scholarly journals HUBUNGAN ASUPAN SENG, VITAMIN A, DAN STADIUM KLINIS TERHADAP STATUS GIZI DAN JUMLAH CD4+ PADA ANAK TERINFEKSI HIV DI WILAYAH KOTA DAN KABUPATEN SEMARANG

2018 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 13-26
Author(s):  
Waisaktini Margareth ◽  
Soeharyo Hadisaputro ◽  
Ani Margawati

Latar Belakang. Peningkatan jumlah kasus infeksi HIV anak di Indonesia paralel dengan peningkatan persentase transmisi penularan AIDS dari ibu ke anaknya, dari 3 persen (2013) menjadi 4,6 persen (2015). Salah satu tujuan pemberian terapi antiretroviral (ARV) pada kasus HIV anak adalah untuk meningkatkan jumlah sel T-CD4+. Semakin berat stadium klinisnya akan menurunkan kadar CD4+. Pemberian suplementasi zat gizi mikro dapat meningkatkan status gizi penderita HIV anak yang menjalani pengobatan ARV. Tujuan. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan asupan seng, vitamin A, dan stadium klinis infeksi HIV terhadap status gizi dan jumlah CD4+ pada kasus HIV anak di Kota dan Kabupaten Semarang. Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Subjek penelitian adalah anak yang menderita HIV berumur 1-14 tahun sebanyak 31 subjek. Data yang dikumpulkan meliputi data tinggi badan (TB), berat badan (BB), asupan zat gizi yang diperoleh dengan metode food recall 2x24 jam. Jumlah CD4+ diukur melalui pemeriksaan darah subjek. Data dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik untuk menghitung Prevalence Rasio (PR). Hasil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asupan seng memberikan risiko bermakna terhadap kejadian berat badan rendah (PR=3,020; p=0,029; CI=1,043-8,739). Asupan vitamin A memberikan risiko bermakna terhadap rendahnya kadar CD4+ (PR=3,036; p=0,021; CI=1,211-7,608 dan PR=2,8; p=0,018; CI=1,331-5,891). Stadium klinis tingkat sedang memberikan risiko bermakna terhadap rendahnya kadar CD4+ rendah (PR=8,211; p = 0,004; CI=1,227-54,962). Probabilitas jumlah CD4+ rendah ketika penderita pada stadium klinis infeksi HIV berat sebesar 14,3 persen. Kesimpulan. Stadium klinis sedang-berat meningkatkan risiko terjadinya penurunan jumlah CD4+ di dalam sel-T (<500sel/mm3).

2019 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 39-48
Author(s):  
Enggar Wijayanti ◽  
Ulfa Fitriani

Latar Belakang. Anemia merupakan salah satu permasalahan gizi yang banyak terjadi di negara berkembang. Faktor gizi yang turut berkontribusi terhadap kejadian anemia diantaranya adalah kurangnya asupan zat gizi yang memengaruhi pembentukan Hemoglobin (Hb) pada penderita anemia. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi energi, protein, zat besi, asam folat, vitamin C, vitamin A, dan seng pada subjek penderita anemia dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang diduga menjadi faktor penyebab anemia. Metode. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dan merupakan bagian dari penelitian “Observasi Klinik Formula Jamu Anemia” yang dilakukan pada bulan Maret-Desember 2018. Jumlah subjek sebanyak 83 orang dengan rentang usia 16-49 tahun. Data konsumsi makanan dikumpulkan dengan wawancara menggunakan food recall 24 jam dan selanjutnya dianalisis dengan program Nutrisurvey. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki status gizi normal. Tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng subjek kurang dari AKG, konsumsi energi dalam kategori cukup, dan konsumsi protein, vitamin A serta vitamin C lebih dari AKG. Hasil uji bivariat chi-square menunjukkan tidak ada korelasi yang bermakna antara status anemia dengan konsumsi zat gizi (p>0,05). Kesimpulan. Wanita usia subur (WUS) yang menderita anemia rata-rata memiliki tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng kurang dari AKG


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 72
Author(s):  
Melvanda Gisela Putri ◽  
Roedi Irawan ◽  
Indri Safitri Mukono

