scholarly journals ASPEK BIOEKOLOGI SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla spp.) PADA EKOSISTEM MANGROVE PASSO

2020 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 8-18
Author(s):  
Laura Siahainenia ◽  
Miftah Makatita

Mud crabs have become an important commodity in Indonesia. The purpose of the research was to 1) analyze environmental conditions of the mud crabs habitat; 2) analyze the species compositions, sex ratio, reproduction status (size, period, and the reproduction site) of the mud crab; and 3) formulate management strategies for mud crabs (Scylla spp.) as well as their habitats. This Research was carried out in Passo mangrove ecosystem from August 2015-January 2016. Purposive sampling techniques was used to collect bio-ecological data of mud crabs whereas a structured interview was applied to obtain a management strategy data. The resust showed that the quality of Passo mangrove ecosystem is in good condition for the growth and survival of mud crabs. Four types of mud crabs were found with very low density. Sex ratio shifted from 1:1. Almost all individuals caught were in the reproductive phase with a carapace width of 10-15 cm. The peak of the reproductive season in January along the tidal channel, the mangrove forest front zone to the sea zone. This study recommend ten strategies in relation to the sustainability of the mangrove crab population and habitat preservation. ABSTRAK Kepiting bakau telah menjadi komoditas penting di Indonesia yang hidup di ekosistem mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis kondisi lingkungan ekosistem mangrove Passo yang menjadi habitat alami kepiting bakau; 2) menganalisis komposisi jenis, kepadatan, rasio kelamin, status reproduksi, (ukuran, waktu dan lokasi reproduksi kepiting bakau; dan 3) merumuskan strategi pengelolaan sumberdaya kepiting bakau (Scylla spp.) serta habitatnya. Penelitian berlangsung di ekosistem mangrove Passo Teluk Ambon sejak Agustus 2015-Januari 2016. Pengumpulan data bioekologi kepiting bakau menggunakan metode purposive sampling, sedangkan strategi pengelolaan diperoleh melalui hasil wawancara terstruktur dengan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan kualitas lingkungan masih baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting bakau. Ditemukan empat jenis kepiting bakau dengan tingkat kepadatan yang sangat rendah. Rasio kelamin bergeser dari 1:1. Hampir semua individu yang tertangkap tergolong dalam fase reproduksi dengan ukuran lebar karapaks 10-15 cm. Puncak musim reproduksi pada bulan Januari di sepanjang alur pasang surut, zona depan hutan mangrove hingga zona laut. Terdapat sepuluh strategi pengelolaan yang direkomendasikan terkait keberlanjutan populasi kepiting bakau dan kelestarian habitat. Kata kunci: Kepiting bakau, Scylla, ekosistem mangrove, pengelolaan, kepadatan

2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 69-76
Author(s):  
Annisa Rahma Firdaus ◽  
Nur Taufiq-Spj ◽  
Sri Redjeki

