scholarly journals Mekanisme Diabetes Melitus Tipe 2 Dalam Meningkatkan Risiko Penyakit Katarak

2019 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 160-165
Author(s):  
Adellia Risda Sativa

Pada tahun 2010, terdapat 94 juta orang yang mengalami gangguan penglihatan dan 20 juta orang mengalami kebutaan karena katarak. katarak merupakan hilangnya transparansi lensa mata akibat hidrasi cairan lensa maupun denaturasi protein lensa. Banyak faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya katarak, salah satunya adalah penyakit sistemik. International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa pada tahun 2017 terdapat 451 juta pasien diabetes melitus diseluruh dunia dan akan menjadi 693 juta pada tahun 2045. Diabetes melitus tipe 2 meningkatkan risiko katarak melalui jalur poliol. Produksi sorbitol yang dikatalisis oleh Enzim aldose reduktase (AR) pada pasien diabetes lebih cepat dibandingkan dengan banyaknya sorbitol yang dikonversi menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase, selain itu pengeluaran sorbitol melalui difusi yang terhalang oleh sifat polar sorbitol mengakibatkan penumpukan sorbitol di intraseluler. Peningkatan akumulasi sorbitol intraseluler menyebabkan terjadinya efek hiperosmotik yang menghasilkan degenerasi serat lensa. Stres osmotik yang terjadi karena akumulasi sorbitol menyebabkan stres pada retikulum endoplasma kemudian membentuk stres oksidatif yang merusak serat lensa.

2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 25-36
Author(s):  
Litta Marlin Patty ◽  
Jodelin Muninggar ◽  
Nur Aji Wibowo

International Diabetes Federation states that in 2007 there were 246 million people in the world suffering from diabetes and it is expected to increase to 380 million by 2025. DM can cause susceptibility to infections in the human lung organs due to hyperglycemia. The purpose of this study was to determine the lung volume profile in the form of VT, VCI, VCE and VKP in the DM group and non DM group. This study uses a quantitative descriptive survey design with a sample of 60 people, consisting of 30 people from the DM group and 30 people from the Non DM group. The statistical test used in this study is the Independent statistical sample t-test, the Mann-Whitney test and the Pearson correlation. The results showed: (1) There was a significant difference in the DM of the DM group and the Non DM group with p = 0.021 (p <0.05); (2) There were significant differences in VT, VCI, VCE of the DM group and Non DM group with significant values ​​of VT (p = 0,000 <0.05), VCI (p = 0.003 <0.05) and VCE (p = 0.001 <0.05); (3) There was no significant difference in the VKP of the DM group and the Non DM group with p = 0.805 (p <0.05); (4) Relationship between GD and VT (r = 0.220), GD with VCI (r = 0.308), GD with VCE (r = -0.110), GD with VKP (r = 0.219). So it was concluded that there was a positive relationship between GD and VT, VCI, VKP and also there was a negative relationship between GD and VCE. Suggestion: DM sufferers need to conduct routine checks so that health remains well controlled


2021 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 91
Author(s):  
I Gede Surya Dinata ◽  
Anak Agung Gede Wira Pratama Yasa