ABSTRAKLatar Belakang: Stunting merupakan suatu istilah yang menggambarkan kondisi pertumbuhan tinggi badan kurang berdasarkan umur disesuaikan dengan Z-Score (<-2SD). Stunting pada balita dapat diakibatkan oleh kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan bagi pertumbuhan anak. Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan suplementasi vitamin A, pemberian imunisasi dan riwayat penyakit infeksi yakni diare dan ISPA terhadap kejadian stunting.Tujuan: Mengetahui hubungan suplementasi vitamin A, pemberian imunisasi, dan penyakit infeksi terhadap stunting pada anak usia 24-59 bulan di Puskesmas Mulyorejo, Surabaya.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional. Besar sampel adalah 107 anak usia 24-59 bulan di Puskesmas Mulyorejo, Surabaya. terdiri dari 25 anak kelompok stunting dan 82 anak kelompok non- stunting. Cara pengambilan data melalui data sekunder posyandu dan wawancara langsung orang tua anak dengan pengisian kuisioner. Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square, Fisher Exact, dan Mann Whitney.Hasil: Penelitian ini menunjukkan hasil terdapat hubungan suplementasi vitamin A dengan stunting (p=0,000), tidak ada hubungan antara pemberian imunisasi terhadap stunting (p=0,332). Dalam riwayat penyakit infeksi, frekuensi diare dan ISPA ditemukan tidak ada hubungan dengan  stunting (p=0,053 dan p=0,082), begitu pula pada lama diare dan lama ISPA tidak berhubungan dengan stunting (p= 0,614 dan p=0,918).Kesimpulan: Suplementasi vitamin A berhubungan signifikan dengan stunting yang diamati pada anak usia 24-59 bulan di Puskesmas Mulyorejo, Surabaya. Kata kunci: kejadian stunting, vitamin A, imunisasi, penyakit infeksi, anak usia 24-59 bulanABSTRACTBackground: Stunting is a term that describes condition of lower height-for-age Z-Score (<-2SD). Stunting among children can be caused by a lack of nutrients needed for children's growth. This study was conducted to determine the relationship between vitamin A supplementation, immunization and a history of infectious diseases, namely diarrhea and ARI to the incidence of stunting.Objectives: To determine the relationship between vitamin A supplementation, immunization, and history of infectious disease with the incidence of stunting in children aged 24-59 months at Puskesmas Mulyorejo, Surabaya.Methods: This study was an observational analytic study with cross sectional method. The sample size was 107 children aged 24-59 months at Puskesmas Mulyorejo, Surabaya. This study consisted of 25 children in the stunting group and 82 children in the non-stunting group. The method of data collection was through secondary data from posyandu and direct interviews with parents by filling out questionnaires. Data were analyzed using the chi-square test, fisher exact, and Mann Whitney.Results: The results of this study indicated that there was a relationship between vitamin A supplementation and with stunting (p = 0.000). There was no relationship between immunization and stunting (p = 0.332). In the history of infectious diseases, the frequency of diarrhea and ARI was found to have no relationship with stunting (p = 0.053 and p = 0.082), as well as the duration of diarrhea and duration of ARI there was no association with the stunting (p = 0.614 and p = 0.918).Conclusion: Vitamin A supplementation has significant relationship with stunting in children aged 24-59 months at Puskesmas Mulyorejo, Surabaya.


Author(s):  
Rahmini Shabariah ◽  
Thera Cahya Pradini

Latar Belakang: balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi. Status gizi pada berat badan menurut tinggi badan dikategorikan menjadi gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, overweight dan obesitas. Masalah yang dapat muncul dari kondisi tersebut menjadikan perlunya diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang dan gizi lebih, salah satu contohnya adalah faktor asupan gizi. Tujuan: untuk Mengetahui hubungan antara asupan zat gizi dengan status gizi pada balita di TK Pelita Pertiwi Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi. Metode: penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analitik dengan desain yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional dengan metode total sampling. Jumlah sampel sebanyak 56 orang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, lembar food recall, microtoise dan timbangan berat badan. Hasil: hasil penelitian ini, sebanyak 56 responden balita di TK Pelita Pertiwi diperoleh status gizi kurang 28,6%, gizi baik 55,4%, overweight 10,7% dan obesitas 5,4%. Hubungan antara asupan zat gizi makronutrien energi dan mikronutrien kalsium, mg dan fe dengan status gizi pada balita didapatkan hubungan yang signifikan (P<0,05 chi square) sedangkan hubungan antara asupan zat gizi makronutrien karbohidrat, protein dan lemak dan mikronutrien vit A, Vit D, sodium, fosfor, iodine dan zink serta ASI Exclusive dengan status gizi pada balita tidak ditemukan hubungan yang signifikan (P>0,05 chi square). Kesimpulan: kesimpulan dari penelitian ini, terdapat adanya hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi makronutrien energi dan asupan zat gizi mikronutrien kalsium, mg dan fe dengan status gizi pada balita di TK Pelita Pertiwi.