Scylla serrata yang dikenal sebagai kepiting bakau merupakan sumber daya hayati ekosistem bakau yang hingga saat ini memiliki demand pasar yang cukup tinggi. Kondisi ini meningkatkan eksploitasi penangkapan species ini sehingga menyebabkan terganggunya populasi kepiting di alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi hasil tangkapan kepiting bakau (Scylla serrata) dengan melihat rasio kelimpahan dan hubungan lebar - berat kepiting bakau jantan dan betina dari hasil tangkapan di perairan Mangkang Wetan – Tugu, Kota Semarang, Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan pada musim penghujan di akhir tahun 2018 (Desember) dan awal tahun 2019 (Januari). Purposive sampling merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan survey yang terarah dan terencana. Sampel kepiting bakau didapatkan dari hasil tangkapan nelayan yang diarahkan pada lima titik berdasarkan aktivitas yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa tangkapan kepiting bakau (Scylla serrata) pada Bulan Desember 2018 dan Januari 2019 di dominasi oleh kepiting jantan. Tangkapan bulan Desember 2018 memiliki rasio jantan : betina lebih besar (1,65:1) dari Januari 2019 (1,21:1). Korelasi lebar karapas dan berat kepiting bakau jantan dan betina bersifat allometrik, dimana jantan memiliki pola pertumbuhan allometrik positif sedangkan betina memiliki pola perumbuhan allometrik negatif. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi kepiting jantan lebih banyak ditemukan selama musim penghujan terutama di bulan Desember dan Januari. Ketidak seimbangan sex rasio ini akan menyebabkan terganggunya kestabilan populasi Scylla setrata di ekosistem estuaria Mangkang Wetan Semarang.  Scylla serrata known as mangrove crab as an edible food resources of the mangrove ecosystem which has a very high market demand. Due to this conditions will be affected in increasing exploitation of this species and cause inbalancing the population in the nature. The study aims to calculate abundance ratio and width – weight correlation between male and female of the crab caught from the estuary of Mangkang Wetan Semarang, Central Java. This study conducted at the end of 2018 (December) to the first month of 2019 (Januari). Survey method was used in this study by using purposive sampling in order to get the right data aimed as a planned. The crab sample was caught by some fisherman which were dirrected at five sampling points base on different fisherman activities. The results shows that the caught seasons in the rainy time  of Dec 2018 and Jan 2019, dominated by males crab (Scylla serrata). The December caught have higher sex ratio between male and female (1,65:1) compare to Januari caught (1,21:1). Correlation in carapage width and body weigth between the crabs male and female shows allometrik growth. Where, the male growth tend to have a positive allometric, while the female were negative. These can be conclude that, the male crabs were dominantly found during rainy seasons especially in December dan January. This imbalance of the sex ratio will disturb the population stability of Scylla setrata in estuary ecosystem of Mangkang Wetan Semarang.


2021 ◽  
Vol 17 (1) ◽  
pp. 57-67
Author(s):  
Achmad J Ely ◽  
Lolita Tuhumena ◽  
Juanita Sopaheluwakan ◽  
Yvonne Pattinaja

Mangrove forest is a very productive and beneficial ecosystem. Mangrove forest resources in Amahai Village will be increasingly exploited along with the increasing population and economic pressure. The aim of this research is to identify the forms of use by the community in the mangrove area, and to recommend mangrove ecosystem management strategies in Amahai Village. This research was conducted in the mangrove forest area of ​​Amahai Village, Central Maluku Regency from September to November 2018. Sampling was carried out by purposive sampling technique of 36 respondents. The analytical method used is data analysis of descriptive qualitative to identify forms of utilization by the community. SWOT analysis is used to analyze the management strategies of mangrove ecosystem on Amahai Village by identifying internal strengths and weaknesses as well as opportunities external threats. The results obtained five forms of utilization carried out in the mangrove area of ​​Amahai Village, those are fishing, collecting sea cucumbers, gleaning shellfish (bameti), tourism (recreation), and research. There are eight management strategies produced, namely 1) implementing government policies to maintain the potential of mangrove ecosystem resources in order to meet community needs and regional income; 2) utilizing the potential of mangrove ecosystem resources for ecotourism activities and support science and technology; 3) revitalization of customary institutions as an effort to manage mangrove ecosystem areas; 4) organizing resource processing activities in the mangrove ecosystem to meet nutritional needs and increase community income; 5) development of mangrove areas with an environmental insight; 6) improving MCS (Monitoring, Controling and Surveillance); 7) improving coordination among stakeholders; and 8) increasing community knowledge and awareness about the function of mangrove ecosystems and the skills of the communities around the mangrove area.   ABSTRAK Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang sangat produktif dan memberikan manfaat. Sumberdaya hutan mangrove di Negeri Amahai akan semakin tereksploitasi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan desakan ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan mangrove, serta merekomendasikan strategi pengelolaan ekosistem mangrove di Negeri Amahai. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Negeri Amahai, Kabupaten Maluku Tengah pada bulan September hingga November 2018. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling terhadap responden sebanyak 36 orang. Metode analisis yang digunakan adalah analisis data deskriptif kualitatif untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan yang dilakukan masyarakat. Analisa SWOT digunakan untuk menganalisis strategi pengelolaan ekosistem mangrove Negeri Amahai dengan mengideintifikasi kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal. Hasil penelitian diperoleh lima bentuk pemanfaatan yang dilakukan pada kawasan mangrove Negeri Amahai yaitu penangkapan ikan, pengumpulan teripang, bameti, wisata (rekreasi), serta penelitian. Terdapat delapan strategi pengelolaan yang dihasilkan yaitu 1) mengimplementasikan kebijakan pemerintah untuk menjaga potensi sumberdaya ekosistem mangrove guna pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pendapatan daerah; 2) memanfaatkan potensi sumberdaya ekosistem mangrove untuk kegiatan ekowisata serta mendukung ilmu pengetahuan dan terknologi; 3) revitalisasi kelembagaan adat sebagai upaya mengelola kawasan eksoistem mangrove; 4) menyelenggarakan kegiatan pengolahan sumberdaya pada ekosistem mangrove untuk memenuhi kebutuhan gizi dan meningkatkan pendapatan masyarakat; 5) pengembangan kawasan mangrove yang berwawasan lingkungan; 6) peningkatan monitoring, controling and surveilance; 7) meningkatkan koordinasi antar stakeholder; dan 8) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang fungsi ekosistem mangrove serta keterampilan masyarakat sekitar daerah mangrove   Kata Kunci: Strategi pengelolaan, ekosistem mangrove, SWOT, keberlanjutan, Negeri Amahai


