scholarly journals Pemanfaatan Tumbuhan Melati Air (Echinodorus Palaefolius) dengan Sistem Constructed Wetlands untuk Pengolahan Grey Water

2018 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 10 ◽  
Author(s):  
Monik Kasman ◽  
Peppy Herawati ◽  
Niken Aryani

Grey water, according to its quantity and characteristics, is potential to be source of raw water. To address this, a common approriate method has been implemented in Indonesia, is constructed wetlands system. This is due to vegetation diversity, simple construction, flexible, easy and low cost in operation and maintenance, as well as high estetics. This research is focused on observing the effects of detention time and system of constructed wetlands reactors using Echinodorus palaefolius vegetation to reduce biological oxygen demand (BOD) and Total suspended solid (TSS). The detention time varied by 3 days, 4 days, 5 days, 6 days and 7 days. The system of constructed wetlands reactors varied by blank reactor , as a control without vegetation (CW 1); reactor with few flowers (CW 2); reactor with vegetation having leaves less than (<)20 (CW 3) and reactor with vegetation having leaves more than (>)20 (CW 4). The results showed that the detention time and the system of constructed wetlands reactors influences in reducing BOD and TSS. Concentration of BOD and TSS efluen decreases as the detention time increase. Besides, these concentrations decrease, as the amount of leaves increase. The concentration of BOD and TSS ranges (1,6 – 3,22) mg/L) and (0,003 – 0,147) mg/L.Keywords :    Constructed wetlands; Echinodorus palaefolius; Grey water; BOD, TSS

2020 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 10-19
Author(s):  
Aviandini Galih Hanuranti ◽  
Sulistiya Nengse ◽  
Arqowi Pribadi ◽  
Dyah Ratri Nurmaningsih ◽  
Teguh Taruna Utama

Central Processing Plant (CPP) Gundih merupakan salah satu fasilitas produksi pengolahan gas alam Blok Gundih PT. Pertamina EP Asset 4 Cepu Field dari strukrur Kedungtuban, Randublatung, dan Kedunglusi. Kegiatan utama CPP Gundih terdiri dari kegiatan produksi dan kegiatan operasional. Kegiatan produksi menghasilkan air limbah berupa air terproduksi. Pengolahan air terproduksi terintegrasi dengan sistem dan proses produksi. Sedangkan kegiatan operasional menghasilkan air limbah yang berasal dari kegiatan domestik (perkantoran) oleh 161 pekerja/hari. Kuantitas air limbah domestik 21,896 m3/hari dengan kualitas Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Total Suspended Solid (TSS) adalah 9,8 mg/L, 100 mg/L, dan 33 mg/L. Air limbah domestik berupa grey water dan black water saat ini ditampung dalam tangki septik. Air limpasan dari tangki septik dialirkan melalui saluran drainase tanpa pengolahan. Perlu direncanakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestik yang tepat yaitu menggunakan unit biofilter anaerob-aerob. Biaya yang dibutuhan untuk pembangunan IPAL domestik ini adalah Rp. 13.590.441,80-.


Jurnal Ecolab ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 101-109
Author(s):  
Dewi Ratnaningsih ◽  
◽  
Retno Puji Lestari ◽  
Ernawita Nazir

