C, vitamin E, zink dan selenium dari makanan dengan fungsi kognitif pada lanjut usia. Metoda penelitian adalah cross sectional study terhadap 145 lansia umur ≥ 60 tahun, pada dua kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatra Barat. Wawancara konsumsi antioksidan menggunakan Food Frequency Questionnaires (FFQ), fungsi kognitif diperiksa dengan Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-Ina), Aβ40 dan Aβ42 plasma diperiksa dengan metode ELISA. Data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney dan Chi-square. Pada hasil penelitian ditemukan 83 orang (57,2%) lansia yang mengalami gangguan fungsi kognitif. Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi vitamin C (p<0,049) dan vitamin E (p<0,037) tetapi tidak terdapat hubungan signifikan antara vitamin A, zink dan selenium dengan fungsi kognitif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi antioksidan dengan tingkat Aβ40 dan Aβ42 serta antara tingkat Aβ40 dan Aβ42 dengan fungsi kognitif masing-masing (p<0,058 dan p<0,350). Kesimpulan hasil penelitian ini didapatkan hubungan antara konsumsi vitamin C dan vitamin E dari makanan dengan fungsi kognitif. Tetapi tidak terdapat hubungan antara konsumsi antioksidan dengan Aβ40 dan Aβ42 plasma dan Aβ40 dan Aβ42 dengan fungsi kognitif.Kata kunci: antioksidan, beta-amyloid, fungsi kognitif, lanjut usiaAbstractThe objective of this study was to determine the relationship between consumption of vitamin A, vitamin C, vitamin E, zinc and selenium from foods with cognitive function in elderly. This was a cross-sectional study that was conducted to 145 elderly with age ≥ 60 years, in two districts in West Sumatra, in Lima Puluh Kota city. Interview antioxidant intake using a Food Frequency Questionnaires (FFQ), cognitive function was checked by Montreal Cognitive Assessment Indonesian version (MoCA-Ina), plasma Aβ40 dan Aβ42 were examined by ELISA while the data were analyzed by using the Mann-Whitney and Chi-square test. Results : Eighty three elderly people (57.2%) were found with impaired cognitive function. There was a significant association between the consumption of vitamin C (p < 0.049) and vitamin E (p < 0.037) but there was no signifikan association between vitamin A, zinc and selenium with cognitive function. There was no significant association between consumption of the antioxidant and both plasma Aβ40 and Aβ42 levels. There was no significant between levels of Aβ40 and Aβ42 and cognitive function (p < 0.058 and p < 0.350, respectively).Conclusion : There is a association between the consumption of vitamin C and vitamin E from food and cognitive function, but there is no association between the consumption of the antioxidant and levels of plasma Aβ40 and Aβ42 and between levels of plasma Aβ40 and Aβ42 and cognitive function.Keywords: antioxidants, amyloid-beta, cognitive function, elderly


2019 ◽  
Vol 9 (4) ◽  
pp. 301
Author(s):  
Karwati Karwati ◽  
Damay Yanti

Anemia is one of the many problems that occur in pregnant women in developing countries. First trimester pregnant women often experience nausea and vomiting that can affect the pattern of eating that is received. The purpose of this study was to determine whether nutritional intake and nausea and vomiting disorders in first trimester pregnant women were associated with anemia. The sample of this study was all first trimester pregnant women, selected by quota sampling technique. The research design used in this study was cross sectional, which aims to examine the correlation between nutrient intake (iron, protein, and vitamin C) and nausea and vomiting disorders with anemia. The instrument used to determine the intake of iron, protein, vitamin C was food records that were filled by respondents for 3 days. To test the hypothesis of the relationship used the chi square test and Fisher's exact test. From the results of the analysis of the relationship between iron intake, Vitamin C and nausea and vomiting with anemia, p-value = 0.003, p-value = 0.001 and p-value 0.001, it can be concluded that there is a relationship between iron intake, vitamin C and vomiting nausea with the incidence of anemia in first trimester pregnant women (first). While the results of the analysis of the relationship of protein intake with anemia obtained p-value = 0.806, it can be concluded that there is no relationship between protein intake and the incidence of anemia in first trimester pregnant women (first). The mean intake of iron, protein, and vitamin C in first trimester pregnant women both in the anemic and non-anemic groups had a daily intake that was still far from the nutritional adequacy standard set by the government that the RDA of iron was 26 g / dL / day Protein was 76 mg / day and Vit C is 70-85 mg / day. Keywords: food intake; nausea and vomiting; anemia ABSTRAK Anemia merupakan salah satu masalah yang banyak terjadi pada ibu hamil di negara berkembang. Ibu hamil trimester I sering mengalami gangguan mual muntah yang dapat berpengaruh pada pola ragam makan yang diterima. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah asupan nutrisi dan gangguan mual muntah pada ibu hamil trimester I berhubungan dengan kejadian anemia. Sampel penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester I diambil dengan teknik Non Probability sampling yaitu Sampling Kuota. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah epidemiologi analitik observasional dengan desain cross sectional, yang bertujuan menguji hipotesi dalam mencari korelasi asupan nutrisi (zat besi, protein, dan vitamin C) dan gangguan mual muntah dengan kejadian anemia. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui kecukupan asupan zat besi, protein,vitamin C adalah food records yang di isi oleh responden selama 3 hari. Untuk melihat hubungan karakteristik dengan variabel dependen digunakan uji chi square dengan alternative uji exact fisher. Dari hasil analisis hubungan antara asupan zat besi, Vitamin C dan mual muntah dengan anemia didapatkan nilai p-value= 0,003, p-value = 0,001 dan p-value 0,001 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara asupan Zat Besi, Vitamin C dan Mual Muntah dengan kejadian Anemia pada ibu hamil trimester 1 (pertama). Sedangkan hasil analisis hubungan asupan protein dengan anemia didaparkan p-value= 0,806 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester 1 (pertama). Rerata asupan zat besi, protein, dan vitamin C pada ibu hamil trimester I baik pada kelompok anemia maupun tidak anemia memiliki jumlah asupan harian yang masih jauh dari standar kecukupan gizi yang ditetapkan oleh pemerintah bahwa AKG zat besi adalah 26 g/dL/hari Protein adalah 76 mg/hari dan Vit C adalah 70-85 mg/hari. Kata kunci: asupan makanan; mual dan muntah; anemia


2019 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 147
Author(s):  
Cynthia Almaratus Sholicha ◽  
Lailatul Muniroh

One of nutrition problem that needs to get high attention is anemia. Anemia is a condition that develops when healthy red blood cells below normal. Inadequate intake of nutrient, menstruation, infectious diseases, and lack of knowledge can caused anemia. Monthly menstruation and growth period drive adolescent girls pronen to anemia. The purpose of this study was to analyze correlation between intake of iron, protein, vitamin C and menstruation patterns with anemia among adolescent girls. This study used cross sectional design. Population of this study was adolescent student grade X and XI at SMAN 1 Manyar Gresik. Sixty two students were selected using proportional random sampling . Data were collected with semi quantitative food frequency questionnaire, structured questionnaire, and digital haemoglobinmeter. Data were analyzed using Spearman correlation test and Chi-square test. Results showed intake of iron (r=0.635; p=0.000), protein (r=0.663; p=0.000), and vitamin C (r=0.780; p=0.000) was correlated with haemoglobin concentration similiar with menstruation pattern which also had signifi cant correlation with anemia (p=0.002). Lower intake of iron, protein and vitamin C, caused lower haemoglobin concentration. Thus, anemia incidence will be higher. Adolescent girl are expected to increase food consumption of food source of iron and consume iron supplement routinely to replace iron that lost during menstruation.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document