2017 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 26
Author(s):  
Yenni Ningsih Siringoringo ◽  
Desrita Desrita ◽  
Yunasfi Yunasfi

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu spesies kunci dalam ekosistem mangrove yang memegang peranan yang sangat penting. Hutan mangrove yang ada di Kelurahan Belawan Sicanang sudah banyak mengalami konversi lahan seperti tambak dan pemukiman. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas habitat dan penurunan populasi untuk sumberdaya kepiting bakau akibat terjadinya kerusakan daerah asuhan dan mencari makan biota ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ekologi mangrove, untuk mengetahui kelimpahan kepiting bakau (Scylla serrata), untuk mengetahui pertumbuhan kepiting bakau (Scylla serrata) di Hutan Mangrove Kelurahan Belawan Sicanang Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara. Penelitian berlangsung pada Mei - Juni 2016. Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi adalah purposive sampling dan dibagi menjadi 3 stasiun berdasarkan aktivitas yang berbeda. Struktur populasi kepiting bakau (Scylla serrata) ditinjau dari kelimpahan kepiting bakau (Scylla serrata), hubungan lebar karapas dengan bobot tubuh, pola pertumbuhan, dan faktor kondisi. Kualitas habitat kepiting bakau (Scylla serrata) dilihat dari kualitas air, tekstur substrat, C-organik, dan pasang surut. Hasil menunjukkan bahwa kelimpahan kepiting bakau (Scylla serrata) 16300 - 17000 ind/ha, dengan pola pertumbuhan allometrik negatif (b<3), faktor kondisi berkisar antara 0 - 1 yang tergolong ke dalam pipih atau tidak gemuk. Kualitas air dan substrat yang dikaji termasuk ke dalam kualitas air yang menunjang kehidupan kepiting bakau (Scylla serrata), tekstur substrat yaitu lempung berpasir dan lempung liat berpasir, serta C-organik < 1% tergolong sangat rendah, dimana tipe pasang surutnya adalah mixed prevailing semidiurnal.Mangrove crab (Scylla serrata) is one of the keystone species in the mangrove ecosystem, which had a very important role. Mangrove forests existed in Village Belawan Sicanang have been many experienced land conversion as embankment and settlements. These conditions led to degradation in habitat quality and population decline for mangrove crab due to the occurrence of the damage to the nursery ground and the feeding ground. The research aimed to determine abundance mangrove crabs and to determine the growth of mangrove crab. The research took place in May - June 2016. The method used in the determination of the location is purposive sampling and divided into 3 stations based on different activities. The mangrove crab population structure in terms of the abundance of mangrove crab, carapace width relation with body weight, growth pattern, and factor condition. The quality habitat mangrove crab viewed the water quality, the substrate texture, C-organic, and tides. The results showed that the growth pattern was negative allometric (b < 3), factor condition ranges between 0 - 1 which classified into flat or not fat. The water quality and substrate were assessed included in the water quality that supported life mangrove crab, the substrate texture was sandy loam and sandy clay loam, C-organic classified < 1% was very low, the type of tides was mixed semidiurnal prevailing.