Kualitas air di suatu wilayah yang merupakan salah satu indikator lingkungan dapat dievaluasi menggunakan parameter fisika, kimia, dan biologi. Indeks Kualitas Air Indonesia (IKA-INA) dapat digunakan untuk menilai kondisi kualitas air secara menyeluruh pada lokasi dan waktu tertentu. IKA-INA dihitung dengan menggunakan sepuluh (10) parameter yaitu pH, Total Dissolved Solid (TDS), Total Suspended Solid (TSS), Dissolved Oxygen (DO), Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), NO3, NH3, Total Phosphate (TP) dan fecal coliform. IKA-INA tersebut merupakan indeks kualitas air yang dapat memberikan informasi secara sederhana. Dalam pemanfaatannya, tidak semua data parameter dalam IKA-INA tersebut dapat terpenuhi karena adanya data tidak valid atau data yang hilang. Kajian ini bertujuan untuk memberi alternatif rumusan IKA-INA dengan parameter yang tidak lengkap atau jika tidak semua data dalam parameters tersebut tersedia. Metode yang digunakan dalam menyusun rumusan adalah dengan melakukan koreksi faktor bobot parameter IKA-INA terhadap parameter yang hilang dan nilai Q (nilai sub-indeks). Setelah itu dilakukan uji coba pada nilai baku mutu air dalam Peraturan Pemerintah No. 22/2021 Lampiran VI serta pada data kualitas air sungai yang mewakili kualitas baik dan buruk. Hasil uji coba menunjukkan bahwa bobot parameter terkoreksi dapat digunakan untuk penanganan parameter yang hilang dalam penilaian kualitas air dengan metode IKA-INA. Hasil IKA-INA dengan parameter hilang yang menggunakan bobot terkoreksi dan hasil IKA-INA dengan parameter lengkap mayoritas memberikan status IKA yang tidak berbeda, kecuali untuk parameter fecal coli dan parameter yang mempunyai kadar jauh berbeda terhadap kondisi air secara keseluruhan.


Author(s):  
H Purwati ◽  
M F Fachrul ◽  
D I Hendrawan

<p>Situ Gede merupakan salah satu situ alami yang memiliki luas 5,07 Ha, terletak di wilayah Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. Situ Gede berfungsi sebagai daerah tangkapan air, pengendali banjir, tempat rekreasi dan habitat biota air seperti ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air Situ Gede berdasarkan parameter fisika, kimia serta biologi dan dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 serta menentukan status mutu perairan air Situ Gede dengan menggunakan Metode Indeks Kualitas Air-National Sanitation Foundation (IKA-NSF). Selain itu, untuk mengetahui pengaruh aktivitas sekitarnya, dilakukan survei dengan melakukan identifikasi kegiatan domestik. Berdasarkan hasil hasil analisis kualitas air diketahui bahwa parameter yang melebihi baku mutu adalah kekeruhan, TSS (Total Suspended Solid), fosfat, Dissolved Oxygen (DO) dan Biological Oxygen Demand (BOD), sedangkan Status Mutu Situ Gede berada dalam kategori tercemar sedang, dengan nilai IKA-NSF sebesar 65,21, diduga sumber pencemar berasal dari kegiatan sekitarnya domestik seperti sampah. Dengan demikian maka solusi yang dapat diterapkan adalah dengan mengendalikan masuknya sampah ke dalam perairan dengan mengikutsertakan masyarakat sekitarnya, serta melakukan pengolahan air limbah domestik yang dapat diterapkan dimasyarakat sekitarnya.<br />Kata Kunci: kualitas air, status mutu, perairan situ</p>


2012 ◽  
Vol 16 (12) ◽  
pp. 4531-4542 ◽  
Author(s):  
S. Oraei Zare ◽  
B. Saghafian ◽  
A. Shamsai

Abstract. Urban development affects the quantity and quality of urban surface runoff. In recent years, the best management practices (BMPs) concept has been widely promoted for control of both quality and quantity of urban floods. However, means to optimize the BMPs in a conjunctive quantity/quality framework are still under research. In this paper, three objective functions were considered: (1) minimization of the total flood damages, cost of BMP implementation and cost of land-use development; (2) reducing the amount of TSS (total suspended solid) and BOD5 (biological oxygen demand), representing the pollution characteristics, to below the threshold level; and (3) minimizing the total runoff volume. The biological oxygen demand and total suspended solid values were employed as two measures of urban runoff quality. The total surface runoff volume produced by sub-basins was representative of the runoff quantity. The construction and maintenance costs of the BMPs were also estimated based on the local price standards. Urban runoff quantity and quality in the case study watershed were simulated with the Storm Water Management Model (SWMM). The NSGA-II (Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II) optimization technique was applied to derive the optimal trade off curve between various objectives. In the proposed structure for the NSGA-II algorithm, a continuous structure and intermediate crossover were used because they perform better as far as the optimization efficiency is concerned. Finally, urban runoff management scenarios were presented based on the optimal trade-off curve using the k-means method. Subsequently, a specific runoff control scenario was proposed to the urban managers.