Laporan dari International Diabetes Federation Tahun 2019 menyebutkan bahwa tingkat kejadian Diabetes Melitus (DM) meningkat setiap tahunnya dan diperkirakan sekitar 629 Juta orang di seluruh dunia menderita DM pada tahun 2045. Hal ini tentunya berdampak pada peningkatan dari komplikasi yang ditimbulkan oleh DM salah satunya adalah Diabetic Foot Infection (DFI) atau Infeksi Kaki Diabetes (IKD). IKD merupakan komplikasi lanjutan dari kaki diabetik yang ditandai oleh adanya proses invasi mikroorganisme yang berkembang di jaringan dalam seperti kulit, otot, tendon, sendi, tulang pada ekstremitas bawah, tepatnya di bawah malleoli. IKD dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan, termasuk kecacatan, mobilitas berkurang, penurunan kualitas hidup pada aspek fisik dan mental, serta ancaman kehilangan anggota tubuh oleh karena amputasi. Selain itu, penyakit ini juga dikaitkan dengan komplikasi DM lainnya seperti komplikasi neuropati perifer, Peripheral Arterial Disease (PAD), dan infeksi pada pasien DM. Dalam melakukan tatalaksana terhadap pasien DM dengan ataupun berisiko IKD, diperlukan perawatan lebih lanjut yang harus didasari dengan tingkat keparahan infeksi. Sebagian besar kasus IKD memiliki kecenderungan amputasi sehingga penting untuk dilakukan penatalaksanaan dan pencegahan secara komprehensif dengan melibatkan manajemen multidisiplin dengan  ahli bedah (umum, vaskular, ortopedi), penyakit dalam, dan perawat luka, sehingga dapat mengurangi waktu penyembuhan luka, tingkat, dan keparahan amputasi.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 26-30
Author(s):  
Widia Afira ◽  
Prima Dian Furqoni ◽  
Rahma Elliya ◽  
Usastiawaty Cik Ayu Saadiah Isnainy ◽  
Eka Yudha Crisanto ◽  
...  

ABSTRAK Menurut International Diabetes Federation (IDF) (2015), saat ini Indonesia merupakan negara dengan urutan ke-7 jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia yaitu sebanyak 10,0 juta jiwa, dan pada tahun 2020 diperkirakan penderita diabetes di Indonesia akan naik ke nomor enam terbanyak di dunia dengan jumlah penderita 16,2 juta jiwa, dan dilaporkan bahwa kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, sudah hampir 10 % penduduknya menderita diabetes. Diabetes merupakan penyakit kronis yang serius dan terjadi baik saat pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur glukosa darah) maupun jika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. pengobatan bisa dilakukan secara non farmakologi, diantaranya dengan menggunakan terapi pijat refleksi. Tujuan setelah penyuluhan dan demonstrasi, diharapkan pemberian pijat refleksi dapat untuk menurunkan glukosa darah. Adapun kegiatan yang dilakukan berupa penyuluhan menggunakan leaflet dan demonstrasi terapi pijat refleksi. Terdapat penurunan gula darah pada klien diabetes melitus setelah pemberian terapi pijat refleksi selama 3 hari di Tiyuh Dayaasri Tumijajar Tulang bawang barat. Dari evaluasi hari terakhir pemeriksaan kadar glukosa darah terjadi penurunan yaitu antara sebelum diberikan terapi dan sesudah diberikan terapi, diperoleh data pada nilai glukosa darah sebelum diberikan asuhan keperawatan yaitu hari pertama GDS: 215 mg/dl, setelah diberikan intervensi pijat refleksi selama kurun waktu 3 hari dan di beri waktu istirahat selama 4 hari tetapi tetap dalam pengontrolan pola makan, untuk memberikan efek rileks kemudian di cek gula darah kembali di hari ke 7 (tujuh),  dari hasil pemeriksaan didapatkan yaitu GDS: 189 mg/dl. Saran agar dapat menerapkan terapi pijat refleksi kepada penderita diabetes melitus dan sebagai pengobatan alternatif untuk menjaga kestabilan glukosa darah, untuk mengurangi efek samping penggunaan obat jangka panjang. Dengan demikian, pemberian pijat refleksi pada klien diabetes melitus sangat efektif dalam menurunkan gula darah.Kata kunci : Diabetes Melitus, Gula Darah, Terapi Pijat Refleksi   ABSTRACT According to the International Diabetes Federation (IDF) (2015), Indonesia is currently the 7th largest number of diabetics in the world with 10.0 million people, and 2020 estimated that diabetics at Indonesia will rise to number 6th in the world with 16.2 million sufferers, and it is reported that big cities like Jakarta, Surabaya, already almost 10% the population suffer of diabetes. Diabetes is a serious chronic disease and occurs both when the pancreas does not produce enough insulin (a hormone that regulates blood glucose) or if the body cannot use insulin produced effectively. treatment can be non-pharmacologically, including by reflexology therapy. The purpose after counseling and demonstration, is expected to provide reflexology to reduce blood glucose. The activities carried out in the form of counseling used leaflets and demonstration of reflexology therapy. There is a decrease in blood sugar in diabetes mellitus clients after giving reflexology therapy for 3 days at Tiyuh Dayaasri Tumijajar West Tulang Bawang. From evaluation of the last day,examination of blood glucose levels there was a decrease between before being given therapy and after being given therapy, obtained data on blood glucose values before being given nursing care that is the first day of GDS: 215 mg / dl, after being given a reflexology intervention for a period of 3 days and given a rest period of 4 days but still in control of eating patterns, to provide a relaxing effect then checked for blood sugar again on day 7 (seven), from the examination results obtained namely GDS: 189 mg / dl. Suggestions for adjust reflexology therapy to people with diabetes mellitus and alternative treatment to maintain blood glucose stability, to reduce the side effects of long-term drug use. Thus, giving reflexology to diabetes mellitus's client is very effective of lowering blood sugar. Keywords: Diabetes Mellitus, Blood Sugar, Reflexology Therapy