2017 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
Author(s):  
M. Tahmid, Achmad Fahrudin Dan Yusli Wardiatno

ABSTRAKKepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu potensi komoditas perikanan skala kecil yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Kelimpahan populasi dipengaruhi oleh upaya penangkapan dan kondisi ekosistem mangrove sebagai habitat utamanya. Produksi kepiting bakau di Teluk Bintan menurun dan penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian tentang biologi kepiting bakau di Teluk Bintan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status populasi kepiting bakau yang meliputi struktur ukuran, parameter pertumbuhan dan laju mortalitas dan eksploitasi. Pengambilan data kepiting bakau dilakukan dengan pendekatan yaitu fisher-based survey. Hasil penelitian menunjukkan ukuran kepiting bakau yang tertangkap mulai dari lebar karapas (CW) 64-172 mm, ukuran fase muda kepiting jantan yang tertangkap mencapai 46,62% dan betina mencapai 48,06%, keduanya hampir setengah dari tangkapan total, ini menunjukkan bahwa alat tangkap yang digunakan belum selektif. CW∞ jantan mencapai 176,93 mm lebih tinggi dari kepiting betina sebesar 169,58 mm, namun sebaliknya nilai koefesien K jantan (0,360) lebih kecil dari betina (0,390), sehingga pertumbuhan kepiting bakau betina lebih cepat dari jantan. Perkiraan angka kematian alami (M) jantan = 0,5566 dan kematian akibat penangkapan (F) jantan = 0,6434 sedangkan M betina = 0,59 dan F betina = 0,41. Laju eksploitasi (E) kepiting jantan mencapai 53,62%, ini dapat dikatakan telah terjadi lebih tangkap atau over eksploitasi. Kata kunci: Scylla serrata, parameter pertumbuhan, struktur ukuran, mangrove and Teluk Bintan ABSTRACTMud crab (Scylla serrata) is one of the potential of small-scale fishery commodities that have high economic value. The abundance of the population is affected by the fishing effort and conditions mangrove ecosystem as its main habitat. Mud crab production in the Gulf of Bintan declined and the cause is not known with certainty. Therefore, it is necessary to study on the biology of mud crab in the Gulf of Bintan. This study aims to assess the status of mangrove crab population that includes the size structure, parameters of growth and the rate of mortality and exploitation. Data retrieval is done with a mangrove crab fisher-based survey. The results showed that the size of mud crab caught from carapace width (CW) 64-172 mm, the size of the young phase male crabs caught females reached 46.62% and reached 48.06%, both are almost half of the total catch, it indicates that fishing gear used is not selective. CW∞ males reach 176.93 mm higher than the female crabs of 169.58 mm, but instead value koefesien K males (0.360) is smaller than females (0.390), so that the growth of female mud crabs faster than males. Estimated natural mortality rates (M) male = 0.5566 and deaths from arrest (F) male = 0.6434 while M females female F = 0.59 and = 0.41. The rate of exploitation (E) male crabs reached 53.62%, can be said to have occurred over fishing or over-exploitation. Keywords: Scylla serrata, growth parameters, structure size, mangrove and bay Bintan


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 14-22
Author(s):  
Nila Munana ◽  
Irwani Irwani ◽  
Widianingsih Widianingsih