2017 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
Author(s):  
Erwin Kurnianto

ABSTRAK Industri tahu merupakan salah satu industri yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku utamanya. Limbah cair tahu memiliki kandungan BOD, COD, dan TSS yang tinggi, sehingga berpotensi mencemari perairan. Pengolahan limbah cair tahu dapat dilakukan dengan berbagai proses, baik dengan proses biologi, kimia,  maupun secara fisika. Pengolahan limbah secara kimia salah satunya menggunakan kitosan. Kitosan merupakan polielektrolit kationik dan polimer berantai panjang, mempunyai berat molekul besar dan reaktif karena adanya gugus amina, hidroksil yang bertindak sebagai donor elektron dan bersifat biodegradable. Penelitian ini bertujuan  untuk mengetahui tentang pengaruh penambahan kitosan berdasarkan variasi waktu tinggal pada pengolahan limbah cair tahu dengan reaktor anaerob, dan mengetahui efektifitas pengolahan terbaik terhadap variasi waktu tinggal pengolahan limbah  cair tahu dengan penambahan kitosan pada reaktor anaerob. Penelitian dilakukan dalam skala Laboratorium yang dilakukan di Workshop Teknik Lingkungan dengan menggunakan 2 buah reaktor pengamatan yaitu reaktor kontrol dan reaktor perlakuan. Kitosan dilarutkan dengan menggunakan asam asetat 1%. 1 gr kitosan dilarutkan dalam 100 ml larutan asam asetat 1%, kemudian kitosan dicampurkan kedalam air limbah dengan dosis 225 mg/l dalam 4 liter air limbah pada reaktor perlakuan. Penambahan kitosan pada reaktor anaerob dilakukan pengamatan pada variasi waktu tinggal 4 hari, 8 hari, 12 hari dan 16 hari. Berdasarkan hasil penelitian, Pengaruh Penambahan kitosan pada reaktor anaerob terlihat pada parameter BOD dan TSS, sedangkan pH tidak terjadi perubahan. Pengaruh penambahan kitosan dilihat dari hasil penurunan parameter BOD pada reaktor kontrol berturut-turut pada hari ke 4, 8, 12, dan 16 yaitu 3%, 10%, 31% dan 48%, sedangkan pada reaktor perlakuan mengalami penurunan berturut-turut sebesar 5%, 36%, 45%, dan 58%. Pengaruh penambahan kitosan terhadap penurunan TSS pada reaktor kontrol berturut-turut pada hari ke 4, 8, 12, dan 16 yaitu  65%, 78%, 85% dan 87%. Penurunan TSS pada reaktor perlakuan berturut-turut yaitu 72%, 81%, 91% dan 93%. Waktu tinggal terbaik pada pengolahan limbah tahu dengan penambahan kitosan pada reaktor anaerob dan tanpa penambahan kitosan terdapat pada hari ke 16. Kata kunci: Kitosan, reaktor anaerob, limbah cair tahu, Total Suspended Solid (TSS), Biological Oxygen Demand (BOD), Ph


Author(s):  
Burhan Muslim

Abstract Biological Oxygen Demand (BOD), Total Suspended Solid (TSS) and Dissolved Oxygen (DO) are indicators of water quality in water bodies. Non-polluted water has low BOD and TSS levels and high DO. Changes in these three parameters indicate a change in quality. This study aims to look at variations in the levels of BOD, TSS and DO spatially and temporarily in Batang Arau River, Padang City in 2018. The study was conducted by observing three stations, namely in the upstream, middle and downstream and in the morning and evening. The results showed that BOD and TSS levels tended to increase from upstream to downstream, while DO was the opposite. Temporar variation shows that BOD and TSS levels are low in the morning and increase during the day and evening, while DO is the opposite. Key word: Biological Oxygen Deman, Total Suspended Solid, Dissolved Oxygen Abstrak Kbutuhan Oksigen Biologis (BOD), Total Suspended Solid (TSS) dan Dissolved Oxygen (DO) adalah indikator kualitas air dalam badan air. Air yang tidak tercemar memiliki kadar BOD dan TSS yang rendah serta DO yang tinggi. Perubahan dalam ketiga parameter ini menunjukkan perubahan kualitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat variasi kadar BOD, TSS dan DO secara spasial dan temporer di Sungai Batang Arau, Kota Padang pada tahun 2018. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati tiga stasiun, yaitu di hulu, tengah dan hilir dan pada pagi hari, dan malam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat BOD dan TSS cenderung meningkat dari hulu ke hilir, sedangkan DO adalah sebaliknya. Variasi temporer menunjukkan bahwa tingkat BOD dan TSS rendah di pagi hari dan meningkat pada siang dan malam hari, sedangkan DO adalah sebaliknya. 