2015 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Ratna D Siregar ◽  
Nur Indrawati Lipoeto ◽  
Yuliarni Syafrita

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi vitamin A, vitamin C, vitamin E, zink dan selenium dari makanan dengan fungsi kognitif pada lanjut usia. Metoda penelitian adalah cross sectional study terhadap 145 lansia umur ≥ 60 tahun, pada dua kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatra Barat. Wawancara konsumsi antioksidan menggunakan Food Frequency Questionnaires (FFQ), fungsi kognitif diperiksa dengan Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-Ina), Aβ40 dan Aβ42 plasma diperiksa dengan metode ELISA. Data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney dan Chi-square. Pada hasil penelitian ditemukan 83 orang (57,2%) lansia yang mengalami gangguan fungsi kognitif. Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi vitamin C (p<0,049) dan vitamin E (p<0,037) tetapi tidak terdapat hubungan signifikan antara vitamin A, zink dan selenium dengan fungsi kognitif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi antioksidan dengan tingkat Aβ40 dan Aβ42 serta antara tingkat Aβ40 dan Aβ42 dengan fungsi kognitif masing-masing (p<0,058 dan p<0,350). Kesimpulan hasil penelitian ini didapatkan hubungan antara konsumsi vitamin C dan vitamin E dari makanan dengan fungsi kognitif. Tetapi tidak terdapat hubungan antara konsumsi antioksidan dengan Aβ40 dan Aβ42 plasma dan Aβ40 dan Aβ42 dengan fungsi kognitif.Kata kunci: antioksidan, beta-amyloid, fungsi kognitif, lanjut usiaAbstractThe objective of this study was to determine the relationship between consumption of vitamin A, vitamin C, vitamin E, zinc and selenium from foods with cognitive function in elderly. This was a cross-sectional study that was conducted to 145 elderly with age ≥ 60 years, in two districts in West Sumatra, in Lima Puluh Kota city. Interview antioxidant intake using a Food Frequency Questionnaires (FFQ), cognitive function was checked by Montreal Cognitive Assessment Indonesian version (MoCA-Ina), plasma Aβ40 dan Aβ42 were examined by ELISA while the data were analyzed by using the Mann-Whitney and Chi-square test. Results : Eighty three elderly people (57.2%) were found with impaired cognitive function. There was a significant association between the consumption of vitamin C (p < 0.049) and vitamin E (p < 0.037) but there was no signifikan association between vitamin A, zinc and selenium with cognitive function. There was no significant association between consumption of the antioxidant and both plasma Aβ40 and Aβ42 levels. There was no significant between levels of Aβ40 and Aβ42 and cognitive function (p < 0.058 and p < 0.350, respectively).Conclusion : There is a association between the consumption of vitamin C and vitamin E from food and cognitive function, but there is no association between the consumption of the antioxidant and levels of plasma Aβ40 and Aβ42 and between levels of plasma Aβ40 and Aβ42 and cognitive function.Keywords: antioxidants, amyloid-beta, cognitive function, elderly


Author(s):  
Eti Vera Asmaningrum ◽  
Dani Nasirul Haqi

Latar Belakang: ISPA masih menjadi masalah utama penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA diantaranya: asap rokok, umur anak, berat badan lahir, status gizi kurang, tidak memberikan ASI, riwayat imunisasi yang tidak lengkap, dan pemberian vitamin A. ISPA masih menjadi masalah utama kunjungan balita pelayanan kesehatan di Desa Tlatah, Purwosari, Bojonegoro. Purpose: Menentukan Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-2 Tahun Di Desa Tlatah, Purwosari, Bojonegoro. Metode: Jenis Penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan Cross Sectional. Sampel penelitian berjumlah 34 responden dari 42 responden yang mempunyai bayi usia 0-2 tahun. Hasil: Hasil penelitian ini dengan uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara paparan asap rokok anggota keluarga dan status gizi anak dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-2 Tahun Di Desa Tlatah, Purwosari, Bojonegoro dengan nilai (p=0,001; RR=6.353; 95%CI=1.008-40.056) dan (p=0,000; RR=0.391; 95%CI=0.235-0.651). Kesimpulan: Oleh karena itu, diharapkan anggota keluarga memperhatikan kondisi anak dengan tidak melakukan perilaku yang tidak sehat sehingga keluarga dapat meningkatkan derajat kesehatan anak dan anggota keluarga lainnya.