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 51-62
Author(s):  
Rivaldi Marzel

Diabetes melitus atau DM merupakan penyakit gangguan kronis dalam metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. DM digambarkan sebagai peningkatan glukosa darah setelah semua jenis makan.. Pada tahun 2019 International Diabetes Federation memperkirakan ada 463 juta penderita DM di seluruh dunia. Tujuan dilakukannya literature review ini adalah untuk membahas tatalaksana yang tepat pada kasus diabetes melitus tipe 1. Sumber referensi yang digunakan untuk menyusun tulisan ini meliputi 20 artikel yang didapat dengan melakukan literature searching di Sumber NCBI, Google scholar dan 4 buku yang semuanya dipublikasikan dalam rentang tahun 2000-2020. Literature sarching tersebut dilakukan dengan menggunakan kata kunci Diabetes, diabetes melitus tipe 1, tatalaksana dan filter berupa rentang publikasi tahun 2000-2020. Hasil yang ditemukan dari literature searching ini adalah 9897 artikel yang kemudian dipilih 20 artikel dan 4 buku berdasarkan informasi yang dibutuhkan. Referensi yang telah didapatkan kemudian dianalisis dengan metode systematic literature review yang mencakup kegiatan mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengembangkan penelitian dengan topik tertentu secara sistematis. Hasil literature review in menunjukkan bahwa tatalaksana pengelolaan DM tipe-1 dilakukan dengan beberapa penangaan, yaitu dengan pemberian insulin, pengaturan makan, olahraga,dan edukasi, yang didukung oleh pemantauan mandiri.


2019 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 27
Author(s):  
Nur Azizah ◽  
Irfani Intan ◽  
Dwiyana Tulak ◽  
Muhammad Adhan Kurniawan ◽  
Titi Iswanti Afelya