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 120
Author(s):  
Muhammad Tri Aji ◽  
Abdul Qadir Jailani

Era milenial ini permasalahan air sebagai sumber kehidupan semakin terasa. Terutama pada air tanah yang menjadi salah satu sumber kehidupan sehari – hari mulai dari aktifitas rumah tangga sampai aktifitas industri. Permasalahan air tanah semakin terasa apabila diiringi dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi. Kota Magelang merupakan salah satu kota yang perkembangannya tergolong pesat di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan serta pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh kota ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini mengenai kualitas air tanah di wilayah kota magelang akibat pembuangan limbah domestik dan industri dengan menganalisis parameter fisika (Suhu), parameter kimia (pH, Nitrat, BOD, COD, dan TSS), dan parameter biologi (Total Coliform). Penetapan lokasi penelitian guna pengambilan sampling air dilakukan menggunakan metode purposive sampling. Analisa parameter kualitas air dapat dilakukan secara in situ dan ex-situ serta nantinya akan di bandingkan dengan baku mutu air PP No.82 tahun 2001 dan Permenkes No. 32 tahun 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk parameter fisika masih dalam kondisi yang baik dengan nilai suhu rata-rata 26,1°C, sedangkan untuk nilai TSS (Total Suspended Solid) dan TDS (Total Dissolved Solid) 3,7 mg/L dan 227,95 mg/L. sedangkan untuk parameter kimia pH menunjukkan nilai yang cukup fluktuatif dan pada beberapa stasiun air tanah bersifat asam dengan nilai dibawah 7. Nilai nitrat pada stasiun penelitian 1,6,7 dan 9 memiliki nilai melebihi ambang batas yang ditetapkan yaitu 10 mg/L. Kemudian untuk nilai BOD (Biological Oxygen Demand) memiliki nilai lebih dari 2 mg/L sebagai syarat masuk kelas 1 mutu air tanah yang aman untuk higine, COD (Chemical Oxygen Demand) mempunyai nilai yang melebihi syarat maksimal yaitu 10 mg/L di semua stasiun penelitian, oleh sebab itu dikatagorikan sebagai pencemaran berat. Nilai total coliform yang melebihi baku mutu air untuk keperluan higiene sanitasi menurut Permenkes No. 32 tahun 2017 sebesar 50 MPN/100ml.kualitas air tanah Kota Magelang dapat dimanfaatkan untuk keperluan air minum dengan catatan penggunannya harus melalui proses pemasakan terlebih dahulu.


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 25
Author(s):  
Retno Wimbaningrum ◽  
Indriana Arianti ◽  
Hari Sulistiyowati

Industri laundry merupakan industri rumah tangga yang menggunakan air dan deterjen dalam melaksanakan aktivitasnya. Deterjen mengandung surfaktan, builder, filler dan zat aditif yang menyebabkan kadar materi padat tersuspensi total (total suspended solid, TSS), kebutuhan oksigen biologi (biological oxygen demand, BOD) dan fosfat dalam air limbah laundry tinggi sehingga ketika dibuang langsung ke lingkungan dapat menimbulkan pencemaran ekosistem perairan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efektivitas tanaman lembang (Typha angustifolia L.) di lahan basah buatan dalam penurunan kadar TSS, BOD dan fosfat air limbah industri laundry. Tanaman T. angustifolia ditanam di dalam bak reaktor bervolume 44,73 L yang dasarnya diisi pasir, kerikil dan lempung sebagai media tanam. Air limbah industri laundry dialirkan ke dalam bak reaktor melalui inlet. Proses fitoremediasi berlangsung enam hari. TSS, BOD, dan fosfat air limbah laundry sebelum dan sesudah perlakuan ditentukan kadar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan air limbah laundry dengan tanaman T. angustifolia dalam lahan basah buatan mampu menurunkan kadar TSS, BOD dan fosfat secara berturut-turut sebesar 50 mg/L, 485,5 mg/L dan 29,1 mg/L. Efektivitas tanaman T. angustifolia dalam lahan basah buatan dalam penurunan kadar TSS, BOD dan fosfat secara berturut-turut sebesar 54 %, 22 % dan 39 %.