2019 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Hesty Dwi Septiawahyuni ◽  
Dewi Retno Suminar

Background: One Indicator of successful health development are toddlers free from stunting. The cause of stunting is a lack of macro and micro nutrients and chronic infectious diseases. Micronutrients such as zinc have  a role in growth which affects the  hormones that play a role in bone growth. The role of zinc in motoric development indirectly is in arranging  and releasing neurotransmitters that can affect nerve stimulation in the brain. This neurotransmitters will deliver nerve stimulation so that motor motion occurs. Motor development is a motion that involves muscles, brain and nerve that are controlled by the central part of the motor that is brain. Objectives: The purpose of this study was to analyze the relationship between adequacy of zinc intake and motoric development in stunted and non-stunted toddlers.Methods: This type of research is an observational study with cross sectional design. The sample size was 50 toddlers, consisted of 25 stunting toodlers and 25 non-stunting toddlers and lived  in Puskesmas Wilangan, Nganjuk District, chosen by simple random sampling technique. Adequacy of zinc intake data was assessed using the Food Recall Form 3x 24 hours. Measurement of motoric development using the Pre-Screening Development Questionnaire (KPSP). Descriptive and inferential data analysis using Chi Square Test. Results: The result showed that there was a correlation between the level of zinc adequacy and motor development in the stunting toddler group (p=0.04) and non-stunting toddlers group (p=0.031).Conclusions: The level of adequacy of zinc has enough motor development better than the level of zinc sufficiency is less in the group of non-stunting toddlers.ABSTRAKLatar Belakang: Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah balita  terbebas dari stunting. Penyebab stunting yaitu kekurangan zat gizi makro maupun mikro dan penyakit infeksi kronis. Zat gizi mikro seperti zinc mempunyai peran pada pertumbuhan yaitu mempengaruhi hormon-hormon yang berperan dalam pertumbuhan tulang. Selain itu, peran zinc pada perkembangan motorik secara tidak langsung yaitu dalam menyusun dan melepas neurotransmitter yang dapat mempengaruhi rangsangan syaraf di dalam otak. Neurotransmitter ini akan menghantarkan rangsangan syaraf sehingga gerak motorik terjadi. Perkembangan motorik merupakan gerak yang melibatkan otot, otak dan syaraf yang dikontrol pada bagian pusat motorik yaitu otak.Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan kecukupan asupan zinc dengan perkembangan motorik pada balita stunting dan non-stunting.  Metode: Jenis penelitian tergolong penelitian observasional dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian berjumlah 50 balita, terdiri dari 25 balita stunting dan 25 balita non-stunting yang bertempat tinggal  di wilayah kerja Puskesmas Wilangan Kabupaten Nganjuk, dipilih dengan teknik simple random sampling. Data kecukupan asupan zinc dinilai menggunakan formulir Food Recall yang dilakukan 3x24 jam. Pengukuran perkembangan motorik menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Analisis data secara deskriptif dan Inferensial menggunakan uji Chi Square.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat kecukupan zinc dengan perkembangan motorik pada kelompok balita stunting (p=0,04) dan kelompok balita non-stunting (p=0,031).  Kesimpulan: Tingkat kecukupan zinc cukup mempunyai perkembangan motorik yang lebih baik daripada tingkat kecukupan zinc kurang pada kelompok balita non-stunting.


2019 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 33
Author(s):  
Sonya Rosa ◽  
Lolita Riamawati