Latar Belakang : Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis serius yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur glukosa darah), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Menurut International Diabetes Federation, terdapat 425 juta orang yang menderita diabetes di dunia dan akan meningkat sebesar 629 juta orang pada tahun 2045. Terdapat lebih dari 10.276.100 kasus diabetes di Indonesia pada tahun 2017 dari total populasi dewasa sebesar 166.531.000 yang berarti terdapat prevalensi penderita diabetes sebesar 6,7% dan menduduki peringkat 6 dari 10 negara teratas untuk jumlah penderita diabetes. Penderita diabetes memiliki peningkatan risiko sejumlah masalah kesehatan yang serius. Banyak yang mengeluhkan terjadinya ulkus diabetik yaitu luka terbuka pada penderita DM sehingga diabetes melitus menjadi penyebab terjadinya amputasi kaki pada penderita DM. Amputasi terjadi 15 kali lebih sering pada penderita diabetes daripada non diabetes. Pada tahun 2032, seiring dengan peningkatan jumlah penyandang diabetes di dunia, terjadi peningkatan kaki diabetik. Perawatan kaki yang dilakukan secara efektif dapat mencegah resiko ulkus menjadi amputasi. Dengan dilakukan manajemen yang komprehensif, sebagian besar amputasi yang berkaitan dengan diabetes dapat dicegah. Bahkan ketika amputasi berlangsung, kaki yang tersisa dan kehidupan orang tersebut dapat diselamatkan dengan perawatan tindak lanjut yang baik.Tujuan : Untuk memberikan gambaran perawatan luka serta menilai proses perawatan dan perkembangan luka kaki diabetes pada pasien diabetes melitus selama 5 minggu perawatan.Metode : penelitian ini merupakan jenis penelitian yang dilakukan secara prospektif yang dimulai dari tanggal 10 September – 9 Oktober 2018 di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat, Makassar. Status Demografi dan pengkajian luka didapatkan melalui wawancara langsung kepada pasien dan keluarga serta menilai luka menggunakan format Asuhan Keperawatan Luka dari Klinik Griya Afiat.Hasil : Pada minggu pertama perawatan, Keadaan luka memiliki banyak undermining. Berdasarkan struktur lapisan kulit, luka berada pada full thickness. Penampilan klinis lain ditemukan adanya slough/infeksi, disertai odor, kulit sekitar luka mengalami maserasi, serta edema. Teknik debridemen yang digunakan yaitu Conservatif Sharp Wound Debridement (CSWD) dan autolysis. Dressing yang digunakan pada perawatan luka yaitu hidrofobik dan salep zink sebagai dressing primer, kasa steril dan diaper sebagai balutan sekunder, serta kasa gulung sebagai balutan tersier. Untuk perawatan periwound digunkan salep zink. Terjadi perubahan ukuran yang berbeda-beda pada tiap luka dan meningkatnya proses granulasi dan epitelisasi tiap minggu perawatan hingga minggu kelima perawatan, keadaan luka mulai mengalami peningkatan epitelisasi dan mengalami perubahan ukuran luka terutama pada undermining, presentasi slough menurun, tanda infeksi lokal mulai berkurang.Kesimpulan : Selama proses perawatan luka selama 5 minggu, Proses penyembuhan luka mengalami progress yang baik. Pada minggu pertama dan kedua mengalami fase inflamasi, pada minggu ketiga hingga kelima mengalami proses poliferasi. waktu proses penyembuhan luka berjalan lambat, terjadi perubahan ukuran dan kedalaman yang berbeda-beda pada beberapa luka di setiap minggu perawatan, luka tidak berpotensi amputasi dengan tidak terdapatnya luka nekrotik selama 5 minggu perawatan, tanda-tanda infeksi lokal pada luka semakin berkurang di setiap minggu perawatan, terdapat edema pada kaki kiri yang mengalami luka diabetik serta kaki kanan sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengatasi faktor lain yang menghambat proses penyembuhan.Keywords : Diabetes Milletus, Luka Kaki Diabetes, Post Autoamputasi.


2019 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 24-29
Author(s):  
Mesa Sukmadani Rusdi ◽  
Helmice Afriyeni

Diabetes melitus  (DM) adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF) (2015), Indonesia berada pada peringkat ke-7 dunia dengan prevalensi DM sebanyak 10 juta jiwa. DM dapat menjadi serius dan menyebabkan kondisi kronik yang membahayakan apabila tidak diobati dan tidak patuh dalam minum obat. Risiko utama terkait penyakit DM adalah hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetik, dehidrasi dan trombosis. Kejadian hipoglikemia dapat dipengaruhi oleh faktor umur, durasi menderita DM, berat badan, dan kontrol glikemik. Komplikasi akut dan kronis dari hipoglikemia dapat mengganggu kehidupan, seperti interaksi sosial, tidur, aktivitas seks, mengemudi, olahraga, dan aktivitas lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 terhadap kepatuhan terapi dan kualitas hidup. Desain penelitian ini adalah cross sectional study atau studi potong lintang dengan subjek penelitian pasien DM Tipe 2 dewasa yang menggunakan obat Anti Diabetes Oral (ADO) lebih dari 6 bulan. Pasien yang memiliki riwayat hipoglikemia dibagi menjadi 3 grup, yaitu (1) Mengalami hipoglikemi 3 bulan terakhir; (2) Tidak mengalami hipoglikemi dalam 3 bulan terakhir; (3) Tidak pernah mengalami kejadian hipoglikemia. Pengukuran kepatuhan menggunakan Morisky Modified Adherence Scale(MMAS), pengukuran kualitas hidup dengan Diabetes Quality of Life Questionnaire (DQoL), data yang diperoleh akan diolah secara statistik dengan menggunakan Uji Chi Square. Pada penelitian ini belum bisa membuktikan hubungan hipoglikemia terhadap kepatuhan terapi (p = 0,756; p>0,05) dan kualitas hidup pasien (p=0.143; p> 0,05).