2013 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 13
Author(s):  
Gunandjar Gunandjar ◽  
Zainus Salimin ◽  
Sugeng Purnomo ◽  
Ratiko Ratiko

Kegiatan industri nuklir menimbulkan limbah cair organik seperti limbah detergen dari pencucian pakaian kerja, pelarut 30% TBP (tri-n-butyl phosphate) dalam kerosen dari pemurnian ataupun pengambilan uranium dari gagalan fabrikasi elemen bahan bakar, pelarut yang mengandung D2EHPA (di-2-ethyl hexyl phosphoric acid) dan TOPO (trioctyl phospine oxide) dalam kerosin dari pemurnian asam fosfat. Limbah tersebut bersifat bahan berbahaya dan beracun (B-3) serta radioaktif, oleh karena itu limbah tersebut harus diolah sehingga terjadi detoksifikasi B-3 dan dekontaminasi radionuklidanya. Telah dilakukan penelitian proses oksidasi biokimia pengolahan limbah simulasi cair organik radioaktif dari pencucian pakaian kerja menggunakan campuran bakteri mutan aerob bacillus sp, pseudomonas sp, arthrobacter sp, dan aeromonas sp. Limbah berkadar deterjen 1,496 g/L, aktivitas 10-1Ci/m3, dengan COD (Chemical Oxygen Demand) 128, BOD (Biological Oxygen Demand) 68 dan TSS (Total Suspended Solid) 1000 ppm, diolah dengan oksidasi biokimia dengan penambahan bakteri yang diberi nutrisi nitrogen dan fosfor, dan diaerasi. Hasilnya menunjukkan bahwa bakteri mampu menguraikan detergen menjadi karbon dioksida dan air sehingga memenuhi baku mutu air golongan B dengan kadar BOD dan COD berturut-turut berharga 6 dan 0 ppm, diperlukan waktu penguraian 106 jam untuk pemenuhan baku mutu tersebut. Semakin lama waktu proses memberikan kadar padatan total dalam lumpur semakin besar karena biomassa yang terbentuk dari massa koloni bakteri yang hidup dan mati semakin banyak.


2009 ◽  
Vol 62-64 ◽  
pp. 774-778 ◽  
Author(s):  
F.A. Aisien ◽  
G.A. Oyakhilomen ◽  
E.T. Aisien

The feasibility of treating brewery effluent using bio-catalysts (enzymes) was investigated. Carbohydrase, lipase, protease and a mixture enzyme made of carbohydrate and lipase were used. Brewery wastewater samples were collected and analyzed for 96 hrs, at intervals of 12 hrs. The physiochemical properties: biological oxygen demand BOD, chemical oxygen demand COD, total suspended solid (TSS), total dissolved solid TDS, pH, phosphorus (PO4), ammonium nitrogen (NH4-N), total hydrocarbon (THC) were determined using APHA standard method of analysis. The concentrations of the physiochemical properties of the brewery effluent decreased with increasing biodegradation time, for the various enzymes used. However, the different enzymes gave different percentage reductions of each of the physiochemical properties. The order of percentage reduction for the enzyme systems is mixed enzyme > carbohydrase > lipase > protease > control. Hence, the mixed enzyme gave the best results of 90%, 90%, 50%, 100%, 91.6% and 100% reductions for COD, BOD, TSS, NH4-N, PO4 and THC, respectively after 96 hrs. of biotreatment. However, the control gave the least percentage reductions of 6.9%, 5.3%, 16.4%, 7.1%, 5.8% and 50.0% for COD, BOD5, TSS, PO4, NH4-N, and THC respectively.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document