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan jenis kepiting yang banyak ditemukan di beberapa daerah, salah satunya di Perairan Desa Bandengan, Kendal. Kepiting bakau setiap harinya ditangkap oleh nelayan, keadaan ini dapat mempengaruhi terhadap populasi kepiting bakau. Fase bulan dapat memberikan pengaruh terhadap kepiting bakau, seperti pada tingkah laku kepiting bakau. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pola pertumbuhan kepiting bakau pada  fase bulan mati dan purnama di Perairan Desa Bandengan Kendal. Metode yang digunakan yaitu bersifat deskriptif eksploratif. Pengambilan data dilakukan sebanyak 6 kali periode pada 28 Desember 2019 – 9 Maret 2020, data dari kepiting bakau meliputi panjang karapas, lebar karapas, berat tubuh, jumlah kepiting bakau, dan parameter perairan. Jumlah kepiting bakau yang diperoleh selama penelitian sebanyak 212 ekor bulan mati dan 236 ekor bulan purnama. Hasil penelitian menunjukkan pola pertumbuhan kepiting bakau jantan bulan mati bersifat allometrik positif, sedangkan pada kepiting bakau betina bersifat allometrik negatif. Sedangkan, pada purnama 1 bersifat allometrik positif, bulan purnama 2 dan  bulan purnama 3 bersifat allometrik negatif, sedangkan kepiting bakau betina bersifat allometrik negatif. Mud crab (Scylla serrata) is a type of crab that is found in several areas, one of which is in the waters of Bandengan Village, Kendal. Every day mud crabs are caught by fishermen, this situation can affect the mangrove crab population. The moon phase can affect mud crabs, such as the behavior of mud crabs. The purpose of this study was to determine the growth pattern of mud crabs in the new moon and full moon phases in the waters of the village of Bandengan, Kendal. The method used is descriptive exploratory. Data collection was carried out 6 times during the period on 28 December 2019 - 9 March 2020, data from mud crabs included carapace length, carapace width, body weight, number of mangrove crabs, and water parameters. The number of mud crabs obtained during the study was 212 new moons and 236 full moons. The results showed that the growth pattern of male mud crabs in the new moon was positive allometric, while the female mud crabs were negative allometric. Meanwhile, full moon 1 is allometric positive, full moon 2, and full moon 3 allometric negatives, while female mud crabs are allometric negative.


2019 ◽  
Vol 22 (1) ◽  
pp. 57
Author(s):  
Widianingsih Widianingsih ◽  
Ria Azizah Tri Nuraini ◽  
Retno Hartati ◽  
Sri Redjeki ◽  
Ita Riniatsih ◽  
...  

Mud crab is one of fishery commodities which is important in Indonesia . The high demand for mud crabs needs to be balanced with the right management strategy,  so that the population will not extinction.  Penikel Village, Cilacap is one of the fishing villages which catch mud crabs because of the high demand in the big cities such as Jakarta, Bandung and Bali.  The purpose of this study is  to determine the population and growth patterns of mud crabs in the Panikel Village, Kampung Laut District, Cilacap. The location of the study was determined by purposive sampling. Wadong and bubu are fishing tools to catch mud crabs. Sampling 67 mud crabs was carried out  on Juni 2016, after that, measurement of length, carapace width and total weight were carried out. Regression analysis between carapace width and total weight and condition factors were carried out to determine growth patterns. Based on the research, the average value of the S. serrata   length was 63.94±11.31 mm while the female one was 70.29±14.57 mm. The average value of carapace width is 92.28±15.51 mm (male) while for female sex was 98.71±18.38 mm. The average weight of S. serrata male crabs was 190.31±118.43 mm, while those of female sex were 210.77±120.93 mm. Furthermore, based on the analysis of the relationship between the length of weight found negative allomatric growth pattern with the value of the condition factor included in the low category both for male sex 0.73-1.93 and for female sex 0.59-1.66.  The low condition factor shows that the condition of Segara Anakan waters especially Penikel Village does not support the growth of mud crabs (S. serrata). Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan yang terpenting di Indonesia.  Besarnya permintaan  kepiting bakau yang tinggi perlu diimbangi dengan strategi pengelolaan yang tepat agar populasi tidak punah. Desa Penikel, Cilacap merupakan satu desa nelayan yang banyak menangkap kepiting bakau karena tingginya permintaan di kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Bali. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui populasi dan pola pertumbuhan kepiting bakau di Desa Panikel, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling. Wadong dan bubu merupakan alat tangkap untuk menangkap kepiting bakau. Pengambilan sampel kepiting sebanyak 67 individu  dilakukan pada bulan Juni 2016, setelah itu dilakukan pengukuran panjang, lebar karapas serta berat total. Analisa regresi kurva antara lebar karapas dan berat total serta  faktor kondisi dilakukan untuk mengetahui pola  pertumbuhan. Berdasarkan penelitian diperoleh nilai rata-rata panjang kepiting bakau S. serrta jantan adalah 63.94±11.31 mm sedang untuk yang betina adalah 70,29±14.57 mm. Nilai rata-rata lebar karapas adalah 92.28±15.51 mm (jantan) sedang untuk jenis kelamin betina adalah 98.71±18.38 mm. Rata-rata berat kepiting jantan S. serrata adalah 190.31±118.43 mm, sedangkan yang jenis kelamin betina adalah 210.77±120.93 mm. Selanjutnya berdasarkan analisa hubungan panjang berat ditemukan pola pertumbuhan allomatrik negatif dengan nilai factor kondisi termasuk dalam katagori rendah baik untuk jenis kelamin jantan 0,73–1,93 maupun untuk kelamin betina 0,59–1,66.  Rendahnya factor kondisi menunjukkan bahwa kondisi perairan Segara Anakan khususnya Desa Penikel tidak menunjang bagi petumbuhan kepiting bakau (S. serrata).