2020 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 126
Author(s):  
Rahmi Safyanty ◽  
Retnosari Andrajati ◽  
Sudibyo Supardi ◽  
Ratu Ayu Dewi Sartika

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penyesuaian obat diabetes pada saat puasa Ramadan berdasarkan rekomendasi dari International Diabetes Federation-Diabetes and Ramadan International Alliance (IDF-DAR) terhadap nilai HbA1c pasien diabetes melitus (DM) tipe-2. Penelitian dilakukan di salah satu rumah sakit di Jakarta, Indonesia dengan menggunakan desain studi cross-sectional yang melibatkan 80 orang pasien DM tipe-2 rawat jalan yang menjalankan puasa Ramadan tahun 2016. Sebanyak 60% pasien menggunakan obat antidiabetes oral (OAD) dengan kombinasi obat terbanyak biguanida + sulfonilurea (27,5%). Penyesuaian obat dilakukan di mana sebanyak 56,2% adalah sesuai dengan rekomendasi IDF-DAR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai HbA1c mengalami penurunan tidak bermakna (p = 0,082) dari 8,75 ± 1,90 menjadi 8,63 ± 1,82 setelah penyesuaian obat. Terdapat perbedaan bermakna pada nilai HbA1c pasien yang menggunakan obat antara yang sesuai dengan yang tidak sesuai rekomendasi IDF-DAR (p = 0,030). Ketidaksesuaian penggunaan obat berdasarkan IDF-DAR menyebabkan nilai HbA1c tidak terkontrol 3,222 kali lebih besar dibandingkan kesesuaian penggunaan obat berdasarkan IDF-DAR. Variabel yang memberikan pengaruh paling besar terhadap nilai HbA1c adalah jenis obat (p = 0,006). Penyesuaian yang tidak tepat pada insulin dan kombinasi insulin-OAD dapat menyebabkan nilai HbA1c yang tidak terkontrol 5 kali lebih besar dibandingkan OAD.


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 89-94
Author(s):  
Eka Yudha Chrisanto ◽  
Megah Rachmawati ◽  
Rika Yulendasari

Abstrak. Menurut International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2015, prevalensi jumlah DM di dunia sebesar 8,8 persen dengan jumlah penderita sebesar 415 juta penderita dan pada 2040 diperkirakan akan meningkat sejumlah 642 juta penderita (10,4 persen) (IDF, 2015). Sedangkan Indonesia menempati peringkat ke-7 penderita diabetes terbanyak di dunia. Salah satu buah yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan diet penderita diabetes melitus adalah buah naga yang memiliki keunggulan yaitu kaya serat dan antioksidan. Tujuan setelah penyuluhan dan demonstrasi, diharapkan pembuatan jus buah naga merah dapat untuk menurunkan kadar glukosa pada klien diabetes melitus. Adapun kegiatan yang dilakukan berupa penyuluhan menggunakan leaflet dan demonstrasi pemberian buah naga merah. Terdapat penurunan kadar glukosa pada klien diabetes melitus setelah pemberian buah naga merah selama 10 hari di Bandar Lampung. Dengan demikian, pemberian buah naga merah pada klien diabetes melitus sangat efektif dalam menurunkan glukosa.  Abstract: According to the International Diabetes Federation (IDF) in 2015, the prevalence of DM in the world (8.8 percent) with the number of sufferers at 415 million and 2040 it was expected to increase by 642 million patients (10.4 percent). While Indonesia ranks 7th most diabetics in the world. One of the fruits that can be used to improve the diet of diabetics is a dragon fruit that has the advantage of being rich in fiber and antioxidants. The Purpose after counseling and demonstration is expected to make red dragon fruit juice can reduce glucose levels in diabetes mellitus clients. The activities carried out in the form of counseling using leaflets and demonstrations giving red dragon fruit. There is a decrease in glucose levels in diabetes mellitus clients after giving red dragon fruit for 10 days at Bandar Lampung. Thus, giving red dragon fruit to diabetes mellitus clients is very effective in reducing glucose. 