Background: Central obesity is a condition where there is a lot of fat accumulating in the body especially around the abdomen. Intake of micronutrients such as calcium and water that are lacking and low physical activity in office workers can cause central obesity.Objectives: This study aims to analyze the relationship between micronutrient intake (calcium and water) and physical activity with central obesity in office workers in PT X, Lamongan.Methods: This study was carried out using a analytic observational method using a cross sectional study design with a quantitative approach. The research sample was 44 office workers in PT X, Lamongan who were taken randomly. Data collected included measurements of waist circumference, measurements of body weight and height, 3x24 hour food recall and physical activity questionnaire. Analysis of the data in this study used a Chi-square test with 95% CI (α = 0.05).Results: This study showed that micronutrient intake consisting of calcium intake (p = 0.486) and water intake (p = 1.000) was not associated with central obesity. Meanwhile, there is a relationship between physical activity and central obesity in office workers (p = 0.028, OR = 5.40).Conclusions: Central obesity in office workers has a relationship with physical activity. However, micronutrient intake (calcium and water) is not associated with central obesity in office workers. Workers should routinely monitor their weight and abdominal circumference together with physical activities such as exercise to prevent central obesity.ABSTRAKLatar Belakang: Obesitas sentral adalah suatu keadaan dimana terdapat banyak lemak yang menumpuk di dalam tubuh khususnya di sekitar perut. Asupan zat gizi mikro seperti kalsium dan air yang kurang serta rendahnya aktivitas fisik pada pekerja bagian perkantoran dapat menyebabkan terjadinya obesitas sentral.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara asupan zat gizi mikro (kalsium da air) dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas sentral pada pekerja bagian perkantoran di PT X, Lamongan.Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan metode observasional analitik menggunakan desain studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian sebesar 44 pekerja bagian perkantoran di PT X, Lamongan yang diambil secara acak. Data yang dikumpulkan meliputi pengukuran lingkar perut, pengukuran berat badan dan tinggi badan, food recall 3x24 jam dan kuesioner aktivitas fisik. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-s     quare dengan CI sebesar 95% (α = 0.05).Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa asupan zat gizi mikro yang terdiri dari asupan kalsium (p=0,486) dan asupan air (p=1,000) tidak berhubungan dengan kejadian obesitas sentral. Sementara  itu, terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas sentral pada pekerja bagian perkantoran (p=0,028, OR=5,40).Kesimpulan: Obesitas sentral pada pekerja bagian perkantoran memiliki hubungan dengan aktivitas fisik. Akan tetapi, asupan zat gizi mikro (kalsium dan air) tidak berhubungan dengan obesitas sentral pada pekerja bagian perkantoran. Pekerja sebaiknya melakukan pemantauan terhadap berat badan dan lingkar perut secara rutin bersamaan dengan melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga untuk mencegah terjadinya obesitas sentral.


2020 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
Author(s):  
Erny Elviany Sabaruddin ◽  
Zahroh Abdillah

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Tujuan penelitian ini adalah diketahui persentase kelelahan kerja tinggi dan dibuktikan adanya hubungan kelelahan kerja perawat dengan asupan energi,beban kerja fisik, pencahayaan, psikososial dan masa kerja di RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogor tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Populasi dalam  penelitian ini merupakan seluruh karyawan RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogor yang berjumlah 154 orang  dan  yang  menjadi sampel yaitu perawat berjumlah  35 orang dan pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Melakukan wawancara dengan  menggunakan kuesioner dari International Fatigue Research Commite (IFRC) untuk mendapatkan data kelelahan kerja, kuesioner untuk mendapat kandata psikososial, asupan kalori dikumpulkan dengan melakukan  metode food recall- 24 jam, pengukuran beban kerja fisik dengan stop watch dan pengukuran intensitas pencahayaan dengan lux meter. Uji statistic untuk menganalisis  korelasi antara variable independen dan variable dependen menggunakan uji chi square. Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara kelelahan kerja dengan beban kerja, pencahayaan dan psikososial. Beberapa saran bagi rumah sakit diantaranya menyesuaikan jumlah ketenagakerjaan perawat sesuai metode perhitungan seperti Metode Gillies, memberikan tunjangan atau insentif kepada perawat sesuai kebijakan rumah sakit, memberikan reward bagi perawat teladan serta mengganti dan melakukan perawatan pada lampuKata kunci : Kelelahan Kerja, Asupan Energi, Beban Kerja Fisik   ABSTRACTFatigue is a mechanism for protecting the body to avoid further damage resulting in recovery after rest. The purpose of this study is to know the percentage of high work fatigue and proven thecorrelation in nurse work fatigue based on energy intake,physical workload, lighting, psychosocial and years of work at RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogor in 2019. This research was quantitative analytical with cross-sectional design.The population was the entire employee of RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Bogorwas 154 employees and samplewas35 nurses that taken by purposive sampling method. The work fatigue data were gathered by conducting interviews by using questionnaires from International Fatigue Research Commite, using questionnaires to get psychosocial data, the calory intake data were gathered by conducted a food recall 24 hours method, physical workload measurements with stopwatch and lighting intensity measurements with lux meter. A statisctic test was used to analyze the correlation between independent variables and dependent variable is chi square test. The results of this study prove that there were significant differences in work fatigue based on workload, lighting and psychosocial. Some suggestions for hospitals include adjusting the number of nurses in accordance with calculation methods such as the Gillies Method, providing benefits or incentives to nurses according to hospital policies, giving rewards to exemplary nurses and replacing and maintaining lights.Keywords: Work Fatigue, Energy Intake, Physical Workload 