DEPIK ◽  
2016 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
Author(s):  
Mirza Karnanda ◽  
Zainal A. Muchlisin ◽  
Muhammad A. Sarong

The objective of the present study was to analyze the community structure of mangrove vegetation in Pidie District, Aceh Province and to plan its management strategies. The study was conducted from August to November 2014 in three subdistricts namely Batee, Kota Sigli, and Simpang Tiga. A total of three sampling stations were determined purposively at every subdistrict where every station has two substations and every substation has three sampling plots of 10 m x 10 m. In addition, a total of 297 respondents as representative of the fish farmer, fishermen, and other stakeholders were interviewed to collect data to plan the management strategies using the SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) analysis. The results showed that there were six species of mangrove found in Pidie District namely Avicennia alba, A. officinalis, A. marina, Rhizophora mucronata, R. apiculata and Sonneratia alba. For seedlings and saplings categories can be classified into very good condition, except in Kecamatan Batee  where S. alba for seedlings was classified into moderate damage and the saplings was in highly damaged condition. The mangrove of trees category was classified into heavily damaged condition. The management strategies of mangrove ecosystem in Kabupaten Pidie can be done by maximizing the function of mangrove ecosystems by replanting the species of mangrove that match with the habitat for their life so that can produce the specific functions; improve the role of government and society in controlling and monitoring the mangrove ecosystems; and establish the local regulations about the management of mangrove ecosystems in Kabupaten Pidie.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur komunitas vegetasi mangrove dan menetapkan strategi pengelolaannya di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus sampai November 2014 pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Batee, Kota Sigli, dan Kecamatan Simpang Tiga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pada setiap lokasi ditetapkan dua sub statiun pengamatan dan setiap pengamatan dengan tiga titik transek dimana transek berupa kuadrat berukuran 10 m x 10 m. Pengambilan data mangrove dilakukan dengan transek kuadrat berukuran 10 m x 10 m untuk kategori pohon plot 5 m x 5 m unuk kategori pancang dan 2 m x 2 m untuk kategori semai. Sedangkan untuk data strategi pengelolaan mangrove dengan mewawancarai 297 responden yang merupakan perwakilan beberapa petani tambak dan nelayan di Kecamatan Batee, Kota Sigli, Kecamatan Simpang Tiga dan perwakilan stakeholder terkait. Strategi pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Pidie dianalisis menggunakan formula SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 6 spesies mangrove di Kabupaten Pidie, yaitu Avicennia alba, A. officinalis, A. marina, Rhizopora mucronata, R. apiculata dan Sonneratia alba. Mangrove di lokasi penelitian untuk tingkat semai dan pancang dapat dikategorikan dalam kondisi sangat baik, kecuali di Kecamatan Batee S. alba pada tingkat semai dikategorikan rusak ringan dan pada tingkat pancang dalam kondisi rusak berat. Mangrove tingkat pohon pada lokasi penelitian dikategorikan rusak berat. Strategi pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Pidie dapat dilakukan dengan memaksimalkan fungsi ekosistem mangrove berupa penanaman kembali jenis-jenis mangrove tertentu yang sesuai dengan habitat hidupnya sehingga menghasilkan fungsi tertentu; meningkatkan peran pemerintah dan masyarakat; melakukan pengawasan dan monitoring secara berkala di ekosistem mangrove; serta merumuskan peraturan daerah tentang pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Pidie.