2016 ◽  
Vol 40 (1) ◽  
Author(s):  
Cut Khairunnisa ◽  
M. Fikri Fadli

<strong>Abstrak: </strong><em>Cupping therapy</em> sudah lama dipakai oleh sebagian umat muslim dan menempati kedudukan populer di antara berbagai metode terapi alternatif lain. Bukti-bukti penelitian medis modern juga menguatkan manfaat terapi yang dianjurkan oleh Nabi. Banyak ahli pengobatan yang mengetahui khasiat <em>cupping therapy</em> dalam mengobati penyakit. Menurut <em>International Diabetes Federation</em> (IDF), pada tahun 2013 Indonesia menempati peringkat ketujuh penderita diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh <em>cupping therapy </em>terhadap kadar glukosa darah pada pasien Klinik Sehat dr. Abdurrahman Medan tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode pra-eksperimental dengan satu kelompok <em>pre-test</em> dan <em>post-test</em> tanpa kelompok kontrol dan sampel diperoleh melalui random dengan sampel 32 orang. Berdasarkan uji Wilcoxon dengan á=0,05 didapatkan <em>p-value</em>=0,021 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata kadar glukosa darah sebelum dan setelah <em>cupping therapy</em> (<em>p-value </em>&lt; á)<em>.</em><br /> <br /><strong>Abstract: The Role of Islamic Treatment Method “Cupping Therapy” to Decrease Blood Glucose Levels</strong>. Cupping therapy has long been used by most Muslims and it has occupied as prominent position among therapeutic approaches.The proof of medical modern research lately have been supports expediency therapy which recommended by the prophet. Nowdays,many medical experts who know the benefits of cupping therapy in treating diseases. Diabetes melitus is a disease that is directly related to blood glucose levels. According to the International Diabetes Federation (IDF) in 2013, there were 382 million people suffer from diabetes melitus worldwide and Indonesia as seventh ranks in the world. This study aims to determine the effect of cupping therapy on blood glucose levels in patients of Klinik Sehat dr. Abdurrahmân Medan in 2014. The Study used pre-experimental method with one group pre-test and post-test without a control group and sample took by randomization with a sample of 32 people. Based on the Wilcoxon test with á = 0.05 obtained  p-value = 0.021 that means there were a significant differences in mean blood glucose levels before and after cupping therapy (p-value &lt; á).<br /> <br /><strong>Kata Kunci:</strong> pengobatan Islam, <em>cupping therapy</em>, kadar gula darah


2018 ◽  
Author(s):  
uun imarotul afifah

Diabetes Melitus dan komplikasnya merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Laporan badan dunia bidang kesehatan (World Health Organisation) pada tahun 2006, menyebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian, ketidakmampuan, dan kerugian finansial terbanyak di dunia. WHO memperkirakan terdapat 171 juta penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus pada tahun 2000 dan diprediksikan akan terus bertambah hingga mencapai 366 juta pada tahun 2030. DM telah menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian. 80% penderita DM tinggal di negara berpenghasilan rendah. Peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus terutama pada negara-negara berpendapatan rendah hingga menengah, pada tahun 2006 terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita DM di asia tenggara (International Diabetes Federation, 2008). Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian DM tipe 2 adalah riwayat keluarga, umur ≥45 tahun, dan inaktivitas.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document