2019 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 110-117
Author(s):  
Youvita Indamaika Simbolon ◽  
Triyanti Triyanti ◽  
Ratu Ayu Dewi Sartika

Latar belakang: Tingkat kepatuhan diet di Indonesia rata-rata masih rendah. Diet dalam menjaga makanan seringkali menjadi kendala karena masih tergoda dengan segala makanan yang dapat memperburuk kesehatan. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sampel yang diteliti adalah seluruh penderita diabetes melitus tipe 2 dengan rentang usia 25-65 tahun yang sedang rawat jalan, sampel diambil dengan metode non-random sampling dengan teknik purposive sampling sebanyak 130 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran antropometri, pengisian kuesioner, form food recall 1x24 jam dan semi-quantitative food frequency questionnaire (SFFQ). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13,8% responden yang patuh diet. Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2 dengan jenis kelamin (p=0,008) dan lama menderita (p=0,044). Hasil uji regresi logistik menunjukkan lama menderita merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan: Penderita diabetes melitus diharapkan untuk memperhatikan pola makan yang dianjurkan dan melaksanakannya dengan baik, mampu secara aktif untuk meningkatkan pengetahuannya terkait penyakit diabetes melitus dan faktor-faktor terkait lainnya dan tetap mempertahankan pola makan yang sudah dijalankan bagi yang sudah lama menderita diabetes melitus tipe 2.


2013 ◽  
Vol 2 (4) ◽  
pp. 491-497
Author(s):  
Kartika Febriani ◽  
Ani Margawati

Latar belakang: Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa. Remaja mengalami perkembangan secara fisik dan psikologi. Perlu asupan energi yang optimal untuk menunjang perkembangan fisik dan psikologi remaja. Remaja mendapat asupan energi jajanan cukup tinggi. Asupan energi jajanan diduga berkaitan dengan prestasi belajar. Salah satu faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar yang baik adalah asupan energi yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan energi jajanan dengan prestasi belajar pada remaja di SMP PL Domenico Savio.Metode: Penelitian ini dilakukan di SMP PL Domenico Savio Semarang. Desain penelitian cross sectional dengan jumlah sampel 63 subjek. Pengambilan sampel penelitian menggunakan consecutive random sampling pada siswa kelas 7 dan 8 reguler. Data  asupan energi jajanan dan selain jajanan diambil menggunakan Food Recall 3x24 jam. Data prestasi belajar diambil dari rata- rata nilai rapor semester genap. Hubungan asupan energi jajanan dengan prestasi belajar dianalisis menggunakan uji Chi-square. Hubungan asupan energi jajanan, asupan energi selain jajanan, dan prestasi belajar dianalisis menggunakan uji regresi logistik.Hasil: Pada penelitian ini ditemukan 30 subjek (47,6%) asupan energi jajanan cukup dan 33 subjek (52,4%) asupan energi jajanan kurang. Subjek dengan asupan energi jajanan cukup dan prestasi belajar baik adalah 20 orang (55,6%), asupan energi jajanan kurang dan prestasi belajar baik adalah 16 orang (44,4%), asupan energi jajanan cukup dan prestasi belajar kurang  adalah 10 orang (37%), subjek yang asupan energi jajanan kurang dan prestasi belajar kurang adalah 17 orang (63%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi jajanan dengan prestasi belajar (p=0,145). Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi selain jajanan dan prestasi belajar (p=0,026). Asupan energi dari jajanan bukan merupakan variabel yang berhubungan kuat dengan prestasi belajar (p<0,05).Simpulan: Asupan energi jajanan bukan merupakan faktor yang berhubungan kuat dengan prestasi belajar, tetapi asupan energi selain jajanan berhubungan dengan prestasi belajar.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document