2017 ◽  
Vol 18 (4) ◽  
pp. 1316-1323 ◽  
Author(s):  
BAMBANG WIDIGDO ◽  
RUKISAH RUKISAH ◽  
ASBAR LAGA ◽  
AGUS A. HAKIM ◽  
YUSLI WARDIATNO

Widigdo B, Rukisah, Laga A, Hakim AA, Wardiatno Y. 2017. Carapace length-weight and width-weight relationships of Scylla serrata in Bulungan District, North Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas 18: 1316-1323. The mud crab, Scylla serrata lives associated with mangrove ecosystems and is widely distributed in the Indo West-Pacific. The present work was aimed to reveal the carapace length/width-weight relationships of Scylla serrata in two mangrove ecosystem area of Bulungan District, North Kalimantan- Indonesia, i.e. Kahayan Delta and Tibi Island. The crabs were collected by using ambau pancang (trap) for two months from November to December 2016. A total of 522 individuals were collected and their carapace length, carapace width, and weight were measured. The sex ratio of total collected samples (male to female) was 1:0.79. Carapace length and width of S. serrata caught in these two study area ranged from 40 to 89 mm for male; 32 to 91 mm for female and 59 to 128 mm for male; 53 to 122 mm for female, respectively. The carapace length-weight relationships of total samples showed logarithmic equations as follow: W = -3.2194 + 2.9725 Log CL for male and Log W = -2.2010 + 2.3750 Log CL for female. While the carapace width-weight relationships are as follow: W = -3.9162 + 3.1012 Log CW for male and Log W = -2.6001 + 2.3968 Log CW for female. The b values of carapace width-weight relationship indicated that the growth pattern of male was positive allometric and female was negative allometric. Size frequency of crab population is also presented.


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 37-45
Author(s):  
Desy Melinda Sari ◽  
Suryanti Suryanti ◽  
Bambang Sulardiono

ABSTRAK Ekosistem mangrove sangat berpotensi dijadikan kawasan ekowisata. Maroon Mangrove Edu Park (MMEP) Semarang  telah  dikembangkan sebagai ekowisata  berbasis  edukasi.  Penelitian  ini dilakukan pada  bulan Mei 2018, dengan tujuan mengetahui kondisi pengelolaan dan potensi daya tarik, persepsi pengunjung, dan mengetahui strategi pengelolaan ekowisata edukatif di MMEP. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi untuk melakukan pengamatan terhadap lokasi kawasan,   kegiatan dan pelakunya melalui responden terhadap pengunjung dan pengelola. Teknik pengambilan sampel  pengunjung dengan accidential sampling, untuk pengelola dengan purposive sampling. Data dianalisis menggunakan  analisis SWOT. Hasil yang  diperoleh  menunjukan  potensi  daya  tarik  wisata  meliputi :  keragaman  mangrove  yang   terdiri dari Avicennia marina, Rhizopora mucronate, Bruguiera gymnorrhiza dan Ceriops sp, keanekaragaman burung,  fasilitas yang tersedia meliputi  tracking,  gardu  pandang,  gazebo,  aula.  Persepsi  pengunjung  terhadap  fasilitas  dan   aksesbilitas tergolong kurang  baik,  persepsi  terhadap  manfaat  edukasi  tergolong  kurang  baik.  Strategi  pengelolaan   ekosistem  mangrove sebagai ekowisata edukatif meliputi mengoptimalkan program edukasi dengan berkoordinasi  terhadap instansi sekolah untuk melakukan kunjungan lingkungan di MMEP, menguatkan kerjasama dengan pihak   lain untuk pengadaan atraksi wisata serta mengoptimalkan sarana prasarana,  meningkatkan pengetahuan dan  ketrampilan metal dengan melalukan studi banding dan mangajukan kerjasama dengan dinas terkait seperti pengadaan   penyuluhan, Mengoptimalkan ketersediaan  media  informasi  berupa  pengetahuan  mengenai  mangrove,  papan   peringatan  bagi  pengunjung  dan melakukan promosi.ABSTRACT Mangrove  ecosystems  have  the  potential  as  ecotourism  areas.  Maroon  Mangrove  Edu  Park  (MMEP) Semarang has developing as ecotourism based on education. This research occurred during May 2018, the aim is to understand  the  condition  of  management  and  potential  attractiveness,  visitor  perceptions,  and  understand  the educational ecotourism management strategies at MMEP. The research method used was survey method. The data collected by interview and observation on the location, activities and subject by interview to visitors and managers.  The sampling technique for visitors is accidential sampling, and for managers with purposive sampling. The data analyzed by SWOT analysis. The results showed that the potentials of tourist attraction include: mangrove diversityi.e. : Avicennia marina, Rhizopora mucronate, Bruguiera gymnorrhiza and Ceriops sp, bird diversity, facilities that available are tracking, guardhouse view, gazebo, hall. The visitor perceptions about facilities and accessibility were considered not good, and the perception of the benefits of education was not good enough too. Mangrove ecosystem management strategies as educational ecotourism are optimizing educational programs by coordinatinate with school institutions to visit environmental in MMEP, improving cooperation with other parties to procure tourist attractions  and optimizing infrastructure, increase managers (METAL) knowledge and skills by conducting comparative studies   and promoting  cooperation  with  the  related  official  for  the  provision  of  counseling,  optimizing  the  availability  of information media in the form of knowledge about mangroves, warning boards for visitors and conducts promotions.  


AQUASAINS ◽  
2020 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 841
Author(s):  
Muhammad Fajar Purnama ◽  
A. Ginong Pratikino ◽  
Abdullah Abdullah ◽  
La Ode Alirman Afu ◽  
Muhammad Trial Fiar Erawan

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ekologis Thalassina anomala terutama yang berkaitan dengan arsitektur relung T. anomala dan peranannya terhadap kehidupan (interaksi timbal balik) biota akuatik lainnya yang ada di ekosistem mangrove Desa Tanjung Tiram Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan - Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2019 bertempat di Desa Tanjung Tiram Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara detail arsitektur gundukan T. anomala di ekosistem mangrove Desa Tanjung Tiram Kabupaten Konawe Selatan. Penentuan stasiun penelitian menggunakan metode purposive sampling atau penetapan stasiun berdasarkan habitat alami lobster lumpur (T. anomala) di alam yakni pada ekosistem mangrove. Pengamatan relung T. anomala dilakukan secara langsung menggunakan metode random sampling. Parameter utama yang diamati pada penelitian adalah arsitektur relung (niche) antara lain tinggi gundukan, diameter atas gundukan, diameter bawah gundukan, kedalaman liang, diameter liang, kemiringan gundukan, kemiringan liang dan arah liang. Hasil pengukuran arsitektur relung lobster lumpur dan parameter lingkungan di analisis nonparametrik menggunakan uji spearmen, demikian juga dengan hubungan antara diameter atas gundukan dan lebar karapas lobster lumpur (T. anomala). Pola distribusi T. anomala pada setiap stasiun memperlihatkan pola yang acak (random). Kepadatan lobster lumpur (mud lobster) tertinggi diperoleh pada stasiun 2 (substrat berlumpur) dengan jumlah 4,5 ind/m2 sedangkan kepadatan terendah (1,5 ind/m2) diperoleh pada stasiun 3 dengan substrat kombinasi (lumpur, pasir dan kerikil). Terdapat korelasi yang sangat signifikan atau signifikan positif antara diameter liang dan lebar karapas (carapace width)  dari T. anomala. 95% dari parameter arsitektur gundukan tersebut memiliki korelasi yang signifikan, artinya hanya terdapat satu parameter yang tidak memiliki korelasi signifikan yakni hubungan antara parameter kemiringan gundukan dengan kemiringan liang (P>0,05). Diantara parameter tersebut tinggi gundukan dengan diameter bawah gundukan memiliki korelasi yang sangat signifikan (0,005<0,01) dan tinggi gundukan dengan kedalaman liang (0,026<0,05).Kata Kunci : Mounds Architecture; Density; Distribution Pattern; Thalassina anomala 


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document